Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN BANTUAN HIDUP DASAR

Disusun oleh :

FAJAR PRASI SANTOSO


16.06.149.14401.039

AKADEMI KEPERAWATAN 17 KARANGANYAR

2017/2018
DEFINISI
Bantuan hudup dasar (BHD)Suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi pernafasan
dan sirkulasi guna mempertahankan kelangsung hidup.

Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha memberikan bantuan eksternal


terhadap sirkulasi dan ventilasi dari pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas
melalui resusitasi jantung paru.

INDIKASI
a.Henti jantung dan henti nafas

Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut akibatnya terjadi
penghentian sirkulasi efektif, semua kerja jantung berhenti atau terjadi aktivitas listrik yang
tidak seirama.

Henti nafas adalah berhentinya pernafasan pada pasien/ korban yang ditandai dengan
tidak adanya gerakan dada dan aliran udara penafasan dari pasien/korban. Merupakan
kasus yang haruus segera dilakukan Bantuan Hidup Dasar.  

b. Ventilasi fibrilasi

Merupakan suatu keadaan dimana konstraksi yang tak korrdinasi sekaligus dari semua
otot ventrikel walaupun aliran sinyal-sinyal perangsangan yang sangat banyak di seluruh
ventrikel, ruangan di dalam ventrikel tidak membesar, tidak berkonstraksi, dan tidak
memompakan darah yang efektif. Hal-hal yang pada dasarnya cenderung menimbulkan
fibrilasi adalah (1) kejut listrik jantung jang tiba-tiba (2) iskemia dari otot jantung.

c. Asistole

Merupakan suatu keadaan dimana tidak ada gambaran systole lagi dalam EKG (gari lurus).
KONSEP FISIOLOGIS
Apa yang terjadi saat jantung berhenti berdenyut?? Empat menit pertama jantung gagal
memompakan darah terutama ke otak, maka akan mengalami kekurangan suplai gula darah
(utamanya) dan oksigen, sehingga otak mengalami iskemia. Lewat dari itu selama 10 menit
akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible, (waktu kritis).

CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang
mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas Pompa jantung
menggunakan tangan (resusuitasi kardiopulmonal) sebagai alat untuk defibrilasi. Bila tidak
terjadi defibrilasi dalam waktu satu menit setelah fibrilasi dimulai, jantung biasanya terlalu
lemah untuk dibangkitkan kembali dengan defibrilator sendiri karena kontraksi myocard
yang tidak efektif (pemacuan). Akan tetapi jantung masih mungkin dibangkitkan bila
sebelumnya dipompa dengan tangan dan kemudian mendefibrilasinya.

Pompa jantung menggunakan tangan (resusitasi kardiopulmonal) maka akan :

a. Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak


ventilasi ada fase silance.
b. Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena
ventilasi untuk mencegah regurgitasi/ aspirasi.
c. Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan
ekspirasi napas.

PENGKAJIAN DAN DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


Pengkajian pasien dengan RJP adalah menggunakan teori ABC:

Airway

1)   Periksa jalan napas korban dengan cara : pembersihan sumbatan jalan nafas.

2)   Bebaskan jalan nafas: head titlt chin lift & model jaw trust
Breathing

1)   Cek nafas korban (lock-feel-listen)

2)   Memastikan korban/pasien bernafas/tidak

Circulation

1)   Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban

2)   Memberikan bantuan sirkulasi

DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL ADALAH


Henti nafas berhubungan dengan jalan nafas tersumbat.

Intervensi keperawatan

1. Memperbaiki posisi korban

R/ untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, pasien harus dalam posisi
terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Penolong harus
membalikan pasien sebagai satu kesatuan antara kepala, leher, dan bahu digerakkan
secara bersama-sama (kontrol servikal).

2. Mengatur posisi penolong

R/ : agar penolong dapat memberikan pertolongan dengan tepat dan efektif.

3. Airway (jalan nafas)

a. Pemeriksaan jalan nafas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan nafas oleh
benda asing. Jika ada sumbatan berupa cairan dapat dibershkan dengan jari telunjuk
atau jari tengah yang dilapisi sepotong kain kassa sedangkan sumbatan karena benda
padat atau gigi palsu dapat dikorek menggunakan jari telunjuk yang dibengkokan,
mulut dapat dibuka dengan teknik cross finger, dimana jari diletakkan berlawanan
dengan jari telunjuk pada mulut pasien.
b. Membuka jalan nafas

R/ agar pasien dapat kembali bernafas.

Setelah jalan nafas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, pada umumnya pasien
tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan epiglotis menutup faring dan laring,
inilah yang menyebabkan sumbatan jalan nafas, pembebasan jalan nafas oleh lidah dan
dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala dagu diangkat (head told and chin lift),
jika dicurigai adanya cedera servikal jangan dilakukan manuver tengadah, lakukan jaw
thrust (Dorong rahang bawah ke depan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala
leher).

Memastikan pasien bernafas atau tidak dengan cara menolong harus kembali
memeriksa pernafasan pasien dengan (Look – Feel – Listen), lakukan tidak boleh
melebihi 10 detik, bila bernafas pertahankan jalan nafas dan atur posisinya agar aman,
bila tidak bernafas, beri 2 kali hembusan dalam 1 detik tiap bantuan nafas dengan
interval kira-kira 5 sampai 6 detik via (mouth-mouth, mouth-hidung, mouth-sungkup,
ambu bag), volum udaya yang dihembuskan 10 ml/kg. Untuk anak-anak dan infant
lakukan 2 kali (dada mengembang) tiap bantuan nafas agar ada ada ekshalasi dengan
interval 3 sampai 5 detik.

PERSIAPAN ALAT
RJP dilapangan gunakan tissue untuk membatasi antara mulut pasien dengan mulut
penolong.

PERSIAPAN PASIEN :
1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka secara umum posisi penderita
terlentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.

2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan
sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang
lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan nafas.
3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian muka atau penderita tidak sadar,
harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan
cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh
muntah atau darah penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa salurna
nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.

4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak
ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.

5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan
posisi terlentang datar.

6. Pada penderita shock hypovolemik, baringkan penderita terlentang dengan kaki


ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanand arah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

PERSIAPAN LINGKUNGAN :
1.    Cari tempat yang aman dan nyaman untuk melakukan resusitasi

2.    Persiapkan alas untuk tidur pasien (jika memungkinkan)

3.    Siapkan lingkungan yang jauh dari keramaian untuk memudahkan melakukan


resusitasi.

Cara kerja:

Korban ditemukan – Cek kesadaran korban – Tidak ada respon/gerakan – Minta tolong/
telepon tim darurat (112) – Buka Airway dan cek Breathing – Jika tidak ada nafas, beri 2x
bantuan nafas – Jika tidak ada responn, periksa denyut nadi karotis per 10 mnt (jika tidak
ada denyut nadi: kompresi dada 30x, nafas 2x, frekuensi kompresi 100x/mnt(Jika ada
denyut nadi: berikan bantuan tiap 5 dtk, cek nadi per2 mnt)
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN :
a.    Ventilasi buatan (mulut ke mulut) dilakukan segera, kepala ditengadahkan kebelakang
dan dagu diangkat untuk meregangkan jalan nafas dan memajuklan, lidah dalam
menyiapkan ventilasi mulut ke mulut, teknik baru menganjurkan penghentian ventilasi 1,5
detik dan sedikit kekuatan dan tekanan pada ekshaiasi sehingga esopagus tidak teruka
(yang memungkinkan udara di bawah tekanan mengaliri ke lambung). Sepanjang tindakan
tersebut, kompresi dada harus dilakukan sebanyak 80-100 kali permenit.

b.    Kompresi jantung eksternal

Lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi jantung luar dengan perbandingan 30:2
(baik 1 atau 2 penolong), dengan teknik sebagai berikut;

 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri
sehingga bertemu dengan tulang dada
 Dari pertemuan tulang sternum diukur kurang lebih 2 atau 3 jari keatas daerah
tersebut merupakan tempat untuk tangan penolong dalam memberikan bantuan
sirkulasi.
 Letakkan jari-jari kedua tangan atau saling mengait untuk memastikan bahwa
penekanan yang dilakukan tepat pada sternum dan tidak pada tulang iga atau bagian
atas perut.
 Dekatkan badan penolong vertikal diatas pasien dengan berumpu pada kedua
tangan diluruskan diatas sternum pasien dan tekan sternum tegak lurus sedalam 3,8
5cm.
 Lepaskan tekanan tanpa melepas kontak antara tangan dan sternum pasien,
kemudian ulangi penekanan/kompresi jantung luar dengan kecepatan 100x/menit
(dilakukan 4 siklus/menit, berarti hampir 2x kompresi dalam 1 detik).
 Kombinasikan kompresi dan nafas buatan : setelah 30x kompresi, berikan nafas
buatan yang efektif sebanyak 2x.
 Tidak ada penundaan antara kompresi nafas buatan kompresi lagim sehingga jeda
waktu tidak lama, lanjutkan resusitasi sampai:
 Pertolongan diambil oleh yang lebih ahli
 Pasien mulai bergerak/ada nafas spontan
 Penolong kelelahan (harusnya penolong diganti tiap 2 menit, bila jumlah penolong
memadai)
 Bila pasien/korban tak ada luka tetapi tak berespon dengan bantuan nafas, atur
posisinya agar miring ke samping (lateral position) agar lidah tak jatuh kebelakang
dan menyumbat saluran nafas.

Anda mungkin juga menyukai