Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR HEMODIALISA

A. PENGERTIAN
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
fungsi tersebut.

Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan


cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi)
ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir
lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi
(aplikasi tekakan eksternal pada membran).

Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus


serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu
fungsinya.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan
asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding
antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif
dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen
dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

Tujuan Hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik


dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh
pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
B. PROSES HEMODIALISA
Ada 3 prinsip yang mendasari cara kerja hemodialisa yaitu :
1. Difusi
Toksik dan limbah didalam darah dialihkan melalui proses difusi.
Melalui cara bergeraknya darah yang berkonsentrasi tinggi ke cairan
dialisat yang berkonsentrasi lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari
elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar
elektrolit darah dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman
dialisat secara tepat.
2. Osmosis
Air yang berlebih dikeluarkan proses osmosis. Keluarnya air dapat
diatur dengan menciptakan gradien tekanan. Air bergerak dari tekanan
yang lebih tinggi (tubuh) ke tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat).
3. Ultrafiltrasi
Peningkatan gradient tekanan dengan penambahan tekanan negatif
yang biasa disebut ultrafiltrasi pada mesin dyalisis. Tekanan negative
diterapkan pada alat ini. Untuk meningkatkan kekuatan penghisap
pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran air. Kekuatan ini
diperlukan hingga mencapai isovolemia (keseimbangan cairan).

C. INDIKASI
1. Penyakit dalam (Medikal)
a. ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional
gagal mempertahankan RFT normal.
b. CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
c. Snake bite
d. Keracunan
e. Malaria falciparum fulminant
f. Leptospirosis
2. Ginekologi
a. APH
b. PPH
c. Septic abortion
3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
a. Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
b. Serum kreatinin > 2 mg%/hari
c. Hiperkalemia
d. Overload cairan yang parah
e. Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% – 9 gr% siap-siap tranfusi

D. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran,
struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk
kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi
dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air
(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
2. Dialisat atau Cairan Dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit
utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan
air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril,
karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial
terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk
sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada
membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun
dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.

3. Sistem Pemberian Dialisat


Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada
kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur
serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.

4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi
pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk
pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.

E. PEDOMAN PELAKSANAAN HEMODIALISA


1. Perawatan Sebelum Hemodialisa
a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2. Menyiapkan Sirkulasi Darah


a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah)
diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer
dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc
f. Hubungkan set infus ke slang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out
set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Buka klem dari infus set ABL, VBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara
(tekanan lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500
cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20
menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas
dan “outlet” di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10
menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.

3. Persiapan Pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah
ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)

F. INTERPRETASI HASIL
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji
jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam
basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar
elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses
penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan
perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. KOMPLIKASI
1. Ketidakseimbangan Cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis

2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium

3. Infeksi

4. Perdarahan dan Heparinisasi

5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

H. KONSEP PROSES KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Pre HD
1) Riwayat penyakit, tahap penyakit
2) Usia
3) Keseimbangan cairan, elektrolit
4) Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
5) Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
6) Respon terhadap dialysis sebelumnya.
7) Status emosional
8) Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
9) Sirkuit pembuluh darah.

b. Pengkajian Post HD
1) Tekanan darah: hipotensi
2) Keluhan: pusing, palpitasi
3) Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
2. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani
Hemodialisa
a. Pre HD
1) Ansietas b.d krisis situasional

b. Intra HD
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan
proses pengaturan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

c. Post HD
1) Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan
komplikasi sekunder terhadap penusukan

3. Intervensi keperawatan
a. Pre HD
Terapi Relaksasi I.09326
Definisi : Menggunakan teknik penggunaan untuk mengurangi tanda
dan gejala ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot atau
kecemasan
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energy ,ketidakmampuan
berkonsentrasi atau gejala lain yng menggaganggu kemampuan
kogintif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan , kemampuan dan menggunak teknik
sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi, nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan susudah latihan
5. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika perlu
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dan irama lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lainnya jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat , batasan dan jenis relaksasi yang tersedia
(Mis. Musik, meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan senasi relaksasi
5. Anjurkan untuk sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (Mis nafas dalam,
peregangan atau imajinasi terbimbing)

b. Intra HD
Intervensi: Manajemen Hipervolemia (l.03114)
Tindakan:
Observasi:
a. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara
napas tambahan).
b. Identifikasi penyebab hipervolemia
c. Monitos status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanan
darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia.
d. Monitor intake dan output cairan.
e. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar nartium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine).
f. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis. Kadar
protein, dan albumin meningkat).
g. Monitor kecepatan infus secara ketat.
h. Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi, ortortostatik,
hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia).

Terapeutik
a. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama.
b. Batasi asupan cairan dan garam.
c. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°.

Edukasi
a. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 ml/kg/jam dalam 6
jam.
b. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam sehari.
c. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan.
d. Ajarkan cara membatasi cairan.

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian diuretik.
b. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik.
c. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy
(CRRT), jika perlu
Intervensi : Pencegahan Infeksi (I.14539)
Tindakan
Observasi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik

Terapeutik
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikn perawatan kulit pada area edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi

Edukasi :
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborsi
Kolaborsi pemberian imunisasi, jika perlu

c. Post HD
Pencegahan Cedera I.14537
Definisi : Mengidentifikasi dan menurunkan risiko mengalami
bahya atau kerusakan fisik
Tindakan
Observasi
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
- Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
- Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastic pada
ekstermitas bawah
Terapeutik
- Sediakan pencahayaan yang memadai
- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang
rawat (mis. Penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan
ruangan, dan lokasi kamar mandi)
- Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan
- Diskusikan melalui mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai
- Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
pasien.
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan.
Edukasi
- Jelaskan alas an intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga.
- Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri.

4. Implementasi dan Evaluasi


Setelah melakukan pengkajian, penyusunan diagnose keperawatan,
dan perencanaan intervensi, kita melakukan implementasi dengan
mengaplikasikan intervensi yang sudah disusun. Setiap tindakan
didokumentasikan dengan respon dari klien.
Hasil respon dari klien menjadi bahan evaluasi untuk dikaji ulang
apakah tujuan sudah tercapai atau masih perlu modifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses


keperawatan). Bandung.

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa. EGC:
Jakarta.

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6. EGC: Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 1993. Rencana Asuhan


Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan
Pasien. Edisi-3. Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M. EGC: Jakarta.

Hidayat. November 2010. Konsep dasar hemodialisa. Diunduh, 22 Agustus, 2017.


Di, https://hidayat2.wordpress.com/2010/10/23/hemodialisa/

Hudak, Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume II.


Jakarta: EGC.

Puji Rahardjo. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. BP
FKUI: Jakarta.

Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. DPP PPNI

Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai