Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN

ABORTUS

OLEH :

NAMA : SITTI NUR VANESA

STAMBUK : 14420212137

KELOMPOK :B

Perceptor Institusi

(…………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abortus merupakan kejadian penghentian kehamilan yang terjadi pada
wanita sebelum umur kehamilan 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram
dimana janin belum dapat hidup di luar rahim. Pertumbuhan dan perkembangan
janin merupakan peristiwa yang berlangsung secara berkesinambungan dan terus
menerus. Setiap waktu pertumbuhan janin dapat mengalami permasalah baik dari
faktor maternal, faktor neonatal serta faktor eksternal lainnya. Faktor maternal
yang mempengaruhi abortus antara lain usia ibu hamil, jumlah paritas, serta
riwayat keguguran sebelumnya, infeksi alat genital, penyakit kronis , kelainan
bentuk uterus, Penyakit dalam uterus misalnya mioma, gaya hidup yang tidak
sehat, serta stress yang dialami ibu hamil. Faktor neonatal terutama kelainan
kromosom. Faktor eksternal yang ada disekitar ibu hamil yang menimbulkan
trauma fisik, serta lingkungan tinggal di daerah rawan terhadap radiasi, polusi,
pestisida, dan berada dalam medan magnet di atas batas normal (Budi & Tri,
2021).
Tiga penyebab klasik kematian ibu di dunia ini disebabkan oleh 3
faktor yaitu keracunan kehamilan, perdarahan, infeksi sedangkan penyebab ke
empat yaitu abortus. WHO melaporkan setiap tahun 42 juta wanita mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan unintended pregnancy yang menyebabkan
abortus, terdiri dari 20 juta merupakan unsafe abortion, yang paling sering
terjadi pada negara dimana abortus itu illegal (Depkes, 2015). Upaya yang
dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya abortus yaitu dengan
mengeluarkan kebijakan kunjungan Antenatal Care (ANC) yang dilakukan
minimal 4 kali selama kehamilan (Kemenkes RI, 2015).
Berbagai penelitian mengenai angka kejadian keguguran menunjukkan
hasil yang beragam, dengan metode dan populasi yang berbeda. Diperkirakan satu
dari empat perempuan yang pernah hamil pernah mengalami keguguran dalam
hidupnya, sebagian besar kasus terjadi di trimester pertama kehamilan sedangkan
estimasi insidens keguguran pada kehamilan berkisar antara 10-28%.
Kementerian Kesehatan RI tahun 2012 menyebutkan bahwa 4,1% kematian ibu
di Indonesia terjadi karena keguguran. Selain kematian, keguguran juga dapat
menyebabkan masalah kesehatan, baik fisik maupun psikologis. Penelitian
menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami keguguran memiliki risiko
yang lebih tinggi terkait gangguan kejiwaan, penggunaan obat-obatan terlarang,
upaya bunuh diri, gangguan tidur, stres, dan penurunan status kesehatan secara
umum (Nurfadillah, 2021).
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk:
1. Mengetahui konsep medis abortus
2. Mengetahui konsep keperawatan abortus
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Definisi
Setiap perempuan hamil dapat mengalami kehamilan terhenti, baik
disengaja maupun tidak. Berakhirnya kehamilan sebelum janin mampu hidup,
yaitu ketika usia kehamilan belum mencapai 20 minggu atau berat janin <500
gram, baik secara spontan maupun diinduksi dikenal dengan istilah keguguran
(abortus). Berdasarkan proses terjadinya, keguguran dapat diklasifikasikan
menjadi keguguran spontan dan keguguran diinduksi (Kemenkes RI, 2020).
a. Keguguran Spontan
Keguguran spontan adalah keguguran yang terjadi tanpa
disengaja,tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus.
Beberapa faktor risiko keguguran spontan di antaranya: anomaly janin
atau kelainan kromosom yang berat, penyakit infeksi, gangguan nutrisi
yang berat, penyakit menahun dan kronis, konsumsi alkohol dan merokok,
anomali uterus dan serviks, gangguan imunologis, serta trauma fisik dan
psikologis.
b. Keguguran Diinduksi
Keguguran diinduksi adalah penghentian kehamilan yang sengaja
dilakukan sebelum janin mampu hidup, baik dengan memakai obat-obatan
atau memakai alat. Di Indonesia, keguguran diinduksi dilarang secara
hukum kecuali untuk dua kondisi, yaitu (1) indikasi kedaruratan medis dan
(2) kehamilan akibat perkosaan, dengan syarat-syarat yang telah diatur
dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 dan PP Nomor 61 Tahun 2014.
Prosedur yang dilakukan harus sesuai standar medis, oleh tenaga yang
kompeten di fasilitas kesehatan yang memadai, sesuai ketentuan yang
diatur dalam peraturan dan perundangan yang berlaku.
Keguguran secara klinis dapat dikelompokkan menjadi keguguran
iminens, keguguran insipiens, keguguran inkomplit, dan keguguran komplit.
Selain itu, ada juga missed abortion, keguguran habitualis, keguguran
infeksiosus, dan keguguran septik (Kemenkes RI, 2020).
2. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi biasanya menyebabkan
abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang
menyebabkan kelainan ini adalah:
1) Kelainan kromosom
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi,
poliploidi, kelainan kromosom sex serta kelainan kromosom lainnya.
2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang
sempurna sehingga menyebabkan pemberian zat-zat makanan pada
hasil konsepsi terganggu.
3) Pengaruh dari luar
Adanya pengaruh dari radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya
dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
b. Kelainan pada plasenta
Misalnya end-arteritis dapat terjadi dalam vili korialis dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak
kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
c. Faktor maternal
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis,
pielonefritis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin,
bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin,
sehingga menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadilah abortus.
Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit
menahun juga dapat menyebabkan terjadinya abortus.
d. Kelainan traktus genitalia
Retroversi uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus (Ratna & Arif, 2018).
3. Patofisiologi
Abortus biasanya diawali oleh perdarahan desidua basalis diikuti
nekrosis jaringan sekitarnya. Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari
terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang menyebabkan
perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan oksigen. Bagian yang
terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan
dengan kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau
sebagian masih tertinggal yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena
itu, keguguran memiliki gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim,
terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil
konsepsi.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak terlepas
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14
minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin,
disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam
berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak
jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.
Ibu hamil pada usia <20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan dan perkembangan janin. Secara biologis perkembangan alat-
alat reproduksinya masih dalam proses kematangan belum sepenuhnya
optimal sehingga belum siap untuk menerima kehamilan. Kondisi panggul
yang masih sempit, otot rahim yang belum terbentuk sempurna, pembuluh
darah yang mensuplai endometrium belum banyak terbentuk yang disebabkan
karena masih dalam masa pertumbuhan sehingga bila terjadi kehamilan dan
persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi diantaranya abortus.
Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan
(stres) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya abortus.
Pada usia <20 tahun secara psikologis kondisi mental yang belum siap
menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai ibu (Yushak Elzhadai,
2021).
4. Manifestasi Klinis
a. Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu,
mualmuntah, mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan
positif;
b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, serta suhu badan normal atau meningkat;
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi;
d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus;
e. Pemeriksaan ginekologis:
1) Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak
cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3) Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta teraba
atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih
kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri
pada perabaan adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak
nyeri (Ratna & Arif, 2018).
5. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,
infeksi, dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka
perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap
abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis
dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis
umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik) (Ratna & Arif,
2018).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Darah Lengkap
2) Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik;
3) LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
4) Tes Kehamilan
Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG secara
prediktif. Hasil positif menunjukkan terjadinya kehamilan abnormal
(blighted ovum, abortus spontan atau kehamilan ektopik).
b. Ultrasonografi
1) USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 – 5
minggu;
2) Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia
kehamilan 5 - 6 minggu);
3) Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan
USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel
atau non-viabel (Ratna & Arif, 2018).
7. Penatalaksanaan
a. Abortus imminens
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
2) Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk
mengurangi kerentanan otot-otot rahim.
3) Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin
sudah mati.
4) Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
5) Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2
minggu
b. Abortus insipiens
1) Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan
dan transfusi darah.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum
atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan
sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet.
4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara digital yang dapat disusul dengan
kerokan.
5) Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
c. Abortus inkomplet
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl
fisiologis atau ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi
otot uterus.
3) Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
d. Abortus komplet
1) Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau
transfusi darah.
2) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
3) Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral.
e. Missed abortion
1) Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau fibrinogen.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam
lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil
konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
Infus intravena oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml
mulai dengan 20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada
kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 10 IU dalam 8 jam.
Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu
hari.
4) Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil
konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri
melalui dinding perut.
f. Abortus infeksius dan septik
1) Tingkatkan asupan cairan.
2) Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.
3) Penanggulangan infeksi:
4) Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta.
5) Chloromycetin 4 x 500 mg.
6) Cephalosporin 3 x 1.
7) Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
8) Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran sisa-sisa
abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrosis
yang bertindak sebagai medium perkembangbiakan bagi jasad renik.
Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih tinggi
misalnya Sulbenicillin 3 x 2 gram.
9) Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H2O2, dan
histerektomi total secepatnya.
g. Abortus Habitualis
1) Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sehat,
istirahat yang cukup, larangan koitus, dan olah raga.
2) Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
3) Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: Shirodkar atau
Mac Donald (cervical cerclage) (Ratna & Arif, 2018).
8. Prognosis
Prognosis dari abortus dapat dilakukan dengan cara seperti
anamnesis,pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Penanganan pada
abortus spontan yang dilakukan seperti terapi intravena atau transfuse darah
dapat dilakukan bila diperlukan. Kasus abortus inkomplet usahakan
mengosongkan uterus melalui pembedahan untuk menghindari komplikasi.
Begitu juga dengan kasus missed abortion jika janin tidak keluar spontan. dari
kejadian abortus tergantung pada cepat lambatnya dalam mendiagnosis dan
mencari etiologi (Yushak Elzhadai, 2021).
9. Pathway/Penyimpangan KDM

Fisiologi Penyakit Ibu/Bapak Panggul Sempit

Abortus (Mati janin <16-28


minggu/BB <400-1000 gram)

Abortus Spontan Abortus Provokatus Intoleransi Aktivitas

- Ab. Imminens - Ab. Medisinalis Gangguan Rasa Nyaman


- Ab. Insipens
- Ab. Kriminalis
- Ab. Imkompletus
- Ab. Komplitus
Nyeri abdomen
- Missed abortion

Curetase Kurang Pengetahuan Ansietas

Post Anatesi Jaringan terputus/terbuka Resiko Infeksi

Penurunan syaraf
oblongata Nyeri gangguan kebutuhan Invasi bakteri
ADL

Penurunan syaraf vegetatif


Perdarahan

Peristaltic Penyerapan cairan di colon


Kekurangan Volume
Cairan
Gangguan Eliminasi Resiko Syok
(Konstipasi) (Hipovolemik)
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis,
jenis kelamin.
2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggallahir, status,
agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis
kelamin.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat Kehamilan Sekarang
Meliputi riwayat gestasi, HPHT, taksiran partus, TBJ, dan riwayat
saat hamil lainnya.
4) Riwayat Kehamilan Dulu
Riwayat melahirkan sebelumnya yang meliputi tahun, jenis
persalinan, penolong, dan masalah kehamilan.
5) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi
kesehatan saat ini.
6) Riwayat KB
7) Riwayat Reproduksi
Riwayat hais yang meliputi menarche, siklus haid, lama haid dan
disminore.
8) Riwayat Genekologi
9) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau
tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
10) Riwayat Psikologis, Spiritual, dan Ekonomi
c. Pengkajian fungsional Gordon
Perubahan pola kebutuhan dasar manusia sebelum sakit dan sesudah sakit
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola personal hygiene
6) Pola aktivitas
7) Pola kognitif dan persepsi
8) Pola konsep diri
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola seksual dan reproduksi
11) Pola penanganan masalah stress
12) Pola keyakinan dan nilai-nilai
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda vital
2) Kepala dan leher
3) Dada
4) Abdomen
Pemeriksaan leopold 1 sampai leopold 4
5) Perineum dan Genital
6) Ekstremitas
7) Mobilitas dan Latihan
e. Obat-Obatan
f. Pemeriksaan penunjang
1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan.
2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup
3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipovolemia (D. 0023)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
1) Definisi :
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial dan intraseluler
2) Penyebab :
a) Kehilangan cairan aktif
3) Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
Dipsnea
Objektif
a) Frekuensi nadi meningkat nadi teraba lemah
b) tekanan darah menurun
c) turgor kulit menurun membrane mukosa kering
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
a) Merasa lemah
b) merasa haus
Objektif :
a) Pengisian vena menuru
b) status mental berubah
5) Kondisi terkait
Trauma/perdarahan
b. Nyeri Akut (D. 0077)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
1) Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintentitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan
2) Penyebab :
1) Agen pencendera fisiologis ( mis inflamasi,iskemia, neoplasma)
2) Agen pencendera kimiawi (mis, terbakar, baham kimia iritan)
3) Agen Pencendera fisik ( mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
3) Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis, waspada , posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif :
a) Tekanan darah meningkat
b) pola napas berubah
c) Nafsu makn berubah
5) Kondisi Klinis Terkait :
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) infeksi
d) sindrom koronr akut
e) Glaukoma

c. Intoleransi Aktivitas (D. 0056)


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
1) Definisi :
Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari hari
2) Penyebab :
a) Ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) imobilitas
e) Gaya hidup menohon
3) Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : Mengeluh lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20%
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
a) Dipsnea saat/ setelah beraktivitas
b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c) Merasa lelah
Objektif :
a) Tekana darah berubah >20% dari kondisi istirahat
5) Kondisi Klinis Terkait :
a) Anemia

d. Ansietas (D.0080)
Kategori : Psikologis
Subkategori Integritas Ego
1) Definisi :
Kondisi Emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap obyek
yang tidak jelas dari spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkingkan individu melakukan tindkan untuk menghadapi
ancaman
2) Penyebab :
a) Krisis situosional
b) Kurang terpapar informasi
3) Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
a) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
Objektif
a) Tampak gelisah
b) tampak tegang
c) Sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
a) Mengeluh pusing
b) Palpitasi
c) Merasa tidak berdaya
Objektif :
a) Frekuensi napas meningkat
b) Frekuensi nadi meningkat
c) Tekanan darah meningkat
d) Tremor
e) Muka tampak pucat
f) Suara bergetar
g) Kontak mata buruk
h) Susah berkemih
i) Berorientasi pada masa lalu
5) Kondisi Klinis Terkait :
a) Penyakit kronis
b) Penyakit Akut
c) Hospitalisasi
d) Rencana operasi
e) Kondisi penyakit belum jelas
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Hasil
1. (D.0023) (L.03038) Setelah Manajemen Hipovolemi
Hipovolemia dilakukan intervensi Observasi
Berhubungan keperawatan selama 1 1. Monitor keadaan 1. Untuk memonitor

dengan x 24 jam maka status umum pasien kondisi pasien

Kehilangan cairan meningkat selama perawatan

cairan aktif dengan kriteria hasil : terutama saat

1. Kekuatan nadi terjadi perdarahan.

meningkat Perawat segera

2. Turgor kulit mengetahui tanda-

meningkat tanda presyok

3. Perasaan lemah /syok.


2. Periksa tanda dan
menurun 2. Mengetahui kadar
gejala hipovolemia
4. Perasaan haus naik turunnya
(mis. nasi meningkat,
menurun frekuensi tanda dan
nadi teraba lemah,
5. Frekuensi nadi gejala pada
tekanan darah menurun,
membaik hipovolemia
tekanan nadi
tekanan darah
menyempit, turgor kulit
membaik
menurun, membrane
6. kadar Hb
mukosa kering, volume
mambaik
urun menurun,
hematocrit meningkat,
haus dan lemah)
Terapeutik
3. Berikan asipan cairan 3. Menambah asupan

oral cairan yang hilang


Edukasi
4. Jelaskan pada pasien 4. Dengan melibatkan
dan keluarga tanda pasien dan keluarga
perdarahan, dan segera maka tanda-tanda
laporkan jika terjadi perdarahan dapat
perdarahan. segera diketahui
dan tindakan yang
cepat dan tepat
dapat segera
diberikan..
5. Anjurkan mengindari 5. Menghindari
perubahan posisi adanya perdarahan
mendadak berlebih
dikarenakan perlu
cairan lebih dalam
bergerak secara tiba
tiba.
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
6. Cairan intravena
cairan IV (mis, RL,
diperlukan untuk
NaCl).
mengatasi
kehilangan cairan
tubuh secara hebat.
Mempertahankan
atau mengganti
cairan tubuh yang
mengandung: air,
elektrolit, protein,
karbohidrat dan
lemak, dan
memperbaiki
volume komponen
7. Pencegahan darah.
perdarahan 7. Mengurangi
perdarahan yang
dialami pasien
2. (0077) Nyeri (L.03038) Setelah Manajemen Nyeri
Akut dilakukan intervensi Observasi
Berhubungan keperawatan selama 1 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui

dengan agen x 24 jam maka karakteristik, durasi, lokasi, karakteristik,

pencendera Tingkat nyeri frekuensi, kualitas, durasi, frekuensi,

fisiologis menurun dengan intensitas nyeri. kualitas, intensitas,

kriteria hasil : nyeri pada Kelayan.

1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri. 2. Diharapkan dapat

menurun mengidentifikasi

2. Meringis masalah yang timbul

menurun dan menentukan

3. Sikap protektif intervensi selanjutnya.


3. Identifikasi respon nyeri 3. Untuk melihat
menurun
non verbal bagaimana respon
4. Gelisah menurun
5. Kesulitan tidur nyeri klien.
4. Monitor efek samping
menurun 4. Untuk mengetahui
penggunaan analgesic
6. Perasaan depresi apakah ada efek

(tertekan) samping dari

menurun pemberian obat


Terapeutik
7. Anoreksia
5. Berikan teknik
menurun 5. Tindakan ini
nonfarmakologis untuk
memungkinkan klien
8. Perineum terasa mengurangi nyeri mendapatkan rasa
tertekan control terhadap nyeri.
menurun 6. Fasilitasi istrahat dan 6. Untuk memenuhi
9. Ketegangan otot tidur istirahat dan tidur
menurun pasien.
10.Muntah menurun 7. Pertimbangkan jenis dan 7. Agar masalah nyeri

11.Mual menurun sumber nyeri dalam dapat teratasi dengan


12.Frekuensi nadi pemilihan strategi cepat.
membaik meredakan nyeri.

13.Pola napas Edukasi


membaik 8. Jelaskan strategi 8. Membantu

14.Fungsi berkemih meredakan nyeri menurunkan persepsi

membaik (Ajarkan dan anjurkan dan respon nyeri klien

15.Nafsu makan pada klien untuk serta memberikan

membaik melakukan tehnik perasaan untuk

16.Pola tidur relaksasi misalnya nafas mengontrol rasa nyeri

membaik panjang dan dikeluarkan yang


secara perlahan) berlebihan.
9. Anjurkan memonitor
9. Pasien dapat menilai
nyeri secara mandiri
dan mengatasi nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
10. Dengan kolaborasi
analgetik
dengan tim medis
dapat mempercepat
proses kesembuhan
serta mengurangi rasa
nyeri.
3. (D.0056) (L.05047) Setelah Manajemen Energi
Intoleransi dilakukan intervensi Observasi
Aktivitas keperawatan selama 1 1. Identifikasi gangguan 1. Untuk dapat

Berhubungan x 24 jam maka fungsi tubuh yang mengetahui gangguan

Dengan toleransi aktivitas mengakibatkan apa yang

Kelemahan meningkat dengan kelelahan menyebabkan

kriteria hasil : kelelahan

1. Frekuensi nadi 2. Monitor kelelahan fisik 2. Untuk mengtahui

meningkat dan emosional factor penyebab lelah

Kemudahan 3. Monitor pola dan jam 3. Untuk mengetahui

dalam tidur pola istrahat klien

melakukan 4. Monitor lokasi dan 4. Untuk mengetahui

aktivitas sehari- ketidaknyamanan lokasi

hari meningkat selama melakukan ketidaknyamanan

2. Kekuatan tubuh aktivitas


bagian atas Terapeutik
5. Berikan aktivitas 5. Untuk membantu
meningkat
distraksi yang menenangkan klien.
3. Kekuatan tubuh
bagian bawah menenangkan
6. Membantu klien
meningkat 6. Fasilitasi duduk di sisi
untuk berpindah dan
4. Tekanan darah tempat tidur, jika tidak
melakukan aktivitas
membaik dapat berpindah atau
5. Frekuensi napas berjalan
membaik Edukasi
7. Untuk meminimalisir
7. Anjurkan tirah baring
kenyamanan pasien
8. agar pasien
8. Anjurkan melakukan
melakukan aktivitas
aktivitas secara
dengan cara bertahap
bertahap
Kolaborasi
9. Kolaborasi dengan ahli 9. agar asupan gizi klien
gizi tentang cara dapat terpenuhi
meningkatkan asupan dengan baik
makanan
4. (D.0080) (L.05047) Setelah Reduksi Ansietas
Ansietas dilakukan intervensi Terapeutik
Behubungan keperawatan selama 1 1. Temani untuk 1. Agar pasien
pasien lebih

Dengan x 24 jam Tingkat mengurangi kecemasan tenang dan tidak

Kurang ansietas menurun cemas

terpapar dengan kriteria hasil : 2. Pahami situasi yang 2. Untuk memahami

informasi 1. Verbalisasi membuat ansietas situasi penyebab klien

khawatir akibat merasa cemas

kondisi yang 3. Motivasi 3. Pelibatan klien secara

dihadapi mengidentifikasi situasi aktif dalam tindakan

menurun yang memicu kecemasan keperawatan

2. Frekuensi napas merupakan support

menurun yang mungkin

3. Frekuensi nadi berguna bagi klien

menurun dan meningkatkan

4. tekanan darah kesadaran diri klien


Edukasi
menurun
4. Informasikan secara
5. tremor menurun 4. Agar pasien tahu
faktual mengenai
6. pucat menurun dengan jelas
diagnosis, pengobatan,
7. Konsentrasi mengenai
dan prognosis.
membaik penyakitnya
5. Anjurkan keluarga untuk
8. pola tidur 5. Untuk mengawasi
tetap bersama pasien.
membaik klien
6. Terangkan hal-hal
9. perasaan seputar aborsi yang perlu 6. Konseling bagi klien
keberdayaan diketahui oleh klien dan sangat diperlukan
membaik keluarga bagi klien untuk
meningkatkan
pengetahuan dan
membangun support
system keluarga;
untuk mengurangi
kecemasan klien dan
keluarga.

4. Implementasi
Adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi efekstif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi
sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan
advokasi dan kemampuan evaluasi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang diamati dan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua
jenis, yaitu evaluasi formatis dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif,
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan
guna menilai keefektifan tindakan keperawatan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien),
objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan
teori) dan Planning (perencanaan). Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dilakukan setelah proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir layanan, menanyakan respons klien dan keluarga
terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.

DAFTAR PUSTAKA
Astyandini, Budi & Tri, Nurhidayati. 2021. “Frekuensi Kehamilan Berhubungan
Dengan Kejadian Abortus”. Midwifery Care Journal, Vol. 2 No.2.
Depkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia. 2015.
Elzhadai, Yusran. 2021. Hal-Hal Yang Ada Hubungan Dengan Abortus Spontaneus
Pada Ibu Di Beberapa Lokasi Di Wilayah Indonesia Periode Tahun 2015
Sampai Dengan Tahun 2020 (Systimatic Review). Makassar: Universitas
Bosowa.
Kemenkes RI. 2020. Pedoman Nasional Asuhan Pasca Keguguran Yang
Komprehensif. Jakarta.
Nurfadillah. 2021. “Literatur Review Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian
Abortus Pada Ibu Hamil”. Karya Ilmiah Akhir. Stikes Panakukkang.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai