Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR HEMODIALISA

A. Pengertian

Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan


cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan fungsi tersebut.

Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel


dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih
tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan
mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi
(aplikasi tekakan eksternal pada membran).

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari


selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi.
Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi
kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati

1
pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut
gradien konsentrasi.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam


keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.

Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus


serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Sistem ginjal buatan:

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik


dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
tubuh pasien.

B. Indikasi

1. Gagal ginjal akut


2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. pH darah kurang dari 7,1

2
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
9. Fluid overload

The National Kidney Foundation USA menyarankan apabila :



LFG ≤ 10ml /menit/1,73m2

Indikasi absolut untuk dimulainya hemodialisis:


1. Perikarditis
2. Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem paru
3. Hipertensi berat dan progresif
4. Uremic Bleeding
5. Mual muntah yang persisten
6. Kreatinin serum ≥ 10 mg%

C. Kontraindikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa


adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal,
dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi
dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra
indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia
multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan
keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi. Cairan
dialisis pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang

3
terlalu tinggi menyebabkan hemodialisis sel-sel darah merah sehingga
kemungkinan penderita akan meninggal.

D. PERALATAN

1. Dialiser atau Ginjal Buatan

Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen


darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe
membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua
faktor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada
kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).

2. Dialisat atau Cairan dialysis

Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama
dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran
dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri
terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada
pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan
reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit
kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien
tertentu.

3. Sistem Pemberian Dialisat

Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system


pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada
kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta
pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.

4
4. Asesori Peralatan

Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi


pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk
pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.

5. Komponen manusia

6. Pengkajian dan penatalaksanaan

E. PROSEDUR HEMODIALISA

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa


keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke
system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur
arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang
besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.
Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,
atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan
institusi.

5
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan
sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke
dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk
meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV
pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa
darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem
sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan
cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma
ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan
untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik
sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke


dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada
kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan
obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan


dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

6
F. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa

1. Perawatan sebelum hemodialisa

a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa


b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2. Menyiapkan sirkulasi darah

a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya


b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas
dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
f. Hubungkan set infus ke slang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di
atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Buka klem dari infus set ABL, VBL

7
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan
lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit
untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit,
siap untuk dihubungkan dengan pasien.

3. Persiapan pasien

a. Menimbang berat badan


b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1-2 (vena pulmonalis)

8
G. Intrepretasi Hasil

Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji


jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah
yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen
urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus
menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

H. Komplikasi

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama
tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:

1. Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali
terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang
tinggi.

2. Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,


rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.

3. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan


kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

9
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan


dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini
tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa
pertama dengan azotemia berat.

5. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor


pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6. Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat


dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

7. Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.

8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

10
I. Proses Keperawatan

 Pengkajian

1. Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah:

a. Sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma.
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi

Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang
meningkat.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal).

3. Riwayat obat-obatan

Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi
dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari
susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi,
pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus
mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat
antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani
hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.

4. Psikospiritual

11
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi
penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah
financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang
menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan
terhadap kematian.

Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang
pertama kali dilakukan hemodialisis.

5. ADL (Activity Day Life)

a. Nutrisi : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan


cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang
dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru, pembatasan
pada asupan protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan
dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah.
b. Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
c. Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga.
Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang
tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik,
frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.

6. Pemeriksaan fisik

BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.

TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan


tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada
saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.
(Muttaqin, 2011: 268)

7. Manifestasi klinik

a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau


gatal-gatal

12
b. Kuku : kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary : uremic “lung” atau pnemonia
g. Asam basa : asidosis metabolik
h. Neurologik : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
i. Hematologi : perdarahan

8. Pemeriksaan Penunjang

Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan,
dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)

 Diagnosa Keperawatan

1. Pre Hemodialisa

a. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis dan Perikarditis d.dPenggunaan otot aksesoris untuk bernafas,
Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu
b. Hipervolemia b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi
cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat singkat,
Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema, Dispnea,
Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan Perubahan
tekanan darah
c. Defisit nutrisi b.d anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet dan
perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri abdomen bising usus
hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada makanan, dan berat
badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
d. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak
waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir

13
e. Gangguan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit
cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa,
integument, atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.

2. Intra Hemodialisa

a. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap


penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.
b. Resiko syok b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa.

3. Post Hemodialisa

a. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan


prosedur dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih,
dispnea setelah beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan
respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
b. Risiko harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra
tubuh, mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan
individudalam penampilan, Respon nonverbal terhadap persepsi
perubahan pada tubuh (mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada
perubahan, Perasaan negatif tentang sesuatu
c. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang

14
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 2008, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses


keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2009, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 2009, Rencana Asuhan


Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien,
Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI
Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai