PENDAHULUAN
1
1. Untuk mengetahui pengertian initial assesment
2. Untuk mengetahui komponen initial assesment
3. Untuk mengetahui langkah-langkah pada initial assessment
4. Untuk mengetahui survey primer, resusitasi dan pemeriksaan penunjang
5. Untuk mengetahui airway dan cervical control
6. Untuk mengetahui breathing dan ventilation
7. Untuk mengetahui circulation dan hemorhage control
8. Untuk mengetahui disability
9. Untuk mengetahui eksposure
10. Untuk mengetahui folley catheter / kateter urin
11. Untuk mengetahui gastric tube/ kateter lambung
12. Untuk mengetahui heart monitoring/ monitor ekg
13. Untuk mengetahui foto rontgen
14. Untuk mengetahui survey sekunder, pemeriksaan penunjang dan evaluasi
15. Untuk mengetahui re-evaluasi penderita
16. Untuk mengetahui terapi definitive dan rujukan
BAB II
PEMBAHASAN
Apabila kita menemukan penderita dengan luka parah, maka seringkali kita dalam
kebingungan untuk memulai penilaian dan pengelolaan penderita, sedangkan tindakan kita
seharusnya cepat dan tepat. Cara penilaian awal serta pengelolaannya yang akan diuraikan
dibawah ini merupakan suatu protocol menurut “ Advanced Trauma Life Support”.
2
2.1PENGERTIAN INITIAL ASSESMENT
Pengertian luas initial assessment adalah proses evaluasi secara tepat pada penderita
gawat darurat yang langsung diikuti dengan tindakan resusitasi. Secara terbatas pengertian
initial assessment adalah meliputi tindakan triase sampai dengan survey sekunder. Initial
assessment harus dilakukan dengan urutan yang benar supaya diperoleh hasil yang maksimal
meski demikian dalam praktek sehari-hari dapat berlangsung secara simultan
3
Petugas/ paramedic yang datang membantu penderita sebaiknya mendapatkan
latihan khusus, karena pada saat menangani penderita mereka harus menguasai
ketrampilan khusus yang dapat menyelamatkan nyawa.
2. Triase
Triase adalah tindakan untuk mengelompokkan penderita berdasar pada beratnya
cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada A (airway), B
(Breathing) dan C (Circulation). Triase adalah cara pemilahan penderita
berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia
Penderita yang mengalami gangguan jalan nafas (airway) harus mendapatkan
prioritas penanganan pertama mengingat adanya gangguan jalan nafas adalah
penyebab tercepat kematian pada penderita.
Triase juga mencakup pengertian mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga
penderita mendapatkan tempat perawatan yang semestinya
Pada umumnya kita akan melakukan triase, tidak peduli penderita hanya satu atau
banyak.
Bila satu penderita, akan mencari masalah penderita (selection of problems)
Bila banyak penderita, akan mencari penderita yang paling bermasalah.
4
Pemilahan akan didasarkan pada keadaan ABC (Airway, Breathing,
Circulation).
Tindakan triase dapat dikerjakan pada sekelompok pasien, missal pada keadaan
bencana atau korban massal, atau pada penderita tunggal untuk menentukan
diagnosis
5
C : CIRCULATION adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan
tindakan untuk menghentikan perdarahan. Pengenalan dini tanda-tanda syok
perdarahan dan pemahaman tentang prinsip-prinsip pemberian cairan sangat
penting untuk dilakukan sehingga menghindari pasien dari keterlambatan
penanganan
D: DISABILITY adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan
adanya gangguan neurologis
E : ENVIRONMENT atau EXPOSURE adalah pemeriksaan pada seluruh
tubuh penderita untuk melihat jejas atau tanda-tanda kegawatan yang mungkin
tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi. Selama survey
primer ini keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitasinya
dilakukan pada saat itu juga. Resusitasi yang agresif dan pengelolaan yang
cepat dari keadaan yang mengancam nyawa merupakan hal yang mutlak bila
ingin penderita tetap hidup. Prioritas penanganan kegawatan dilakukan
berdasarkan urutan diatas, namun bila memungkinkan dapat juga dilakukan
secara simultan. Prioritas penanganan untuk pasien usia muda maupun usia
lanjut adalah sama. Salah satu perbedaanya adalah bahwa pada usia muda
ukuran organ relative lebih kecil dan fungsinya belum berkembang secara
maksimal. Pada ibu hamil, prioritas tetap sama , hanya proses kehamilan
membuat proses fisiologis berubah karena adanya janin. Pada orang tua,
karena proses penuaan fungsi tubuh menjadi lebih rentan terhadap trauma
karena berkurangnya daya adaptasi tubuh.
