Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

D DENGAN GGK
(CKD ON HD) DI RUANG HEMODIALISA RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah dengan
Dosen pembimbing : Rahayu Setyowati, S. Kep., M.Kep

Disusun Oleh :
YUYUM YUMITA DEWI
NIM : 22149011090

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB MAJALENGKA


TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN GGK
(CKD ON HD)

A. Konsep Dasar Hemodialisa


1. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran
semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi
solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah).
Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau
ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari
selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi.
Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi
kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati
pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut
gradien konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Sistem ginjal buatan:
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.

b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah


dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
c. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
tubuh pasien.
2. Indikasi
a. Penyakit dalam (Medikal)
1) ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
2) CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
3) Snake bite
4) Keracunan
5) Malaria falciparum fulminant
6) Leptospirosis
b. Ginekologi
1) APH
2) PPH
3) Septic abortion
c. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
1) Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
2) Serum kreatinin > 2 mg%/hari
3) Hiperkalemia
4) Overload cairan yang parah
5) Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
Pada CRF:
 BUN > 200 mg%
 Creatinin > 8 mg%
 Hiperkalemia
 Asidosis metabolik yang parah
 Uremic encepalopati
 Overload cairan
 Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi
3. Peralatan
a. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik
dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah.
Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada
kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
b. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit
utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air
keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena
bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi
pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat
menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang
besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat
biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan
pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan
pasien tertentu.
c. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua
system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan

alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-
air.
d. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi
pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk
pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
e. Komponen manusia
Pengkajian dan penatalaksanaan
4. Prosedur Hemodialisa
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa
keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke
system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur
arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang
besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.
Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,
atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan
institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai
aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya
sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan
jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada
vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal
salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada
kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan
normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus
untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan

dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat
diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada
kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan
obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
5. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
a. Perawatan sebelum hemodialisa
1) Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
2) Kran air dibuka
3) Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
5) Hidupkan mesin
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
7) Matikan mesin hemodialisis
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
b. Menyiapkan sirkulasi darah
1) Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
2) Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas
dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
5) Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
6) Hubungkan set infus ke slang arteri
7) Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
8) Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di
atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
10) Buka klem dari infus set ABL, VBL
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
12) Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
13) Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih
dari 200 mmHg).
14) Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
16) Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
17) Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit
untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
18) Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
19) Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap
untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
c. Persiapan pasien
1) Menimbang berat badan
2) Mengatur posisi pasien
3) Observasi keadaan umum
4) Observasi tanda-tanda vital
5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
a) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
b) Dengan external A-V shunt / schungula
c) Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
6. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah
cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang
diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea,
dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus
setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
B. Konsep Dasar CKD (GGK)
1. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia
(Smeltzer, 2009)
2. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan
rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Deraja Penjelasan LFG


t (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
3. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal
polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati
obstruktif, lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000
dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi
etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes
melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan
8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

4. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistemrenin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif Amenore
dan atrofi testikuler
5. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :

a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan


masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).

Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,


amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Kreatinin
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
C. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi
pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai
pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu
lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.

3. Pola nutrisi dan metabolik.


Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.

g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat
/ uremia, dan terjadi perikarditis.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa:
Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan
untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih
bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta,
EGC.http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_hemodial_art.htm
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal
23 Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.
2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006
E. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan b.d Tujuan: Fluid Management :
penurunan haluaran urin dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
retensi cairan dan natrium. selama 3x24 jam volume cairan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
seimbang. 2. Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil: 3. Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
 Terbebas dari edema, efusi, cairan
anasarka 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya Hemodialysis therapy
dipsnea 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya
 Memilihara tekanan vena sentral, BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor)
tekanan kapiler paru, output sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp
jantung dan vital sign normal. terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan,
dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap
terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nutritional Management
kebutuhan tubuh b.d anoreksia selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
mual muntah. adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
Kriteria Hasil: status nutrisi.
NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
 Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
 Tidak terjadi penurunan BB untuk perencanaan treatment selanjutnya.
 Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.

 Menghabiskan porsi makan 5. Berikan makanan sedikit tapi sering

 Hasil lab normal (albumin, kalium) 6. Berikan perawatan mulut sering


7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Respiratory Monitoring


berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
NOC : Respiratory Status otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
 Peningkatan ventilasi dan intercostal
oksigenasi yang adekuat 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
 Bebas dari tanda tanda distress hiperventilasi, cheyne stokes
pernafasan 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
 Suara nafas yang bersih, tidak ada adanya ventilasi dan suara tambahan
sianosis dan dyspneu (mampu Oxygen Therapy
mengeluarkan sputum, mampu 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
bernafas dengan mudah, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas dalam
pursed lips) 3. Atur posisi senyaman mungkin
 Tanda tanda vital dalam rentang 4. Batasi untuk beraktivitas
normal 5. Kolaborasi pemberian oksigen

Anda mungkin juga menyukai