Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (KGD)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU

Nama Mahasiswa : DWI LAILA RANTI


NIM : 1611438240
Tanggal : 31 Juli 5 Agustus 2017
Ruangan : HEMODIALISA

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA DAN CAPD (Continous Ambulatory


Peritoneal Dialysis)

A. KONSEP DASAR HEMODIALISA


1. Definisi
Dialisis merupakan:
Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati
membrane semi permeabel. Ini berdasarkan pada prinsip difusi, osmosis dan
ultra filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
(ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau
terapi permanent. Sehelai membran sintetik yang semi permeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita gagal ginjal kronik (GGK), hemodialisis akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik
atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi
dialisis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3
atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau
terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia.

2. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih
kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialisis.
Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan
kematian.
Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan.
Peritoneal dialisis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk
dialisis yang lain.

3. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik
(GGK) dan gagal ginjal akut (GGA) untuk sementara sampai fungsi ginjalnya
pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
e. Kelebihan cairan
f. Perikarditis dan konfusi yang berat
g. Hiperkalsemia dan hipertensi.

4. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa:
a. Akses Vaskuler
Seluruh dialisis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut
memiliki akses temporer seperti vascoth.
b. Membran semi permeabel
Hal ini ditetapkan dengan dialiser aktual dibutuhkan untuk
mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialisis dapat
terjadi.
c. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi
tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut
yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialisis dikenali sebagai
ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk
tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membran:
1) Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membran. Pada dialisis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser
dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan
positif mendorong cairan menyeberangi membran.
2) Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran
oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negatif menarik
cairan keluar darah.
3) Tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan
yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.
Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari
larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan
membran permeabel terhadap air.
5. Perangkat Hemodialisa
a. Perangkat khusus
1) Mesin hemodialisa
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu: alat yang digunakan untuk mengeluarkan
sisa metabolisme atau zat toksin lain dari dalam tubuh. Didalamnya
terdapat 2 ruangan atau kompartemen:
Kompartemen darah
Kompartemen dialisat
3) Blood lines: selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan
kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi:
Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa
metabolisme
Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisis.
b. Alat-alat kesehatan :
1) Tempat tidur fungsional
2) Timbangan BB
3) Pengukur TB
4) Stetoskop
5) Termometer
6) Peralatan EKG
7) Set O2 lengkap
8) Suction set
9) Meja tindakan
c. Obat-obatan dan cairan :
1) Obat-obatan hemodialisa: heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi
2) Cairan infus: NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%
3) Dialisat
4) Desinfektan: alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
5) Obat-obatan emergency

6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa


a. Perawatan sebelum hemodialisa
1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
2) Kran air dibuka.
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan.
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
5) Hidupkan mesin.
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
7) Matikan mesin hemodialisis.
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
9) Sambungkan selang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
b. Menyiapkan sirkulasi darah.
1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda
merah) diatas dan posisi outset (tanda biru) dibawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
5) Set infus ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
6) Hubungkan set infus ke selang arteri.
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi selang arteri sampai ke ujung selang lalu
klem.
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset
diatas, tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
9) Tutup klem dari selang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
10) Buka klem dari infus set ABL, UBL.
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt,
kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan
udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara
(tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500
cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20
menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset diatas
dan outset dibawah.
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10
menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
c. Persiapan pasien.
1) Menimbang BB
2) Mengatur posisi pasien.
3) Observasi KU
4) Observasi TTV
5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

7. Komplikasi yang terjadi


a. Hipotensi
Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi
berlebihan, obat-obatan anti hipertensi.
b. Mual dan muntah
Penyebab: gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
c. Sakit kepala
Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.
d. Demam disertai menggigil
Penyebab: reaksi fibrogen, reaksi transfusi, kontaminasi bakteri pada
sirkulasi darah.
e. Nyeri dada
Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
f. Gatal-gatal
Penyebab: jadwal dialisis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit
kering.
g. Perdarahan amino setelah dialisis
Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis
heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
h. Kram otot
Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu
cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg.
Posisi tidur berubah terlalu cepat.

B. ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA


1. Pengkajian
a. Keluhan
Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing,
gatal, baal-baal, bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual,
muntah, tidak nafsu makan, susah tidur, berdebar, mencret, susah BAB,
penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, susah
berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri otot, nyeri pada
penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat dingin, batuk
berdahak/tidak.
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Riwayat Pengembangan Keluhan Utama dengan perangkat PQRST
dan pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-hari
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain,
riwayat kencing batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat
trauma ginjal, riwayat penyakit endokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler,
riwayat darah tinggi, riwayat kehamilan, riwayat dehidrasi, riwayat trauma.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, riwayat penyakit
ginjal yang lain. Cantumkan genogram min. tiga generasi.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas istirahat/tidur: lelah, lemah atau malaise, insomnia, tonus otot
menurun, ROM berkurang
2) Sirkulasi: Palpitasi, angina, nyeri dada, hipertensi/hipotensi, distensi
vena jugularis, disritmia, pallor, nadi lemah/halus, edema periorbital-
pretibial, anemia, hiperlipidemia, hiperparatiroid, trombositopeni,
pericarditis, ateroskerosis, CHF, LVH
3) Eliminasi
Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut
Disuri, kaji warna urin
Riwayat batu pada saluran kencing
Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
4) Nutrisi/cairan
Edema, peningkatan BB
Dehidrasi, penurunan BB, Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati,
Efek pemberian diuretik, Turgor kulit, Stomatitis, perdarahan gusi,
Lemak subkutan menurun, Distensi abdomen, Rasa haus, Gastritis
ulserasi
5) Neurosensor
Sakit kepala, penglihatan kabur
Letih, insomnia, Kram otot, kejang, pegal-pegal, Iritasi kulit,
Kesemutan, baal-baal
6) Nyeri/kenyamanan
Sakit kepala, pusing, Nyeri dada, nyeri punggung
Gatal, pruritus, Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
7) Oksigenasi
Pernapasan kusmaul, Napas pendek-cepat, Ronchi
8) Keamanan
Reaksi transfuse
Demam (sepsis-dehidrasi), Infeksi berulang, Penurunan daya tahan,
Uremia, Asidosis metabolic, Kejang-kejang, Fraktur tulang
9) Seksual
Penurunan libido, Haid (-), amenore, Gangguan fungsi ereksi
Produksi testoteron dan sperma menurun, Infertil
f. Pengkajian Psikososial
Integritaqs ego, Interaksi social
Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
Stress emosional, Konsep diri
g. Laboratorium
Urine lengkap
Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post,
kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT,
bilirubin, gama gt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium,
klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D,
kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti
HIV, CRP, astrup: pH/P02/pC02/HCO3
Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien
DM menurun
h. Radiologi
Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran
pembesaran jantung, adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks,
gambaran keadaan ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi
ginjal.
Sidik nuklir dapat menentukan GFR
i. EKG
Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi,
hipoksia miokard.
j. Biopsi
Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal
2. Diagnosa Keperawatan dan intervensi
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1 Pola nafas tidak efektif b.d Pola nafas efektif dengan criteria : 1. Beri O2 nasal/masker/reservoir sesuai dengan
- Penumpukan cairan pada paru - Klien mengatakan sesak tingkat sesak
- Asidosis berkurang 2. Atur posisi semi fowler/ fowler
- Anemia - RR 16-20 x/mnt 3. Kolaborasi dengan medis prescript HD
- Hiperkalemia - Tidak ada pernafasan cuping 4. Lakukan UF didepan bila perlu
Karakteristik : hidung 5. Atur UFR
- Klien mengeluh sesak - Tidak ada tarikan intercostae 6. Kolaborasi dengan medis dalam pemberian tranfusi
- RR > 30 x/mnt - Nilai BGA Post HD normal jika Hb < 7 mg/dl
- Pernafasan cuping hidung - Nilai Kalium post HD normal 7. Observasi Sign Vital
- Tarikan intercostae - Kadar HB > 7 mg/dl
- Lab BGA menunjukkan asidosis
(pH > 7,45 dll)
- Hb < 7 mg/dl
- Adanya Ronchi
- Sputum campur darah
2 Gangguan rasa nyaman: kram b.d. Kram berkurang/hilang dengan 1. Anjurkan klien untuk relaksasi, hiperekstensi
Hipotensi criteria bagian tubuh yang kram.
UFR/penarikan cairan di bawah BB Keluhan kram berkurang 2. Lakukan distraksi, kaji penyebab kram, ukur
kering Otot yang kram rileks tekanan darah
Kandungan sodium pada cairan dialisat Klien nampak tenang 3. Bila disertai hipotensi, berikan normal salin;diikuti
rendah Tensi dalam batas normal pemberian larutan hipertonik dianjurkan glukosa
Hipokalsemi 40% (tidak diberikan pada klien diabetic)
4. Kolaborasi pemberian kalsium iv bila hipokalsemi
Karakteristik: 5. Kolaborasi pemberian relaksan oral 2 jam sebelum
Klien mengeluh kram dialysis
Otot pada anggota tubuh yang kram 6. Evaluasi BB kering klien, atur UF Goal dengan
nampak tegang hati-hati
Klien nampak kesakitan 7. Anjurkan kepada klien untuk latihan peregangan
Klien nampak gelisah pada anggota badan yang serting kram
Tensi menurun 8. atur nilai sodium pada cairan dialisat tidak terlalu
rendah.

3 Gangguan rasa nyaman: nyeri kepala b.d Ekspresi wajah tenang 1. Observasi tanda vital, kaji tingkat nyeri
Sindroma dis-equilibrium ringan Keluhan sakit kepala 2. Anjurkan relaksasi dan lakukan distraksi
Penggunaan larutan dialisat yang berkurang/hilang 3. Turunkan QB sampai batas minimal (150 ml/mnt)
mengandung asetat Gelisah (-) 4. Ganti dialisat asetat dengan bicnat
Penarikan kafein dari darah secara Minum kopi terkendali 5. Berikan asetaminofen sesuai anjuran
mendadak bagi klien peminum kopi Qb minimal 6. Anjurkan untuk membatasi kopi sebelum cuci
Menggunakan dialisat bicnat darah
Karakteristik: Time dialysis terkendali 7. Hentikan dialysis bila sakit kepala tidak hilang
Klien mengeluh sakit kepala
Ekspresi wajah nampak meringis
Nampak gelisah
Riwayat peminum kopi
QB tinggi
Penggunaan dialisat asetat
Time dialysis terlalu lama
4 Resiko terjadi hipotensi b.d. Hipotensi tidak terjadi dengan 1. Monitor tanda vital tiap jam/lebih sering bila perlu
1. Penurunan volume darah yang criteria: sebagai deteksi dini hipotensi
berlebihan akibat: - Tanda vital dalam batas 2. Kaji adanya keluhan mual, pusing sebagai deteksi
- Fluktuasi UFR normal dini hipotensi
- UFR yang tinggi akibat - Keluhan pusing, mual (-) 3. Atur UFR dengan cara: BB sebelum cuci dikurangi
peningkatan BB yang tinggi - UFR tidak lebih dari selisih BB kering dibagi time dialysis tidak lebih dari 5%
- BB kering yang terlalu rendah BB per time dialysis < 5% BB kering
- Sodium cairan dialisat terlalu BB kering 4. Anjurkan tidak mengkonsumsi OAH sebelum cuci
rendah - Mengkonsumsi OAH pada 5. Atur pemberian dialisat :
2.Penurunan fungsi vasokonstriksi wakrtu yang tepat 6. Gunakan bicnat hindari asetat
akibat - Menggunakan dialisat 7. Tingkatkan nilai sodium
- Obat anti hipertensi (OAH) bicnat, Na ditingkatkan, 8. Turunkan suhu dialisat ke 34-36C
- Cairan dialisat asetat suhu diturunkan 9. Re-evaluasi BB kering

- Suhu cairan dialisat terlalu panas - BB kering terkendali 10. Anjurkan untuk tidak makan secara berlebihan saat
menjalani HD
3.Penurunan fungsi jantung
- Kegagalan meningkatkan 11. Bila diketahui tensi menurun dan terdapat keluhan
denyutan jantung secara tepat pusing:
karena penurunan pengisiannya 12. Berikan oksigen lembab
akibat: memakan bloker, 13. Atur posisi kepala lebih rendah
neuropati otonom uremikum, 14. Turunkan UFR serendah mungkin
ketuaan. 15. Berikan normal salin 100 cc/lebih
- Ketidak mampuan meningkatkan 16. Berikan larutan hipertonis
kardiak output karena alas an
lain : penurunan kontraktilitas
otot jantung akibat ketuaan,
hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi miokardial, penyakit
katup, amiloidosis dll
4.Sepsis, perdarahan samar, arritmia,
hemolisis, emboli udara, anafilksis

Karakteristik
- Klien mengeluh pusing, mual,
kram
- Tensi menurun
- UFR tinggi
- Suhu dialisat rendah
- Sodium dialisat terlalu rendah
- Pemakan asetat dialisat
- Ureum sangat tinggi
- Riwayat mengkonsumsi OAH
sebelum dialysis
5 Perubahan pola nutrisi b.d. Keluhan mual-muntah, tidak napsu 1. Monitor BB, kadar ureum, kreatinin, protein total,
Pembatasan diet makan berkurang/hilang albumin, dan elektrolit sebagai indicator dari
Mual-muntah Protein total dan albumin dalam adekuasi dialysis, status gizi dan respon therafi
Anoreksia batas normal 2. Anjurkan perawatan mulut untuk mencegah
Penurunan BB kering BB kering terpelihara stomatitis, membuang bau mulut
Gangguan keseimbangan elektrolit 3. Berikan makanan porsi kecil tapi sering dalam
keadaan hangat
Karakteristik: 4. Anjurkan klien untuk memilih makanan yang
Klien mengeluh mual-muntah, tidak diperbolehkan
nafsu makan 5. Berikan makanan dengan kalori 35 kcal/kgBB/hari
BB kering menurun untuk mengimbangi proses katabolisme dialysis
Bau mulut (+) dan memelihara BB kering
6. Batasi protein 1,2 gr/kgBB/hari dan batasi fosfat
untuk mengurangi metabolisme dan produk ureum,
kalium, fosfat dan H+
7. Berikan permen dan sejenisnya untuk
meningkatkan rasa pada klien yang tidak menderita
DM

6 Gangguan keseimbangan cairan : Klien mengatakan bengkak 1. Monitor peningkatan tensi, edema perirbital dan
overload b.d. berkurang/hilang peripheral
Penurunan fungsi ginjal dalam dalam Klien mengatakan sesak berkurang 2. Auskultasi paru untuk mengidentifikasi adanya
mengatur keseimbangan cairan dan Edema (-) cairan dalam paru
elektrolit Peningkatan BB interdialitik tidak 3. Ajarkan klien untuk pentingnya pengendalian dan
lebih dari 5% BB kering pengukuran air dan berat badan untuk mencegah
Karakteristik: Pola napas normal, RR Normal overhidrasi; jumlah air yang diminum = 500 cc +
Klien mengeluh bengkak-bengkak pada diuresis / hari
perut, wajah atau anggota gerak, sesak 4. Ajarkan klien tentang diet rendah sodium untuk
Anuri/oliguri (+) mengontrol edema dan hipertensi
Hipertensi (+) 5. Ajarkan klien agar peningkatan BB interdialitik
Peningkatan BB yang signifikan tidak lebih dari 5% BB kering
Pernapasan pendek-cepat 6. Berikan oksigen lembab bila sesak
Ronchi (+), edema paru 7. Lakukan UF untuk mencapai BB kering
8. Lakukan SQHD bila perlu

7 Gangguan rasa aman: cemas b.d. Karakteristik: 1. Mengkaji tingkat kecemasan:


Perubahan konsep diri Perilaku yang tidak patuh a. Apabila ringan sampai sedang, dilanjutkan
Ancaman fungsi peran Penolakan dengan penyelesaian masalah (problem
Ketidakpastian hasil terafi pengganti Cemas solving)
ginjal Mudah marah b. Apabila berat-panik, kurangi tuntutan-tuntutan
Batasan-batasan diet obat dan Peningkatan denyut jantung, RR, pada klien, mencegah prosedur yang tidak
penanganan dan tensi perlu, gunakan teknik focusing dan relaksasi
Berkurangnya rasa kendali diri Ketidakmampuan berkonsentrasi 2. Mengkaji stressor tertentu terhadap ancaman-
ancaman yang tidak spesifik dan umum
Karakteristik: 3. Menunjukkan sikap pengertian
Perilaku yang tidak patuh 4. Mempertahankan cara yang santai, tidak
Penolakan mengancam dan empati
Cemas 5. Membantu mengidentifikasi mekanisme koping
Mudah marah yang biasa klien gunakan
Peningkatan denyut jantung, RR, dan 6. Identifikasi cara klien meminimalkan stressor-
tensi stressor yang dihadapinya
Ketidakmampuan berkonsentrasi 7. Berikan umpan balik realistis terhadap ancaman
nonspesifik yang dihadapi klien
8. Gali cara-cara klien mengontrol dirinya
9. Gali konsep diri klien dan persepsi akan
perasaannya
10. Berikan konsistensi terhadap apa yang kita lakukan
C. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis)
1. Definisi
Bagi para penderita gagal ginjal, kegiatan cuci darah adalah suatu
keharusan.Biasanya, para penderita ini melakukan hemodialisis (cuci darah
melalui mesin) 2-3 kali dalam seminggu di Rumah Sakit. Namun, dalam 4 tahun
terakhir mulai disosialisasikan sebuah alternatif dimana penderita dapat
melakukan cuci darah sendiri di rumah. Metode tersebut dikenal dengan
continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD).
CAPD merupakan sebuah kateter yang dipasang di dalam perut, ke dalam
rongga peritoneum. Pemasangan ini dilakukan melalui tindakan operasi. Setelah
kateter tersebut terpasang, lalu digunakan cairan dialisat, yang sering dipakai
adalah Dianel Baxter dari Kalbe untuk membilas rongga peritoneum tempat
bersarang kateter. Ini berfungsi sebagai sarana cuci darah, yang berlangsung
sepanjang hari.
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis)/Dialysis Peritoneal
Mandiri Berkesinambungan. Bedanya tidak menggunakan mesin khusus seperti
APD. Dialysis peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan
khusus untuk dialysis) ke dalam rongga perut melalui selang kateter, lalu
dibiarkan selama 4-6 jam. Yang dimaksud dengan kateter adalah selang plastik
kecil (silikon) yang dimasukan ke dalam rongga peritoneal melalui pembedahan
sederhana, kateter ini berfungsi untuk mengalirkan cairan dialysis peritoneal
keluar dan masuk rongga peritoneum anda. Ketika dialisat berada di dalam
rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan kelebihan
cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat.
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) :
Continous : Terus menerus selama 24 jam
Ambulatory : Bebas bergerak
Peritoneal : Peritoneum sebagai membran semi permeable
Dialysis : Membersihkan tubuh dari zat sisa-sisa metabolisme dan kelebihan
cairan.
Atau disebut DPMB (Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan)
2. Proses CAPD :
a. Proses dialysis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit.
b. Membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah:
1) Pertama, masukkan dialisat berlangsung selama 10 menit
2) Kedua, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode waktu
tertentu (4-6 jam)
3) Ketiga, pengeluaran cairan yang berlangsung selama 20 menit
Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa
dilakukan oleh pasien sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke
rumah sakit.
Perpindahan cairan pada CAPD dipengaruhi oleh:
a. Kualitas membrane
b. Ukuran & karakteristik larutan
c. Volume dialisat
Proses dialysis pada CAPD terjadi karena adanya perbedaan:
a. Tekanan osmotic
b. Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam
pembuluh kapiler
c. Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan
diultrafiltrasi dari plasma ke dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan
intra peritoneal. Peningkatan volume cairan intraperitoneal berbanding lurus
dengan konsentrasi glukosa dari cairan dialisat.
d. Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara periodic
melalui PET test (Peritoneal Equilibrum Test)
Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD:
Na (132 meq /lt)
Cl ( 102 meq /lt)
Mg (0,5 meq /lt)
K (0 meq /lt)

3. Beberapa hal yang harus di perhatikan saat pemasangan CAPD


Dalam peritoneal dialysis dilakukan pergantian cairan setiap hari tanpa
menimbulkan rasa sakit. Proses mengeluarkan cairan tersebut dalam jangka
waktu tertentu dan kemudian menggantikannya dengan cairan baru. Proses ini
terdiri dalam 3 langkah:
1) Mengeluarkan cairan, proses pengeluaran cairan dari rongga peritoneal
berlangsung dengan bantuan gaya gravitasi dan memerlukan waktu sekitar 20
menit.
2) Memasukan cairan, cairan dialysis ke dalam rongga peritoneal melalui
kateter dan memerlukan proses 10 menit.
3) Waktu tinggal, tahap cairan disimpan di dalam rongga peritoneal selama 4
samapi 6 jam (tergantung anjuran dari dokter). Pergantian cairan diulang
setiap 4 atau 6 jam, dengan maksud minimal 4 kali sehari, 7 hari dalam
seminggu. Anda dapat melakukan pergantian di mana saja seperti di rumah,
tempat bekerja, atau di tempat lainnya yang anda kunjungi, namun tempat-
tempat tersebut harus memenuhi syarat agar terhindar infeksi.
Pemilihan tempat yang baik untuk pergantian cairan memiliki beberapa kriteria :
a. Pastikan tempat tersebut : bersih, tidak ada hembusan agin (kipas angin,
pintu / jendela terbuka), dan memiliki penerangan yang baik.
b. Tidak diperkenankan adanya binatang disekitar saat pergantian cairan dan di
tempat penyimpanan peralatan anda.
c. Bebas gangguan dari luar.
Peralatan :
a. Ultrabag / twinbag sistem : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set,
Cairan dialysis (ultra bag / twin bag system), Minicap, Outlet port clamps
(untuk twin bag system).
b. Sistem Ultraset / Easi-Y_system : Kateter, Konektor titanium, Short transfer
set, Cairan dialysis, Minicap, Outlet port Clamps (untuk sistem kantung
kembar), Ultra set / Easi-Y set, Kantong drainase untuk Easi-Y system.

4. Pola Makan Pengguna Terapi


Pengguna terapi peritoneal dialysis memerlukan makanan berprotein tinggi
guna melawan infeksi. Dikarenakan sejumlah protein terbawa cairan dialisis pada
saat cairan tersebut dikeluarkan.Sehingga diperlukan protein lebih banyak guna
menggantikan protein yang hilang terbawa cairan dialysis. Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan protein tidak terserap oleh tubuh:
Semakin besar kandungan dextrose pada cairan dialysis (4,25%) semakin
banyak protein yang hilang.
Jika terjadi infeksi dapat menyebabkan kehilangan protein juga.
Selain memerlukan protein tinggi ada beberapa kandungan zat yang perlu di
batasi, dikarenakan ada sejumlah produk sisa di dalam darah yang tidak dapat
terbuang dengan sempurna selama dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut
adalah:
a. Fosfor
Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan kelebihan fosfor, maka fosfor
akan menumpuk pada tubuh anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor
akan menyebabkan tulang lebih rapuh dan mudah patah, fosfor banyak
terdapat pada kacang-kacangan, ikan, dan produk susu.
b. Kalium
Merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk fungsi syaraf dan otot
yang baik. Ginjal yang tidak berfungsi dengan baik akan sulit untuk
membuang kelebihan kalium. Kelebihan dan kekurangan dalam kalium dapat
menyebabkan otot menjadi lemah dan sering kram. Dan kadar kalium yang
tinggi dapat membahayakan jantung. Perlu diperhatikan dalam
mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran hijau yang mengandung kalium
tinggi seperti pisang, jambu biji, pepaya, tomat, kentang dan kacang-
kacangan.Sebaiknya hindari garam diet dikarenakan mengandung kalium
tinggi.
c. Natrium
Adalah elektrolit yang berperan dalam mengontrol cairan dan tekanan
darah di dalam tubuh.Saat ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat
mengeluarkan natrium yang berlebih sehingga tetap berada dalam jaringan
bersama dengan air.Asupan natrium dan garam yang tinggi menyebabkan
tubuh menahan air dan tekanan darah menjadi tinggi. Dapat diperhatikan jika
mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium (garam) akan
menimbulkan rasa haus sehingga akan sulit mengontrol jumah cairan yang
diminum. Makanan yang mengandung natrium tinggi sangat perlu dihindari,
makanan ini berupa makanan kaleng, fast food, kudapan yang asin, bumbu
penyedap, kecap, dan keju.Untuk menggantikan natrium dapat menggunakan
bawang putih, bawang, lada, jeruk limau, dan bumbu rempah lainnya.Hindari
menggunakan garam diet / pengganti.
d. Kabohidrat
Pada saat menjalani terapi Dialysis peritoneal, tubuh menerima kalori
secara normal dari makanan yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis
yang masuk ke dalam rongga peritoneal mengandung glukosa sejenis gula.
Jumlah kalori yang diserap setiap 2 liter cairan berbeda pada setiap pasien,
kurang lebihnya sebagai berikut:
Kantung 1,5% mengandung 80 kalori.
Kantung 2,5% mengandung 14% kalori.
Kantung 4,25% mengandung 230 kalori.
Nilai tersebut tergantung karateristik peritoneal, dan jumlah yang
diresepkan oleh dokter.

5. Permasalahan CAPD
Cara mengatasi masalah yang kemungkinan terjadi di rumah saat pemasangan
CAPD:
a. Jika keluar cairan yang berwarna merah:
Karena menstruasi > akan hilang dengan sendirinya
Karena mengangkat beban > hindari mengangkat beban dan kunjungi
unit dialysis anda.
b. Jika cairan keluar berwarna kuning tua tetapi tidak keruh cairan berada di
dalam rongga peritoneum selama beberapa jam, contoh pergantiandi pagi
hari> tidak perlu khawatir (jika berlanjut, kunjungi tempat dialysis).
Efek samping yang dapat terjadi antara lain:
Sakit punggung (5%)
Nyeri dada (5%)
Sakit kepala (5%)
Hipotensi (tekanan darah tiba-tiba turun drastis) (20%)
Gatal di kulit (5%)
Rasa kram di kaki (5 20%)
Mual dan muntah (15%)
Demam dan menggigil (jarang)
Komplikasi berat yang jarang terjadi seperti: reaksi alergi (anaphylaksis)
akut, banyak sel-sel darah merah pecah (hemolisis), adanya gelembung
udara (air embolism) yang menyumbat pembuluh darah, kadar oksigen
yang rendah dalam darah (hipoksemia)
Komplikasi jangka panjang seperti: anemia, infeksi, denyut jantung tidak
teratur (aritmia), penyakit jantung koroner, gizi kurang, kekurangan
mineral (degenerasi) tulang, kekurangan vitamin dan mineral.

6. Indikasi dan kontraindikasi penggunaan CAPD


Indikasi:
a. Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik)
b. Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit misal: asidosis metabolik,
hiperkalemia dan hipercalsemia
c. Kelebihan cairan (volume overload) yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat
d. Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptoms)
Kontra indikasi CAPD :
a. Hilangnya fungsi membran peritoneum
b. Operasi berulang pada abdomen, kolostomi

7. Perbandingan antara HD dengan CAPD


Fungsi:
HD : Menyaring racun darah dan mengeluarkannya bersama cairan tubuh,
agar darah menjadi bersih.
CAPD : Menyerap racun darah dan kelebihan cairan pada tubuh pasien
dengan system difusi melalui membran peritoneum di dalam perut.
Proses:
HD : Darah dialirkan ke mesin penyaring racun melalui selang yang
ditusukkan dengan jarum vistula pada urat nadi di pangkal paha
(selangkangan jika belum memiliki Ave-shunt) untuk menyalurkan
darah keluar dan satu jarum lagi di tangan untuk memasukkan darah
yg sudah bersih. Jarum vistula bisa dipasang keduanya di tangan bila
sudah operasi Ave-shunt.
CAPD : Sebelum melakukan refill(isi ulang) pasien harus menjalani operasi
pemasangan cateter di perut sebelah kanan. Melalui satu kateterlah
cairan masuk dan keluar, karena cairan yg akan diisi sudah
dilengkapi dg kantong yang kosong untuk pembuangan makanya
disebut twinbag Dianeal yang hanya sekali pakai. Tidak
membutuhkan mesin, karena hanya menggunakan gaya gravitasi
baik untuk pengeluaran cairan, maupun pemasukkan cairan.
Tempat:
HD : Harus dilakukan di rumah sakit tertentu yang memiliki fasilitas ruangan
khusus untuk hemo dialysis.
CAPD : Dapat dilakukan di mana saja, asal bersih, baik di rumah, di dalam
mobil bahkan di tempat wisata.
Waktu:
HD : Setiap kali cuci darah membutuhkan waktu selama 4 s.d.5 jam dalam
periode 2 s.d. 3kali per minggu. Banyak tambahan waktu yang
dibutuhkan untuk menunggu giliran, pemasangan alat dan pencabutan
alat.
CAPD: Satu kali refill hanya membutuhkan waktu 20 s.d. 30 menit, setiap
hari sebanyak 3 atau 4 kali refill.
Menu Makanan dan Minuman:
HD : Makanan yang berkelium tinggi terutama santan, buah-buahan dan
sayuran hanya diperbolehkan dalam porsi yang sangat kecil.Contohnya,
sebuah apel Fuji hanya bisa dikonsumsi s.d. 1/3-nya satu kali dalam
sehari.Volume air minum juga sangat terbatas. Sangat dianjurkan
banyak makan protein.
CAPD: Asupan gizi yg mengandung protein harus dua kali lipat porsi makan
orang sehat. Makan minum lebih bebas. Kita bisa memakan apel
Fuji 2s.d.3 buah per hari bahkan makan sayuran punboleh. Lotek,
karedok, rujak hiris, rujak ulek, rujak bebek, dll masih bisa kita
konsumsi dalam porsi yang cukup, tetapi jangan berlebihan.Volume
air minum bisa banyak disesuaikan dengan akumulasi cairan yang
terserap dianeal setiap harinya.
Biaya:
HD : Biaya operasi Ave-shunt ( Cimino) untuk memperbesar pembuluh
darah di tangan,transfort menuju tempat HD 2 s.d.3 kali per minggu
besarnya tergantung jarak tempuh, biaya proses HD jika tak memiliki
kartu jaminan Askes atau sejenisnya, juga obat-obatan.

CAPD : Biaya operasi pemasangan carteter memang cukup tinggi sekitar 25


jutaan, tapi bagi peserta Askes tak jauh beda dengan pasang Ave-
shunt, tak ada biaya transfor bolak-balik ke rumah sakit, paling
sebulan sekali beli cairan sekitar 5 jutaan (peserta Askes gratis),
obat-obatan yg dikonsumsi semakin berkurang, kecuali betadin,
NaCl, kassa dan plester untuk dressing tutup execite.
Kebutuhan Tenaga Medis:
HD : Sangat membutuhkan bantuan tenaga medis yang professional, untuk
memasang dan mencabut jarum vistula.Harus selalu dalam pengawasan
perawat/dokter jaga, karena banyak resiko yang terjadi saat HD
berlangsung.
CAPD : Tidak membutuhkan bantuan tenaga medis yang professional,
seperti dokter jaga dan perawat, karena bisa dilakukan sendiri atau
bantuan anggota keluarga,setelah kita mengikuti pelatihan selama
tiga hari.
Efek Samping/ dampak negatif:
HD : Sering mengalami kram akibat dehidrasi karena terlalu banyak cairan
yg tersedot mesin, menggigil kedinginan, pusing, mual-mual, muntah,
tensi ngedrop tiba-tiba, sesak napas bahkan sampai pingsan. Biasanya
badan jadi lemas, karena terkuras energy dan saripati makanan dalam
darah kita. Kehilangan nafsu makan,bahkan lidahpun mati rasa.
CAPD : Sekali-kali perut terasa kembung, gatal-gatal, pegal linu atau kurang
tidur. Bisa juga mual-mual sampai muntah, karena hiperkalemia.Jika
mengalami hiper kalemia, atau sesak napas akibat terlalu banyak
minum, kita bisa mengatasinya dengan mempercepat waktu periode
refil sehingga refill bisa dilakukan sampai dengan 5 kali. Agar
kalium yang berlebih cepat terbuang.
Dampak Positif:
HD : Bisa mengeluarkan racun dalam darah dan kelebihan cairan di
tubuh. Selain bisa mengeluarkan racun dalam darah dan kelebihan
cairan dalam tubuh, sisa fungsi ginjal akan lebih awet dipertahankan.
Kerja jantung akan ringan, karena bukan darah yang terpompa jantung
harus dikeluarkan dulu, sehingga mengurangi resiko serangan jantung.
Badan akan terasa selalu lebih bugar dari pada saat HD. Nafsu makan
stabil. Tensi darah semakin lama semakin mendekati normal yang pada
akhirnya menjadi normal kembali dan tidak perlu mengkonsumsi obat
penurun tensi.
CAPD: Permukaan kulit tidak kehitam-hitaman, karena tidak ada
penumpukkan Fe.

8. Kelebihan dan kelemahan penggunaan CAPD


Keuntungan CAPD dibandingkan HD:
a. Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja
b. Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri
c. Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu.
d. Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD
e. Pembuangan cairan dan racun lebih stabil
f. Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas
g. Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung
h. Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun pertama
Kelemahan CAPD :
a. Resiko infeksi: Peritonitis, Exit site, Tunnel
b. BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, R. & Weir, M.R. (2010). Dry-weight: A concept revisyed in an effort to avoid
medication-directed approaches for blood pressure control in hemodialysis patients.
Clinical Jurnal American Society of Nephrology, 5, 1255-60.
Beiber, S.D. & Himmelfarb, J. ( 2013). Hemodialysis. In: schriers disease of the kidney. 9th.
Edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W.
editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia: 2473-505.
Daugirdas, J. T. (2007). Physiologic Principles and Urea Kinetic Modeling. In J. T.
Daugirdas, P. G. Blake, & T. S. Ing, Handbook of Dialysis fourth edition (pp.
25-58). Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
National Kidney Foundation KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Classification and Stratification Cardiovasculer
Disease in Dialysis Patient. (2009). New York: NKF. AmJ Kidney Dis 39 (2suppl
1) : S1-S266. Retrieved Maret 2013, from
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_stratif
ication.pdf.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). (2003). Penyakit Ginjal Kronik dan
Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal. Jakarta: PERNEFRI.

Anda mungkin juga menyukai