Anda di halaman 1dari 26

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)


STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI
RUANG ANGGUR RSJ KOTA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Terapi aktivitas kelompok merupakan bagian dari terapi modalitas dalam
asuhan keperawatan khususnya dalam memberikan tindakan keperawatan jiwa, terapi
aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi yang dilakukan oleh perawat kepada
sekelompok klien yang memiiliki masalah keperawatan jiwa yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi dan kelompok sebagai target asuhan. Kelompok adalah
kumpulan yang memilki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung, dan
mempunyai norma yang sama (Stuart dalam Kelitat, 2009). Anggota kelompok
mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan
keadaannya, seperti agresif, tajut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan,
kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan memengaruhi dinamika kelompok,
ketika anggota kelompok member dan menerima umpan balik yang berarti dalam
berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Penulisan makalah ini berjudul tentang Terapi Aktivitas Kelompok yang


bertujuan untuk memenuhi tugas Asuhan Keperawatan Jiwa.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Pengertian TAK


b. Untuk mengetahui Fungsi TAK
c. Untuk mengetahui Tujuan TAK
d. Untuk mengetahui Kerangka Teoritis Kelompok
e. Untuk mengetahui Komponen dan Perkembangan Kelompok
f. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Kelompok
g. Untuk mengetahui Pengorganisasian Kelompok
h. Untuk mengetahui Jenis-jenis TAK

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis
atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa)
Terapi aktivitas kelompok : Stimulasi sensori adalah upaya untuk
menstimulasi semua pancaindera (sensoori) agar memberi respon yang adekuat
(Keliat, 2009)
Terapi aktivitas kelompok: stimulasi sensori merupakan aktivitas yang
digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensori klien, kemuadian diobservasi
reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh,
ekspresi muka, ucapan.Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada
penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensoris.Tekhnik yang digunakan
meliputi fasilitas penggunaan pancaindera dan kemampuan mengekpresikan stimulus
baik dari internal maupun eksternal (Purwaningsih, 2009).

B. Fungsi
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling
membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan
interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota
kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok
yang lain.

C. Tujuan
Tujuan Umum:
a. Meningkatkan kemampuan uji realitas
b. Membentuk sosialisasi

c. Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang


hubungan antara reaksi emosional dengan perilaku defensive

d. Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif

Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan identitas diri
b. Menyalurkan emosi

c. Keterampilan hubungan social

Tujuan Rehabilitatif:
a. Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
b. Soialisasi di tengah masyarakat

c. Empati

d. Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan penyelesaian.

D. Kerangka Teoritis Terapi Aktivitas Kelompok


1. Model fokal konflik

Menurut Whiteaker dan Liebermen's, terapi kelompok berfokus pada


kelompok daripada individu. Prinsipnya:
Terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak
disadari.Pengalaman kelompok secara berkesinambungan muncul kemudian
konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas terapis membantu anggota
kelompok memahami konflik dan mencapai penyelesaian konflik.
Menurut model ini pimpinan kelompok (Leader) harus
memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk
mengekpresikan perasaan dan mendiskusikan perasaan dan
mendiskusikannya untuk penyelesaian masalah.
2. Model komunikasi

Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan


komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tak efektif
dalam kelompok akan menyebabkan ketidakpuasan anggota kelompok, umpan balik
tidak sekuat dari kohesi atau keterpaduan kelompok menurun.
Dengan menggunakan model ini leader memfasilitasi komunikasi efektif,
masalah individu atau kelompok dapat diidentifikasi dan diselesaikan.
Leader mengajarkan pada kelompok bahwa:
a. Perlu berkomunikasi
b. Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya komunikasi verbal,
nonverbal, terbuka dan tertutup
c. Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain
d. Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu dan yang lain
untuk melakukan komunikasi efektif
Model ini bertujuan membantu meningkatkan ketrampilan interpersonal dan
sosial anggota kelompok.
Selain itu teori komunikasi membantu anggota merealisasi bagaimana mereka
berkomunikasi lebih efektif.
Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip
komunikasi dan bagaimana menggunakan didalam kelompok serta menganalisa
proses komunikasi tersebut.
3. Model interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan, tindakan)
digambarkan nielalui hubungan interpersonal. Contoh : Interaksi dalam kelompok
dipandang sebagai proses sebab akibat dari tingkah laku anggota lain.
Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok.Anggota
kelompok ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis.Melalui ini kesalahan
persepsi dapat dikoreksi dan perilaku sosial yang efektif dipelajari.
Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk
mengidentifikasi dan merubah tingkah laku/perilaku. Contoh : Tujuan salah satu
aktifitas kelompok untuk meningkatkan hubungan interpersonal. Pada saat konflik
interpersonal muncul, leader menggunakan situasi tersebut untuk mendorong
anggota untuk mendiskusikan perasaan mereka dan mempelajari konflik apa yang
rnembuat anggota merasa cemas dan menentukan perilaku apa yang digunakan untuk
menghindari atau menurunkan cemas pada saat terjadi konflik.
4. Model psikodrama

Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting sesuai


dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang pernah lalu.Anggota
memainkan peran sesuai dengan yang pernah dialami. Contoh : Klien memerankan
ayahnya yang dominan atau keras.

E. Komponen dan Perkembangan


Menurut Stuart & Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005), komponen
kelompok terdiri dari delapan aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan komunikasi, proses pengambilan


keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga
stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam
kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu
oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
2. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut
Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang,
sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat,
2005) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua
anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan
pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang
terjadi. Sedangkan menurut Johnson (dalam Yosep, 2009) terapi kelompok sebaiknya
tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik
terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari
10, maka akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota
merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irasional.
3. Lamanya Sesi

Waktu optimal untuk satu sesi adalah ^0-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia, dalam
Keliat dan Akemat, 2005). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi,
kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi tergantung
pada tujuan kelompok, dapat satu kali atau dua kali perminggu; atau dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
4. Komunikasi

Tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan


menganalisa pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan
balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang
terjadi.
5. Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga
peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja
kelompok (Bernes & Sheats, 1948, dalam Keliat dan Akemat, 2005), yaitu
maintenance roles, task roles, dan individual role. Maintence role, yaitu peran serta
aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada
penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada
kelompok.
6. Kekuatan Kelompok

Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam


mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota
kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar
dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
7. Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan


terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman
masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan normal kelompok, penting dalam
menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma
dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.
8. Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam


mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam
kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap
kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.
Perkembangan Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
kembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase (Kelliat,
2005) yaitu:
1. Fase PraKelompok
Hal penting yang haras diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan
dari kelompok.Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pemimpin dan
pelaksana kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.Untuk itu perlu disusun
panduan pelaksanaan kegiatan kelompok.
2. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru. Dan peran
yang baru. Fase ini terbagi dalam tiga fase (Kelliat, 2005) yaitu:
a. Tahap Orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan.
Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan
kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasian, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan
aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu, norma
perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara anggota kelompok diupayakan terbentuk
pada fase orientasi.
b. Tahap Konflik
Peran dependen dan independent terjadi pada tahap ini, sebagian ingin
pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan, atau
sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin.Adapula anggota yang netral dan
dapat membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi.Perasaan bermusuhan yang
ditampilkan, baik antara kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi
pada tahap ini.Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun
negative dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik.Serta mencegah
perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab
konflik.
c. Tahap Kohesif
Setalah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama
lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota
kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam
melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok
belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan, mereka belajar persamaan dan
perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadi suatui
realitas.
3. Fase Kerja Kelompok
Pada fase mi, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka bekerja keras,
tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil
dan realistis. Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan
tetap menjaga kelompok ke arah pencapaian tujuan, serta mengurangi dampak dari
faktor apa saja yang dapat mengurangi produktivitas kelompok. Selain itu pemimpin
juga bertindak sebagai konsultan. Beberapa problem yang mungkin muncul adalah
subgroup, conflict, self-desclosure,dan resistance. Beberapa anggota kelompok menjadi
sangat akrab, berlomba mendapatkan perhatian pemimpin, tidak ada lagi kerahasian
karena keterbukaan sangat tinggi dan keengganan berubah perlu didefinisikan
pemimpin kelompok agar segera melakukan strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota
kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya
diri dan kemandirian. Pada fase ini kelompok segera masuk ke fase berikutnya yaitu
perpisahan.
4. Fase Terminasi
Terminasi dapat sementara atau akhir.Terminasi dapat pula terjadi karena
anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari
kelompok.Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian, baik
kelompok maupun individu.Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrument
evaluasi kemampuan individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan
pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan
pencapaian tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan
pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.

F. Faktor yang Mempengaruhi TAK


1. Perawat

Perawat berperan sebagai tim terapis dalam TAK selama proses TAK
berlangsung, perawat perlu untuk memberikan support pada klien agar mau aktif dalam
kegiatan. Dan memberikan pujian untuk setiap keberhasilan yang dilakukan klien.
2. Keluarga
Dukungan dari keluarga bagi anggota keluarganya yang sedang dirawat sangat
diperlukan agar pasien merasa dirinya dihargai dan dibutuhkan. Dan dukungan dari
keluarga ini juga dapat membantu klien untuk mau mengikuti TAK
3. Lingkungan

Dibutuhkan suasana yang kondusifdan nyaman, serta tidak dekat dengan


keramaian, agar saat TAK diberikan klien dapat fokus terhadap kegiatan yang
dilakukan.
4. Anggota Kelompok

Hubungan antara anggota kelompok yang satu dengan anggota yang lain perlu
dijalin secara akrab. Perawat perlu memfasilitasi agar keakraban antar anggota
kelompok dapat terjalin dengan baik.
5. Obat

Setiap pasien gangguan jiwa membutuhkan pengobatan yang teratur agar pasien
berada dalam keadaan tenang dan dapat diarahkan dalam jadwal kegiatan harian.

G. Pengorganisasian Kelompok
Menurut Bulletin Klasik, 2008 :
1. LEADER
Fungsinya:
a) Menyusun rencana aktivitas kelompok (proposal)
b) Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
c) Memfasilitasi setiap anggota untuk mengekspresikan perasaan, mengajukan pendapat
dan umpan balik.
d) Sebagai "rolemode"
e) Memotivasi setiap anggota kelompok untuk mengemukaan pendapat dan
memberikan umpan balik.
2. CO-LEADER
Fungsinya : membantu leader dalam mengorganisasikananggota kelompok.
3. OBSERVER
Fungsinya:
a) Mengobservasi semua respon klien.
b) Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan perilaku klien.
c) Memberikan umpan balik terhadap kelompok
4. FASILITATOR
Fungsinya:
a) Membantu leader memfasilitasi anggota untuk berperan aktif dan memotivasi
kelompok
b) Memfokuskan kegiatan
c) Membantu mengkoordinasi anggota kelompok

H. Jenis-jenis TAK
Terapi aktifitas kelompok berdasarkan masalah keperawatan jiwa yang paling
banyak ditemukan ditemukan dikelompok sebagai berikut:
1. TAK Sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai pada tahap
mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara fisik).
2. TAK Stimulasi Sensori (untuk klien yang mengalami gangguan sansori).
3. TAK Orientasi Realita (untuk klien halusinasi yang telah mengontrol halusinasinya,
klien waham yang telah dapat berorientasi kepada realita dan sehat secara fisik).
4. TAK Stimulasi Persepsi: Halusinasi (Untuk Klien Dengan Halusinasi)
5. TAK Peningkatan Harga DM (Untuk Klien Dengan HDR)
6. TAK Penyaluran Energy (untuk klien perilau kekerasan yang telah dapat
mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri yang dapat
berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan sehat secara fisik)

Kegiatan kelompok dibedakan berdasarkan kegiatan kelompok sebagai tindakan


keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok. Menurut kelliat, 2005 membagi
kelompok menjadi tiga yaitu:
1. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam
rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Focus
terapi kelompok adalah membuat sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal,
membuat perubahan atau ketiganya.
2. Kelompok Terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis,
tumbuh kembang, atau penyesuaian social, misahiya kelompok ibu hamil yang akan
menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok
terapeutik dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini adalah
sebagai berikut : mencegah masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan
potensi anggota kelompok, meningkatkan kualitas kelompok. antara anggota kelompok
saling membantu dalam menyelesaiakan masalah.
3. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompoLHasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternative penyelesaian masalah.Tujuan umum terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sedangkan tujuan khususnya
adalah klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat,
klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami. Aktivitas
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dibagi dalam empat bagian yaitu :

a. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari


Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien dengan perubahan
perubahan persepsi sensori dan klien menarik diri yang telah mengikuti terapi aktivitas
kelompok sosialisasLAktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu aktivitas menonton televisi, aktivitas membaca majalah/Koran/artikel dan aktivitas
melihat gambar.
b. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien dengan perilaku
kekerasan yang telah kooperatif. Aktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat
dipisahkan, yaitu : aktivitas mengenal kekerasan yang biasa dilakukan, aktivitas
mencegah kekerasan melalui kegiatan fisik, aktivitas mencegah perilaku kekerasan
melalui interaksi social asertif, aktivitas mencegah
perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat, aktivitas mencegah
perilaku kekerasan melalui kegiatan ibadah.
c. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata yang menyebabkan
harga diri rendah
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien gangguan konsep diri :
harga diri rendah. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu : aktivitas mengidentifikasikan aspek yang membuat harga diri rendah dan aspek
positif kemempuan yang dimiliki selama hidup (di rumah dan di rumah sakit), aktivitas
melatih kemampuan yang dapat digunakan di rumah sakit dan di rumah
d. Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam
kehidupan Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien yang mengalami
perubahan persepsi sensori : halusinasi. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu : aktivitas mengenal halusinasi, aktivitas
mengusir/menghardik halusinasi, aktivitas mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan, aktivitas mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap, aktivitas mengontrol
halusinasi dengan patuh minum obat.

I. Terapi Aktivitas Kelompok Halusinasi


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami
perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara- suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, dan penghirup.
2. Etiologi
Menurut Budi Anna,SKP. M.App Sc. Dkk : pada proses keperawatan, kesehatan
Jiwa 1998,adalah:
a. Adanya ketidak mampuan menilai dalam berespon realitas atau tidak
b. Dapat membedakan antara stimulus eksternal atau internal,
c. Terganggunya fungsi otak,
d. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial.
3. Jenis - Jenis Halusinasi:
a. Halusinasi pendengaran ( auditorik ) secara manusia, hewan, musik, mesin, dll.
b. Halusinasi penglihatan ( Visual ) berbentuk sinar, kilatan, cahaya, orang, dll.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorius) mencium bau - bauan
d. Halusinasi pengecapan, merasa mengecap sesuatu
e. Halusinasi peraba, klien merasa di raba atau di pegang.
4. Gejala Halusinasi
Menurut Rasman 1999: 24, gejala halusinasi yaitu:
a. Bicara, senyum, dan tertawa sendiri
b. Menarik diri dan menghindarkan diri dari orang lain
c. Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata
d. Tidak dapat memusatkan perhatian
e. Curiga, bermusuhan, merusak.
5. Tujuan TAK halusinasi
a. Tujuan umum
Peningkatan Kepekaan Tehadap stimulus
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat menjelasakan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.
2) Klien dapat memahami car menghardik halusinasi
3) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
6. Klien
Karakteristik/ criteria
Dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok (TAK) Stimulasi sensorik mengambar
di ikuti oleh semua pasien atau anggota kelompok yang mempunyai stimulus atau
pengalaman di masa lalu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau
petugas kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa)
Terapi aktivitas kelompok : Stimulasi sensori adalah upaya untuk menstimulasi
semua pancaindera (sensoori) agar memberi respon yang adekuat (Keliat, 2009)

B. Saran
Kami selaku penyusun merasa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
PREPLANNING TERAPIAKTIFITAS KELOMPOK(TAK)
TAK STIMULASIPERSEPSI: HALUSINASI

Sesi 1: Mengenal Halusinasi


A. TOPIK
TAK Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Sesi 1: Mengenal halusinasi
B. TUJUAN
1. Klien dapat mengenal halusinasi.
2. Klien mengenal waktu terjadi halusinasi.
3. Klien mengenal situasi terjadi halusinasi.
4. Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi
C. KRITERIA KLIEN
Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi:
halusinasi.
D. URAIAN STRUKTUR KELOMPOK
Hari/tanggal : Selasa, 17 Februari 2015
Waktu Pelaksanaan : Pukul 09.00 - 11.30 (30 menit)
Pembukaan : 5 menit
Inti : 20 menit
Penutup : 5 menit
Tempat : Ruang Anggur RSJ Kota

Pembagian Tugas
a. 1 Leader :A
b. 1 Co Leader :S

c. 1 Observer :P

d. 2 Fasilitator : M, K, C
E. METODE
1. DiskusidanTanyajawab
2. Bermain peran/ simulasi.
F. ANTISIPASI MASALAH
1. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.
2. Lama kegiatan 45 menit
3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
G. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan
klien untuk berkonsentrasiterhadap kegiatan
b. Posisi tempat dilantai menggunakan tikar
c. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik
e. Leader, Co-leader, Fasilitator, observer berperan sebagaimana mestinya.
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab dalam
antisipasi masalah.
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada kelompok yang
berfungsi sebagai evaluator kelompok
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir
3. Evaluasi Hasil
a. 100% klien dapat mengenal halusinasi.
b. 98 % klien mengenal waktu terjadi halusinasi.
c. 95 % klien mengenal situasi terjadi halusinasi.
d. 95 % klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi
H. PROSES EVALUASI
1. Observer mengobservasi & mencatat respon anggota (klien)
2. Observer mencatat semua proses yg terjadi& semua perubahan perilaku anggota (klien)
3. Observer memberikan umpan balik pada kelompok
I. MEDIA/ALAT
1. Spidol
2. Kertas HVS
3. Tikar
J. SETTING
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Keterangan :
: Leader

: Co Leader

: Observer

: Pasien

: Fasilitator
K. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi (contoh : klien dengan perubahan sensori
persepsi: halusinasi)
b. Membuat kontrak dengan klien.
c. Mempersiapkan alat, tempat dan setting pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi dan validasi: menanyakan perasaan klien saat ini Menanyakan apakah klien
masih mendengar suara-suara
c. Kontrak:
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-
suara yang datang
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
L. EVALUASI DAN DOKUMENTASI
Sesi 1 :
Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan mengenal halusinasi

No
Nama Menyebut isi Menyebut Menyebut Menyebut

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
A. TOPIK
TAK Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Sesi 2: Mengontrol halusinasi dengan menghardik
B. TUJUAN
1. Klien dapat menjelaskan cara selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi
2. Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi

3. Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi

C. KRITERIA KLIEN
Klien dengan halusinasi yang sudah mengenal halusinasi
D. METODE
1. Diskusi dan tanggung jawab
2. Bermain peran / stimulasi
E. ANTISIPASI MASALAH
1. Jika ada peserta yang hendak keluar dari kelompok maka harus izin terlebih dahulu
kepada terapis, kemudian terapis menanyakan siapa namanya dan alasannya mengapa
keluar dari ruangan, kemudian terapis akan bertanya kepada anggota kelompok lain
boleh/tidak klien tersebut keluar dari ruangan.
2. Apabila ada anggota kelompok lain di luar yang ingin mengikuti TAK maka leader
akan meminta persetujuan dari semua anggota kelompok boleh/ tidak klien tersebut
masuk ke dalam anggota kelompoknya.
3. Jika diperbolehkan maka leader akan menjelaskan tujuan terapi dan peraturan yang
hams dipatuhi oleh semua anggota kelompok.
F. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Pre planing TAK sudah siap satu hari sebelum dilaksanakannya kegiatan.
b. Alat dan tempat siap.
c. Perencanaan penentuan terapi aktifitas kelompok sesuai dan tepat.
d. Sudah dibentuknya struktur organisasi atau pembagian tugas.
e. Terapis danklien siap.
2. Evaluasi Proses
a. Alat dan tempat bisa digunakan sesuai rencana.
b. Peserta mau atau bersedia untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan.
3. Evaluasi Hasil
a. 100 % Klien dapat menjelaskan cara selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi
b. 95 % Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi
c. 90% Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
G. PROSES EVALUASI
1. Observer mengobservasi & mencatat respon anggota (klien)
2. Observer mencatat semua proses yg terjadi& semua perubahan perilaku anggota (klien)
3. Observer memberikan umpan balik pada kelompok
H. MEDIA/ALAT
1. Tikar
2. Botol
3. Jadwal kegiatan klien
J. SETTING
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
K. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepada klien.yang telah mengikuti sesi 1
b. Mempersiapkan alat, tempat dan setting pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi dan validasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
2) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi : isi, waktu, situasi, dan
perasaan
c. Kontrak:
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu dengan latihan
salah satu cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.
(b) Lama kegiatan45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
(d) Putar music yang asik sebagai back sound, cara permainan yang akan dilakukan pada
sesi ke 2 yaitu memutar botol untuk menunjuk salah satu pasien untuk melakukan cara
menghardik halusinasi, caranya botol ditidurkan laku diputar dan siapa yang tertujuk
dengan botong bagian atas maka dialah yang akan
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang
didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya dan perasaan klien saat terjadi.
b. Putar music edarkan balon searah jarum jam, apabila music berhenti klien yang
memegang balon terakhir dianjurkan untuk menceritakan isi halusinasi, kapan
tejadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien saat terjadi halusinasi,
lakukan hingga semua peserta mendapat giliran.
c. Hasilnya tulis di kertas HVS
d. Beri pujian ketika klien melakukannya dengan baik.
e. Kasih kesempatan klien lain untuk bertanya
f. Ulangi kegiatan tsb sampai semua anggota mendapat giliran
g. Simpulkan isi,waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang biasa
didengar.
h. Beri reinforcement positif
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindaklanjut
Terapis meminta klien melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaannya jika terjadi
halusinasi.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara menggontrol halusinasi dengan
menghardik
2) Menyepakati waktu dan tempat.
mendapat giliran untuk memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
5. Tahap kerja
a. Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukanya pada saat mengalami
halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran
b. Terapis mempersiapkan botol ditengaah-tengah peserta yang mengikuti TAK, botol
dimiringkan, botol siap untuk diputar. Terapis memutar botol tersebut, hingga botol
berhenti dan botol bagian atas menunjuk kepada salah satu peserta maka peserta itulah
yang akan maju dan memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.
c. Hasilnya tulis di kertas HVS
d. Beri pujian ketika klien melakukannya dengan baik.
e. Kasih kesempatan klien lain untuk bertanya
f. Ulangi kegiatan tsb sampai semua anggota mendapat giliran
g. Simpulkan isi,waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang biasa
didengar.
h. Beri reinforcement
i. Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat
halusinasi muncul
j. Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu: "pergi janggan ganggu saya,
kamu palsu"
k. Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik halusinasi
dimulai dari klien yang mau mendapat giliran pertama jika tidak mau maka terapis
menunjuk klien sampai semua peserta mendapatkan giliran
l. Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien
selesai memperagakan menghardik halusinasi
6. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1) Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi
muncul
2) Memasukan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datng
1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar
cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.
L. EVALUASI DAN DOKUMENTASI
Sesi 2 :
Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan menghardik halusinasi
No Aspek yang dinilai Nama klien

1. Menyebutkan cara
yang selama ini
digunakan mengatasi
halusinasi
2. Menyebutkan
efektivitas cara
3. Menyebutkan cara
mengatasi halusinasi
dengan menghardik
4. Memperagakan
menghardik
halusinasi

Anda mungkin juga menyukai