Anda di halaman 1dari 21

Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan

Syok Kardiogenik + Inotropik di Ruang 5 (CVCU)

RSSA Malang

Di Susun Oleh:

Agus Santoso S,Kep

NIM : 2016.04.063

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Program Studi Profesi/Ners

2016-2017
Lembar Pengesahan
Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan

Syok Kardiogenik + Inotropik di Ruang 5 (CVCU)

RSSA Malang

Malang,,....... Maret 2017

( Agus Santoso S,Kep )

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Mengetahui,
Kepala Ruangan 5 (CVCU) RSSA Malang

( )
Studi Kasus

Pada Ny R Dengan Diagnosa Medis Syok Kardiogenik

di Ruang 5 (CVCU) RSSA Malang

Di Susun Oleh:

Agus Santoso S,Kep

NIM : 2016.04.063

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Program Studi Profesi/Ners

2016-2017
Lembar Pengesahan
Studi Kasus Pada Ny R Dengan Diagnosa Medis Syok Kardiogenik di Ruang 5 (CVCU)

RSSA Malang

Malang,,....... Maret 2017

( Agus Santoso S,Kep )

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Mengetahui,
Kepala Ruangan 5 (CVCU) RSSA Malang

( )
BAB 1
Konsep Teori
Syok Kardiogenik

1.1 Pengertian
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak
ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan
kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan
disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati
dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
1.2 Etiologi
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
o Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
o Ruptur septum interventrikulorum
o Ruptur free wall
o Aneurisma ventrikel kiri
o Stenosis aorta yang berat
o Kardiomiopati
o Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan
1.3 Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok
kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal
jantung kiri :
a. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
b. Pernapasan cheyne stokes
c. Batuk-batuk
d. Sianosis
e. Suara serak
f. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
g. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
h. BMR mungkin naik
i. Kelainan pada foto rontgen
j. Akral dingin
1.4 Pathofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal
jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner
berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya
meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan
agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi
akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri
pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk
mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan.
Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi
sebagai pompa yang efektif.
1.5 Klasifikasi
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat:

a. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik,


dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
b. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ.
c. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat
lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
1.6 Pemeriksaan penunjang
a. EKG: mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola, sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi penyakit katub jantung.
b. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal.
c. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
d. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
e. Pemeriksaan Laboratorium
1. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
2. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
3. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
4. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).
1.7 Penatalaksanaan Medis
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia
mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya
syok.
a. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau
volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan
dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan
positif bila aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
b. Farmakoterapi: terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan
tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah
katekolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun
demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan
kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang
efektif untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan
ini menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih
banyak pintasan volume intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan
afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor
yang membantu memelihara tekanan darah yang adekuat.
c. Pompa Balon Intra Aorta: terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik
meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering
digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP
menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung
dengan cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di
aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan
aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk
menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole
dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan
diastole,yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP
dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban kerja ventrikel.
d. Penatalaksanaan yang lain :
1. Istirahat
2. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena,
dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat
pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea,
berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan
anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi
perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal
dan premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat
pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat
mengalami kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus
menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-
tanda dehidrasi.
5. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
6. Pemberian oksigen
7. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel.
1.8 Kompikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
1.9 Pathway
Koroner ( infark Non Koroner (Kardiomiopati,
miokard acut ) kerusakan Katub, Tamponade
Cedera/Nekrosis
pada miokardial jantung, disritmia))

Kardiak Output

Mekanisme Volume darah Sistemik Mekanisme


compensasi renin Vaskuler resisten kompensasi pelepasan
aldosteron ADH Katekolamin

Systemic & preload, stroke volume


Pulmonary edema &Hete Rate, TD

Diaforesi Dispnea kebutuhan oksigen otot


s jantung

Resiko Volume
Cairan Kurang Ketidakefektifan Cardiak Output Tek Darah
dari Keb. Tubuh Pola nafas Fraksi ejeksi

Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Perfusi jaringan
perifer
Berkurangnya Suplai
O2 Perifer turun Metabolisme tubuh
darah ke Otak
menjadi an aerob

Metabolisme tubuh Perubahan mental


Menghasilkan 2 Kematian
turun (gelisah, cemas)
ATP + asam Laktat selular
Ansietas
Intoleransi
Aktifitas Asam laktat Kegagalan
merangsang mediator Organ
nyeri

Nyeri dada

Nyeri Akut
BAB 2

Konsep Obat Inotropik

2.1 Pengertian

Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot. Faktor yang
meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif.Faktor yang menurunkan
kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik positif biasanya menstimulasi
masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung, kemudian akan meningkatkan tekanan dan durasi
dari kontraksi ventrikular. Agen inotropik negatif akan memblok pergerakan Ca2+ atau
mendepresi metabolisme otot jantung. Faktor inotropik positif dan negatif termasuk pada
aktivitas sistem saraf otonom, hormon, dan perubahan konsentrasi ion ekstraselular. Obat-
obat inotropik yang meningkatkan kemampuan kekuatan kontraksi otot jantung. Obat-obat
simpatomimetik adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan untuk terapi gagal
jantung berat pada suasana akut. Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin Efek-efek
merugikan yang terpenting berkaitan dengan sifat alami obat ini yangaritmogenik dan
potensi obat untuk menimbulkan iskemia otot jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular
dapat dikurangi dengan memperkecil dosis.