6
pada leher. Karena itu apabila ada kemungkinan fraktur servikal harus dilakukan
control servikal.
Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila ada :
7
kecurigaan fraktur basis kranii bagian depan, karena pipa dapat masuk kerongga
cranium.
Apabila penderita apnue, ada ancaman obstruksi ataupun ada ancaman aspirasi lebih
baik memasang jalan napas definitif (pipa dalam trakea). Jalan nafas definitif ini
dapat melalui hidung (nasotrakeal), melalui mulut (orotrakeal) ataupun langsung
melalui suatu kriko – tiroidotomi.
Menjaga jalan nafas pada penderita trauma sangat sulit. Sebagai contohnya adalah
penderita trauma kapitis dengan mulut yang penuh darah karena raktur basis kranii
ataupun karena fraktur tulang wajah. Contoh lain adalah penderita kesadaran
menurun yang gelisah dan gigi terkatup. Betapapun sulitnya, tetapi merupakan tugas
dokter yang menerima penderita itu untuk dapat menjaga jalan nafas dengan baik dan
dalam waktu yang secepat mungkin.
Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi ataupun rotasi dari leher.
Periksa breathing dan atasi bila kurang baik. Jalan nafas yang baik tidak
menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernapas adalah
mutlak untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida dari tubuh.
8
Ventilasi tambahan apabila breathing kurang adekuat.
Selalu berikan oksigen
Menilai pernafasan
Petugas yang berpengalaman dalam hitungan detik dapat menilai apakah pernafasan
baik atau tidak. Penderita yang dapat berbicara kalimat panjang, tanpa ada kesan
sesak, umumnya breathingnya baik.
Cedera thorak yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat dan
ditemukan pada saat melakukan survey primer adalah :
Tension pneumothorak
Flail chest dengan kontusio paru
Pneumothorak terbuka
Hematotorak massif.
Kelainan –kelainan diatas harus segera diatasi untuk menghindari kematian.
Ventilasi Tambahan
Apabila pernafasan tidak adekuat harus dilakuka bantuan pernafasan (assisted
ventilation). Di UGD sebaiknya membantu pernafasan memakai Bag-Valve (Ambu
Bag) ataupun memakai ventilator.
Oksigen
Berikan oksigen, apabila diperlukan konsentrasi oksigen yang tinggi dengan memakai
rebreathing ataupun non rebreathing mask, atau dengan kanul (5-6 lpm)
9
Penilaian fungsi sirkulasi secara cepat dapat dilakukan dengan menilai
kesadaran, warna kulit dan nadi. Menghentikan perdarahan luar dapat dikerjakan
selama primary survey primer dengan tekhnik penekanan pada luka atau cara operatif.
Bila ada tanda syok atasi. Syok pada penderita trauma harus dianggap disebabkan
oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamika penderita.
Resusitasi cairan diberikan berdasarkan derajat syok yang terjadi , dari derajat
syok dan responnya terhadap resusitasi cairan, dapat diprediksi apakah suatu
perdarahan dalam (internal bleeding) memerlukan tindakab operatif (surgical
resusitation) atau tidak.
1. Pengenalan Syok
Ada dua pemeriksaan yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamika, yakni keadaan kulit akral dan nadi.
10
Diperlukan kehilangan volume darah lebih dari 30% untuk dapat terjadi
penurunan tekanan darah yang signifikan.
2. Kontrol pendarahan
Perdarahan dapat secara eksternal (terlihat) dan internal (tidak terlihat). Perdarahan
internal berasal dari :
Rongga toraks
Rongga abdomen
Fraktur pelvis
Fraktur tulang panjang
Jarang : perdarahan retro-peritoneal karena robekan vena kava/aorta atau
perdarahan masif dari ginjal.
Perdarahan eksternal :
Perdarahan internal :
Spalk/bidai dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan dari suatu fraktur pada
ekstremitas.
Pneumotic anti shack garment adalah suatu alat untuk menekan pada keadaan fraktur
pelvis, namun alat ini mahal dan sulit didapat. Sebagai gantinya dapat dipakaikan gurita
sekitar pelvis.
Perdarahan intra-abdominal atua intra-torakal yang masif, dan tidak dapat diatasi dengan
pemberian cairan intravena yang adekuat, menuntut diadakanya operasi segera untuk
menghentikan perdarahan (resusitasi laparo/thoracotomy).
3. Perbaikan volume
11
Cairan kristaloid ini sebaiknya Ringer’s Lactate, walaupun NaCl fisiologis juga dapat
dipakai. Cairan ini diberikan dengan tetesan cepat melalui suatu kateter intravena yang
besar (min. Ukuran 16). Dalam bahasa Jakarta/Jawa Barat “diguyur”, di Jawa Tengah/Jawa
Timur dengan bahasa “grojog” dan di Sumatera “cor”. Cairan ini juga harus dihangatkan
untuk menghindari terjadinya hipotermia. Cairan ini juga harus dihangatkan apabila ingin
menghindari terjadinya hipotermia. Pemasangan kateter urin dapat dipertimbangkan disini
guna pemantauan urin.
Alur pikir pada penderita trauma yang mengalami syok : saat dikenali syok (penderita
trauma), harus dianggap sebagai syok hemoragik. Sambil dipasang infus, dilakukan
penekanan pada perdarahan luar (bila ada). Bila tidak ada perdarahan luar dilakukan
pencarian akan adanya perdarahan internal (5 tempat : torax, abdomen, pelvis, tulang
panjang dan retoperitonial). Sambil mencari sumber perdarahan, dilakukan evaluasi respon
penderita terhadap pemberian cairan.
Kemungkinan adalah :
Respon baik : setelah diguyur, tetesan diperlahan, tanda-tanda perfusi baik (kulit
menjadi hangat, nedi menjadi besar dan melambat, tensi naik). Ini pertanda
perdarahan sudah berhenti.
Respon tidak ada : apabila sama sekali tidak ada respon terhadap pemberian
cairan, maka harus dipikirkan perdarahan yang hebat atau syok non-hemoragik
(paling sering kardiogenik).
2.8 DISABILITY
2. Pupil
Nialai adakah perubahan pupil.
Pupil yang tidak sama besar (anisokori) kemungkinan menunjukkan
adanya suatu lesi masa intra-kranial (perdarahan). Perlu diingat bahwa lesi
biasanya (tidak selalu) akan terjadi pada sisi pupil yang melebar.
3. Resusitasi
Terhadap kelainan primernya di otak tidak banyak yang dapat dilakukan,
namun tugas sangat penting dari dokter yang menerima penderita trauma
kapitis di UGD adalah dengan menghindari cedera otak sekunder
(secondary brain injury). Yang harus dilakukan terapi dengan agresif
adalah adanya hipovoilemia, hipoksia dan hiperkarbia untuk menghindari
cedera otak sekunder tersebut.
2.9 EKSPOSURE
13
Di rumah sakit penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk evaluasi
kelainan atau injury secara cepat pada tubuh penderita. Setelah pakaian dibuka
perhatikan terhadap injury/jejas pada tubuh penderita, dan harus dipasang selimut
agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan cukup
hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan. Apabila pada primary
survei dicurigai ada perdarahan dari belakang tubuh maka dilakukan ‘log rog’ untuk
mengetahui sumber perdarahan.
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus dilakukan disertai tindakan untuk
mencegah hipotermia. Pemasangan bidai atau vakum matras untuk menghentikan
perdarahan juga sapat dilakukan pada fase ini.
14
disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatik atau perlukaan lambung. Bila
lamin kribrosa patah (fraktur basis kranili anterior) atau diduga patah, kateter lambung
harus dipasang melalui mulut untuk mencegah masuknya NGT dalam rongga otak.
Survey sekunder baru dilakukan setelah survey primer selesai dan dipastikan airway,
breathing, dan sirkulasi penderita dipastikan membaik. Survai sekunder adalah pemeriksaan
teliti yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki, dari depan sampai belakang dan
setiap lubang dimasukka jari (tube finger in every orifice).
Prinsip pada survey sekunder adalah memeriksa seluruh tubuh dengan lebih teliti dari
mulai ujung rambut sampai ujung jari kaki (head to toe) baik pada tubuh bagian depan
maupun belakang dan evaluasi ulang terhadap pemeriksaan tanda vital penderita. Dimulai
dengan anamnesa singkat meliputi AMPLE (allergi, medication, past illness, last meal, dan
15
event of injury). Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dapat dilakukan pada fase ini
diantaranya foto thoraks.
Survai sekunder hanya dilakukan apabila penderita stabil. Sedikit mengenai
pengertian stabil : penderita stabil berarti bahwa keadaan penderita sudah tidak menurun.
Mungkin masih ada tanda syok, namun tidak bertambah berat. Ini berbeda dengan keadaan
normal, dimana penderita kembali ke keadaan normal.
Survai sekunder juga harus meliputi pemeriksaan yang teliti akan setiap lubang alami
(tubes and finger in every orifice).
a. Anamnesa
Anamnesa harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang
mungkin diderita. Beberapa contoh :
- Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman : cedera wajah,
maksilo-facial, sevikal, toraks, abdomen dan tungkai bawah.
- Jatuh dari pohon setinggi 6 meter : perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau
vertebra lain, fraktur ekstremitas.
- Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
1. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Cukup sering terjadi bahwa penderita yang
nampaknya cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
tetesan luka di belakang kepala. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala
dan wajah untuk adanya laserasi, kontusi, fraktur, dan luka termal.
2. Wajah
16
Ingat prinsip: ‘look-listen-feel’. Apabila cedera sekitar mata jangan lalai
memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan
pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re-evaluasi tingkat kesadaran
dengan skor GCS.
- Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, pupil mengenai isokor serta
reflex cahaya, acies visus dan acies campus.
- Hidung : apabila ada pembengkakan. Lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
- Zygoma : apabila ada pembengkakan jangan lupa mencari krepitasi akan
adanya fraktur zygoma.
- Telinga : periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani
atau adanya hemotimpanum.
- Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
- Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
3. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan lupa untuk seorang
pembantu tetap melakukan fiksasi pada kepala. Periksa adanya cedera tumpul
atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya
nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, dan
simetri pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga
airway, pernafas, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak
sekunder, dan lepaskan lensa kontak.
4. Toraks
Pemeriksaan dilakukan dengan look-listen-feel.
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya
trauma tumpul/ tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan dan ekspamsi
thoraks bilateral.
Auskultasi pada bagian depan untuk bising nafas (bilateral) dan bising
jantung.
Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema
subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi untuk adanya hipersonor dan keredupan.
Ingat bahwa setiap cedera di bawah putting susu, ada kemungkinan cedera
intra-abdominal pula.
5. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan
kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot
dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
17
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma tajam,
tumpul, dan adanya perdarahan internal.
Auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri lepas
(ringan). Palpasi abdomen untuk nyeri tekan, defans muskuler, nyeri lepas
yang jelas, atau uterus yang hamil.
Bila ragu-ragu akan adanya perdarahan intra-abdominal dapat dilakukan
pemeriksaan DPL (diagnostic peritoneal lavage), ataupun USG.
Ingat bahwa pada perforasi organ ber-lumen misalnya usus halus gejala
mungkin tidak akan Nampak dengan segera, karena itu memerlukan re-
evaluasi berulang kali.
Pengelolaan : transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan
6. Pelvis
Cedera pada pelvis yang berat, akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi tidak stabil). Pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan
masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi
pasang PASG/ gurita untuk control perdarahan dari fraktur pelvis.
7. Ekstermitas
Pemeriksaan dilakukan dengan ‘look-feel-move’. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuka), pada
saat palpasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur, pada
saat menggerakkan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstrimitas
meninggi sehingga membahayakan aliran darah) mungkin luput terdiagnosis
pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan.
8. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dengan ‘log roll’ (memiringkan penderita
dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung.
Terapi definitive pada umunya merupakan porsi dari dokter spesialis bedah. Tugas
dokter yang melakukan penanganan pertama adalah untuk melakukan resusitasi dan
18
stabilisasi serta menyiapkan penderita untuk dilakukannya tindakan definitive atau untuk
dirujuk. Proses rujukan harus sudah mulai saat alasan untuk merujuk ditemukan, karena
menunda rujukan akan meninggikan morbiditas dan mortalitas penderita.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
19
Initial Assesment adalah proses penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna
menghindari kematian pada pasien gawat darurat. Initial assessment secara luas adalah proses
evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yang langsung diikuti dengan tindakan
resusitasi. Penilaian dan resusitasi dilakukan berdasarkan prioritas kegawatan pada penderita
berdasarkan adanya gangguan pada jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing) dan
sirkulasi (circulation). Proses penilaian awal, pada dasarnya meliputi
1. Primary survey
Primary survey adalah penanganan yang dilakukan pertama, yang telah di bakukan menurut
ATLS yang mencakup konteks bahasan ABCDE. ABCDE adalah Airway, Breathing,
Circulation, Disability, exposure.
2. Secondary Survey
Meliputi penanganan pemeriksaan fisik head to toe, bila menemukan pasien yang saat
secondary survey mengalami progress yang buruk, maka kembali lakukan primary survey.
3. Penanganan Definitif (menetap)
Adalah penanganan yang diberikan kepada klien yang telah melewati masa yang akut, setelah
primary survey dan secondary survey.
3.2 SARAN
Penanganan awal (initial assesment) adalah hal mutlak yang harus dipahami oleh tenaga
kesehatan kegawatdaruratan. Oleh sebab itu, para tenaga kesehatan, dimanapun berada, harus
memahami konsep kegawatdaruratan ini. Karena, apabila kita telah mengerti mengenai
konsep initial assesment, maka kita tidak akan bingung apabila mendapatkan kasus
kegawatdaruratan yang seperti kita tahu bahwa kasus kegawatdaruratan memerlukan tidak
hanya tindakan yang cepat namun juga tindakan tepat guna mendapatkan hasil yang
maksimal, yaitu menurunkan resiko kecacatan atau bahkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
EGC : Jakarta
20
Suryono, bambang dkk.2008.Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
( PPGD ) dan Basic Life Support Plus ( BLS ).Yogyakarta : Tim PUSBANKES 118.
Harahap.2010. penilaian-awal-initial-assesment(Online)
(http://aliemharahap.blogspot.com/2010/08/penilaian-awal-initial-assesment.html) Diakses
pada 09.00 tgl 15 September 2011
21