Anda di halaman 1dari 15

E. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369): a.

Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. b. Gannguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. d. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama 18

ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas. e. Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. f. Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D. g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain : 1.Pemeriksaan lab.darah hematologi Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin LFT (liver fungsi test )

19

Elektrolit Klorida, kalium, kalsium

koagulasi studi PTT, PTTK

BGA

2. Urine urine rutin urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. pemeriksaan kardiovaskuler ECG ECO

4. Radidiagnostik USG abdominal CT scan abdominal BNO/IVP, FPA Renogram RPG ( retio pielografi )

G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu : 1. Konservatif Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin Observasi balance cairan Observasi adanya odema Batasi cairan yang masuk

2. Dialysis peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency.

20

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis ) Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk

mempermudah maka dilakukan : AV fistule : menggabungkan vena dan arteri Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung ) 3. Operasi Pengambilan batu transplantasi ginjal

21

BAB III HEMODIALISA


A. PENGERTIAN Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran

semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran

memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit 22

ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. Sistem ginjal buatan: 1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat. 2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi). 3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh. 4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.

B. Indikasi 1. Penyakit dalam (medikal) a. arf- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan rft normal. b. crf, ketika pengobatan konvensional tidak cukup 23

c. snake bite d. keracunan e. malaria falciparum fulminant f. leptospirosis 2. Ginekologi a. Aph b. Pph c. septic abortion 3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa a. peningkatan bun > 20-30 mg%/hari b. serum kreatinin > 2 mg%/hari c. hiperkalemia d. overload cairan yang parah e. odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis Pada crf: 1. Bun > 200 mg% 2. Creatinin > 8 mg% 3. Hiperkalemia 4. Asidosis metabolik yang parah 5. Uremic encepalopati 6. Overload cairan 7. Hb: < 8 gr% 9 gr% siap-siap tranfusi C. Peralatan 1. Dialiser atau ginjal buatan Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang

24

mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens). 2. Dialisat atau cairan dialysis Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu. 3. Sistem pemberian dialisat Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air. 4. Asesori peralatan Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah. 5. Komponen manusia

D. Prosedur hemodialisa Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (av) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum

25

berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur av. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis av pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.

26

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan. Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

27

E. Pedoman pelaksanaan hemodialisa 1. Perawatan sebelum hemodialisa a. sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa b. kran air dibuka c. pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan d. sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak e. hidupkan mesin f. pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit g. h. matikan mesin hemodialisis masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat

i. sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis j. hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2. Menyiapkan sirkulasi darah a. bukalah alat-alat dialysis dari set nya b. tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi inset (tanda merah) diatas dan posisi outset (tanda biru) di bawah. c. hubungkan ujung merah dari abl dengan ujung insetdari dializer. d. hubungkan ujung biru dari ubl dengan ujung out set dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.. e. set infus ke botol nacl 0,9% 500 cc f. hubungkan set infus ke slang arteri g. bukalah klem nacl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem. h. memutarkan letak dializer dengan posisi inset di bawah dan out set di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara. i. tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin j. buka klem dari infus set abl, vbl

28

k. jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit. l. isi bable-trap dengan nacl 0,9% sampai cairan m. berikan tekanan secara intermiten pada vbl untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmhg). n. lakukan pembilasan dan pencucian dengan nacl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur. o. ganti kalf nacl 0,9% yang kosong dengan kalf nacl 0,9% baru p. sambungkan ujung biru vbl dengan ujung merah abl dengan menggunakan konektor. q. hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit. r. kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet di bawah. s. hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking. 3. Persiapan pasien a. menimbang berat badan b. mengatur posisi pasien c. observasi keadaan umum d. observasi tanda-tanda vital e. melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini: 1) dengan interval a-v shunt / fistula simino 2) dengan external a-v shunt / schungula 3) tanpa 1 2 (vena pulmonalis)

29

F. Intrepretasi hasil Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

30

BAB IV PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Pengkajian pre hd a. Riwayat penyakit, tahap penyakit b. Usia c. Keseimbangan cairan, elektrolit d. Nilai laboratorium: hb, ureum, creatinin, ph e. Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi f. Respon terhadap dialysis sebelumnya. g. Status emosional h. Pemeriksaan fisik: bb, suara nafas, edema, ttv, jvp i. Sirkuit pembuluh darah. 2. Pengkajian post hd a. Tekanan darah: hipotensi b. Keluhan: pusing, palpitasi c. Komplikasi hd: kejang, mual, muntah, dsb

B. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani hemodialisa 1. Pre hemodialisa a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi. b. Cemas b.d krisis situasional 2. Intra hemodialisa a. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan b. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

31

3. Post hemodialisa a. Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah

32

Anda mungkin juga menyukai