Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

MASALAH KANKER GINJAL

Disusun oleh kelompok 3:

1.Andik Perdana Saputra


2.Arik Ismail Wahyudi
3.Cahya Wulandari
4.Cholbi Haswada

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

TAHUN AKADEMIK

2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Angka kejadian dari neoplasma pada ginja tidak terlalu signifikan
yaitu sekitar 2% dari seluruh kematian yang disebabkan oleh kanker.
Berbagai mekanisme timbulnya kanker pada ginjal telah berkembang dan
penyebab pastinya belum diketahui secara pasti. Selain itu, berbagai
varian/tipe dari kanker pada ginjal pun semakin banyak. Ada beberapa
teori menyatakan bahwa ada golongan utama dari jenis kanker pada ginjal,
yaitu ( Prabowo & Pranata :2015: 75).
Kanker ginjal menyebabkan 20% dari semua penyakit kanker yang
menyerang orang dewasa di Amerika serikat. Penyait ini menyerang laki-
laki hampir dua kali lebih banyak dari pada wnaita dan umumnya
mengenai laki-laki pada usia diatas 55 tahun. Insiden karsinoma sel ginjal
(kanker ginjal) mengenai 3 per 10.000 orang, dan ditemukan sekitar
31.000 kasus baru ditemukan setiap tahun, serta 12.000 orang meninggal
karena kanker ginjal di AS. Tipe tumor ginjal yang paling sering
ditemukan adalah adenokarsinoma ginjal atau kanker sel ginjal atau
hypernephroma yang menyebabkan lebih dari semua tumor ginjal
(Suharyanto & Madjid, 2013 : 263).
Dari kedua pendapat menurut (Prabowo & Pranata) dan
(Suharyanto & Madjid) dapat diambil kesimpulan bahwa kanker ginjal
merupakan kejadian dari neoplasma namun tiak terlalu signifikan hanya
2% penyebab kematian disebabkan oleh kanker. Dan 20% penyakit kanker
ini menyerang orang dewasa lebih banyak laki-laki dari pada wanita.
Indsiden kanker ginjal ini mengenai 3 per 10.00 orang. Tipe tumornya
ditemukan adalah adenokarsinoma ginjal atau kanker sel ginjal atau
hypernephroma yang menyebabkan lebih dari semua tumor ginjal.
a) Karsinoma ginjal
Kanker tipe ini berasal dari sel epitel tubular ginjal. Kanker tipe ini
merupakan sebuah adenokarsinoma (hipernefroma) dengan angka
sebaran atau metastase 10% bilateral.
b) Tumor Wilms (Nefroblastoma)
Adalah kanker.ada ginjal dan banyak terjadi pada anak-anak (kanak-
kanak, balita atau bawah tiga tahun, dan balita atau bawah lima tahun).
Tumor ini merupakan tumor ganas yang berasal dari embrional ginjal.
c) Karsinoma sel transisional
Kanker ini berasal dari epitel yang membatasi sistem pelvicalyces.
d) Infiltrasi keganasan sekunder
Tipe ini sebenarnya bukan kanker yang berasal utama dari ginjal,
melainkan sekunder dari keganasan pada sistem lain yang metastase ke
ginjal. Kanker sekunder ini bisa berasal limfoma atau leukimia.
(Prabowo & Pranata :2015: 75).

2. Etiologi
Penyebab pasti dari kanker ginjal belum diketahui secara pasti.
Namun, ada beberapa faktor resiko diketahui mampu memicu kejadian
kanker ginjal, yaitu:
a) Merokok
Perilaku merokok (aktif/pasif) meningkatkan resiko terkena kanker
ginjal (40%). Anak yang sering menjadi perokok pasif (status paparan)
meningkatkan resiko terkena Tumor Wilms (Prabowo & Pranata , 2015
: 77-78).
b) Obesitas pada wanita
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada pasien diatas 16
tahun dan non smokers, dengan jelas memperlihatkan bahwa baik pria
dan wanita yang lebih obes pada awal penelitian ( dengan pemeriksaan
IMT), memiliki resiko lebih tinggi menderita kanker. Dalam penelitian
ini, menunjukan peningkatan resiko lebih tinggi menderita kanker,
seperti kanker ginjal atau uterus pada wanita. Penelitian lain
menyatakanbahwa obesitas adalah penyebab ke dua kanker setelah
merokok.
c) Hormonal/faktor keturunan
Riwayat penyakit keturunan terkait DNA-RNA yakni gen berfungsi
membawa informasi genetic yang dimilki kedua orang tua yang
nantinya akan diwariskan pada anak kandungnya.
Faktor genetik menyebabkan tidak berfungsinya gen pengekang tumor
(VHL) sehingga menyebabkan peningkatan HIF yang merangsang
meningkatnya angiogenesis dan menghasilkan produksi vaskular-
endotel growth hormon. Peningkatan jumlah platelet dan hormone
eritroprotein meningkatkan pembentukan sel darah baru dalam tubuh.
Mengakibatkan produksi sitokin bertambah menghasilkan GM-CSF
(granulocyte-citokinin stimulating hormone). Merangsang pertumbuhan
sel endotel yang abnormal dan bersifat merusak.
d) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan produksi renin oleh aparatus
jugtakglomerulus yang memicu respon angiotensinal dosteron yang
meningkatkanreabsorbsi natrium serta air dalam tubulus renal yang
mengakibatkan penurunan laju filtrasi glumerulus dan apabila hal ini
terjadi dalam waktu yang lama akan mengakibatkan gagal ginjal
sebelum akhirnya semakin parah hingga terjadi perubahan sifat sel
normal menjadi sel kanker.
Peningkatan kadar diethylstilbestrol (berdasarkan uji eksperimen
pada hamster) mempengaruhi timbulnya adenokarsinoma pada ginjal.
Biasanya serangan kanker ginjal dimulai setelah usia 40 tahun (keculai
tumor wilms) dan akan memuncak pada usia 50 sampai 60 tahun
Prabowo & Pranata :2015: 76).

3. Patofisiologi
Kanker ginjal meskipun memiliki angka yang tidak signifikan
dibanding kanker yang lain namun memiliki tingkat prognosa yang buruk
jika tidak tertangani dengan baik. Berbagai faktor pemicu terjadinya
kanker (merokok, obesitas, asupan tinggi lemak, dan lain sebagainya).
Akan menjadi faktor resiko bagi individu. Dengan adanya jaringan
abnormal yang pertumbuhannya bersifat malingan, maka akan
memperngaruhi keseimbangan fisiologis dalam tubuh dan pada akhirnya
mengacaukan seluruh sirkulasi sistemik. Gangguan yang dirasakan paling
berat adalah pada ginjal dan sirkulasi sistemik (jantung dan paru). Selain
itu. Ancaman metastase pun meningkat pada berbagai organ viseral
(Prabowo & Pranata , 2015 :77-78).
Penyebab pasti terjadinya kanker ginjal hingga saat ini idiopatik,
namun ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya kanker ginjal
seperti merokok, fakor keturunan, obesitas, hipertensi, dan dialisis pada
pasien >5 tahun pada pasien gagal ginjal kronis. Hipertensi meningkatkan
produksi renin oleh aparatus jugtakglomerulus yang memicu respon
angiotensinal dosteron yang meningkatkanreabsorbsi natrium serta air
dalam tubulus renal yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi
glumerulus dan apabila hal ini terjadi dalam waktu yang lama akan
mengakibatkan gagal ginjal sebelum akhirnya semakin parah hingga
terjadi perubahan sifat sel normal menjadi sel kanker.
PATHWAY

