KELOMPOK II:
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan dari karya tulis ini yaitu untuk
mengetahui definsi abortus, etiologi abortus, patofisiologi abortus, pencegahan
abortus, manifestasi abortus, penatalaksanaan abortus, komplikasi abortus dan asuhan
keperawatan dari abortus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definsi Abortus
Proses terhentinya suatu kehamilan melalui cara spontan (tanpa tindakan medis)
ataupun provokatus (secara medis dengan induksi) dengan indicator berat badan janin
kurang 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau janin tidak
mampu bertahan hidup diluar kandungan disebut abortus (Sarwono, 2008).
Berdasarkan KBBI (2008), abortus merupakan gugurnya suatu janin dengan sengaja
karena tidak menginginkan bakal bayi yang ada di dalam kandungan tersebut.
Abortus adalah ketidakmampuan janin bertahan hidup didasarkan pada hari pertama
haid normal terakhir yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu (Cunningham, 2006).
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum
menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam
hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta. Hasil konsepsi keluarmdalam berbagai bentuk seperti kantong
kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir
mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus (Masjoer, 2001).
Abortus juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu abortus spontan, abortus habitual
dan abortus elektif. Pada abortus spontan terjadi karena abnormalitas pada janin yang
tidak memungkinkan kelangsungan hidupnya, dapat terjadi karena penyakit sistemik,
ketidakseimbangan hormonal atau abnormalitas anatomik. Pada abortus dapat
dibedakan menjadi, abortus mengancam, abortus inevitable, abortus inkomplit dan
abortus komplit. Sedangkan pada abortus habitual penyebab nya tidak diketahui, tapi
60% akibat anomali kromosom, kondisi ini juga sering disebut inkompeten atau
disfungsi serviks. Pada trimester ke dua dilatasi serviks tidak menimbulkan nyeri
sehingga menyebabkan aborsi spontan. Pada abortus elektif, biasanya dilakukan oleh
tenaga medis yang terampil, karena hal ini lebih mengutamakan keselamatan ibu.
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Pencegahan pada abortus sangat penting sekali agar angka kematian ibu dapat
berkurang. Adapun pencegahan abortus dapat dibagi menjadi tiga , yaitu :
2. 4. 1 Pencegahan primer
Menurut WHO, 2008 pencegahan primer adalah pencegahan yang
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang berperan dalam terjadinya
abortus, tujuannya agar wanita dapat terhindar dari abortus serta agar abortus
illegal tidak dilakukan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah
abortus yaitu melalui promosi kesehatan dan Pendidikan kesehatan mengenai
abortus. Promosi kesehatan bisa diberikan kepada pasangan atau individu yang
tidak menginginkan kehamilannya salah satunya dengan memberi promosi
kesehatan tentang pilihan luas metode kontrasepsi, termasuk kontrasepsi
darurat yang sesuai. Sedangkan pendidikan tentang abortus dapat dilakukan
dengan memberikan informasi tentang status abortus legal, mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan, dan bagaimana mengakses layanan
berkualitas tinggi untuk manajemen komplikasi akibat abortus dan metode
keluarga berencana pasca abortus.
2. 4. 2 Pencegahan sekunder
Pencegahan ini dilakukan dilakukan dengan cara menegakkan diagnosa
secara tepat, dan mengadakan pengobatan yang cepat untuk menghindari
komplikasi akibat keterlambatan penanganan yang mungkin bisa terjadi.
a. Diagnosis
Terdapat tiga dasar dalam diagnosa klinis abortus yaitu;
anamnesa, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa pada
jalan lahir apakah ada perdarahan serta nyeri perut. Pemeriksaan dalam
dilakukan apakah ditemukan fluksus, ostium uteri tertutup, serta ukur
uterus sesuai usia kehamilan. Sementara pemeriksaan penunjang dilakukan
dengan USG apabila terdapat tanda-tanda keberadaan janin (Krisnadi dkk,
2009).
b. Penanganan abortus
Penanganan abortus dapat dilakukan dengan berbaring dan istirahat,
Karena tidur berbaring merupakan unsur terpenting dalam pengobatan.
Penanganan ini dapat menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus
dan berkurangnya rangsang mekanik. Apabila hasil konsepsi sudah keluar
tapi masih ada yang tertinggal dalam uterus, maka harus segera dikeluarkan
karena perdarahan tidakakan berhenti sebelum hasil konsepsi
dikeluarkan. Secara umum ada dua tindakan yang dilakukan oleh
tenaga medias untuk menangani penderita abortus yaitu:
1. Bedah
Tindakan bedah yang sering dilakukan oleh tenaga medis dilakukan dengan
cara kuretasi, dilatasi dan evakuasi. Pada beberapa kasus yang langka
penderita abortus juga ditangani dengan cara laparotomi, sedangkan
pengeluaran hasil konsepsi dilakukan dengan pembedahan seperti bedah
ceaser.
