Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

BLOK SEXUALITY AND REPRODUCTION


SEMESTER IV

KELOMPOK II:

ANISA FATMA I1B015020


DEVY OKTAVIA ANISA I1B015019
LAELA HARYATI I1B015011
LAILATUL FITRA I1B015016
MARCHANAH I1B015014
MEGA ANGGRAENI I1B015012
MUHAMAD MAULANA YUSUF I1B015018
RINDA BAGUS SAPUTRA I1B015068
SISKA WULAN HANDAYANI I1B015013
SYINTIA WIDYANE PRATAMI I1B015086
TETI SURANTIKA I1B015015
TRIYA SILVI KAROMI I1B015021
ULYA AGHNIA I1B015017

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITASJENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus adalah suatu keadaan dimana janin keluar sebelum waktunya


dilahirkan atau belum mampu hidup di luar kandungan. Ada beberapa penyebab
terjadinya abortus ada alasan medis dan ada juga non-medis. Alasan medis yaitu
seperti faktor janin dan faktor ibu. Faktor janin adanya kelainan genetik pada janin di
triwulan pertama dan faktor ibu salah satu penyebabnya yaitu infeksi pada
kehamilan. Pada alasan non-medis saat janin sengaja digugurkan dikarenakan
kehamilan yang tidak diinginkan, biasanya hal ini di pengaruhi budaya luar (barat)
dengan pergaulan bebasnya. Abortus ditandai dengan adanya perdarahan yang
banyak dan diikuti dengan kram (Meti, 2012).

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) abortus merupakan penyebab


kematian ibu sebanyak 15 – 50%. Di Indonesia, berdasarkan Survey Demografi
kesehatan indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan angka kematian ibu (AKI) adalah
248 dari 100.000 kelahiran hidup.Penyebab yang masih medominasi AKI di
indonesia dalah perdarahan 42%, ekslamsi 13% dan infeksi 10% ( menurut BKKBN,
2005 dalam Junita.2013).

Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat harus dimulai dari tingkat paling


kecil yaitu keluarga. Keluarga merupakan kelompok kecil dari masyarakat, oleh
karena itu peningkatan kesehatan keluarga tidak dapat diwujudkan tanpa perbaikan
dan peningkatan kesejahteraan ibu. Umumnya yang dipakai untuk mengukur baik
atau buruknya kesehatan dan kesejahteraan ibu di suatu negara atau daerah tentang
angka kematian ibu (Prawiroharjo, 2003). Untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan
menguranginya AKI yang salah satunya disebabkan oleh abortus, maka program
pengawasan pada ibu hamil diperketat dan ditingkatkan melalui antenal care (ANC).
Dengan keadaan seperti ini kita sebagai perawat memiliki peran penting untuk
mencegah terjadinya abortus dan meningkatkan kesejahteraan ibu. Peran tersebut
seperti memberikan edukasi tentang kehamilan kepada ibu, pengawasan kesehatan
selama masa kehamilan sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya abortus.
Untuk itu karya tulis ini akan membahas tentang definsi abortus, etiologi abortus,
patofisiologi abortus, pencegahan abortus, manifestasi abortus, penatalaksanaan
abortus, komplikasi abortus, dan asuhan keperawatan dari abortus.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan dari karya tulis ini yaitu untuk
mengetahui definsi abortus, etiologi abortus, patofisiologi abortus, pencegahan
abortus, manifestasi abortus, penatalaksanaan abortus, komplikasi abortus dan asuhan
keperawatan dari abortus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definsi Abortus

Proses terhentinya suatu kehamilan melalui cara spontan (tanpa tindakan medis)
ataupun provokatus (secara medis dengan induksi) dengan indicator berat badan janin
kurang 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau janin tidak
mampu bertahan hidup diluar kandungan disebut abortus (Sarwono, 2008).
Berdasarkan KBBI (2008), abortus merupakan gugurnya suatu janin dengan sengaja
karena tidak menginginkan bakal bayi yang ada di dalam kandungan tersebut.
Abortus adalah ketidakmampuan janin bertahan hidup didasarkan pada hari pertama
haid normal terakhir yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu (Cunningham, 2006).