Merokok Obesitas pada wanitaH Diet tinggi ri Hormonal


lemak &
Toksik hiperkolesterol
Hiperlipidemia Kadar
pada diethylstilbestrol
Vaskuler Timbunan meningkat
Kompresi
lemak vaskuler
Vaskuler
Elastisitas meningkat
waskuler
turun Laju Resiko
sirkulasi atherosklerosis
turun
Hiposirkulasi

Hipoksia sel ginjal

Inflamasi sel

Metaplasia sel/ hiperplasia

Ca Ginjal

Hipervaskularisasi Kuantitas Metabolisme Cemas


sel ganas sel sel meningkat
meningkat
Stress penyakit
Tek. Intravaskuler Kebutuhan
meningkat Proses nutrisi HCL
desak meningkat Meningkat
Ruptur vaskuler ruang
Keseimbangan Mual, muntah,
Iritabilitas nutrisi anoreksia
Hematuria
terganggu

Loss of Blood Inflamasi Intake turun


Obstruksi sal.Kemih

Nyeri Akut
Ketidakseimbanga
n nutrisi: kurang Resiko Urine flow turun
dr kebutuhan ketidakseimbangan
volume cairan Retensi urine
tubuh
(Prabowo & Pranata, 2015 :78).
4. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien dengan
kanker ginjal:
1. Hematuria
Dengan pemeriksaan mikroskopis untuk melihat komponen pada urine
(urinalis) sering didapatkan adanya gross hematuria pada klien kanker
ginjal. Tanda ini merupakan tanda pertama yang memberikan sinyal
pada dugaan adanya keganasan pada ginjal. Selain itu, gross hematuria
bisa terjadi secara intermitten. Hal ini menunjukkan bahwa kanker
telahmenyebar ke bagian pelvis ginjal (Prabowo & Pranata,2015:76).
2. Nyeri
Nyeri merupakan alarm (sinyal) alamiah bagi tubuh akan adanya
gangguan fisiologis. Pada klien dengan kanker ginjal sering terjadi
nyeri yang konstan pada abdomen. Terlebih jika jaringan kanker telah
mengalami robekan atau perdarahan. maka akan terjadi konflik yang
akut (Prabowo & Pranata,2015:76).
3. Adanya massa
Pada palpasi akan teraba massa dengan jaringan yang halus,
berkumpul, dan adanya nyeri tekan (karena ada kompresi pada
jaringan abnormal) (Prabowo & Pranata,2015:76).
4. Demam
Biasanya terjadi karena perdarahan, sehingga volume intravaskuler
menurun atau karena adanya jaringan tumor yang nekrosis.
(Prabowo & Pranata,2015:76).
5. Keringat dimalam hari
6. Anoreksia
7. Penurunan berat badan drastis
8. Edema pada lengan
9. Nausea
10. Vomiting
11. Hipertensi
Jika terjadi tekanan pada arteri renalis dengan iskemia pada jaringan
parenkim ginjal (Prabowo & Pranata, 2015: 77).
12. Hiperkalsemia Karena dorongan sekresi hormon parathyroid oleh
rangsangan tumor (Prabowo & Pranata, 2015: 77).
13. Retensi urine
Bisa dikarenakan adanya clotting darah
akibat akumulasi perdarahan pada urinary track (Prabowo & Pranata,
2015: 77).

5. Komplikasi
Ada beberapa kecendurungan komplikasi yang mungkin bisa terjadi yakni:
a. Melastase sel kanker
1) Melastasis kelenjar getah bening regional
Melastasis kelenjar getah bening ragional adalah penyebaran sel-
sel kanker melalui sistem getah bening ke satu simpul getah bening
yang berdekatan (Prabowo & Pranata,2015:77).
b. Melastase jauh (penyebaran ke orang lain).
1) Paru-paru
a) Penyebaran sel kanker pada paru-paru yang ditemukan lebih
dari satu simpul getah bening yang berdekatan/kanker lebih
menyebar ke tempat dalam tubuh lain (Prabowo &
Pranata,2015:77).
c. Kehilangan berat badan berlebih dari 5%
d. Hipertensi.
e. Paraneoplastic phneumonia, yaitu: pandangan abnormal, palor (muka
pucat ) pertumbuhan rambut yang berlebih (pada wanita), konstipasi,
dan tidak toleran terhadap cuaca dingin (Suharyanto & Madjid , 2013
: 265).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan. Kegiatan dalam proses pengkajian yakni pengumpulan
data ataupun pembagian macam-macam data sebagai berikut :
a. Identitas
Penyakit kanker ginjal biasanya banyak terjadi pada anak-anak,
balita/bawah tiga tahun, dan balita dibawah lima tahun (Prabowo &
Pranata, 2015 :80).
b. Alasan masuk rumah sakit
Alasan awal kenapa pasien masuk rumah sakit biasayna karena
pasien mengeluhkan nyeri saat berkemih. tahun (Prabowo &
Pranata, 2015 : 80).
c. Keluhan utama
Adanya keluhan berupa kencing bewarna merah, oedema sekitar
daerah mata/seluruh tubuh (anasarka), anoreksia, mual, muntah dan
diare (Prabowo & Pranata, 2015 : 80).
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya darah keluar sedikit-sedikit saat buang air kecil
(BAK) dan terasa enyeri serta sulit buang air besar (BAB).
Biasanya pada pasien dengan diagnosa kanker ginjal tidak
nampak gejala yang signifikan sebelum masuk ke stadium 4
kecuali pada pasien yang melakukan chek rutin sehingga pasien
tidak mengetahui karena dikira pegal-pegal atau nyeri sendi
(encok) yang tidak membahayakan, sampai akhirnya pasien
mengalami nyeri pinggang yang tidak bisa ditahanya dan
adanya darah dalam urin saat berkemih. (Prabowo & Pranata,
2015 : 80).
2) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pada pasien kanker ginjal biasanya disertai hipertensi,
obesitas, gagal ginjal kronik yang mengharuskan dialisa selama
lebih dari 5 tahun terahir bahkan pernah mempunyai riwayat
operasi atau pernah menderita penyakit kanker sebelumnya..
(Prabowo & Pranata, 2015 : 80).
3) Riwayat penyakit keluarga
Pada pasien dengan masalah kanker ginjal biasanya
mempunyai garis keturunan dengan hipertensi atau bahkan
dengan menderita penyakit kanker. . (Prabowo & Pranata, 2015
: 80).
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pasien dengan masalah kanker ginjal biasanya memiliki
keadaan fisik lemah.(Prabowo & Pranata, 2015 : 80).
2) Tanda-tanda vital
Biasanya pada pasien kanker ginjal ditemukan tekanan darah
meningkat, nadi naik ,pernapasan naik serta terjadi takipneu
dan dipsnea. (Prabowo & Pranata, 2015 : 80).
3) Pemeriksaan Body Sistem
Pemeriksaan Fisik ROS (Review Of System)
Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh,
yaitu: keadaan umum, tanda vital, sistem pernafasan,sistem
kardiovaskuler,sistem persyarafan,sistem perkemihan,sistem
pencernaan,sistem

muskuluskeletal,dan integument,sistem reproduksi. Informasi


yang didapat membantu perawat untuk menentukan sistem
tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus.
Sistem Penapasan
Pada system pernafasan tidak terjadi masalah (Wahyu, 2013
:42).
Sistem Kardiovaskuler
Ictus cordis biasaya lebih terlihat, karena cepat (Hidayati, 2013
:42).
Sistem Persyarafan
Pasien dengan gangguan ginjal dapat mengalami penurunan
tingkat kesadaran apabila ureum plasmanya sangat tinggi
(Hidayati, 2013 :24).
Sistem Perkemihan
Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan ekskresi. Kita kaji adanya
gangguan obstruksi saluran kemih dan akibat dari penurunan
tingkat kesadaran, sehingga perlu dipasang kateter urine,
nefrotomi dan sistostomi untuk membantu kebutuhan
eliminasinya serta menjaga kebersihan pasien (Hidayati, 2013
:25).
Sistem Pencernaan
Adanya penurunan berat badan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah ,kebiasaan makan sebelum sakit dan selama sakit.
Kondisi hipermetabolik akibat adanya tumor dan ketidak
mampuan ginjal menfiltrasi protein danjuga mempengaruhi
status nutrisi pasien (Hidayati, 2013:25).
Sistem integument
Begitu juga pada resiko terhadap injuri dan perlukaan akibat
adanya kulit kering, edema pada pasien perlu observasi dan
penatalaksanaan yang tepat (Hidayati, 2013:26).
Sistem Endokrin
Biasanya terjadi odema dan kekeringan pada kulit (Hidayati,
2013:26).
Sistem Reproduksi
Perubahan struktur uretra pada laki-laki daripada wanita
(Hidayati, 2013:24).
Sistem Muskulusskeletal
Pasien dapat mengalami kelemaham dan mengalami
keterbatasan aktifitas (Hidayati, 2013:25).
Sistem Penginderaan
Adanya tanda-tanda sindrome uremik mengancam kehidupan
pasien (Hidayati ,2013:26).
Sistem Penciuman
Biasanya pada pasien ca ginjal tidak terdapat masalah
(Hidayati,2013:26).

f. Penunjang
Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk menegakkan diagnostik
kanker ginjal (kidney cancer) adalah:
1. Efrektomiradikal
Tindakan ini mencakup pengangkatan ginjal (serta tumornya), kelenar
adrenal, lemak perirenal dan nodus limfatikus. Terapi radiasi
hormonal, ataupun kemoterapi dapat dilakuakn bersama-sama
pembedahan, imunoterapy (Suharyanto & Madjid, 2013: 267).
2. Sistoskopi
Mengalami masalah penyumbatan dan peradangan, tanda dan gejala
masalah saluran kemih, tingginya kadar protein atau terdapat kristal
pada sempel urine, hematuria, kandung kemih terasa penuh, infeksi
saluran kemih.
3. Pemeriksaan nefrotomogram angiogram ginjal
Netrotomogram dapat dilaksanakan sebagai bagian lapisan ginjal serta
struktur difus dalam setiap lapisan dan untuk membedakan masa atau
lesi yang padat dari kista didalam ginjal atau traktus urinarius.
4. Ultrasonografi
USG dilakukan untuk melihat adanya penumpukan cairan pada ginjal ,
adanya pembengkakan pada ginjal (Prabowo & Pranata, 2015: 79)
g. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Kanker yang merupakan sebuah jaringan abnormalitas
idealnya harus dilakukan pengangkatan (ektomi) untuk
mengembalikan fungsi jaringan yangg sehat. Saat ini banyak
sekli pembedahan dengan prinsip mini insisi dilakukan. Pada
kanker ginjal beberapa hal yang bisa dilakukan adalah dengan
teknik laparascopy nephrectomy maupun partial nephrectomy.
Khususnya untuk klien dengan resiko tinggi, maka
pembedahan bisa dilakuakn dengan cryoablation,
radiofrequency ablation, maupun artial embolization. Untuk
menghindari perluasan metastase kanker, biasanya tim medis
melakukan tindakan nefrektomi radikal (pengangkatan ginjal,
kelenjar adrenal, lemak dan kelenjar getah bening sekitar
(Prabowo & Pranata ,2015:79-80).
2. Terapi Radiasi
Tindakan radiasi tidak umum dilakukan untuk terapi karsinoma
sel ginjal, karena secara umum tidak berhasil. Tindakan radiasi
mungkin digunakan untuk tindakan paliatif dan gejala-gejala
metastase ke dalam tulang (Suharyanto & Madjid , 2013 :267).
3. Terapi Hormonal
Terapi hormonal terkadang juga dilakuakn untuk
meningkatkan aktivitasi fungsional tubuh (Prabowo & Pranata
,2015:79-80).
4. Systemic therapy
Kanker sel ginjal biasanya tidak berespon dengan prosedur
kemoterapi tradisional sitotoksik (gemzar,xeloda,adrucil).
Namun, ada beberapa temuan baru yang lebih efektif yaitu
sutent, nexavar, torisel dan afinitor (Prabowo & Pranata
,2015:79-80).
5. Terapi Interferon
Saat ini sedang dikembangkan dalam penelitian tentang terapi
interferon untuk mengatasi kanker ginjal yang sudah stadium
lanjut (Prabowo & Pranata ,2015:79-80).
6. Pengobatan (dengan terapi biologi)
Dilakukan pemberian alpha interferon atau interleukin-2 (IL-2),
yaitu suatu protein yang mengatur pertumbuhan sel. Interveron,
yaitu pengubah respon biologi, juga sedang diselidiki sebagai
suatu bentuk terapi untuk mengatasi kanker ginjal yang sudah
lanjut (Suharyanto & Madjid , 2013 :267).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan
Definisi: Peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan /
intraseluler (Tim Pokja SDKI DPP PPNI ;2017 :62).
Penyebab:
1) Gangguan mekanisme regulasi
2) Kelebihan asupan cairan
3) Kelebihan asupan natrium
4) Gangguan alliran balik vena
5) Efek agen farmakologis (mis.kartikostreroid, cholrpropamide,
tolbutamite).
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif:
1) Ortopnea
2) Dipsnea
3) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Objektif:
1) Edema anasarka dan / edema perifer
2) Berat badan meningkat dalam waktu singkat
3) Jungular venous pressure (JVP) dan/atau central venaous pressure
(CVP) meningkat
4) Reflek hepatojugular positif
Gejala dan tanda minor:
Subjektif:
1) Tidak tersedia

Objektif:
1) Distensi vena jugularis
2) Terdengar suara nafas tambahan
3) Hepatomegali
4) Kadar Hb/Ht turun
5) Oliguria
6) Intake lebih banyak dari output (balace cairan positif)
7) Kongesti paru
Gejala klinis terkait:
1) Penyakit ginjal: gagal ginjal akut atau kronis, syndrome nefrotik
2) Hipoalbuminemia
3) Gagal jantung kongestif
4) Kelainan hormone
5) Penyakit hati (mis. Sirosis, asites, kanker hati)
6) Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, trombus vena, plebitis)
7) Immobilitas
(PPNI ;2017 :62)

b. Retensi Urine (Tim Pokja SDKI DPP PPNI ;2017 :115).


Definisi : Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyebab :
1) Peningkatan tekanan uretra
2) Kerusakan arkus refleks
3) Blok spinger
4) Disfungsi neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf).
5) Efek agen farmakologis (mis.atropine, belladonna, psikotropik,
opiate).
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1) Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif:
1) Disuria / Anuria
2) Distensi kandung kemih
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1) Dribbling
Objektif:
1) Inkontinensia berlebih
2) Residu urine 150 ml atau lebih
Kondisi klinis terkait:
1) BPH
2) Pembengkakan perineal
3) Cidera medula spinalis
4) Rektrokel
5) Tumor di saluran kemih
(PPNI ; 2017 :115).
c. Nyeri kronis
Definisi : pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hinga berat dan konstan, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI ;2017
:174).
Penyebab:
1) Kondisi muskulus skeletas kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Peningkatan saraf
4) Filtrasi tumor
5) Ketidaksimbangan neurotrasmiter, neuromodulator, dan reseptor
6) Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus varisela-
zoster)
7) Gangguan fungsi metabolik
8) Riwayat posisi kerja statis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat pnganiayaan (mis.fisik psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalahgunaan obat/ zat
(PPNI ,2017 : 174).
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1) Mengeluh nyeri
2) Merasa depresi (tertekan)
Objektif:
1) Tampak meringis
2) Gelisah
3) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Gejala dan tanda minor:
Subjektif:
1) Merasa takut mengalami cidera berulang
Objektif:
1) Bersifat protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
2) Waspada
3) Pola tidur berubah
4) Fokus menyempit
5) Berfokus pada diri sendiri
Kondisi klinis yang terkait:
1) Kondisi kronis
2) Infeksi
3) Tumor
3. intervensi keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b/d disfungsi ginjal
Tujuan :
Pasien akan:
1) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan
dan diet
2) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang
diprogramkan
3) Mempertahankan TTV dalam batas normal
4) Hematokrit dalam batas normal
Kriteria hasil:
1) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan
dan diet
2) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang
diprogramkan
3) Mempertahankan tanda vital dalam batas normal
4) Tidak mengalami pendek napas
5) Hematokrit dalam batas normal (Wilkinson,2016:181)
Intervensi NIC:
Aktivitas perawat:
1) Tentukan lokasi dan derajat edema, perifer, sakral dan periobital,
padaskala 1+ sampai 4+
2) Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskuler yang diindikasikan
dengan peningkatan tanda gawat napas, peningkatan pfrekuensi
nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi jantung tidak normal, atau
suara napas tidak normal
3) Kaji ekstermitas atau bagian tubuh yang edema terhadapgangguan
sirkulasi dan integritas kulit
4) Kaji efek pengobatan (misalnya, steroid, diuretik, dan litium)
5) Pantau secara teratur lingkar abdomen atauekstermitas
6) Manajemen cairan (NIC)
a) Timbang berat badan setiap hari dari pantau
kecenderungannya
Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat
b) Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi
cairan (misalnya peningkatan berat jenis urine, peningkatan
BUN, penurunan hematokrit dan peningkatan kadar
osmolalitas urine
c) Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan ( misalnya,
crakle, peningkatan CVP atau tekanan baji kapiler paru,
edema, distensi vena leher, dan asites) sesuai dengan
keperluan(Wilkinson, 2013 : 320).
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga:
1) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema,
pembatasan diet, dan penggunaan dosis, dan efek samping obat
yang diprogramkan
2) Manajemen cairan (NIC) : anjurkan pasien untuk puasa,sesuai
dengan kebutuhan(Wilkinson,2016:181).
Aktivitas kolaboratif:
1) Lakukan dialisis, jika diindikasikan
2) Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer
mengenai penggunaan stoking antiemboli atau balutan Ace
3) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan
kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium
4) Manajemen cairan (NIC)
a) Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejalan kelebihan
volume cairan menetap atau memburuk
b) Berikan diuretik, jika perlu(Wilkinson,2016:181).
Aktivitas lain :
1) Ubah posisi
2) Tinggikan ekstermitas untuk meningkatkan aliran balik vena
3) Pertahankan dan alokasikan pembatasan cairan pasien
4) Manajemen cairan (NIC) distribusikan asupan cairan selama 24
jam (Wilkinson,2016:182).
b. Retensi urine b/d sumbatan di kandung kemih
Kriteria hasil :
1) Menunjukan eliminasi urine yang dibuktikan oleh indikator
berikut (sebutkan 1-5 : selalu, sering, kadang-kadang, jarang, atau
tidak mengalami gangguan.
2) Residu pasca berkemih >100-200 ml.
3) Menunjukan pengosongan kandung kemih dengan prosedur
bersih kateterisasi intermiten mandiri.
4) Mendeskrepsikan rencana keperawatan dirumah.
5) Tetap bebas dari infeksi saluran kemih.
6) Melaporkan penurunan spasme kandung kemih.
7) Mempunyai keseimbangan asupan dan haluaran 24 jam.
8) Mengosongkan kandung kemih secara tuntas.

Aktivitas keperawatan :
1) Indifikasi dan dokumentasi pola pengosongan kandung kemih.
2) Pantau penggunaan agens non-resep dengan anti kolinergik atau
agenis alfa.
3) Pantau efek obat resep, seperti penyekat saluran kalsium dan
antikolnergik.
4) Pantau asupan dan haluaran.
5) Pantau derajat distensi kandung kemih melalui palpasi dan
perkusi.

Penyuluhan untuk pasien atau keluarga:


1) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
yang harus dilaporkan (misalnya, demam,mengigil, nyeri
pinggang, hematuria, serta perubahan konsistensidan bau urine).
2) Perawatan retensi urine : instruksikan pasien dan keluarga untuk
mencatat haluaran urine, bila diperlukan.

Aktivitas kolaboratif:
1) Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksikan
kateterisasi intermiten mandiri menggunakan prosedur bersih
setiap 4-6 jam pada saat terjaga.
2) Perawatan retensi urin : rujuk pada spesialis kontinensia urine jika
diperlukan.
Aktivitas lain :
1) Lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih.
2) Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang adekuat
tanpa menyebabkan kandung kemih overdistensi.
3) Anjurkan pasien mengosumsi cairan per oral mL untuk siang hari,
mL untuk sore hari, dan mL untuk malam hari.
4) Stimulasi reflek kandung kemih dengan menempelkan es ke
abdomen, menekan bagian dalam paha atau mengalirkan air.
5) Berikan waktu cukup untuk pengosogan kandung kemih (10
menit ).
6) Lakukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine, residu, jika
diperlukan.
7) Pasang kateter urine, jika diperlukan (Wilkinson, 2016 : 469).

c. Nyeri Kronis b/d distensi kandung kemih


Tujuan :
Pasien akan :
1) Menyatakan secara verbal pengetahuatentang cara alternatif
untuk meredakan nyeri
2) Melaporkan menikmati aktifitas senggang
3) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
4) Mengenali faktor-faktor yang meningkatkan nyeri dan
melakukan tindakan pencegahan nyeri
5) Mengunakan pereda nyeri analgesik dan non analgesik secara
tepat,

Aktivitas keperawatan:
Pengkajian:
1) Kaji dan dokumentasikan efek jangka panjang penggunaan obat
Manajemen nyeri (NIC):
2) Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajeman nyeri pada
interval tertentu
3) Tentukan dampak pengalaman nyeri pada kualitas hidup
(mis.tidur, selera makan, aktivitas, kognisi, alam perasaan,
hubungan, kinerja, dan tanggung jawab peran)

Penyuluhan untuk pasien dan keluarga:


1) Beri tahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak akan
dapat dicapai

Aktivitas kolaborasi :
1) Adakan pertemuan multidisipliner untuk merencanakan asuhan
keperawatan
2) Menejemen nyeri (NIC) : pertimbangkan rujukan untuk pasien,
keluarga dan orang terdekat pasien ke kelompok pendukung
atau sumber lain bila perlu.

Aktivitas lain:

1) Tawarkan tindakan meredakan nyeri untuk membantu


pengobatan nyeri (mis. Umpan balik biologis, teknis relaksasi,
dan massase punggung)

2) Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri yang logis dan


berterima

Mannajemen Nyeri (NIC):

1) Tingkatan istirahat dan tidur yang adekuat untuk memfasilitasi


peredaan nyeri.

2) Berikan obat sebelum aktivitas untuk meningkatkan partisipasi,


tetapi evaluasi bahaya sedasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayat, W. (2013). Metode Perawat Pasien Gangguan Sistem Perkemihan .


Jakarta: KENCANA PRENADAMEDIA GROUP.
2. Madjid, T. S. (2013). Asuhan Keperawatan Pada klien dengan gangguan
sistem Perkemihan. Jakarta: CV TRANS INFO MEDIA.
3. PPNI, T. p. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
4. Pranata, P. &. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Banyuwangi.
5. Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai