Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu jenis layanan pendidikan anak usia dini adalah Klinik stimulasi
tumbuh kembang anak bagi anak usia 0-6 tahun. Layanan ini merupakan salah satu
bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal yang diarahkan pada kegiatan
stimulasi anak bagi orang tua yang mempunyai kesibukan kerja, sehingga
memerlukan layanan pengasuhan anak yang selain berfungsi untuk menjaga anak-
anak mereka juga memberikan pendidikan yang sesuai dengan usia anak-anak
mereka. Dalam hal ini UU No, 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas menyatakan bahwa
maksud pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kebijakan Direktorat PAUD untuk seluruh bentuk layanan PAUD untuk
seluruh bentuk layanan PAUD termasuk klinik stimulasi tumbuh kembang anak
adalah memberikan layanan yang holistik dan integratif. Holistik berarti seluruh
kebutuhan anak (kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan, berkembang dan
mempertahankan kelangsungan hidup). Menurut UNICEF hampir 200 juta anak di
negara-negara miskin memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat
karena gizi kurang. Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2015, angka status gizi anak indonesia terus membaik,
angka gizi buruk pada tahun 2015 diketahui menurun ditahun 2014. Persentase balita
dengan gizi buruk dari 4,7 persen balita gizi buruk pada 2014, tahun 2015 persentase
balita gizi buruk 3,8 persen. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam
ukuran fisik seseorang. Sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan dan
penambahan kemampuan fungsi anggota tubuh. Kedua proses ini terjadi secara
bersamaan pada setiap individu (Kissanti, 2008).
Mengetahui dan memahami tumbuh kembang anak tidak hanya melihat dari
satu aspek saja, pemberian nutrisi atau gizi pada anak, tetapi lebih dari itu tumbuh
kembang anak juga harus dilihat dari aspek faktor keturunan, kejiwaan, aturan dalam
keluarga dan proses pembelajaran termasuk didalamnya pendidikan keluarga
(Sunartyo, 2008). Orang tua juga perlu memperhatikan sejumlah perkembangan
motorik halus dan motorik kasar anak, serta sosialisasi dan bahasa anak dalam periode
emas mereka. Gerak- gerik anak seperti menyusun menara kubus adalah salah satu
gejala perkembangan motorik halusnya. Biasanya pada usia dua tahun, gerakan-
gerakan tersebut dan kecerdasan anak dalam perkembangan sosialisasi mulai
diperlihatkan. Satu perkembangan penting lainnya adalah kemampuan berbicara dan
menunjuk gambar (Enterprises, 2008).
Dampak adanya gangguan perkembangan motorik yaitu anak menjadi kurang
kreatif, karena apa yang seharusnya dibutuhkan anak tidak dapat terpenuhi. Bila
penyimpangan terhambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini
akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak (Depkes RI, 2005). Selain itu keluarga
juga harus selalu memberikan rangsangan atau stimulasi pada anaknya. Stimulasi
harus dilakukan sedini mungkin agar perkembangan anak dapat tumbuh secara
normal. Selain stimulasi, nutrisi juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Jika nutrisi nya tercukupi maka perkembangan anak tidak akan terganggu
(Soetjiningsih, 2010).
Hasil profil kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2014 menunjukkan dari 57,
785 anak balita didapatkan cakupan deteksi dini tumbuh kembang hanya sebesar
37,76%, serta ditemukan keterlambatan perkembangan motorik tidak sesuai umur
sebesar 3,8%. Sedangkan dari hasil pemantauan status gizi didapatkan hasil dari 1176
balita yang ditimbang 16,4 % anak berada pada kategori stunting serta 7, 53%
mengalami gizi kurang. Sedangkan hasil profil kesehatan di Riau tahun 2015 pada 12
kabupaten, berjumlah 150 anak dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok tertarik mengangkat kasus
seminar dengan judul Asuhan Keperawatan Tumbuh Kembang Anak yang
mengalami gizi kurang pada An. H sebagai laporan kasus.

B. Tujuan
1. Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang mengalami keterlambatan
tumbuh kembang.
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah tumbuh
kembang anak.
c. Mampu menetapkan stimulasi dan melaksanakan stimulasi tumbuh kembang
sesuai dengan masalah tumbuh kembang anak.
d. Mampu melakukan evaluasi secara objektif.
C. Manfaat Penulisan
1. Keluarga
Mampu menstimulasi tumbuh kembang anak dirumah sesuai dengan masalah
tumbuh kembang anak.
2. Perkembangan Ilmu Keperawatan
Dapat digunakan sebagai informasi pendukung bagi perkembangan ilmu
keperawatan tentang tumbuh kembang anak.
3. Klinik Stimulasi Tumbuh Kembang Anak
Dapat mendeteksi masalah tumbuh kembang anak dan mampu menstimulasi
anak sesuai dengan masalah tumbuh kembang anak.

Anda mungkin juga menyukai