2.2 Klasifikasi Inotropik

1. Obat inotropik positif (anti gagal jantung )


Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung(miokardium).
Indikasi : gagal jantung, keadaan jantung gagal untuk memompa darah dalam volume yang
dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena jantung bekerja terlalu berat (kebocoran
katup jantung, kekakuan katub, atau kelainan sejak lahir di mana sekat jantung tidak
terbentuk dengan sempurna ) atau karena suatu hal otot jantung menjadi lemah. Ada 2 jenis
obat inotropik positif, yaitu :

a. Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang
kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin.
b. Penghambat fosfodiesterase merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang selektif
bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik AMP
(cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel.
Contoh : Milrinon , Aminiron

2. Inotropik negatif
Faktor yang bekerja sebagai inotropik negatif (-) adalah sebagai berikut:Peningkatan
aktivitas penyekat kanal Ca2+ akan berfungsi sebagai inotropik negatif dengan
menghambat kerja kanal Ca2+ tipe L, sehingga mengurangi masuknya Ca2+ selama masa
aksi potensial. Contoh obat inotropik positif adalah verampamil diltiazen, dan nifedipin
Rendahnya konsentrasi Ca2+ ekstraselular yang terjadi akibat berkurangnya pengeluaran Ca2+
dan influks CaKadar natrium ekstraselular yang tinggi akibat peningkatan kerja pertukaran
Na-Ca sehingga menurunkan kadar influks Ca.
Agen kronotropik negative : agen yang menurunkan denyut jantung dengan cara
mempengaruhi saraf mengendalikan hati, atau dengan carah mengubah irama yang
dihasilakn oleh node sinoatrial. Contoh agen kronotropik negative meliputi : Metoprolol.
Asetilkolin, Digoxin, Diltiazem, dan verampamil.
Rumus penghitungan jumlah cairan menggunakan sirim pump dan infus pump
Rumus :
dosis yang diinginkan x BB X Menit
Dosis yang tersedia =
X 1000
P engencer

2.3 Jenis Obat Inotropik


a. DOPAMIN
Jenis dan sediaan : Doperba dan Dopamain Guilini (1 Ampul = 5 atau 10 cc = 200
mg)
Indikasi : CRF,INFARK MIOCARD, RENAL FAILURE
Dosis :
- Ringan : 3-5 g/kgBB/menit
Fungsinya : Mengaktifksn reseptor dopamine dan vasodilator ginjal.
- Sedang : 5-10 g/kgBB/menit
Fungsinya : Meningkatkan Blood Presure,mengaktifkan reseptor,
meningkatkan kontraktilitas dan meningkatkan Cardiac Output.
- Berat : 10-20 g/kgBB/menit
Fungsinya : Vasokonstriksi vena dan arteri dan mengaktifkan reseptor
Efek samping : Mual, muntah, Aritmia dan Diare
b. DOBUTAMIN
Jenis dan sediaan : Dobutrec, Dobujeck dan Dobutel
Indikasi : CHF DAN SHOCK
Dosis : 2-20 G/kgBB/menit
Bekerja pada 1 dan meningkatkan kontraktilitas
Efek samping :-
c. NITROGLISERIN (NTG)
Jenis dan sediaan : 1 Ampul = 10 mg
Indikasi :-
Dosis : 5-200 g/menit
Efek samping : -
d. HEPARIN
Jenis dan sediaan : 1 Flacon/Vial = 25000 unit = 5 cc Jadi 1 cc = 5000 unit /
Indikasi :
Dosis :
Efek samping :

e. ADRENALIN
Jenis dan sediaan : Epineprin (1 Ampul = 1 mg)
Indikasi : CARDIAC ARREST, VF halus dan VT tanpa nadi.
Dosis : 0,05 g/kgBB/menit (4-8 Ampul dalam 50 cc Nacl)
Sebagai Stimulus Reseptor Adrenergic.
Efek samping : -
f. NON-ADRENALIN
Jenis dan sediaan : Levoped, Levosol dan Vascon (1 cc = 1 mg)
Indikasi : Hipotensi berat dengan tahanan perifer total yang menurunkan
dosis.
Dosis : 0,05 g/kgBB/menit
Vasokonstriktor yang meningkatkan BP dan Inotropik yang kuat (Stimulator
reseptor )
Efek samping :

BAB 3

Konsep Asuhan Keperawatan

Syok Kardiogenik
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(PQRST):
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang harin (Ignatavicius, Donna D, 1995)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab syok kardiogenik
dan memberi petunjuk berapa lama klien telah mengidap penyakit penyerta
(Ignatavicius, Donna D, 1995).

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E,
1999).
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien syok kardiogenik daya rabanya tetap terutama pada bagian,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D,
1995).
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Adakah erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Adakah gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Adakah gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
(4) Muka
Apakah wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Adakah gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Adakah lesi atau
nyeri tekan.
(7) Hidung
Adakah deformitas, pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Adakah pembesaran tonsil, gusi terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
(9) Thoraks
Adakah pergerakan otot intercostae, gerakan dada.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Adakah suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
(d) Auskultasi
Adakah Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan syok kardiogenik

adalah sebagai berikut:

1. Nyeri akut b.d metabolisme an aerob


2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan tekanan darah
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d dyspnea
4. Intoleransi aktifitas b.d penurunan metabolisme tubuh
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d diaforesi
3.3 Rencana Keperawatan
6. No Diagnosa 7. Tujuan dan kreteria hasil 9. Intervensi
8. NOC 10. NIC
11. Nyeri Akut b.d metabolisme Pain Level, 15. Pain Management
an aerob Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Comfort level
12. termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
13. Kriteria Hasil :
kualitas dan faktor presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
mengetahui pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari bantuan)
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
menggunakan manajemen nyeri
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
tanda nyeri)
non farmakologi dan inter personal)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Tanda vital dalam rentang normal
8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
14. 9. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
16. Ketidakefektifan perfusi jaringan 19. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1. Observasi CRT tidak boleh <2 detik
2. Observasi intensitas kekuatan nadi perifer
perifer berhubungan dengan jam diharapkan perfusi jaringan perifer tidak
3. Monitor tanda-tanda vital
penurunan tekanan darah mengalami gangguan. 4. Observasi sensorik perifer/akral
17. 5. Kaji tanda-tanda kelemahan otot
20. Kriteria hasil :
6. Berikan cairan yang tepat menggunakan IV line.
18. 1. Pengisian kapiler jaringan <2 detik 7. Tingkatkan asupan cairan oral
2. Kekuatan nadi perifer normal
3. Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam ambang
normal
4. Tidak ada kelemahan otot
5. Sensorik perifer normal/akral hangat
21.
22. Ketidakefektifan pola nafas b.d Status pernafasan 24. Airway Management
dispnea 23. Kriteria hasil : 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw
1. Frek. Pernafasan thrust
2. Irama pernafasan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Kedalaman inspirasi 3. Lakukan fisioterapi dada
4. Suara auskultasi nafas 4. Buang sekret dengan cara mengajarkan batuk
5. Kepatenan jalan nafas efektif
6. Volume tidal 5. Lakukan suction jika pasien tidak sadar
25. Auskultasi dan catat adanya secret serta
letaknya.
26. Resiko kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan 30. Manajemen Cairan
b.d diaforesi 27. 1. Pantau kadar serum elektrolit
28. Kriteria hasil : 2. Timbang berat badan
1. Tekanan darah 3. Berikan cairan sesuai kebutuhan
2. Denyut nadi 4. Tingkatkan intake cairan per oral
3. Keseimbangan intake dan out put cairan 5. Cek laboratorium spesimen
4. Turgor kulit
5. Kelembaban mukosa hematokrit,BUN,protein,natrium, dan kadar kalium
6. Pantau adanya tanda dan gejalaretensi cairan
29. Berat badan stabil
7. Pantau tanda-tanda dehidrasi yang berlebih.
31. Intoleransi aktifitas b.d penurunan 32. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
metabolisme tubuh jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas dari melakukan aktivitas
2. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan
ringan hingga berat.
terhadap keterbatasan
33. Kiteria hasil :
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
1. Saturasi oksigen aktivitas normal 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
2. Frekuensi nadi saat aktivitas normal 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
3. Frekuensi pernafasan saat aktivitas normal
emosi secara berlebihan
4. Tekanan darah saat aktivitas normal
6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
5. Kekuatan otot atas dan bawah normal
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur / istirahat
6. Mampu beraktivitas secara bertahap
34.Kemudahan dalam aktivitas mandiri (Activites of pasien
8. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
Daily Living)
merencanakan program terapi yang tepat.
9. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
35.
36.
37.
38.
39. DAFTAR PUSTAKA
40.
41. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995.

Hal. 243-249

42. Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat

Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas

Indonesia. 2000. Hal: 11-16

43. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.

Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57

44. Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

Jakarta. 2002. Hal: 90-93

45. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.

EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606

46. Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC. Jakarta.

2000. Hal: 37-45

47. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrisons Principles of

Internal Medicine vol.1. 13thed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223

48. Mansjoer A, Savitri K, Setiowulan W, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi

3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1999. Hal:

613-618

49. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam vol 3. edisi 13. EGC Jakarta. 2000. Hal: 1208-1213

50. Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Clinical Crdiology. 6 th ed. California: Prentise

Hall International Inc. 1993. Hal. 210-215

51. Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-391 12. Dudley

HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah Mada University

Press. 1992. Hal: 14-29

52. Mark AH. Shock Cardiogenic. http://www.emedicine.com/ articlel/ darurat.

53.

54.
55.

Anda mungkin juga menyukai