Anda di halaman 1dari 34

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

DOSEN : TITI SAPARINA.L. SKM,.M.Kes

MAKALAH

“DIABETES MELITUS”

OLEH KELOMPOK 2:

NAMA NIM

NUR KHOERIYAH K202001045

ANGGI FITRIANI K202001004

LAODE MUHAMMAD FAUZAN K202001055


SAYID SULTAN

LAELA FADILLAH K202001059

DEBI FITRIYANI HASAN K202001058

WAODE WAHYUNI NURHIDAYAT K202001035

MUHAMMAD IKBAR K202001003

RAMLAN MAULANA SAPUTRA K202001037

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan ini

Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penyusun
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah di
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penyusun sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. Latar Belakang.......................................................................................4

B. Rumusan Masalah..................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7

A. Definisi Diabetes Melitus.......................................................................7

C. Epidemiologi Diabetes Melitus..............................................................8

D. Etiologi Diabetes Melitus.....................................................................13

E. Beban Diabetes Melitus........................................................................13

F. Faktor Risiko Diabetes Melitus...........................................................15

G. Patogenesis Diabetes Melitus...............................................................15

H. Diagnose Diabetes Melitus...................................................................16

I. Kemungkinan Komplikasi Diabetes Melitus.....................................17

J. Penatalaksanaan Diabetes Melitus.....................................................17

K. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus..................................................20

L. Penyebab Diabetes Melitus..................................................................20

M. Contoh Kasus dan DKP.......................................................................21

BAB III PENUTUP..............................................................................................33

A. Kesimpulan.............................................................................................33

B. Saran.......................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat
substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan
di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di
suatu negara.
Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM
menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia.
Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan
pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai
hal yang melatar belakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM),
sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam
transisi epidemiologi.
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak
ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi :
(1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM;
(5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9)
stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit
sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari
responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM, hipertiroid,
hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal
jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke
ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes mellitus
merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, yang

4
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
electron.
Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM
dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang
merupakan 6% dari populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita
Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun
2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang
diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total
populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun
2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi
dunia, Diabetes adalah suatu kondisi dengan kadar peningkatan glukosa
dalam darah (hiperglikemia) yang dapat menimbulkan resiko pada
mikrovaskular (retinoplati, nepropati, dan neuropati). Ini berhubungan
dengan usia harapan hidup, angka kesakitan jika terjadi komplikasi antara
diabetes dan microvaskular, dapat meningkatkan resiko komplikasi
makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit
kardiovaskular), dan mengganggu kulaitas kehidupan. The American
Diabetes Association (ADA) memperkirakan kerugian akibat diabetes di
USA untuk tahun 2002 sekitar 132 milyar dolar dan akan meningkat
menjadi 192 milyar di tahun 2020.
DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2
terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di
Asia dan di Afrika, ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup
seperti pola makan yang tidak sehat.

5
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi diabetes mellitus ?
2. Apa epidemiologi diabetes mellitus ?
3. Apa etiologi diabetes mellitus ?
4. Bagaimana beban diabetes mellitus ?
5. Apa faktor resiko diabetes mellitus ?
6. Apa pathogenesis diabetes mellitus ?
7. Bagaimana diagnosis diabetes mellitus ?
8. Apa komplikasi diabetes mellitus ?
9. Bagaimana penatalaksanaan diabetes mellitus ?
10. Apa saja upaya pencegahan diabetes mellitus ?
11. Apa yang menjadi penyebab Diabetes Melitus ?
12. Bagaimana contoh kasus pada penderita diabetes melitus ?

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah
akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh
resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009).
Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat
yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute
(total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007).
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan
kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan
kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin.
Penyakit ini sudah lama dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya
keluarga ‘berbadan besar’ (kegemukan) bersama dengan gaya hidup
‘tinggi’. Kenyataannya, kemudian, DM menjadi penyakit masyarakat
umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas dan membawa
banyak kematian.
Pada DM tipe I, kelenjar pankreas tidak bisa memproduksi insulin
secara absolut sehingga seumur hidupnya, pasien bergantung insulin dari
luar. Tipe ini kebanyakan terjadi pada usia <40 tahun dan kasus di dunia
hanya 10% dari populasi penderita DM.
Pada DM tipe II, pankreas masih bisa menghasilkan insulin secara
relatif, kebanyakan terjadi pada usia >40 tahun, kasus di dunia 90% dari
populasi DM dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
berimbas pada gaya hidup.

7
B. Epidemiologi Diabetes Melitus
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk
usia 45-64 tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM
cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun. Penderita
DM Tipe 1 biasanya berumur < 40 tahun dan penderita DM Tipe 2
biasanya berumur ≥ 40 tahun. Diabetes sendiri merupakan penyakit
kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga progresifitas
penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan
komplikasi.
Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-
gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan
kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis. Dengan
demikian Diabetes bukan lah suatu penyakit yang ringan. Menurut
beberapa review, Retinopati diabetika, sebagai penyebab kebutaan
pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit kardiovaskuler
dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai
penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita
diabetes meninggal akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati
diabetik, penyebab utama amputasi non traumatic pada usia dewasa
muda.
Hasil penelitian Ditjen Yanmed Depkes RI pada tahun 2002,
diperoleh data bahwa DM berada di urutan keenam dengan PMR
sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit utama yang ada di Rumah Sakit
yang menjadi penyebab utama kematian. Dan penelitian Ditjen
Yanmed Depkes pada tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi
penyebab kematian tertinggi pada pasien rawat inap akibat penyakit
metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan 3.316 kematian
(CFR 7,9%).

8
Berdasarkan penelitian Junita L.R marpaung di RSU Pematang
Siantar tahun 2003-2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM
yang berusia ≥ 45 tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia < 45
tahun.26 Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun
2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia ≥ 40 tahun
dan 10 orang (4 %) yang berusia < 40 tahun.
b. Menurut Tempat
Prevalensi angka kejadian DM di dunia berdasarkan data WHO
tahun 2014 adalah 422 juta jiwa atau 8,5% dari total populasi
penduduk di seluruh dunia. Berdasarkan perkiraan dari International
Diabetes Federation (IDF), 1 dari 11 orang di dunia akan menjadi
penderita DM pada tahun 2040. Di Indonesia, pasien DM yang telah
didiagnosa dokter dari total penduduk pada rentang usia 55-64 tahun
dan 65-74 tahun terjadi peningkatan dari tahun 2013 sampai dengan
2018 sebanyak 2%. Prevalensi DM di Kalimantan Selatan pada
tahun 2013 sebanyak 1,4% dari total penduduk dengan usia lebih
dari 15 tahun yang didiagnosa dokter menderita DM, dan mengalami
peningkatan 5 tahun kemudian sebanyak 1,8% di tahun 2018 dari
total penduduk di Kalimantan Selatan.(Khairani, 2018)
c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta kematian akibat DM di dunia,
dimana 1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada pria, dan
selebihnya 1,5 juta atau 51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian
ini, 1 juta atau 34,48% kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta
atau 65,52% kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun
2003, WHO menyatakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar
penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita Diabetes mellitus dan
tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.
Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih
banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup)
dan faktor lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2

9
sebanyak 171 juta pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta
pada tahun 2030.
Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah
Penyakit kardiovaskuler dan stroke, Diabeteic foot, Retinopati, serta
nefropati diabetika, Dengan demikian sebetulnya kematian pada
Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya,
tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila
dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5 x Iebih
besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita
kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan.
2. Determinan
a. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan.
Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM.
Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar
menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang
menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40 %
menderita DM.
DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan
dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1
mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari
sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga menderita DM. Pada
penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua
menderita DM juga.
Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk
menderita DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM
pada usia< 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut
menderita DM pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya
menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2.

10
b. Umur
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40
tahun karena resiko terkena DM akan meningkat dengan
bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan
fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia
muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya
terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1
dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari
penderita berusia di atas 85 tahun.
Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
(2005) penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah
kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang
paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %).32 Menurut
hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat
239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4%)
yang berusia < 40 tahun.
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes
Mellitus, berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana
keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit DM. Dalam
penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat
tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada
perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula
pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota
Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%)
dibandingkan pasien laki-laki (38,2%).
d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat
peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia.Makin banyak
penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat di

11
rumah. Makanan yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara
lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai tren menu
harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman
yang kaya gula.
Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk
diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2
berkaitan dengan obesitas.Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2
adalah orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi
kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra
akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir
kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan
menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks
Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari
pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35
Kg/m2, kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
e. Aktivitas Fisik
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat
membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya
kegemukan dan kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh
melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar
untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh
akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan
berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang
masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan
dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika
hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
f. Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human
coxsackievirus B4.Melalui mekanisme infeksi sitolitik (penghancur
sel) dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau

12
destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi
autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta
pankreas.Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-
anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang
berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan
coxsackievirus.DM akibat bakteri masih belum bisa
dideteksi.Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
C. Etiologi Diabetes Melitus
Kerusakan pada kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon insulin.

D. Beban Diabetes Melitus


Sebagai suatu gangguan kesehatan, diabetes memberikan beban besar
sebagai masalah kesehatan dengan melihat bahwa:
1. Gejala-gejala DM sendiri cukup banyak, luas dan berat. Masing-masing
gangguan cukup memberi tantangan dalam mengatasinya. Menghadapi
gangguan perasaan lapar (polifagi) saja, misalnya, suatu bentuk
gangguan yang cukup berat dihadapi oleh setiap pasien, dimana
keinginan untuk makan melebihi kemampuan penderita untuk menahan
diri untuk tidak makan.
2. DM merupakan penyakit yang sangat mudah ‘kerjasama’ dengan
penyakit lain. Jika DM melakukan ‘kerjasama’ antar sesama kelompok
‘high blood sugar’ maka mereka dapat membentuk suatu ‘segitiga raja
penyakit’ DM-cardiovaskular dan stroke. Jumlah penderita yang sudah
bergabung dalam segitiga raja penyakit dengan kadar glukosa darah
tinggi ini telah mencapai 3 juta, tersebar di lebih 50 negara di dunia.Jika
DM memasuki tahap komplikasi, komplikasi DM dapat memasuki
semua jalur sistem tubuh manusia.

13
Gambar 1.Gambaran Segitiga Raja Penyakit, Diabetes bersama
dengan Kelompok ‘High Blood Glucose’

High blood glucose

DM

CVD Stroke
e

Kolesterol Hipertensi

Secara umum DM merupakan beban kesehatan masyarakat yang


cukup berat mengingat bahwa:
1. Diabetes tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dikendalikan atau dicegat
(diperlambat). DM akan merupakan bagian keseharian seumur hidup
seorang penderita.
2. Renta terhadap komplikasi. Keadaan lanjut ini bisa terjadi karena pasien
merasa tidak sakit, sehingga melalaikan pengobatan dan perawatan.
Selain itu, tentu terlambat mengunjungi dokter untuk mendapatkan
diagnosis dan pengobatan.
3. Komplikasi DM berat dan bersifat terminak (diakhiri dengan kematian).
4. Bersifat autoimmune yang menurun (DM tipe I).
5. Manifestasinya pada kelompok-kelompok tertentu cukup lebih berat
(misalnya pada kelompok ibu hamil atau berat badan
rendah/underweight).

14
E. Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko DM berubah dengan kemajuan peradaban.WHO pada
beberapa tahun silam menyebutkan bahwa penyebab bagi 80% penderita
DM adalah keturunan. Hasil penelitian dr. Henrita Ernesta (sales manager
Healthzone Talenta) sebanyak 80% penderita DM bukan karena faktor
keturunan tetapi lebih karena faktor pola konsumsi makanan dan
minuman.

Beberapa Faktor risiko DM sebagai berikut :

 Pola makan yang tidak seimbang


 Riwayat keluarga DM dalam garis keturunan
 Kurang olahraga
 Umur lebih 45 tahun
 Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23
Kg/m2, Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl, dan/atau trigliserida ≥ 259
mg/dl Hipertensi (>140/90 mmHg)  Infeksi virus, keracunan
 Kehamilan dengan berat bayi lahir > 4kg
 kehamilan dengan hiperglikemi (kadar gula meningkat) Gangguan
toleransi glukosa, lemak dalam darah Riwayat abortus berulang,
eklampsi, bayi lahir mati

F. Patogenesis Diabetes Melitus


1. DM tipe I : Adanya reaksi autoimun karena terjadi peradangan pada
sel beta pankreas, akibatnya timbul antibodi terhadap sel beta yang
disebut islet cell antibody (ICA). Reaksi antigen antibodi ini
menyebabkan rusaknya rusaknya sel beta
2. DM tipe II : Kadar insulin normal atau lebih tinggi. Tetapi karena
reseptor insulin kurang atau reseptor insulin cukup tapi ada gangguan
post receptor maka kerja insulin menjadi terganggu. Gangguan ini
bervariasi, mulai dari dominasi resistensi insulin disertai kekurangan

15
insulin relatif, hingga hilangnya sekresi insulin absolut yang disertai
resistensi.

G. Diagnose Diabetes Melitus


Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Anamnesa
- Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagia.(cepat
lapar)
- Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.
- Keluhan lain: lemas, kesemutan, rasa baal, gatal anggota badan,
mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vagina, bisul hilang
timbul.
- Pada keadaan lanjut mungkin terjadi gangguan mikrovaskuler
(pandangan kabur, luka sulit sembuh, kemampuan seksual
menurun)
2) Pemeriksaan Fisik
Didapatkan tanda-tanda sesuai komplikasi yang timbul
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kadar gula dalam darah

Keterangan : Belum Pasti (gangguan toleransi glukosa yang dapat


timbul DM) Pemeriksaan urine tidak dianjurkan karena sensitifitasnya
rendah, nilai positif minimal 200 mg/dl, tetapi untuk Puskesmas masih
dapat dipergunakan sebagai screening.

16
4) Kriteria resiko

Resiko rendah

Yang masuk pada kelompok resiko rendah apabila mulai dari


anamnesa, pemeriksaan fisik, identifikasi Faktor risiko dan kalau
memungkinkan pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya nilai atau
hasil pemeriksaan yang tidak mengkhawatirkan atau dalam batas
normal namun menunjukkan adanya gej ala dini dari penyakit.

Resiko tinggi

Sedangkan yang masuk kriteria resiko tinggi adalah pemeriksaan


yang dilakukan menunjukkan nilai di atas batas normal, dengan
keadaan fisik yang mengkhawatirkan.

H. Kemungkinan Komplikasi Diabetes Melitus


1) Akut
- Ketoasidosis diabetik Hiperosmolar
- ketotik Hipogikemi
2) Kronik Ensefalopathi
- Makroangiopati
- Neuropati

I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


o Non medikamentosa

- Menghindari /mengendalikan Faktor risiko.


Promosi kesehatan dalam rangka pengendalian Faktor risiko (primer,
sekunder, tersier) Dietetik. Bagi penderita atau yang mempunyai
riwayat keluarga DM hendaknya hati-hati terhadap makanan di bawah
ini :

17
Yang harus dihindari:
Gula murni: gula pasir, gula jawa. Makanan dan minuman dibuat dari
gula murni: abon, dendeng,sarden, manisan, dodol, cake, tart, sirup, jeli,
susu kental manis, coklat, soft drink, es krim, dan lain- lain.
Yang harus dibatasi:
Makan yang mengandung karbohidrat: nasi, ubi, singkong, roti, mie,
kentang, jagung, dan makanan yang diolah dari tepung. Evaluasi 3
bulan bila menetap perlu dilakukan terapi medikamentosa.

o Medikamentosa
Bila gula darah tidak dapat diturunkan sampai tingkat hampir normal
dengan diet maka diperlukan anti diabetik oral:
- Klorpropamid mulai dengan 0,1 gram/hari dalam sekali pemberian,
maksimal 0,5 mg/hari 1/2 jam sebelum makan
- Glibenklamid mulai 5 mg/hari dalam 2-3 kali pemberian, maksimal 15
mg/hari
- Methformin mulai dengan 0,5 gram/hari dalam 2-3 kali pemberian,
maksimal 2 gram/hari
- Glipizid 5-25 mg, 1-2 kali /hari, sebelum makan
- Glikazid 20-30 mg, 1-2 kali/hari sebelum makan
- Glimepirid 0,5 -6 mg, 1kali /hari sebelum makan
- Acarbose 100-300 mg, 3 kali/hari bersama suapan pertama

18
19
J. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus
1) Pencegahan Primer
Cara paling sulit karena sasarannya orang sehat. Tujuannya adalah
mencegah hiperglikemia pada individu/populasi yang beresiko tapi
belum sakit dengan cara :
- Makan seimbang: karbohirat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-
25% yang disesuaikan dengan proses pertumbuhan status gizi, umur,
stress akut, kegiatan jasmani.
- Olahraga: teratur, 3-4 kali seminggu selama 30 menit, sifat
continous, ritmik, interval, progresif, endurance, target mencapai
zona sasaran sebesar 75-85% dari denyut nadi maksimal, yaitu 220
dikurangi usia.
- Jaga berat badan, dan lain-lain. Kolaborasi tanggung jawab antara
instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pihak pemerintah sangat
diperlukan dalam pengendalian DM.
K. Penyebab Diabetes
Penyebab DM Tipe 1:
 Faktor keturunan atau genetika.
 Autoimunitas.

20
 Virus atau zat kimia.
Penyebab DM Tipe 2:
 Faktor keturunan.
 Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat.
 Kadar kolesterol yang tinggi.
 Jarang berolahraga.
 Obesitas atau kelebihan berat badan.
L. Contoh Kasus dan DRP
Pasien seorang wanita bernama Hannah berusia 54 tahun memiliki
riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama 5 tahun.Dia bercerai, memiliki 2
orang anak, dan bekerja sebagai headhunter. Beratnya 82 kg dan memiliki
BMI sebesar 32,2 kg/m2 termasuk kategori obesitas. Meskipun Hannah
menunjukkan keinginan dan kesiapan untuk menurunkan berat badan serta
telah mengikuti konseling mengenai gizi, dia tidak dapat mengubah
kebiasaan hidupnya.Penyakit yang diderita meliputi hipertensi,
dislipidemia, dan osteoarthritis. Tingkat glukosa darah puasa yaitu 174
mg/dL, kadar glukosa postprandial 240 mg/dL, dan kadar A1C 8,6%.
Analisis SOAP
1. Subject
 Pasien seorang wanita bernama Hannah berusia 54 tahun
memiliki riwayat diabetes mellitus selama 5 tahun
 Berat badan 82 kg, tinggi 62 in, BMI 32,2 kg/m2
 Riwayat penyakit paskamenopause (osteoarthritis), hipertensi,
dislipidemia, tidak ada riwayat pankreatitis dan kanker tiroid
 Riwayat penyakit keluarga ayah pasien memiliki riwayat diabetes
mellitus tipe 2, ibu pasien meninggal pada usia 52 tahun karena
infark miokard, kakak perempuan pasien (usia 60 tahun) memiliki
riwayat diabetes mellitus tipe 2 yang diterapi dengan insulin
 Pasien bekerja sebagai headhunter, perokok (20 tahun yang lalu),
Mengkonsumsi alkohol (segelas wine saat makan malam, hampir
setiap malam), tidak mengkonsumsi obat terlarang, aerobik 2 kali

21
seminggu, bercerai, memiliki 2 orang anak dengan usia 14 dan 12
tahun dalam keadaan sehat
 Pasien alergi dengan kacang
 Pemeriksaan fisik pasien yaitu obesitas tanpa adanya gejala
resistensi perifer atau endokrinopati, refleks ekstermitas bawah
berkurang, pemeriksaan funduskopi menunjukkan latar belakang
diabetes retinopati bilateral tanpa adanya edema macula
2. Object

Tabel 4. Pemeriksaan Laboratorium Pasien

Data Hasil Nilai Normal Kategori


Laboratorium Pemeriksaan

Nadi 66 bpm 60-100 bpm Normal

(Chester J. G.,
2011).

Pernapasan 15 kali/menit 12-20 kali/menit Normal

(Chester J. G.,
2011).

Tekanan darah 130/78 mmHg < 120/80 Tinggi

(Dipiro, 2015).

Level A1C 8,6% 6,5% Tinggi

(Dipiro, 2015).

Kadar glukosa 174 mg/dL 70-130 mg/dL Tinggi


darah puasa
(Dipiro, 2015).

Kadar glukosa 240 mg/dL < 180 mg/dL Tinggi

22
darah post (Dipiro, 2015).
prandial

Serum kreatinin 1,4 mg/dL 0,6-1,3 mg/dL Tinggi

(Kemenkes RI,
2011)

LDL 94 mg/dL < 100 mg/dL Normal

(Dipiro, 2015).

Trigliserida 189 mg/dL < 150 mg/dL Tinggi

(Dipiro, 2015).

HDL 37 mg/dL < 40 mg/dL Rendah

(Dipiro, 2015).

3. Assessment
Pasien ini memenuhi kriteria klinis untuk diabetes mellitus tipe 2,
karakteristiknya ditandai dengan tingginya level A1C yaitu 8,6%,
kadar glukosa darah puasa 174 mg/dL, dan kadar glukosa darah
post prandial 240 mg/dL. Untuk mengatasi diabetes mellitus tipe 2
yang dimiliki oleh pasien, dokter meresepkan obat metformin 1000
mg setiap hari selama 4 tahun dan glyburide 5 mg setiap hari
selama 3 tahun.

Gambar 19.Tujuan terapi glikemik (Dipiro, 2015).

23
Selain diabetes mellitus tipe 2, pasien juga memiliki riwayat
penyakit hipertensi yang ditandai dengan tingginya tekanan darah
yaitu 130/78 mmHg serta dislipidemia dengan karakteristik kadar
trigliserida tinggi sebesar 189 mg/dL dan kadar HDL rendah 37
mg/dL, untuk mengatasinya dokter meresepkan lisinopril 12,5
mg/hari selama 8 tahun dan atorvastatin 40 mg/hari selama 4 tahun.

4. Plan
a. Terapi Farmakologi
1. Metformin
Pada kasus ini pasien diresepkan metformin dengan dosis
1000 mg sekali sehari selama 4 tahun.Dosis yang disarankan
dimulai dari 500 mg per hari sampai dengan kemampuan
fungsional ginjal pasien, dosis maksimum yang
diperbolehkan dalam terapi menggunakan metformin yaitu
2550 mg/hari.Metformin biasanya digunakan pada pasien
yang memiliki kelebihan berat badan atau
obesitas.Mekanisme kerjanya yaitu menekan produksi
glukosa hepatik, meningkatkan sensitivitas insulin,
meningkatkan penyerapan glukosa oleh fosforilasi faktor
GLUT-enhancer, meningkatkan oksidasi asam lemak dan
mengurangi penyerapan glukosa dari saluran pencernaan
(Dipiro, 2015).
2. Glyburide
Pada kasus ini pasien diresepkan glyburide dengan dosis 5
mg sekali sehari selama 3 tahun.Dosis yang dianjurkan yaitu
5 mg/hari dengan dosis maksimal 20 mg/hari.Glyburide
masuk ke dalam golongan sulfonilurea, sulfonilurea umunya
dapat ditoleransi dengan baik tetapi sulfonilurea merangsang
sekresi insulin endogen yang menyebabkan adanya resiko
hipoglikemia. Penggunaan sulfonilurea long-acting harus

24
dihindari pada pasien diabetes melitus tipe 2 usia lanjut,
sebaiknya diberikan sulfonilurea dengan short-acting (Dipiro,
2015).
3. Liraglutide
Liraglutide merupakan agonis reseptor glucagon like-peptide-
1 (GLP-1).Liraglutide disetujui oleh FDA di tahun 2010
sebagai terapi DM tipe 2. Pada kasus DM tipe 2, cukup
diberikan injeksi liraglutide 1,2 mg atau 1,8 mg, sedangkan
pada obesitas diberikan dengan dosis 3,0 mg (Lowes, 2014).
GLP-1 adalah sebuah inkretin, hormon saluran cerna yang
dilepaskan ke dalam sirkulasi sebagai respons terhadap
nutrien yang masuk ketika kita makan. GLP-1 mengatur
kadar glukosa dengan merangsang sekresi dan biosintesis
insulin bergantung-glukosa, menekan sekresi glukagon,
memperlambat pengosongan lambung, serta memicu
timbulnya rasa kenyang (Kalbe Medical, 2012).
Agonis GLP-1 diketahui dapat menimbulkan efek samping
pada saluran cerna, terutama mual.Efek samping ini paling
terasa pada awal penggunaan obat, tetapi lama-kelamaan
menghilang.Fungsi sel beta membaik dengan pemberian
agonis GLP-1, tetapi efek tersebut tidak bertahan begitu
terapi dihentikan.Kenyataannya, tidak satu pun studi yang
berdurasi cukup lama guna bisa menilai efek positif/negatif
jangka panjang dari penggunaan obat ini (Kalbe Medical,
2012).

25
Gambar 20. Algoritma terapi hipertensi menurut JNC8Lisinopril (ACE
inhibitor)

ACE inhibitor sangat dianjurkan dalam mengendalikan diabetes. Obat ini


merupakan pilihan pertama untuk penyakit hipertensi dengan kondisi
diabetes.Rekomendasi ini berdasarkan fakta yang menunjukkan penurunan
hipertensi yang berhubungan dengan komplikasi, termasuk penderita sakit
jantung, peningkatan penyakit ginjal, dan stroke.Terapi ACE inhibitor
mungkin merupakan bahan antihipertensif yang sangat penting bagi pasien
diabetes (Saseen dan Carter, 2005).
Beberapa studi mengatakan bahwa ACE inhibitor mungkin lebih efektif
mengurangi risiko kardiovaskular dari anti hipertensi lain. Pada diabetes
tipe 2 ACE inhibitor lebih baik dari CCBs, bagaimanapun satu dari
penelitian UKPDS menemukan captropil sebanding dengan atenolol dalam
mencegah kejadiaan kardiovaskular pada pasien diabetes tipe 2. ACE
inhibitor mengurangi kematian dan kesakitan pada pasien dengan gagal
ginjal dan mengurangi penyakit gagal ginjal kronik. Selain itu ACE inhibitor
mengurangi aldosteron dan meningkatkan konsentrasi potassium (Saseen
dan Carter, 2005).
Pada kasus ini pasien diresepkan lisinopril dengan dosis 12,5 mg sekali
sehari selama 8 tahun. Dosis yang dianjurkan yaitu 10-40 mg sekali sehari.
Lisinopril masuk ke dalam golongan ACE inhibitor, ACE inhibitor

26
merupakan lini pertama dalam terapi hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Selain itu, lisinopril juga dapat mengatasi penyakit gagal jantung.
Golongan ACE inhibitor mencegah tubuh menghasilkan hormon yang
dikenal dengan nama angiotensin II. Obat ini melakukannya dengan
menghalangi unsur kimia bernama enzim pengubah angiotensin. Pembuluh
darah akan rileks dan membantu mengurangi kadar air dalam darah yang
dikembalikan oleh ginjal. Akibatnya, tekanan darah akan berkurang dan
meningkatkan pasokan darah serta oksigen ke dalam jantung. Hipertensi
biasanya tidak menyebabkan tubuh terasa sakit, tapi jika tidak ditangani,
kondisi ini bisa melukai jantung dan merusak pembuluh darah.Komplikasi
lainnya adalah serangan jantung dan stroke.Biasanya terdapat terlalu banyak
cairan dalam pembuluh darah saat seseorang mengalami gagal jantung.Obat
ini membantu mengurangi cairan yang berlebih. Obat ini memberikan efek
perlindungan pada jantung dan memperlambat proses perkembangan gagal
jantung (Dipiro, 2015).
Atorvastatin
Pada kasus ini pasien diresepkan atorvastatin dengan dosis 40 mg sekali
sehari selama 4 tahun.Dosis yang dianjurkan yaitu 10 mg/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari. Atorvastatin merupakan obat yang digunakan untuk
menurunkan LDL dan trigliserida dalam darah, sekaligus mampu
meningkatkan kadar HDL. Atorvastatin termasuk ke dalam golongan statin
atau HMG CoA reductase inhibitors.
Seperti semua statin, atorvastatin bekerja dengan cara menghambat 3-
hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) reductase, suatu enzim
yang berperan dalam pembentukan kolestrol. Dengan terhambatnya kinerja
enzim ini kadar kolestrol dalam darah akan berkurang. Kadar LDL
dikatakan normal jika berada pada kadar< 100 mg/dL. Obat golongan statin
lebih efektif dibandingkan obat-obat hipolipidemia lain dalam menurunkan
kolesterol (LDL) tetapi kurang efektif dibanding golongan fibrat dalam
menurunkan trigliserida (Dipiro, 2015).

27
28
Gambar 21.Terapi Farmakologi yang digunakan untuk penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2 (Dipiro, 2015).

Pada kasus ini, osteoarthritis yang diderita pasien tidak secara langsung
mendapatkan terapi farmakologi. Hal tersebut dikarenakan menurut Felson
tahun 2008 rencana terapi untuk pasien obesitas sebaiknya diawali dengan
penurunan berat badan, tetapi pada kasus ini pasien tidak ingin melakukan
peningkatan aktivitas fisik sehingga dilakukan penambahan terapi farmakologi
dengan GLP1 menjadi solusi untuk penurunan berat badan pasien.

Gambar 22.Rencana terapi osteoarthritis pada pasien obesitas (Felson, 2008).

a. Terapi Nonfarmakologi
1. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :
 Karbohidrat : 60-70%
 Protein : 10-15%
 Lemak : 20-25%

29
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres akutdan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai danmempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat
badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensiinsulin dan
memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalamsalah
satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan
dapatmengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah
satu parameterstatus DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya
diperhatikan.Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari.Sumber lemak diupayakan yang berasal dari
bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh
dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya
diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe,
karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan
paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat
penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh
tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan
penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping
itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar
umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
2. Mengurangi Asupan Garam
Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan
makanan tradisional pada kebanyakan daerah.Tidak jarang pula pasien
tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya.Tidak jarang, diet rendah garam
ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak
melebihi 2 gr/ hari (PERKI, 2015)

30
3. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar
gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat
dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang
sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga
berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus
pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous,Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).
Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari
pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini
paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului
dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10
menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan
penggunaan glukosa (Dipiro, 2015).
Analisis DRP
1. Indikasi Tanpa Obat
Indikasi tanpa obat dapat terjadi apabila pasien memiliki kondisi
medis yang memerlukan terapi tapi pasien tidak mendapatkan
obat.Pada kasus ini, pasien telah mendapatkan obat sesuai dengan
kondisi medis yaitu diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, dan
osteoarthritis.
2. Obat Tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi dapat diartikan adanya obat yang tidak
diperlukan atau tidak sesuai dengan kondisi medis pasien.Pada
kasus ini, tidak ditemukan penggunaan obat tanpa indikasi.
3. Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Ketidaktepatan pemilihan obat maksudnya adalah adanya
pemberian obat yang tidak efektif berdasarkan kondisi pasien.
Permasalahan yang terjadi pada kasus ini adalah pemakaian

31
metformin dan glyburide pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang
sudah 5 tahun tidak mengalami penurunan sehingga diperlukan
tambahan terapi untuk memaksimalkan dalam penurunan A1C.
Pada kasus ini, terapi yang ditambahkan yaitu obat golongan GLP-
1 receptor agonist sehingga pasien memiliki kombinasi 3 obat
untuk terapi diabetes mellitus tipe 2.Pemilihan golongan GLP-1
receptor agonist dikarenakan golongan tersebut baik digunakan
untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 yang memiliki kondisi
obesitas, dimana golongan tersebut dapat menurunkan A1C serta
membantu penurunan berat badan (Inzucchi SE et al, 2012).
4. Dosis Obat Berlebih
Dosis obat berlebih dapat disebabkan karena penggunaan dosis
obat diatas nilai batas dosis lazim atau frekuensi yang
berlebih.Pada kasus ini, dosis obat sudah sesuai dengan dosis yang
dianjurkan.
5. Dosis Obat Kurang
Dosis obat kurang artinya obat yang digunakan dosisnya terlalu
rendah untuk efek yang diinginkan.Pada kasus ini, dosis obat sudah
sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
6. Interaksi Obat
Interaksi obat artinya aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi
oleh obat lain jika diberikan secara bersamaan. Pada kasus ini,
permasalahannya adalah pemilihan terapi untuk pasien memiliki
interaksi moderate.Tetapi terapi masih dapat dilakukan hanya
diperlukan monitoring hasil terapi.

32
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan
kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan
kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin.
Berbagai faktor penyebab yang dapat memicu timbulnya penyakit ini
secara umum disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Berdasarkan distribusi terjadinya penyakit ini, insidensi dan prevalensi
penyakit ini terus terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan di perkirakan
akan terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakan
modern saat ini.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan laju pertambahan
jumlah penderita diabetes mellitus ini, mulai dari pencegahan primordial
pada masyarakat yang belum sakit, hingga dengan upaya pengendalian dan
pengawasan pada penderita diabetes mellitus agar tidak menjadi berat dan
tidak menimbulkan komplikasi. Jika pun komplikasi telah terjadi agar
penderita tetap dapat menjalani hidupnya dan penyakit tersebut tidak dapat
menggaggu kehidupan penderita lebih lanjut.
B. Saran
Saya menyadari bahwa tulisan diatas banyak sekali kesalahan dn jauh
dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu kami mengharap kritik dan saran yang bersifat mebangun
agar tercapainya makalah yang sempurna.

33
DAFTAR PUSTAKA

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H. 2004. Global Prevalence Of
Diabetes. Estimates For The Year 2000 And Projections For 2030. Diabetes Care
Vol. 27, No. 5, May: 1047-53.

Mu’jizatillah., Ghina Aufa Sari., Muhammad Tahdi. 2020. Penatalaksanaan


Fisioterapi Menggunakan Pilates Exercise Untuk Meningkatkan Keseimbangan
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Vol 2 No.2

Barcelo, A., Aedo, C., Rajpathak, S., Robles, S. 2003. The Cost Of Diabetes In
Latin America And The Carribean. Bulletin Of The World Health Organization,
Vol. 81 (1): 19-27.

34

Anda mungkin juga menyukai