2. Konservatif
Abortus medis dilakukan dengan cara memberikan obat abortifasien
yang efektif dan aman yang biasanya dilakukan pada masa kehamilan
dini. Pengobatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan RU486
(mifepristin), infus intra-amnion, dan prostaglandin. Penanganan abortus
yang baik setelah pengeluaran hasil konsepsi adalah istirahat-baring
(Wiknjosastro, 2002).
2. 4. 3 Pencegahan tersier
Dalam proses pemberian layanan asuhan pasca aborsi,pasien
membutuhkan konseling, perhatian, pemahaman, dan empati selama
pemberian asuhan. Dalam memberikan asuhan pasca aborsi, hal yang
pertama kali harus dilakukan adalah mengatasi situasi segera akibat abortus
seperti perdarahan dan syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal selanjutnya
dilakukan yang sama pentingnya adalah memberikan asuhan tindak lanjut
meliputi peredaan nyeri, dukungan psikologis, konseling pasca aborsi, dan
pemeriksaan lebih lanjut yang mungkin diperlukan.
2.5 Manifestasi Abortus
Gambar 2.7. Penatalaksanaan Abortus Insipien, Inkompletus, dan Kompletus. (Manuba et al, 2010)
Bedrest
ANC -
Hamil
Abortus Tokolitik
Aterm Imminen
Plasetogenik
Hormonal
Abortion)
Abortus Septik
- Keseimbangan cairan - Tindakan kuretase
tubuh dilaksanakan apabila
keadaan tubuh membaik
- Pemberian antibiotik setelah 6 jam pemberian
yang adekuat antibiotik yang adekuat.
2.7.1 Perdarahan
Perdarahan terjadi akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa hasil
konsepsi, diatesa hemoragik dan lain-lain. Hal ini dapat diatasi dengan
pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu diberikan
tranfusi darah. Apabila hal ini tidak dilakukan maka akan terjadi mortilitas
(kematian).
2.7.2 Perforasi
Hal ini sering terjadi ketika dilatasi dan kuretase (pengikisan) yang
dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli. Karena luka pada uterus lebih luas pada
posisi hiperretrofleksi atau luka pada kandung kemih ataupun usus. Apabila
terdapat terjadi hal tersebut segera dilakukan lapartomo untuk mengetahui
luasnya luka, lalu lakukan tindakan untuk mengatasi komplikasi.
2.7.3 Infeksi dan tetanus
Komplikasi ini terjadi pasca tindakan terapi dan memerlukan waktu.
2.7.4 Emboli udara
Emboli udara terjadi karena penyemprota cairan kedalam uterus yang
kurang tepat sehinggagelembung udara maupun cairan masuk kedalam uterus
dan masuk ke vena di endometrium.
2.7.5 Syok
Syok dapat terjadi karena refleks vasovagal atau nerogenik, banyaknya
perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi berat atau sepsis (syok septic
atauendoseptik). Pemeriksaan histologik harus teliti karena kemungkinan
adanya emboli cairan amnion. syok ini dapat mengakibatkan kematian
mendadak.
2.7.6 Inhibisi vagus
Inhibisi vagus sering terjadi pada tindakan abortus yang tidak di anestesi
pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Selain itu karena alat yang
digunakan secara mendadak dengan cairan terlalu panas atau terlalu dingin.
5 : Tidak ada
4. Teknik
4. Tingkat Kecemasan menenangkan
Indikator Awal Akhir Pertahankan sikap
yang tenang dan hati-
Perasaan
1 3 hati
gelisah
Kurangi stimuli yang
Iritabilitas 1 3 menciptakan perasaan
Bantuk Hadijanto, 2008. Pendarahan pada Kehamilan Muda In: Ilmu Kebidanan Sarwono
Budiyanto, A.K. (2002). Gizi dan kesehatan. Malang: UMM Press.
Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Gilstrap III, L., and Wenstrom,
K.D., 2005. Williams Obstetrics. 22nd ed. United States of America: The McGraw-
Hill Companies,Inc
Elvira Junita., Asmah, Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus Di RSUD
Rokan Hulu Jurnal Maternity and Neonatal Vol 1 No 2 2013
http://download.portalgaruda.org
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta
Karakteristik Ibu Hamil pada Kejadian Abortus Diana Meti* Jurnal Keperawatan, Volume
VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN 1907 – 0357
Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : EGC
Manuaba, et.al. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar: Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol
2. Jakarta: EGC
Sastrawinata et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.