Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Stase Keperawatan Medikal Bedah II

OLEH :
SITTI NUR VANESA
14420212137

CI INSTITUSI CI LAHAN

(.................................................) (......................................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
A. Konsep Hemodialisis
1. Definisi
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan
ginjal buatan yang kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermeabel (hallow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada
adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al. 2009).
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat
toksik lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah
dan cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017).
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau
end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa
adalah suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk proses
pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksik dan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai
pemisah antara darah dan cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer.
2. Tujuan
Hemodialisa bertujuan membuang sisa produk metabolisme protein yaitu
urea kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan cairan dengan
mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan,
mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh, mempertahankan
atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. (Wijaya dan Putri, 2017).
Hemodialisa menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi
(membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan
sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan
cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat,
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
serta menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan
gagal ginjal akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasi
glomerulus <5 ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi: Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi
konservatif, Kadar ureum /kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%,
kreatinin serum>6mEq/l, Kelebihan cairan, Mual dan muntah yang hebat.
c. Intoksikasi obat dan zat kimia.
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat.
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria: K+pH darah <7,10 asidosis,
Oliguria/an uria >5 hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl
(Wijaya dan Putri, 2017).
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek
dianggap demikian bila (TKK) <5 mL/menit. Keadaan pasien yang hanya
mempunyai TKK <5 mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap
baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah:
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah 200mg/dl
d. pH darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010).
4. Kontra indikasi
a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)
b. Hipotensi (TD <100mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017).
5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran
partikel-partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga
yang ditimbulkan oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi
membran dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat
dari darah ke larutan dialisat. Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan
lewat membran semi permiabel dari daerah yang kadar partikel partikel rendah
ke daerah partikel lebih tinggi, osmosa bertanggung jawab atas pergeseran
cairan dari klien terutama pada pada. Ultrafiltrasi Terdiri dari pergeseran cairan
lewat membran semi periabel dampak dari bertambahnya tekanan yang
dideviasikan secara buatan, Hemo:darah, dialisis memisahkan dari yang lain
(Sudoyo et al, 2009).
6. Akses Sirkulasi Darah
a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pulmoralis atau vena subklavikula
b. Cimino: dengan membuat fistula interna arteriovenosa. operasi (LA Radialis
dan V. Sefalika pergelangan tangan) pada tangan non dominan. Darah
dipirau dari A ke V sehingga vena membesar hubungan ke sistim dialisi
dengan 1 jarum di distal (garis arteri) dan diproksimal (garis vena), lama
pemakaian -+ 4 tahun, masalah yang mungkin timbul: Nyeri pada punksi
vena, trombosis, Aneurisme, kesulitan hemostatik post dialisa, Iskemia
tangan. Kontraindikasi: Penyakit perdarahan, Kerusakan prosedur
sebelumnya, ukuran pembuluh darah klien/halus.
c. AV Graft : tabung plastik dilingkarkan yang menghubungkan arteri ke vena..
operasi graf seperti operasi fastula AV, digunakan 2-3 minggu setelah
operasi (Wijaya dan Putri, 2017).
7. Penatalakasanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar
tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Status cairan menentukan
kecukupan cairan dan terapi cairan selanjutnya. Status cairan pada pasien CKD
dapat dimanifestasikan dengan pemeriksaan edema, tekanan darah, kekuatan
otot, lingkar lengan atas, nilai IDWG dan biochemical marker yang meliputi
natrium, kalium, kalsium, magnesium, florida, bikarbonat dan fosfat.
Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas
asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70
meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi
kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada
ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 mEq/hari guna
mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan
menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila
asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara dialisis akan terjadi
kenaikan berat badan yang besar (wijaya dan putri, 2017)
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek
toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010).
8. Komplikasi
a. Hipotensi
Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%.
Dapat disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi otonom,
vasodilatasi karena energy panas dan obat anti hipertensi.
b. Kram otot
Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebab
idiopatik, namun diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan
volume ekstrasluler.