2.2 Etiologi Abortus

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya


abortus didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk (2005) penyebab
abortus antara lain:
2.2.1 Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b. Embrio dengan kelainan lokal.
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).

2.2.2 Faktor maternal


a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester
kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin
yang terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme
penyebabnya. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus antara
lain yaitu virus, bakteri dan parasit. Virus misalnya rubella, sitomegalovirus,
virus herpes simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio,
dan ensefalomielitis. Bakteri misalnya Salmonella typhi. Kemudian, parasit
misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium.
b. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi vaskular.
c. Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.
d. Faktor imunologis
Ketidakcocokan (inkompatibilias) system HLA (Human Leukocyte
Antigen).
e. Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya akibat trauma pembedahan. Pengangkatan
ovarium yang mengandung korpus luteum gravidarum sebelum minggu ke-
8. Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat hamil.
f. Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata.
g. Faktor psikosomatik

2.2.3 Faktor Eksternal


a. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain. Sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah
dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan janin, atau untuk
pengobatan penyakit ibu yang parah.
c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzen.

2.3 Patofisiologi Abortus

Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum
menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam
hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta. Hasil konsepsi keluarmdalam berbagai bentuk seperti kantong
kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir
mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus (Masjoer, 2001).
Abortus juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu abortus spontan, abortus habitual
dan abortus elektif. Pada abortus spontan terjadi karena abnormalitas pada janin yang
tidak memungkinkan kelangsungan hidupnya, dapat terjadi karena penyakit sistemik,
ketidakseimbangan hormonal atau abnormalitas anatomik. Pada abortus dapat
dibedakan menjadi, abortus mengancam, abortus inevitable, abortus inkomplit dan
abortus komplit. Sedangkan pada abortus habitual penyebab nya tidak diketahui, tapi
60% akibat anomali kromosom, kondisi ini juga sering disebut inkompeten atau
disfungsi serviks. Pada trimester ke dua dilatasi serviks tidak menimbulkan nyeri
sehingga menyebabkan aborsi spontan. Pada abortus elektif, biasanya dilakukan oleh
tenaga medis yang terampil, karena hal ini lebih mengutamakan keselamatan ibu.
(Smeltzer dan Bare, 2002).

2.4 Pencegahan Abortus

Pencegahan pada abortus sangat penting sekali agar angka kematian ibu dapat
berkurang. Adapun pencegahan abortus dapat dibagi menjadi tiga , yaitu :
2. 4. 1 Pencegahan primer
Menurut WHO, 2008 pencegahan primer adalah pencegahan yang
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang berperan dalam terjadinya
abortus, tujuannya agar wanita dapat terhindar dari abortus serta agar abortus
illegal tidak dilakukan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah
abortus yaitu melalui promosi kesehatan dan Pendidikan kesehatan mengenai
abortus. Promosi kesehatan bisa diberikan kepada pasangan atau individu yang
tidak menginginkan kehamilannya salah satunya dengan memberi promosi
kesehatan tentang pilihan luas metode kontrasepsi, termasuk kontrasepsi
darurat yang sesuai. Sedangkan pendidikan tentang abortus dapat dilakukan
dengan memberikan informasi tentang status abortus legal, mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan, dan bagaimana mengakses layanan
berkualitas tinggi untuk manajemen komplikasi akibat abortus dan metode
keluarga berencana pasca abortus.

2. 4. 2 Pencegahan sekunder
Pencegahan ini dilakukan dilakukan dengan cara menegakkan diagnosa
secara tepat, dan mengadakan pengobatan yang cepat untuk menghindari
komplikasi akibat keterlambatan penanganan yang mungkin bisa terjadi.
a. Diagnosis
Terdapat tiga dasar dalam diagnosa klinis abortus yaitu;
anamnesa, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa pada
jalan lahir apakah ada perdarahan serta nyeri perut. Pemeriksaan dalam
dilakukan apakah ditemukan fluksus, ostium uteri tertutup, serta ukur
uterus sesuai usia kehamilan. Sementara pemeriksaan penunjang dilakukan
dengan USG apabila terdapat tanda-tanda keberadaan janin (Krisnadi dkk,
2009).
b. Penanganan abortus
Penanganan abortus dapat dilakukan dengan berbaring dan istirahat,
Karena tidur berbaring merupakan unsur terpenting dalam pengobatan.
Penanganan ini dapat menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus
dan berkurangnya rangsang mekanik. Apabila hasil konsepsi sudah keluar
tapi masih ada yang tertinggal dalam uterus, maka harus segera dikeluarkan
karena perdarahan tidakakan berhenti sebelum hasil konsepsi
dikeluarkan. Secara umum ada dua tindakan yang dilakukan oleh
tenaga medias untuk menangani penderita abortus yaitu:
1. Bedah
Tindakan bedah yang sering dilakukan oleh tenaga medis dilakukan dengan
cara kuretasi, dilatasi dan evakuasi. Pada beberapa kasus yang langka
penderita abortus juga ditangani dengan cara laparotomi, sedangkan
pengeluaran hasil konsepsi dilakukan dengan pembedahan seperti bedah
ceaser.
2. Konservatif
Abortus medis dilakukan dengan cara memberikan obat abortifasien
yang efektif dan aman yang biasanya dilakukan pada masa kehamilan
dini. Pengobatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan RU486
(mifepristin), infus intra-amnion, dan prostaglandin. Penanganan abortus
yang baik setelah pengeluaran hasil konsepsi adalah istirahat-baring
(Wiknjosastro, 2002).
2. 4. 3 Pencegahan tersier
Dalam proses pemberian layanan asuhan pasca aborsi,pasien
membutuhkan konseling, perhatian, pemahaman, dan empati selama
pemberian asuhan. Dalam memberikan asuhan pasca aborsi, hal yang
pertama kali harus dilakukan adalah mengatasi situasi segera akibat abortus
seperti perdarahan dan syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal selanjutnya
dilakukan yang sama pentingnya adalah memberikan asuhan tindak lanjut
meliputi peredaan nyeri, dukungan psikologis, konseling pasca aborsi, dan
pemeriksaan lebih lanjut yang mungkin diperlukan.
2.5 Manifestasi Abortus

Menurut Cunningham (2005) manifestasi pada abortus antara lain sebagai


berikut:
2.5. 1 Threatened Miscarriage(Abortus Iminens)
Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam
sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus
mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis; nyeti dapat berupa nyeri
punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul; atau rasa
tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
2.5. 2 Inevitable Miscarriage (Abortus Tidak Terhindarkan)
Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah ketuban yang
nyata disertai pembukaan serviks.
2.5. 3 Incomplete Miscarriage (Abortus tidak lengkap)
Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan
plasenta biasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara
terpisah. Apabila seluruh atau sebagian plasenta tertahan di uterus, cepat atau
lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus
incomplete.
2.5. 4 Missed Abortion
Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah
meninggal in utero selama beberapa minggu. Setelah janin meninggal, mungkin
terjadi perdarahan per vaginam atau gejala lain yang mengisyaratkan abortus
iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya tidak mengalami perubahan
ukuran, tetapi perubahan-perubahan pada payudara biasanya kembali seperti
semula.
2.5. 5 Recurrent Miscarriage (Abortus Berulang).
Keadaan ini didefinisikan menurut berbagai kriteria jumlah dan urutan,
tetapi definisi yang paling luas diterima adalah abortus spontan berturut-turut
selama tiga kali atau lebih.
2.6 Penatalaksanaan Abortus

Abortus Abortus Abortus


Insipien Inkompletus Kompletus
Pasang infus - Terapi
cairan pengganti Mengurangi Antibiotika
Infeksi
Terapi
Tranfusi Darah
Uterotonika
Mempercepat
Persiapan berhetinya
pendarahan Terapi Suportif
Kuretase

Gambar 2.7. Penatalaksanaan Abortus Insipien, Inkompletus, dan Kompletus. (Manuba et al, 2010)

Bedrest

ANC -
Hamil
Abortus Tokolitik
Aterm Imminen
Plasetogenik
Hormonal

Gambar 2.8. Penatalaksanaan Abortus Imminen (Manuaba et al, 2010)


Abortus • Terminasi hasil konsepsi
karena menjadi benda asing
Tertunda intra uterus.
• Dapat menjadi sumber infeksi
(Missed dan pendarahan.

Abortion)

• Merokok dan minum alkohol


sebaiknya di hentikan.
Abortus • Pada serviks inkompeten
terapinya adalah operasi
Habitualis dengan cara cervical cerclage.

Penatalaksanaan Abortus Tertunda (Manuaba et al, 2010) dan Penatalaksanaan Abortus


Habitualis (Bantuk, 2008)

Abortus Septik
- Keseimbangan cairan - Tindakan kuretase
tubuh dilaksanakan apabila
keadaan tubuh membaik
- Pemberian antibiotik setelah 6 jam pemberian
yang adekuat antibiotik yang adekuat.

Penatalaksanaan Abortus Septik (Bantuk, 2008).


2.7 Komplikasi Abortus

Menurut Budiyanto (2002), komplikasi seseorang melakukan abortus terdiri


dari perdarahan, perforasi, infeksi dan tetanus, emboli udara, inhibisi vagus dan syok.

2.7.1 Perdarahan
Perdarahan terjadi akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa hasil
konsepsi, diatesa hemoragik dan lain-lain. Hal ini dapat diatasi dengan
pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu diberikan
tranfusi darah. Apabila hal ini tidak dilakukan maka akan terjadi mortilitas
(kematian).
2.7.2 Perforasi
Hal ini sering terjadi ketika dilatasi dan kuretase (pengikisan) yang
dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli. Karena luka pada uterus lebih luas pada
posisi hiperretrofleksi atau luka pada kandung kemih ataupun usus. Apabila
terdapat terjadi hal tersebut segera dilakukan lapartomo untuk mengetahui
luasnya luka, lalu lakukan tindakan untuk mengatasi komplikasi.
2.7.3 Infeksi dan tetanus
Komplikasi ini terjadi pasca tindakan terapi dan memerlukan waktu.
2.7.4 Emboli udara
Emboli udara terjadi karena penyemprota cairan kedalam uterus yang
kurang tepat sehinggagelembung udara maupun cairan masuk kedalam uterus
dan masuk ke vena di endometrium.
2.7.5 Syok
Syok dapat terjadi karena refleks vasovagal atau nerogenik, banyaknya
perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi berat atau sepsis (syok septic
atauendoseptik). Pemeriksaan histologik harus teliti karena kemungkinan
adanya emboli cairan amnion. syok ini dapat mengakibatkan kematian
mendadak.
2.7.6 Inhibisi vagus
Inhibisi vagus sering terjadi pada tindakan abortus yang tidak di anestesi
pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Selain itu karena alat yang
digunakan secara mendadak dengan cairan terlalu panas atau terlalu dingin.

2.8 Asuhan Keperawatan

Diagnosa NOC NIC

1. Kekurangan volume Setelah dilakukan perawatan 1. Pengurangan


cairan berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan Perdarahan
dengan kehilangan kondisi pasien dapat membaik  Monitor pasien akan
cairan aktif. yang ditandai dengan indikator : perdarahan secara ketat
2. Intoleran aktivitas  Monitor jumlah dan
1. Keparahan kehilangan
berhubungan sifat kehilangan darah
darah
denganimobilitas.  Perhatikan kadar
Indikator Awal Akhir
3. Gangguan nyaman hemoglobin/hematokrit
berhubungan dengan Kehilangan
sebelum dan sesudah
stimulasi lingkungan darah yang 1 3
kehilangan darah
terlihat
mengganggu.  Monitor status cairan,
4. Cemas berhubungan Perdarahan termasuk asupan
dengan stressor. 1 3
vagina (intake) dan haluaran
(output)
Kulit dan
 Ataur ketersediaan
membran
2 4 produk-produk darah
mukosa
untuk transfusi, jika
pucat
perlu
Ket :  Beri produk-produk

1 : Berat darah (misal, trombosit


dan plasma beku
2 : Cukup berat
segar), dengan tepat
3 : Sedang  Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai
4 : Ringan
tingkat keparahan
5 : Tidak ada kehilangan darah dan
2. Tingkat tindakan-tindakan yang
ketidaknyamanan tepat untuk dilakukan
Indikator Awal Akhir 2. Manajemen Nyeri
 Tentukan ststus gizi
Nyeri 1 3
pasien dan kemampuan
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
Rasa takut 2 4
 Tentukan jumlah kalori
Ket :
dan jenis nutrisi yang
1 : Berat dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
2 : Cukup berat
gizi
3 : Sedang  Memonitor kalori dan

4: Ringan asupan makanan


3. Pengurangan
5: Tidak ada
kecemasan
3. Tingkat nyeri  Gunakan pendekatan
Indikator Awal Akhir yang tenang dan
meyakinkan
Nyeri yang
1 3  Berada disisi klien
dilaporkan
untuk meningkatkan
Panjangnya rasa aman dan
episode 1 3 mengurangi ketakutan
nyeri
 Dorong keluarga untuk

Ekspirasi 1 3 mendampingi klien


dengan cara yang tepat
nyeri  Dorong verbalisasi
wajah perasaan, persepsi, da
ketakutan
Agitasi 1 3
 Identifikasi pada saat
Ket : terjadi perubahan
1 : Berat tingkat kecemasan
 Instruksikan klien
2 : Cukup berat
untuk teknik relaksasi
3 : Sedang  Kaji tanda verbal dan

4 : Ringan non verbal

5 : Tidak ada
4. Teknik
4. Tingkat Kecemasan menenangkan
Indikator Awal Akhir  Pertahankan sikap
yang tenang dan hati-
Perasaan
1 3 hati
gelisah
 Kurangi stimuli yang
Iritabilitas 1 3 menciptakan perasaan

Rasa cemas takut maupun cemas

yang  Yakinkan keselamatan


2 4
disampaikan dan keamanan klien
secara lisan  Identifikasi orang-
orang terdekat klien
Ket :
yang bisa membantu
1 : Berat klien

2 : Cukup berat  Instruksikan klien


untuk menggunakan
3 : Sedang
metode mengurangi
4 : Ringan kecemasa (misalnya,
5 : Tidak ada teknik bernafas dalam,
distraksi, visualisasi,
meditasi, relaksasi otot
progresif, mendengar
musik-musik lembut)
 Berikan obat anti
kecemasan bila perlu
5. Terapi Relaksasi
a. Gambarkan
rasionalisasi dan
manfaat relaksasi serta
jenis relaksasi yang
tersedia (misalnya,
musik, meditasi,
bernafas dengan ritme,
relaksasi rahang dan
relaksasi progresif)
 Berikan deskripsi
detail terkait intervensi
relaksasi yang dipilih
 Ciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
distraksi yang redup
dan suhu lingkungan
yang nyaman, jika
memungkinkan
 Minta klien untuk
rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi
 Gunakan suara yang
lembut dengan irama
yang lambat untuk
setiap kata
 Tunjukan dan
praktikan teknik
relaksasi pada klien
 Dorong klien untuk
mengulang teknik
relaksasi, jika
memungkinkan
6. Terapi musik
 Definisikan perubahan
spesifik perilaku dan
fisiologi seperti yang
diinginkan (misalnya,
relaksasi, stimulasi,
konsentrasi, dan
pengurangan nyeri)
 Identifikasi musik yang
disukai klien
 Bantu individu untuk
menentukan posisi
yang nyaman
 Pastikan bahwa
volume musik adekuat
dan tidak terlalu keras
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Bantuk Hadijanto, 2008. Pendarahan pada Kehamilan Muda In: Ilmu Kebidanan Sarwono
Budiyanto, A.K. (2002). Gizi dan kesehatan. Malang: UMM Press.

Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Gilstrap III, L., and Wenstrom,
K.D., 2005. Williams Obstetrics. 22nd ed. United States of America: The McGraw-
Hill Companies,Inc
Elvira Junita., Asmah, Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus Di RSUD
Rokan Hulu Jurnal Maternity and Neonatal Vol 1 No 2 2013
http://download.portalgaruda.org

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta

Karakteristik Ibu Hamil pada Kejadian Abortus Diana Meti* Jurnal Keperawatan, Volume
VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN 1907 – 0357

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : EGC

Manuaba, et.al. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC

NANDA International. 2015. Nursing diagnoses definition and classification 2015-2017


(10thed), Oxford: Blackwell

Prawirohardjo, S. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina


Pustaka : Jakarta

Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar: Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol
2. Jakarta: EGC

Sastrawinata et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai