Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENJALANI


HEMODIALISIS
DI RUANG HEMODIALISA RSUD AL IKSAN PROVINSI JAWA
BARAT

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:

Dicky gunawan

KHGD 22057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES KARSA HUSADA GARUT
A. DIALISIS
1. Pengertian
Dialisis diartikan sebagai proses dimana materi tertentu dari suatu cairan
dikeluarkan dari cairan tersebut dengan menggunakan bantuan cairan lain yang dibatasi
oleh membrane semipermeable. Prinsip yang dipakai adalah molekul materi cairan yang
bentuknya kecil dapat melewati membrane semipermeable, sementara molekul cairan
yang bentuknya besar akan tertahan.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa
atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat
molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat
kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri,
dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan
konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.

2. Tujuan Dialisis
Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien
sampai fungsi ginjal kembali pulih.

3. Jenis Dialisis
Dialisis dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
a) Dialisis akut,
Dialisis akut diperlukan bila terdapat kadar kalium yang tinggi, kelebihan
muatan cairan atau edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang meningkat,
perikarditis dan konfusi berat. Tindakan ini juga dapat dilakukan untuk menghilangkan
obat-obat tertentu atau toksik lain.
b) Dialisis Kronis atau Pemeliharaan
Dialisis kronios dibutuhkan pada gagal ginjal ginjal kronis (penyakit ginjal
stadium terminal) dalam keadaan berikut: terjadinya tanda-tanda gejala uremia yang
mengenai seluruh sistem tubuh, kadar kalium serum yang
meningkat, muatan cairan yang berlebih tidak responsif terhadap terapi diuretik serta
pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan umum.

4. Metode Dialisis
a) Hemodialisis
Pada hemodialisis, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dipompa ke
dalam mesin yang akan menyaring zat-zat beracun keluar darh dan kemudian darah
yang sudah bersih dikembalikan lagi ke dalam tubuh penderita.
b) Peritoneal dialisis
Pada peritoneal dialisis, cairan yang mengandung campuran gula dan garam
khusus dimasukkan ke dalam rongga perut dan akan menyerap zat-zat racun dari
jaringan, cairan tersebut kemudian dikeluarkan lagi dan dibuang. Pada peritoneal
dialisis, yang berfungsi sebagai penyaring adalah peritoneum. Peritoneal dialysis
dilakukan pada pasien gagal ginjal yang tidak mau atau tidak mampu menjalani
hemodialisa atau transplantasi ginjal; pasien diabetes, penyakit kardiovaskuler, lansia
dan pasien yang berisiko menagalami efek samping dari pemberian heparin secara
sistemik.

B. Hemodialisa
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dan dalam tubuh kita, ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut.
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan
ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinua terhadap kualitas hidup pasien.
Hemodialisa berasal dari bahasa Yunani yaitu hemo berarti darah dan diálisis
berarti pemisahan atau filtrasi. Secara klinis HD adalah proses pemisahan zat-zat
tertentu (toksik uremia) dari darah melalui membran semipermeabel di dalam ginjal
yang disebut dialiser dan selanjutnya dibuang melalui cairan diálisis yang disebut
dialisat.

2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebih.

3. Indikasi tindakan hemodialisa


a) Penyakit dalam (Medikal)
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
- Malaria falciparum fulminant
- Leptospirosis
b) Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
c) Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
- Ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan
atau berat
- Kreatinin > 100 mg %
- Hiperkalemia > 17 mg/ liter
- Asidosis metabolic dengan pH darah < 7.2
- Overload cairan yang parah
- Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
d) Pada CRF
- BUN > 200 mg%
- Creatinin > 8 mg%
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik yang parah
- Uremic encepalopati
- Overload cairan
- Hb: < 8 gr/dl - 9 gr/dl dan persiapan untuk tranfusi

4. Kontraindikasi dilakukan tindakan hemodialisa


a) gangguan pembekuan darah
b) Anemia berat
c) Trombosit atau emboli berat
d) Koagulopati
e) Sindrom hepatorenal
f) Chirosis hati lanjut
g) Enselopi
h) Keganasan lanjut
i) Instabilitas Hemodinami

5.Prinsip yang mendasari kerja Hemodialisa


a. Difusi
Toksin dari zat limbah di dalam zat darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
b. Osmosis
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan tekanan, air
bergerak dari tekanan yang tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah
( cairan dialisat)
c. Ultra Filtrasi
Gradien tekanan (air bergerak dari tempat yang tinggi (tubuh) ketempat yang
lebih rendah). Gradien ini ditingkatkan melalui penembahan tekanan negatif dan ini
disebut dengan ultrafiltrasi.
6. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah)
diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer
dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
f. Hubungkan set infus ke slang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out
set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Buka klem dari infus set ABL, VBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara
(tekanan lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500
cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20
menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10
menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah
ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)

Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah
cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang
diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan
kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah
dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

7. Prosedur Hemodialisa
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan
peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi
dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa
(AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau
16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang
dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka
dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
“arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah
yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum
“arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur
untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah
yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem
dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah.
Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah.
Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung
peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa.
Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem
dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini,
setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan.
Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda
pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit
untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat
akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan
dan menggunakan ulang dialiser.

6. Prinsip Dasar Hemodialisa


a) Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal
Selama HD darah pasien mengalir dari tubuh kedalam dialiser melalui akses
arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan akses vena. Sistem sirkulasi
darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi darah extra corporal
b) Dialiser (ginjal buatan)
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen
darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermieabel .Di dalam
dialiser ini terjadi proses pencucian darah melalui proses difusi dan ultrafiltrasi,sehingga
dihasilkan darah yang sudah” bersih” dari zat-zat yang tidak dikehendaki. Dialiser
bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk
membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser,
yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-
produk sisa (klirens).
c) Sistem sirkulasi dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis. Dialisat terdiri darí
air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat dibuat dalam sistem bersih dengan
air keran dan bahan kimia yang disaring. Bukan sistem steril karena bakteri terlalu besar
untuk melewati membran dan potensial terjadi infeksi pada pasien minimal.

7.Peralatan untuk Hemodialisa


a. Mesin HD
b. Dialiser (sama dengan artificial kidney)
c. Blood line (pipa untuk mengalirkan darah
d. Dialisat
e. Heparin Untuk mencegah agar darah tidak membeku. Pemberian heparin
dari awal 40 – 50 U / kg. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum HD
diakhir

f. Blood pump: alat yang menyebabkan arah cepat mengalir alam sirkulasi
darah

g. Pump segment : Bagian dari Blood line yang ditempatkan pada blod pump

h. Water treatment: proses pengolohan darah untuk memisahkan dari logam


berat

i. Jarum AV fitule, Syring pump dan Set Infus / Transfusi.

8. Tanda-tanda dialisis adekuat

a) Tercapai BB kering
b) Pasien tampak baik
c) Bebas simtom uremia
d) Nafsu makan baik
e) Aktif
f) TD terkendali
g) Hb > 10 gr/dl

9. Kelemahan dan kelebihan Hemodialisa

Kelemahan hemodialisa :

- Tergantung mesin
- Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom
- Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amyloidosis
- Vaskuler access: infeksi – thrombosis
- Sisa fungsi ginjal cepat menurun dibanding peritoneal dialysis.

Kelebihan hemodialisa
- Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
- Waktu dialisis cepat
- Resiko kesalahan tehnis kecil
- Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat
dibenarkan.

C. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis

2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

D. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Pengkajian Pre HD
- Riwayat penyakit, tahap penyakit
- Usia
- Keseimbangan cairan, elektrolit
- Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
- Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
- Respon terhadap dialysis sebelumnya.
- Status emosional
- Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
- Sirkuit pembuluh darah.
b. Pengkajian Post HD
- Tekanan darah: hipotensi
- Keluhan: pusing, palpitasi
- Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa NOC NIC


Resiko infeksi Pasien tidak 1. pertahankan area steril selama
b.d prosedur mengalami penusukan kateter
infasif berulang infeskis dg 2. Pertahankan teknik steril selama
kontak dg akses vaskuler: penusukan,
criteria:
pelepasan kateter
 suhu dbn 3. Monitor area akses HD terhadap
kemerahan, bengkak, nyeri
 Al dbn
4. Beri pernjelasan pd pasien
 Tak ada pentingnya ↑satus gizi
kemerahan 5. Kolaborasi pemberian antibiotik
sekitar shunt
 Area shunt
tidak
nyeri/bengkak
Resiko cedera Pasien tidak 1. Kaji kepatenan AV shunt sebelum
b.d akses mengalami cedera HD
vaskuler & dg kriteria: 2. Monitor kepatenan kateter
sedikitnya setiap 2 jam
komplikasi
 kulit pada 3. Kaji warna kulit, keutuhan kulit,
sekunder sensasi sekitar shunt
sekitar AV
terhadap 4. Monitor TD setelah HD
shunt utuh/tidak
penusukan & rusak 5. Lakukan heparinisasi pada
pemeliharaan  Pasien shunt/kateter pasca HD
akses vaskuler tidak mengalami 6. Cegah terjadinya infeksi pd area
komplikasi HD shunt/penusukan kateter
Kelebihan Keseimbangan 1. Kaji status cairan
volume cairan volume cairan  Timbang bb pre dan post hd
b.d: tercapai setelah  Keseimbangan masukan dan
dilakukan HD 4-5 haluaran
 penuruna jam dengan  Turgor kulit dan edema
n haluaran  Distensi vena leher
kriteria:
urine  Monitor vital sign
 diet  BB post 2. Batasi masukan cairan
cairan berlebih HD sesuai dry  Pada saat priming & wash out hd
 retensi weight 3. Identifikasi sumber masukan cairan
cairan &  Udema masa interdialisis
natrium hilang 4. Jelaskan pada keluarga & klien rasional
 Retensi pembatasan cairan
16-28 x/m 5. Motivasi klien untuk menjaga
 kadar kebersihan mulut
natrium darah
132-145 mEq/l

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC,
Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. Penebit Buku


Kedokteran EGC.

Hall, J.E & Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. alih bahasa
Irawati. EGC: Jakarta

Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification


Fifth Edition. Mosby, Inc : Missouri.

McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification Fifth


Edition. Mosby, Inc : Missouri.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. EGC: Jakarta.
Potter & Perry.(2005). Fundamental Keperawatan (terjemahan, edisi 4, vol 1-2
Price & Wilson.(2005).Patofisiology (Edisi 6, Vol 2). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai