Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK

Disusun oleh:
Kelompok IV
1. Ailul Ikmah (173210001)
2. Binti Mustikatyas Sari (173210003)
3. Adegita Batmetan (173210103)
4. Ancelina Stevani Kelanit (173210105)
5. Dyahfiki Alfirisa (173210010)
6. Hengky Wahyudi (173210014)
7. Nur Aisyah (173210038)
8. Nuryesi febrianan (173210029)
9. Usatun Hasanah (173210039)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2018
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami sampaikan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disajikan
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah KESELAMATAN KESEHATAN KERJA dengan
judul “Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Di Lahan Praktik”

Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca untuk memahami tentang Pencegahan
Dan Pengendalian Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Di Lahan Praktik. Penulis menyadari
sepenuhnya makalah ini belum memuat bahan makalah secara lengkap dan mendalam. Untuk
itu, penulis mengharapkapkan kritik yang sifatnya membangun agar sekiranya dapat memenuhi
kesempurnaan tugas ini.

Jombang, 20 Desember 2018

Penyusun kelompak I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................


DAFTAR ISI................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................
1.3 Tujuan ............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Rantai Penularan Infeksi ................................................................
2.2 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ...........................................
2.3 Kewaspadaan Isolasi .......................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................
3.2 Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering


terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut
juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius
karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak
berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit
yang lebih banyak.

HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal
dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah
sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari
rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah
pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi3-21%) atau lebih dari 1,4
juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.Kondisi ini menunjukkan penurunan mutu
pelayanan kesehatan. Tak dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat timbul tuntutan
hukum bagi sarana pelayanan kesehatan, sehingga kejadian infeksi di pelayanan kesehatan harus
menjadi perhatian bagi Rumah Sakit.

Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang
berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas,
dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas
kepada pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas,
peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi
pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat,
bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium,
Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga
perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik
bagi mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang
pendidikan dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua mahasiswa/siswa
dan peserta magang/pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penularan infeksi
dan akan beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta
magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi,
mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan cukup sulit
mengatasinya, pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga semua
mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas harus
diberikan Layanan Orientasi dan Informasi (LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

B. Rumusan Masalah
1. Rantai penularan infeksi
2. Pencegahan pengendalian infeksi
3. Kewaspadaan isolasi

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui rantai penularan infeksi
1. Untuk mengetahui Pencegahan pengendalian infeksi
2. Untuk mengetahui Kewaspadaan isolasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rantai Penularan Infeksi

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai
dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan
sehingga terjadi penularan adalah:

1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan


infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit.
Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load)
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan
siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan
kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir.
Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin,
kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :

a. Kontak (contact transmission):

1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat
pemeriksaan fisik, memandikan pasen

2) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara:
melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci

b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk bertahan
lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis,
Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella
c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat
terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur

d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman
penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah,
serum, plasma, tinja, makanan

e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan
kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit
pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat

5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang
suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup
untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang
mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang
mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya
hidup, pekerjaan dan herediter.

B. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen
infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada
penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi
(HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:

1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi
hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara
umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap
petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau
cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan
HIV.

Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan
Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar)
dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)

C. Kewaspadaan Isolasi

Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada


pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko
transmisi dari pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi
mikroba infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan
kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.

Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :

 Standard Precautions /Kewaspadaan Standar

gabungan dari:

 Universal Precautions/Kewaspadaan Universal


 Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh
berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit
pelayanan kesehatan

 Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi

dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard precautions.

1970 Tehnik isolasi untukMemperkenalkan 7 katagori kewaspadaan isolasi kartu


penggunaan di RS, edisi 1. berwarna: Strict, Respiratory, Protective, Enteric, Wound
and Skin,Discharge, and Blood
1983 CDC PedomanMembagi menjadi 2 golongan sistim Isolasi; katagori
Kewaspadaan Isolasi RS spesifik dan penyakit spesifik
1985 Universal Berkembang dari epidemi HIV/AIDS
Precautions (UP)
Ditujukan aplikasi kewaspadaan terhadap Darah dan Cairan
Tubuh pada pasien pengidap infeksi

Tidak diterapkan terhadap feses,ingus,sputum,keringat,air


mata,urin,muntahan
1987 Body Substance IsolationMenghindari kontak terhadap semua cairan tubuh dan yang
(BSI) potensial infeksius kecuali keringat
1996 Pedoman KewaspadaanDibuat oleh The Healthcare Infection Control Practices
Isolasi dalam Rumah Sakit Advisory

Committee (HICPAC), CDC

Menggabungkan materi inti dari UP and BSI dalam


Kewaspadaan Standard untuk diterapkan terhadap semua
pasien pada setiap waktu
2007 Pedoman KewaspadaanDibuat oleh HICPAC, CDC.
Isolasi; Pencegahan
tambahan :
Transmisi penyebab infeksi
pada Sarana Kesehatan.
 HAIs
 Hyangiene respirasi/Etika batuk,
 Praktek menyuntik yang aman
 Pencegahan infeksi unt prosedur Lumbal pungsi

Sejarah Kewaspadaan Isolasi

 Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung


terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum
diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:

1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face
shield (pelindungwajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hyangiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi

 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada
pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat
ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.

3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:


– kewaspadaan transmisi kontak

– kewaspadaan transmisi droplet

– kewaspadaan transmisi airborne

Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena
suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

1. Kewaspadaan transmisi Kontak

a) Penempatan pasien :

 Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah
HAIs)
 Kohorting (management MDRo )

b) APD petugas:

 Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung
tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
 Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan

c) Transport pasien

 Batasi kontak saat transportasi pasien

2. Kewaspadaan transmisi droplet

a) Penempatan pasien :

 Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m


 Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka
b) APD petugas:

Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien

c) Transport pasien

 Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi


 Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne

a) Penempatan pasien :

 Di ruangan tekanan negatif


 Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol
 Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA
 Pintu harus selalu tertutup rapat.
 kohorting
 Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m
 Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran
 Ventilasi airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih mahal)
 Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang

b) APD petugas:

 Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur


 Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,
 Gaun
 Goggle
 Sarung tangan

(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol)


c) Transport pasien

 Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
 Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

Catatan :

Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang
yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.

Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat
inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :

1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh
pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang
yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung
tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan
yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container
pasien lainnya.
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan
didisinfeksi benar.

D. Kebersihan Tangan
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan
dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi
infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi.
Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air
mengalir atau handrub berbasis alkohol.

Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab


infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan
menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.

Kapan Mencuci Tangan?

 Segera setelah tiba di rumah sakit


 Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien
 Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
 Diantara kontak pasien satu dengan yang lain
 Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien
 Sesudah ke kamar kecil
 Sesudah kontak darah atau cairan tubuh lainnya
 Bila tangan kotor
 Sebelum meninggalkan rumah sakit
 Segera setelah melepaskan sarung tangan
 Segera setelah membersihkan sekresi hidung
 Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Alternatif Kebersihan Tangan

 Handrub berbasis alkohol 70%:

– Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas

– Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau


– Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml 100 ml alkohol 70 %)

 Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan
 Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan
kotor harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
 Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
 Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun
antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
 Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit

Enam langkah kebersihan tangan :

Langkah 1 : Gosokkan kedua telapak tangan

Langkah 2 : Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan
sebaliknya

Langkah 3 : Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang

Langkah 4 : Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan
sebaliknya

Langkah 5 : Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan
lakukan sebaliknya

Langkah 6 : Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan
lakukan sebaliknya
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara
memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan “Isolation Precautions”
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions”
(Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara
penularan).promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya
tahan tubuh. Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B,
dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi.

Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai
dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat
nyata

3.2 Saran

Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian infeksi ini, Sebaiknya
sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara mencegah infeksi agar tidak terjadi
penularan, dan perawat diharapkan juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan
intensif.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007.
Jakarta: Kemenkes RI

Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI:
Ditjen Bina Yan Med

Depkes RI .2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI

Notoatmodjo S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rhineka Cipta

Siegel JD et al. and HICPAC CDC. 2007. Guideline for Isolation Precaution: Preventing
Transmission of Infectious Agent in Healthcare Setting. CDC hal 1-92

Anda mungkin juga menyukai