9. Persiapan Alat/Mesin
a. Komponen utama dalam proses dialisis adalah:
1) Darah : dalam proses hemodialisis darah terbagi menjadi 2 yaitu darah
sistemik yang berada dalam tubuh pasien dan darah ekstrakorporal yaitu
darah yang berada diluar tubuh pasien/berada di mesin.
2) Dializer : merupakan ginjal buatan dimana berbentuk tabung yang
didalamnya terdapat membran semipermeabel untuk komponen darah
dan cairan dialisat, berguna untuk menyaring darah(komponen darah)
pasien.
3) Cairan Dializat : cairan acid dan bikarbonat sebagai cairan yang
membantu dalam proses pemisahan komponen darah dalam dializer.
b. Setting mesin
1) Perlengkapan
- Mesin hemodialisis
- Listrik
- Air yang dimurnikan (reverse osmosis/RO)
- Saluran pembuangan (drainage)
- Cairan dialisat (acid dan bikarbonat)
2) Prosedur kerja
a) Hidupkan Waler Trap yang sudah disambungkan dengan mesin HD.
Pastikan selang pembuangan air dari mesin HD masuk ke saluran
pembuangan.
b) Hidupkan mesin dengan cara menekan tombol ON yang ada
dibelakang mesin
c) Masukkan selang dializat merah ke derigen merah (acid) dan selang
dialisat biru ke derigen biru (bicarbonat), bila telah menggunakan
bicarbonat sekali pakai (bigbag/powder untuk mesin tertentu) maka
selang biru tidak dipakai.
d) Tekan tombol dialisis dari preparation, tombol bypass akan menyala,
tunggu 5-10 menit. Jika bypass sudah mati, mesin siap pakai.
c. Persiapan Alat
1) Arterial Venos Blood Line (AVBL) terdiri dari:
a) Arterial Blood Line (ABL) adalah line plastik yang menghubungkan
line akses vaskuler tubuh pasienke dializer(warna merah diatas)
disebut inlet yang ditandai dengan warna merah.
b) Venous Blood Line (VBL) adalah line plastik yang menghubungkan
darah dari dializer ke akses vaskuler pasien disebut bdengan outlet
dengan warna biru(posisi bawah).
Bagian dari AVBL adalah konektor yang runcing, segmen pump,
tubing arterial, venous pressure, tubing udara, buble trap(mengontrol
udara dan cairan yang masuk), tubing infus, tubing obat, pot
darah/heparin, tubing heparin.
2) Dializer/ginjal buatan adalah alat dimana proses dialisis terjadi dalam 2
ruang/komponen, yaitu:
a) Komponen darah yaitu ruangan yang berisi darah.
b) Komponen dializat yaitu runagan yang berisi dializat.
Kedua komponen tersebut dipisahkan oleh membran semipermeabel.
Dializer memiliki 4 lubang atas dan bawah untuk akses inlet dan outlet
serta lubang samping untuk dializat.
3) Infus set digunakan untuk menghubungkan NaCl 0,9% dengan AVBL
dan komponen darah pada dializer.
4) NaCl 0,9% 4 flabot berfungsi untuk preming dan membersihkan zat-zat
sterilan.
5) Heparin berguna untuk antikoagulan:
- Dosis sirkulasi : 5000 IU
- Dosis awal : 1500 IU dalam 10 cc NaCl, dimasukkan ke dalam AVL
- Dosis continous : 1500 IU dalam 15 cc NaCl, dialirkan di syringe
pump.
6) Lidocain spray berguna untuk anestesi tempat penusukan.
7) Spuit 1 cc(1), 20 cc(1), 10 cc(1) untuk pemberian heparin.
8) Jarum pungsi/AV fistula adlaah jarum yang dipakai saat melakukan
akses vaskuler. AVF merah untuk akses arteri dan biru untuk akses vena.
Sebelum ditusuk selang jarum diberi heparin untuk antikoagulan.
9) Gelas ukur untuk mengukur volume preming.
10) Timbangan badan untuk menimbang BB pre dan post Hd
11) Lembar monitoring untuk memonitor proses dialisis berisi:
- Jam : jam dimulai, selama dialisis, dan akhir
- UFG : jumlah darah yang akan dicuci.
- UFR : kecepatan proses dializer.
- QB : kecepatan lairan proses HD dalam blood line.
- VP : tekanan vena selama dialisis.
- Temp. : suhu dializer saat proses HD
- Cond.k : keseimbangan asam dan bikarbonat untuk dialirkan ke
dializer (normal 13-14).
12) Bak instrumen berisi duk, kassa steril, pinset, handscoon steril
13) Betadine dan alkohol untuk desinfektan.
d. Prosedur kerja
1) Cuci tangan sebelum melakukan tindakan.
2) Memakai handscoon dan masker.
3) Setelah semua alat tersambung (seperti yang dijelaskan diatas)
selanjutnya dilakukan pemasangan dializer dan dilakukan preming.
a) Dializer baru
- Tempatkan dializer pada holder, pada proses awal biru berada di
atas.
- Sambungkan ABL dengan dializer berwarna merah.
- Sambungkan VBL dengan dializer berwarna biru.
- Hubungkan NaCl melalui infus set ke ABL, yakinkan infus set
bebas dari udara.
- Buka semua klem kecuali pada ujung ABL.
- Lakukan pengisisn/pembilasan dengan memberikan tekanan
pada VBL dializer dengan cara ditepuk.
- Teruskan priming sampai habis 1 flabot, preming berguna untuk
menghilangkan udara dan renalin dalam dializer. Setelah habis 1
flabot amtikan pompa dan ganti infus baru. Klem ujung VBL
kemudian hubungkan ABL dengan VBL dengan konektor, balik
dializer, merah diatas biru dibawah.
- Bila bypass pada alat sudah berhenti, maka lakukan shocking
pasangkan konektor dializer biru ke biru dan merah ke merah.
Sebelumnya matikan bypass terlebih dahulu, setelah terpasang
hidupkan bypass lagi dan mesin dengan sendirinya melakukan
soaking.
- Setelah soaking lakukan preming dengan 2 flabot NaCl dan
pastikan udara hilang.
- Setelah selesai preming maka sambungkan ABL dan VBL dan
lakukan sirkulasi heparin 5000 IU dan pompa dengan kecepatan
±100 ml/menit.
- Tunggu sebentar sampai 10-15 menit dan siapkan heparin
continous 1500 IU dalam 15 cc NaCl dan sambungkan dengan
konektor.
- Alat siap dipakai dan bereskan yang tidak perlu.
b) Dializer Reuse
- Buang renalin/formalin yang ada di dialyzer baik dari
kompartemen darah maupun dari kompartement dialyzer.
- Setelah renalin dalam dialezer telah terbuang semua,
tempatkan dializer pada holder dan tahap-tahap selanjutnya
sama dengan tahap dializerv baru.
10. Persiapan pasien
Setelah mesin dan alat hidup / sudah siap maka blood line stop
disambungkan ke pasien. Jangan lupa untuk selalu cuci tangan dan memakai
APD (Handscoon dan masker)
a. Persiapan pasien meliputi :
1) Identitas pasien
2) Riwayat penyakit
3) Keadaan umum pasien
4) Keadaan fisik (TTV, BB, edema, data lab, data intradialisis)
b. Pungsi dan prosedur pungsi
Pengertian :
Suatu tindakan memasukkan jarum AV Fistula ke dalam pembuluh
darah untuk sarana hubungan sirkulasi yang akan digunakan selama proses
hemodialisis.
Tujuan :
Agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil
yang diharapkan. Punksi dan kanulasi terdiri dari Punksi Cimino dan Punksi
Femoral
c. Persiapan Pasien
1) Timbang berat badan
2) Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3) Raba desiran pada cimino apakah lancer
4) Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5) Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke
tubuh pasien
6) Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7) Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8) Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
d. Persiapan Perawat
1) Perawat mencuci tangan
2) Perawat memakai masker
3) Buka bak instrumen steril
4) Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%,
dan Betadine
5) Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrument
6) Perawat memakai sarung tangan
7) Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
8) Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV
Fistula
e. Memulai Desinfektan
1) Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah
cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu
masukkan kassa bekas ke kantong plastic
2) Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan
vena lain dengan cara seperti no.1
3) Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering,
masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di
gelas ukur
4) Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di
tangan
f. Memulai Punksi Cimino
1) Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi)
dengan spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain
2) Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 – 10 cm dari anastomos
3) Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
4) Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
5) Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril
g. Memasukkan Jarum AV Fistula
1) Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat
pada saat pemberian anestesi lokal
2) Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan
NaCl 0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan, dan
ujung AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan
pada atas sayap fistula diberi kassa steril dan diplester
3) Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet
dan outlet usahakan lebih dari 3 cm
4) Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian
pasang sensor monitor
5) Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
6) Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan
penusukan pada daerah femoral
7) Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat
dipakai kembali di bawa ke ruang disposal
8) Pensukan selesai, perawat mencuci tangan
h. Punksi Femoral
Cara Melakukan Punksi Femoral
1) Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan
2) Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk
fleksi
3) Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara
menaruh 3 jari di atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
4) Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV
Fistula
i. Melakukan Kanulasi Double Lumen
Cara kerjanya :
1) Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari
pangkal tusukan kateter sampai ke arah sekitar kateter dengan cara
memutar kassa dari dalam ke arah luar
2) Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol
3) Pasang duk steril di bawah kateter double lumen
4) Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang sudah
diberi NaCl 0,9% yang terisi heparin.
5) Tentukan posisi kateter dengan tepat dan benar
6) Pangkal kateter diberi Betadine dan ditutup dengan kassa steril
7) Kateter difiksasi kencang
8) Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan
venus line
9) Alat-alat dirapikan, pisahkan dengan alat-alat yang terkontaminasi
10) Bersihkan alat-alat
11) Perawat cuci tangan
Kateter double lumen mempunyai 2 cabang berwarna
1) Merah untuk inlet (keluarnya darah dari tubuh pasien ke mesin)
2) Biru untuk outlet (masuknya darah dari mesin ke tubuh pasien)
11. Mengakhiri Hemodialisis
Saat selesai HD, dimonitor mesin akan tampil TIME dan UF Removed
berkedip merah :
a. Petugas/perawat mencuci tangan dan memakai sarung tangan dan masker
b. Kecilkan QB lalu matikan
c. Fistula arteri dan ABL di klem
d. ABL dilepas dari fistula, sambungkan dengan infus NaCl 0,9 %
e. Klem ABL dan klem fistula dibuka
f. Hidupkan tombol QB, maka cairan NaCl 0,9 % akan mengalir dan
mendorong darah kembali ke tubuh pasien
g. Matikan QB, fistula outlet dan slang darah arteri di klem
h. Observasi tanda-tanda vital pasien
i. Jarum fistula inlet dan outlet dicabut
j. Bekas tusukan jarum AVFistula ditekan dengan depper bethadine selama ±
10 menit, untuk daerah v.femoral lebih lama ± 15 menit
k. Jika perdarahan bekas tusukan sudah berhenti, tutup dengan band aid atau
kasa steril lalu verband
l. Kembalikan alat-alat ke tempat semula
m. Dializer dibawa ke tempat Re-use
n. Mesin di Rinse kembali dan beri desinfektan :
1) dengan asam cuka ( CH3COOH ) 300 cc 5 %
2) rise 10 menit
3) dengan chlorox ( NaCl O3) 25 cc 33,3 %
o. Perawat melepas sarung tangan dan cuci tangan
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Biografi meliputi dentitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama,
status perkawinan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang,
identitas penaggung jawab, hubungan dengan pasien, no telepon, asuransi
kesehatan (jika ada).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dri akhir masa sehat, ditulis
dengan kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan
perjalanan penyakitnya seperti : faktor pencetus, sifat keluhan
(mendadak/ berlahan-lahan/ terus menerus/ hilang timbul atau
berhubungan dengan waktu, lokalisasi dan sifarnya ( menjalar /menyebar
/berpindah/menetap), bearat ringannya keluhan (menetap/cenderung
bertambah atau berkurang), lamanya keluhan, upaya yang dilakukan
untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian, diagnosa medik
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah
digunakan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai
genogram.
5) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada
upaya keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dan tempat
bekerja meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera, paparan polusi,
pencahayaan, susasana rumah.
c. Pola fungsional gordon
1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan
Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat penggunaan
tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan, reaksi alergi),
mengatur dan menjaga kesehatannya, pengetahuan dan praktik
pencegahan penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum dan
sesudah sakit meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi,
frekuensi makan dan minum, porsi makan, makanan yang disukai, nafsu
makan (normal,meningkat, menurun), pantangan atau alergi, penurunan
sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis, kesulitan menelan (disfagia).
riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam, kering, keringat berlebihan,
penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis (kehausan yang
sangat), mengkaji ABCD yaitu :A (Antropometri): BB, TB, sebelum dan
sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun), B (Biocemicle):
Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematoktit (cairan), Albumin edema,
C (Clinicel) : turgor kulit, konjungtiva, CRT, D (Diet) : diet/suplment
khusus, Instruksi diet sebelumnya.
3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi, Kesulitan
(diare, konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi,
Kesulitan/keluhan (disuria, noktiria, hematuria, retensia, inkontinensia).
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : (jam/malam, tidur siang, tidur sore), waktu kebiasaan
menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk),
perasaan setelah bangun (merasa segar/tidak setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar/tidak, orientasi baik/tidak), bicara: normal, genap,
aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami,
tingkat ansietas, Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu dengar,
Penglihatan (DBN, Buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll), vertigo,
ketidaknyamanan atau nyeri (akut/kronis).
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga
dirinya, peran dirinya, ideal dirinya.
8) Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah,
keluarga tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan
perawatan RS, kegiatan sosial : bagaimana hubungan dengan
masyarakat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola
reproduksi, Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien dalam
pola seksualitas, kesulitan dalam pola seksualitas, masalah seksual B. D
penyakit
10) Pola koping dan toleransi stres
Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess,
Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada
masalah, Pengguanaan obat saat menghilangkan stres, Keadaan emosi
dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan dalam mengelola stress.
11) Pola nilai dan Keyakinan: Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama
dalam kehidupan.
d. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat
- Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
- Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban,
Turgor kulit, Ada/tidaknya edema
- Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
- Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris,
Odema palpebra, Palpebra, Sklera
- Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi
keseimbangan, Sekret, Mastoid
- Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan,
Kebersihan, Pendarahan, Sekret
- Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang
(gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut
- Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe,
Kelenjar tiroid, Kaku kuduk
- Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
- Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, AuskultasiAbdomen : Inspeksi,
Palpasi, Perkusi, Auskultasi
- Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna
- Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan
meningkat, Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Ketidak efektifan perfusi jaringan ginjal.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor bologis.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Intervensi
No.
Tujuan & KH Intervensi Keperawatan Rasional
DX
1. Tujuan: Setelah Circulatory Care
dilakukan tindakan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif 1. Sebagai data dasar untuk menentukan
keperawatan selama fungsi sirkulasi perifer. (cek nadi intervensi selanjutnya
1x24 jam resiko ketidak priper,oedema, kapiler refil, temperatur 2. Mengetahui persepsi dan tingkatan
efektifan perfusi ginjal ekstremitas). nyeri yang dirasakan klien
adekuat. Kriteria Hasil: 2. Kaji nyeri 3. Mengetahui adanya edema
Circulation Status 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan ekstremitas
1. Membran mukosa 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah 4. Posisi tersebut dapat memperbaiki
merah muda lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi. sirkulasi
2. Conjunctiva tidak 5. Monitor status cairan intake dan output 5. Mengetahui balance cairan
anemis 6. Evaluasi nadi, oedema 6. Mengetahui tingkatan edema pada
3. Akral hangat 7. Berikan therapi antikoagulan. klien dan kondisi klien
4. TTV dalam batas 7. Terapi antikoagulan dapat mencegah
normal. terjadinya penggumpalan darah klien.
5. Tidak ada edema
2. Tujuan: Setelah Fluid Management 1. Mengetahui adanya kelebihan volume
dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan : timbang berat badan, cairan pada klien
keperawatan selama keseimbangan masukan dan haluaran, 2. Mengetahui output cairan klien
1x24 jam volume cairan turgor kulit dan adanya edema 3. Mengetahui status balance cairan klien
seimbang 2. Timbang popok/pembalut jika diperlukan 4. Mencegah adanya edema
Kriteria Hasil: 3. Pertahankan catatan intake dan output 5. Pemasangan kateter dapat melancarkan
Fluid Balance yang akurat output urine klien
1. Terbebas dari 4. Batasi masukan cairan 6. Hasil lab menginterpretasikan status cairan
edema, efusi, 5. Pasang urin kateter jika diperlukan dan elektrolit klien
anasarka 6. Monitor hasil lab yang sesuai dengan 7. Mengetahui kondisi umum klien
2. Bunyi nafas retensi cairan 8. Indikasi retensi/kelebihan cairan dapat
bersih,tidak adanya 7. Monitor vital sign menentukan intervensi yang tepat bagi klien
dipsnea 8. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan 9. Lokasi dan derajat edema dapat
3. Memilihara tekanan (kreacles, CVP, edema, distensi vena menentukan seberapa berat kelebihan
vena sentral, tekanan leher, asietes) volume cairan klien
kapiler paru, output 9. Kaji lokasi dan drajat edema 10. Diuretic dapat meningkatkan output cairan
jantung dan vital 10. Berikan diuretik sesuai interuksi klien
sign normal. Fluid Monitoring
4. Pasien dapat 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake 1. Sebagai data dasar dalam menentukan
menjelaskan cairan dan eliminasi intervensi selanjutnya
indikator kelebihan 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari 2. Untuk mengetahui tindakan yang tepat
cairan ketidak seimbangan cairan (hipertermia, untuk mengatasi masalah
terapi diuretik, kelainan renal, gagal 3. Mengetahui adakah keleibihan volume
jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll) cairan
3. Monitor berat badan 4. Mengetahui kadar cairan dan elektrolit
4. Monitor serum dan elektrolit urine 5. Mengetahui adanya kelebihan volume
5. Monitor adanya distensi leher, rinchi, cairan
eodem perifer dan penambahan BB 6. Edema dapat menjadi tanda kelebiihan
6. Monitor tanda dan gejala dari odema cairan
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien 1. Terapi hemodialisa sesuai prosedur dapat
untuk menyesuaikan panjang dialisis, mengurangi kelebihan cairan dan sisa
peraturan diet, keterbatasan cairan dan metabolism di tubuh
obat-obatan untuk mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran antara pengobatan.
3. Tujuan: Setelah Nutritional Management 1. Mual dan muntah dapat menjadi data
dilakukan asuhan 1. Monitor adanya mual dan muntah untuk menentukan status nutrisi
keperawatan selama 2. Monitor status nutrisi. 2. Mengetahui adanya gangguan nutrisi
1x24 jam nutrisi 3. Monitor adanya kehilangan berat badan pada klien
seimbang dan adekuat. dan perubahan status nutrisi. 3. Sebagai data penguat untuk
Kriteria Hasil: 4. Monitor albumin, total protein, mengetahui adanya gangguan nutrisi
Nutritional Status hemoglobin, dan hematocrit level yang 4. Hasil lab dapat menjadi data
1. Nafsu makan menindikasikan status nutrisi dan untuk pendukung menentukan intervensi
meningkat perencanaan treatment selanjutnya. 5. Intake nutrisi yang adekuat dapat
2. Tidak terjadi 5. Monitor intake nutrisi dan kalori klien. meningkatkan status nutrisi
penurunan BB 6. Berikan makanan sedikit tapi sering 6. Makanan sedikit tapi sering dapat
3. Masukan nutrisi 7. Berikan perawatan mulut sering meningkatkan nafsu makan klien
adekuat 8. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam 7. Perawatan mulut dapat meningkatkan
4. Menghabiskan porsi pemberian diet sesuai terapi nafsu klien
makan 9. Monitor masukan makanan / cairan dan 8. Diet yang sesuai dapat
5. Hasil lab normal hitung intake kalori harian menyeimbangkan status nutrisi klien
(albumin, kalium) 9. Masukan makanan yang adekuat
meningkatkan status nutrisi klien
4 Tujuan: Activity Therapy
Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk mengidentifikasi 1. Mengetahui tingkat aktivitas yang
tindakan keperawata aktivitas yang mampu dilakukan. mampu dilakukan klien
selema 1x24 jam pasien 2. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan 2. Alat bantu dapat membantu aktivitas
diharapkan masalah aktivitas seperti kursi roda, krek. klien
intoleransi aktivitas 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 3. Kekurangan aktivitas klien dapat
dapat teratasi dengan mengidentivikasi kekurangan dalam menjadi data untuk menentukan
Kriteria Hasil : beraktivitas intervensi yang tepat
1. Mampu melakukan 4. Bantu klien untuk mengembangkan 4. Motivasi diri dapat meningkatkan
aktivitas sehari hari motivasi diri dan penguat kepercayaan diri klien
(ADLS) secara 5. Kolaborasikan dengan tenaga medik dalam 5. Terapi yang tepat dapat
mandiri merencanakan program terapi yang tepat. meningkatkan kondisi klien
2. Berpartipasi dalam
aktivitas fisik tampa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi
dan RR
3. Status respirasi :
pertukaran gan dan
ventilasi adekuat
4. Mampu berpindah :
dengan atau tanpa
bantuan alat
6. Tujuan : Respiratory Monitoring
Setelah dilakukan 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan 1. Menjadi data dasar dalam
asuhan keperawatan usaha respirasi menentukan intervensi yang tepat
selama 1x24 jam pola 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, 2. Mengetahui adanya gangguan pola
nafas adekuat. penggunaan otot tambahan, retraksi otot nafas klien
Kriteria Hasil: supraclavicular dan intercostal 3. Mengetahui adanya gangguan
Respiratory Status 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, pernafasan pada klien
1. Peningkatan ventilasi kussmaul, hiperventilasi, 4. Mengetahui adanya suara nafas
dan oksigenasi yang 4. Auskultasi suara nafas, catat area tambahan
adekuat penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara
2. Bebas dari tanda tambaha
tanda distress Oxygen Therapy
pernafasan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
3. Suara nafas yang crakles 1. Mengetahui adanya gangguan pola
bersih, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas dalam nafas klien
sianosis dan dyspneu 3. Atur posisi senyaman mungkin 2. Nafas dalam dapat meningkatkan
(mampu 4. Batasi untuk beraktivitas oksigenasi klien
mengeluarkan 5. Kolaborasi pemberian oksigen 3. Memberikan rasa nyaman dan rileks
sputum, mampu 4. Aktivitas yang berlebihan dapat
bernafas dengan menyebabkan pasien kelelahan dan
mudah, tidak ada dispnea
pursed lips) 5. Pemberian oksigen dapat
4. Tanda tanda vital meningkatkan oksigenasi klien
dalam rentang
normal

Tabel 2.5 NIC (Gloria et al, 2015), NOC (Moorhead, 2016)


DAFTAR PUSTAKA
Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC
Heardman. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC:
Jakarta
Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling
Terhadap Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Joy et al (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishig
McAlexcander 2016, Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing
Suharyanto, T. Madjid A, 2009.Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Syaifudin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keparawatan & Kebidanan Ed 4 Jakarta: EGC
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teori dan
Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap
Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai