Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENJALANI


HEMODIALISIS
DI RUANG HEMODIALISA RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:
Septa Adhi Hermawan
08/267914/KU/12766

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
A. DIALISIS
1. Pengertian
Dialisis diartikan sebagai proses dimana materi tertentu dari suatu cairan
dikeluarkan dari cairan tersebut dengan menggunakan bantuan cairan lain
yang dibatasi oleh membrane semipermeable. Prinsip yang dipakai adalah
molekul materi cairan yang bentuknya kecil dapat melewati membrane
semipermeable, sementara molekul cairan yang bentuknya besar akan
tertahan.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari
selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi
zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat
berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran,
tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar
untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua
kompartemen disebut gradien konsentrasi.

2. Tujuan Dialisis
Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan
pasien sampai fungsi ginjal kembali pulih.

3. Jenis Dialisis
Dialisis dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
a) Dialisis akut,
Dialisis akut diperlukan bila terdapat kadar kalium yang tinggi, kelebihan
muatan cairan atau edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang
meningkat, perikarditis dan konfusi berat. Tindakan ini juga dapat
dilakukan untuk menghilangkan obat-obat tertentu atau toksik lain.
b) Dialisis Kronis atau Pemeliharaan
Dialisis kronios dibutuhkan pada gagal ginjal ginjal kronis (penyakit ginjal
stadium terminal) dalam keadaan berikut: terjadinya tanda-tanda gejala
uremia yang mengenai seluruh sistem tubuh, kadar kalium serum yang
meningkat, muatan cairan yang berlebih tidak responsif terhadap terapi
diuretik serta pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan umum.

4. Metode Dialisis
a) Hemodialisis
Pada hemodialisis, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan
dipompa ke dalam mesin yang akan menyaring zat-zat beracun keluar darh
dan kemudian darah yang sudah bersih dikembalikan lagi ke dalam tubuh
penderita.
b) Peritoneal dialisis
Pada peritoneal dialisis, cairan yang mengandung campuran gula
dan garam khusus dimasukkan ke dalam rongga perut dan akan menyerap
zat-zat racun dari jaringan, cairan tersebut kemudian dikeluarkan lagi dan
dibuang. Pada peritoneal dialisis, yang berfungsi sebagai penyaring adalah
peritoneum. Peritoneal dialysis dilakukan pada pasien gagal ginjal yang
tidak mau atau tidak mampu menjalani hemodialisa atau transplantasi
ginjal; pasien diabetes, penyakit kardiovaskuler, lansia dan pasien yang
berisiko menagalami efek samping dari pemberian heparin secara
sistemik.

B. Hemodialisa
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dan dalam tubuh kita, ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut.
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari
gagal ginjal serta terapinua terhadap kualitas hidup pasien.
Hemodialisa berasal dari bahasa Yunani yaitu hemo berarti darah dan
diálisis berarti pemisahan atau filtrasi. Secara klinis HD adalah proses
pemisahan zat-zat tertentu (toksik uremia) dari darah melalui membran
semipermeabel di dalam ginjal yang disebut dialiser dan selanjutnya dibuang
melalui cairan diálisis yang disebut dialisat.

2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih.

3. Indikasi tindakan hemodialisa


a) Penyakit dalam (Medikal)
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
- Malaria falciparum fulminant
- Leptospirosis
b) Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
c) Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
- Ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan
atau berat
- Kreatinin > 100 mg %
- Hiperkalemia > 17 mg/ liter
- Asidosis metabolic dengan pH darah < 7.2
- Overload cairan yang parah
- Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
d) Pada CRF
- BUN > 200 mg%
- Creatinin > 8 mg%
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik yang parah
- Uremic encepalopati
- Overload cairan
- Hb: < 8 gr/dl - 9 gr/dl dan persiapan untuk tranfusi

4. Kontraindikasi dilakukan tindakan hemodialisa


a) gangguan pembekuan darah
b) Anemia berat
c) Trombosit atau emboli berat
d) Koagulopati
e) Sindrom hepatorenal
f) Chirosis hati lanjut
g) Enselopi
h) Keganasan lanjut
i) Instabilitas Hemodinami

5.Prinsip yang mendasari kerja Hemodialisa


a. Difusi
Toksin dari zat limbah di dalam zat darah dikeluarkan melalui proses
difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi yang
lebih tinggi ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
b. Osmosis
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan tekanan, air
bergerak dari tekanan yang tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih
rendah ( cairan dialisat)
c. Ultra Filtrasi
Gradien tekanan (air bergerak dari tempat yang tinggi (tubuh) ketempat
yang lebih rendah). Gradien ini ditingkatkan melalui penembahan tekanan
negatif dan ini disebut dengan ultrafiltrasi.
6. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah)
diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer
dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
f. Hubungkan set infus ke slang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out
set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Buka klem dari infus set ABL, VBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara
(tekanan lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500
cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20
menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10
menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah
ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)

Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah
cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah
yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit,
nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung
terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke
plasma.

7. Prosedur Hemodialisa
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa
keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses
ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula
atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua
jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi
fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena
subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi
aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan
sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke
dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk
meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan
anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah.
Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat
sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari
pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan
memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah.
Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit
pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah.
Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah,
tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir
ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan
dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan
foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya
udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada
dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat,
bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai
dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa”
atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis
diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal
salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan
dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik
sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang
dialiser.

6. Prinsip Dasar Hemodialisa


a) Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal
Selama HD darah pasien mengalir dari tubuh kedalam dialiser
melalui akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan
akses vena. Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi
darah extra corporal
b) Dialiser (ginjal buatan)
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari
kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh
membran semipermieabel .Di dalam dialiser ini terjadi proses pencucian
darah melalui proses difusi dan ultrafiltrasi,sehingga dihasilkan darah yang
sudah” bersih” dari zat-zat yang tidak dikehendaki. Dialiser bervariasi
dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk
membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi
efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang
air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
c) Sistem sirkulasi dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis.
Dialisat terdiri darí air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat
dibuat dalam sistem bersih dengan air keran dan bahan kimia yang
disaring. Bukan sistem steril karena bakteri terlalu besar untuk melewati
membran dan potensial terjadi infeksi pada pasien minimal.

7.Peralatan untuk Hemodialisa


a. Mesin HD
b. Dialiser (sama dengan artificial kidney)
c. Blood line (pipa untuk mengalirkan darah
d. Dialisat
e. Heparin Untuk mencegah agar darah tidak membeku. Pemberian heparin
dari awal 40 – 50 U / kg. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum HD
diakhir
f. Blood pump: alat yang menyebabkan arah cepat mengalir alam sirkulasi
darah
g. Pump segment : Bagian dari Blood line yang ditempatkan pada blod pump
h. Water treatment: proses pengolohan darah untuk memisahkan dari logam
berat
i. Jarum AV fitule, Syring pump dan Set Infus / Transfusi.

8. Tanda-tanda dialisis adekuat

a) Tercapai BB kering
b) Pasien tampak baik
c) Bebas simtom uremia
d) Nafsu makan baik
e) Aktif
f) TD terkendali
g) Hb > 10 gr/dl

9. Kelemahan dan kelebihan Hemodialisa


Kelemahan hemodialisa :
- Tergantung mesin
- Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom
- Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amyloidosis
- Vaskuler access: infeksi – thrombosis
- Sisa fungsi ginjal cepat menurun dibanding peritoneal dialysis.

Kelebihan hemodialisa
- Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
- Waktu dialisis cepat
- Resiko kesalahan tehnis kecil
- Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat
dibenarkan.

C. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis

2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Gand

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC,
Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. Penebit Buku


Kedokteran EGC.

Hall, J.E & Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. alih bahasa
Irawati. EGC: Jakarta
Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification
Fifth Edition. Mosby, Inc : Missouri.

McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification Fifth


Edition. Mosby, Inc : Missouri.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. EGC: Jakarta.
Potter & Perry.(2005). Fundamental Keperawatan (terjemahan, edisi 4, vol 1-2
Price & Wilson.(2005).Patofisiology (Edisi 6, Vol 2). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai