urat
b. Membuang kelebihan air c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh. d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
C. Indikasi 1. Gagal ginjal akut 2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit 3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l 4. Ureum lebih dari 200 mg/dl 5. pH darah kurang dari 7,1 6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
1
D. Kontra Indikasi a) Gangguan pembekuan darah b) Anemia berat c) Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat
E. Komponen Hemodialisa Ada 3 unsur pokok yang saling terkait dalam proses hemodialisa yaitu darah, ginjal buatan (dialiser) dan dialisat. Pada prinsipnya dengan memakai selang darah akan dipompakan ke ginjal buatan sementara, dari arah yang berlawanan dialisat dialirkan juga menuju ginjal buatan. Di dalam ginjal buatan terjadi proses dialysis yang meliputi difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Setelah melaui proses dialysis darah akan dipompakan kembali ke dalam tubuh pasien. Demikian siklus proses dialisia terjadi berulang-ulang sesuai waktu yang dibutuhkan. 1. Dialiser atau Ginjal Buatan Terdiri dari membran semi permeabel yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. 2. Dialisat atau Cairan Dialisis Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia saring. Bukan merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeabel yang besar, maka air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersil dan umumnya digunakan oleh unit kronis.
3. Sistem Pemberian Dialisat Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat mengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air. Aksesori Peralatan : a. Perangkat Keras, terdiri dari : 1) Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin 2) Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi dialisat, perubahan tekanan udara dan kebocoran darah. b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan : 1) Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara dialiser dan pasien. 2) Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan terhadap darah. 3) Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum digunakan.
F. Prinsip-prinsip Hemodialisa Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Smeltzer & Bare, 2002). Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan) (Smeltzer & Bare, 2002).
Sistem dapar (buffer sisite) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena (Smeltzer & Bare, 2002).
a) Persiapan pasien Persiapan mental Inform consent/izin hemodialisis Menimbang berat badan Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital Memberikan posisi yang sesuai Melokalisasi daerah yang akan di punksi b) Persiapan mesin Mesin HD Suction Mini pump AVBL (Arterial Venous Blood Line) AV fistula Acetat Air yang dimurnikan (RO) Heparin c) Persiapan alat dan obat-obatan Jarum arteri Selang normal saline Dialiser Bilik drip vena Detektor
Port pemberian obat Pemantau tekanan arteri Pompa darah Sistem pengalir dialiser Pemantau tekanan vena Jarum vena Penginfus heparin
2. Pelaksanaan
a) Urutan awal tindakan HD Pre dialisis Setting: mengeset alat HD R/ mengoptimalkan fungsi mesin HD Cuci tangan Buka keran air yang sudah dihubungkan dengan mesin HD Hubungkan steker dari mesin ke stop kontak terpasang Hidupkan mesin ke posisi ON kemudian pindahkan ke posisi rinse Siapkan cairan dialisa dan hubungkan ke port dialisa. tunggu 5 sampai 10 menit Mesin siap dipakai. Priming: pengisian pertama kali AVBL, dialiser menggunakan NaCl R/ membasahi (soaking), mengisi (filling), membilas (reasing), serta mencegah emboli udara Mendekatkan peralatan ke mesin HD Mencuci tangan Mengeluarkan peralatan dari pembungkusnya menempatkan dialysis pada tempatnya dengan posisi inlet diatas dan outlet di bawah Hubungkan selang dialisat ke dialiser 1. Inlet dialisat ke outlet dialiser 2. Outlet dialisat ke inlet dialiser 3. Kecepatan difusi 500 mL/menit
5
4. Beri tekanan negative 50-100 mmHg Biarkan berlangsung selama 10 menit Pasang ABL dan tempatkan segment pump pada pompa darah dengan baik Pasang VBL dan bubble trap (perangkan udara) dengan posisi tegak Dengan teknik aseptic, buka penutup yang terdapat diujung ABL dan tempatkan pada inlet dialiser demikian juga dengan VBL Hubungkan selang monitor tekanan arteri dan selang monitor tekanan vena Siapkan NaCl 1000 cc, masukkan 2000 iu heparin ke dalam kolf (sebagai pembilas/mengisi sirkulasi ekstrakorporeal) Hubungkan NaCl melalui infus set ke ABL, yakinkan bahwa infus set bebas dari udara dengan cara mengisinya terlebih dahulu Tempatkan ujung ABL dengan penampung, hindarkan kontaminasi dengan penampung dan jangan sampai terendam dengan cairan yang keluar Putar dialiser dengan peralatannya sehingga inlet dibawah outlet diatas Buka semua klem termasuk klem infus Melakukan pengisian dan pembilasan sirkulasi ekstra corporeal dengan cara : 1. Jalankan pompa darah dengan kecepatan Qb 100 ml/menit 2. Perangkap udara (bubble trap) terisi bagian 3. Bebaskan udara dengan memberikan tekanan intermitten dengan menggunakan klem pada VBL Teruskan priming sampai NaCl habis 1 liter dan sirkuit ekstra corporeal bebas udara Matikan pompa darah, klem kedua ujung AVBL kemudian hubungkan kedua ujung dengan konektor, semua klem dibuka Lakukan sirkulasi selama 5 menit dengan Qb sekitar 200 cc/menit
Matikan pompa darah, kemudian dialiser ke posisi semula Rapikan alat dan cuci tangan Soaking: (melembabkan) untuk meningkatkan permeabilitas membran b) Menentukan dan melakukan penusukan R/ mengoptimalkan pasien untuk kelanjutan proses dialisis Memulai hemodialysis Melakukan monitoring saat HD 1) Beri tahu pasien dan tentukan tempat punksi SHS 2) Bawa peralatan didekat pasien, ukur TTV dan BB 3) Pakai masker, cuci tangan dan pakai handschoen 4) Letakkan duk steril di bawah tangan 5) Desinfeksi daerah SHS dengan betadine dan bersihkan dengan kapas alcohol 6) Lakukan punksi inlet dan outlet serta fiksasi dan tutup dengan gaas steril Intra dialysis Tujuan : Mengoptimalkan kondisi pasien dan peralatan HD serta mesin selama HD 1. Periksa permintaan untuk HD 2. Periksa hasil Lab (elektrolit, Hb, HT, ureum, creatinine, uric acid) 3. Observasi vital sign tiap jam 4. Observasi adanya syok hipovolemik 5. Catat tipe SHS yang digunakan (cimino, shunt, vena femoralis) 6. Pemeriksaa fisik untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan atau edema Terminasi/mengakhiri dialisa Tujuan : Mengembalikan darah dari sirkuit ekstra corporeal ke dalam tubuh pasien Persiapan 1. Lima menit sebelum HD diakhiri turunkan Qb menjadi 100 cc/menit, UFR dikembalikan ke posisi nol 2. Mengukur tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
Prosedur 1. Matikan pompa darah, klem kanule inlet sebelum mencabutnya. Selanjutnya lepas kanule dari selang inlet dengan menggunakan konektor, sambungkan selang inlet dengan infus set 2. jalankan pompa darah (100 cc/menit) sehingga darah dari sirkuit
ekstrakorporeal mengalir masuk ke dalm tubuh pasien 3. bila darah sudah masuk semua, klem ujung kanule outlet dan pada waktu bersaman mesin pompa darah dimatikan 4. mencabut kanule outlet, lalu bekas tusukan (inlet dan outlet) ditekan dengan menggunakan kasa steril dengan tekanan sedang selama 20 menit 5. bila perdarahan berhentim, luka ditutup dengan band aid 6. lepaskan semua alat HD dari mesin HD, masukkan ke dalam ember atau tempat sampah kemudian mesin di desinfeksi
Post dialysis Tujuan : 1. Mengetahui keadaan pasien 2. Dapat mengetahui secara dini apabila timbul penyulit sehingga dapat segera ditanggulangi secara dini dan cepat Prosedur 1. Menekan lubang bekas tusukan 2. Mengukur vital sign 3. Pasien diistirahatkan < 30 menit dan bila tidak ada keluhan, pasien boleh pulang
4.
Prosesnya : Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan
aliran
darah
melewati
suatu
memantau
fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan
larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, serta kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997). Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari
membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995). Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dialyzer dan darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood
line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang semipermeabel dari hemodializer melalui proses membran difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan
resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terusmenerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995). Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 15
10
jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. Lama HD: 10-15 jam/minggu Creatinin kliren 3-5 ml/m: 10 jam Creatinin < 3 ml/m: 15 jam.
Tanda-tanda dialysis adekuat: Pasien tampak baik Bebas simtom uremia Nafsu makan baik Aktif TD terkendali Hb > 10 gr/dl
Keunggulan HD Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan Waktu dialisis cepat Resiko kesalahan tekhnis kecil Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat dibenarkan. Kelemahan HD Tergantung mesin Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amyloidosis Vaskuler access: infeksi thrombosis Sisa fungsi ginjal cepat menurun disbanding peritoneal dialysis
11
H. Komplikasi 1. Hipotensi Dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan. 2. Nyeri dada Dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkuasi darah di luar tubuh. 3. Pruritus Dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk akhir metabolism meninggalkan kulit. 4. gangguan keseimbangan dialysis Terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat. 5. Kram otot yang nyeri Terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel. 6. Mual dan muntah
12
PROSES KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian Pre HD a) Riwayat penyakit, tahap penyakit b) Usia c) Keseimbangan cairan, elektrolit d) Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH e) Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi f) Respon terhadap dialysis sebelumnya. g) Status emosional h) Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP i) Sirkuit pembuluh darah. Pengkajian Post HD a) Tekanan darah: hipotensi b) Keluhan: pusing, palpitasi c) Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb.
13
2. Rencana keperawatan: Diagnosa No. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil 1. Pola nafas tidak Pola nafas efektif 1. setelah tindakan dilakukan HD 4-5 2. Kaji penyebab nafas 1. Untuk menentukan tindakan yang harus segera Rencana Keperawatan Intervensi Rasional
tidak efektif Kaji respirasi & nadi Berikan fowler posisi semi
jam, dengan kriteria: 3. nafas 16-28 x/m edema paru hilang 4. tidak sianosis 5. 6.
dilakukan
Ajarkan cara nafas yang 2. Menentukan efektif Berikan O2 Lakukan SU pada saat HD tindakan 3. Melapangkan dada klien
sehingga nafas pemberian lebih longgar 4. Hemat energi pemberian sehingga nafas tidak semakin berat rendah, paru
7.
8.
Kolaborasi antibiotic
9.
10. Evaluasi kondisi klien 5. Hb pada HD berikutnya 11. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya edema,
14
mempercepat pengurangan edema paru 7. zUntuk sehingga suplai O2 ke jaringan cukup 8. Untuk mengatasi infeksi paru & perikard 9. Follou penyebab nafas efektif 10. Mengukur keberhasilan tindakan 11. Untuk up klien 2. Resiko cedera b/d Pasien akses vaskuler dan mengalami komplikasi tidak 1. Kaji kepatenan AV shunt 1. AV yg sudah cedera sebelum HD 2. Monitor kepatenan kateter sedikitnya setiap 2 jam tidak baik bila dipaksakan bisa rupture vaskuler 2. Posisi kateter yg dapat rupture berubah terjadi terjadi follou kondisi tidak up Hb,
dengan kriteria:
sekunder terhadap kulit pada sekitar penusukan dan AV Pasien mengalami komplikasi HD pemeliharaan akses vaskuler
shunt 3. Kaji warna kulit, keutuhan kulit, sensasi sekitar shunt tidak 4. Monitor TD setelah HD 5. Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD 6. Cegah terjadinya infeksi
utuh/tidak rusak
15
vaskuler/embo li 3. Kerusakan jaringan dapat didahului tanda kelemahan pada sensasi 4. Posisi baring kulit,
lecet bengkak,
mempermudah kerusakan jaringan 3 Kelebihan volume Keseimbangan cairan b/d: penurunan haluaran urine volume tercapai 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar masukan untuk
memperoleh
16
diet berlebih
dan haluaran
HD 4. Turgor kulit dan edema 5. Distensi vena leher 6. Monitor vital sign 7. Batasi masukan cairan
sesuai dry weight Udema hilang Retensi 16-28 x/m kadar darah mEq/l
natrium 8. Pada saat priming & wash out HD 132-145 9. Lakukan HD dengan uf & tmp sesuai dengan
terhadap terapi. 3. UF & TMP yang akan kelebihan volume cairan sesuai target edeal/dry weight 4. Sumber kelebihan cairan diketahui 5. Pemahaman kerjasama klien keluarga dalam pembatasan & dapat dg BB sesuai
17
cairan 6. Kebersihan mulut mengurangi kekeringan mulut, sehingga keinginan klien minum untuk
Ketidakseimbangan Keseimbangan nutrisi, kurang dari nutrisi kebutuhan b.d: tubuh setelah
1. Sebagai dasar untuk memantau perubahan intervensi yang sesuai 2. Pola dahulu sekarang berguna untuk diet & &
anoreksia, mual (10-12 dan muntah pembatasan diet perubahan membran mukosa oral protein tidak
kreatinin,
albumin, protein
terpenuhi, 2.kaji pola diet 3.kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi menentukan
penambahan
atau BB yang 4.kolaborasi cepat turgor normal udema kadar plasma 3,5-5,0 gr/dl konsumsi nilai diet protein albumin kulit minggu
pemberian 1 jam
masukan
dimodifikasi.
dengan tinggi:
18
tinggi
rasional 5. Pemberian diet, dan albumin lewat infus iv akan albumin serum 6. Protein lengkap akan adanya yang masukan tidak keseimbangan nitrogen 7. Kalori akan energi, yang memberikan kesempatan protein untuk pertumbuhan 8. pemahaman klien sehingga mudah menerima masukan 9. untuk menentukan status cairan & nutrisi 10. penurunan protein dapat albumin,
b. Penyembuhan lama
19
perlambatan penyembuhan 5 Intoleransi aktivitas Setelah berhubungan dengan : Keletihan Anemia tindakan keperawatan & HD, klien mampu dilakukan 1. Kaji faktor yang 1. Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
menimbulkan keletihan: a. Anemia b. ketidakseimbangan cairan & elektrolit c. Retensi sampah d. depresi 2. Tingkatkan kemandirian dalam perawatan diri aktifitas
berpartisipasi dalam
Retensi produk aktivitas yang dapat sampah Prosedur dialisis ditoleransi, dengan kriteria: berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan mandiri yang dipilih berpartisipasi dalam aktivitas dan latihan istirahat aktivitas seimbang/berganti an dan
yang 3. Mendorong latihan aktifitas dapat ditoleransi istirahat adekuat 4. Istirahat adekuat dianjurkan setelah dialisis, karena adanya perubahan keseimbangan cairan & yang & yang & yang
20
proses dialisis sangat melelahkan 6. Harga diri rendah Memperbaiki berhubungan dengan: Ketergantungan Perubahan peran Perubahan citra konsep diri, dengan kriteria: Pola koping klien dan efektif 1. Kaji respon & reaksi klien 1.Menyediakan & keluarganya terhadap penyakit penanganannya. & data klien & keluarga dalam menghadapi perubahan hidup &
tubuh dan fungsi Klien & keluarga 3. Kaji pola koping klien & 2.Penguatan seksual bisa mengungkapkan perasaan reaksinya terhadap & keluarganya 4. Ciptakan diskusi yang dukungan
perubahan hidup a. Perubahan peran yang diperlukan b. Perubahan gaya hidup c. Perubahan pekerjaan d. Perubahan seksual e. Ketergantungan center dialisis 5. Gali cara alternatif untuk ekspresikan seksual lain selain hubungan seks 6. Diskusikan peran dengan dalam
kemesraan
21
alternatif aktifitas seksual diterima. 6.Seksualitas mempunyai arti yang bagi individu, tergantung dari maturitasnya. 7 Resiko berhubungan dengan infeksi Pasien tidak 1. pertahankan area steril 1. Mikroorganism e dapat dicegah masuk kedalam tubuh saat berbeda tiap dapat
mengalami infeskis
selama penusukan kateter 2. Pertahankan teknik steril selama kontak dg akses vaskuler: penusukan,
prosedur dengan kriteria: Suhu dbn Al dbn Tak kemerahan sekitar shunt Area tidak nyeri/bengkak shunt ada
infasif berulang
pelepasan kateter 3. Monitor area akses HD terhadap bengkak, nyeri 4. Beri pernjelasan pada pasien pentingnya satus gizi 5. Kolaborasi antibiotik pemberian kemerahan,
masuk kedalam area insersi 3. Inflamasi/infek si dengan kemerahan, nyeri, bengkak 4. Gizi yang baik daya tubuh 5. Pasien mengalami sakit kronis. HD tahan ditandai
22
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa , EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan pendukomentasian untuk perawatan perencanaan Pasien, Edisi-3, Alih dan bahasa;
Hundak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
23
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Classifications, Philadelphia, USA
Nursing outcome
24