Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Terapi Aktivitas Kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang
lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai norma yang sama. Sedangkan kelompok
terapeutik memberi kesempatan untuk saling bertukar (Sharing) tujuan, misalnya membantu
individu yang berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan
memberikan alternatif untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi konstruktif.
Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri. Kekuatan kelompok
memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan kelompok untuk saling bertukar pengalaman
dan memberi penjelasan untuk mengatasi masalah anggota kelompok. Dengan demikian
kelompok dapat dijadikan sebagai wadah untuk praktek dan arena untuk uji coba kemampuan
berhubungan dan berperilaku terhadap orang lain.
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan
sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium
tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif

2.2 Kerangka Teoritis Terapi Aktivitas Kelompok

1. Model fokal konflik


Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada kelompok
dari pada individu.
Prinsipnya: terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak disadari.
Pengalaman kelompok secara berkasinambungan muncul kemudian konfrontir konflik
untuk penyelesaian masalah, tugas terapi membantu anggota kelompok memahami
konflik dan mencapai penyelesaian konflik.
Menurut model ini pimpinan kelompok (leader) harus memfasilisati dan
memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengekspresikan perasaan dan
mendiskusikannya untuk menyelesaiakan masalah.
2. Model komunikasi
Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan komunikasi
terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tak efektif dalam kelompok
akan menyebabkan ketidak puasan anggota kelompok, umpan balik tidak sekuat dari
kohesi atau keterpaduan kelompok menurun. Dengan menggunakan kelompok ini
leader memfasilitasi komunikasi efektif, masalah individu atau kelompok dapat
diidentifikasi dan diselesaikan.
Leader mengajarkan pada kelompok bahwa:
a. Perlu berkomunikasi
b. Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya komunikasi verbal,
nonverbal, terbuka dan tertutup.
c. Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain
d. Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu dan yang
lain untuk melakukan komunikasi efektif
Model ini bertujuan membantu meningkatkan keterampilan interpersonal dan
social anggota kelompok. Selain itu teori komunikasi membantu anggota merealisasi
bagaimana mereka berkomunikasi lebih efektif. Selanjutnya leader juga perlu
menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip komunikasi dan bagaimana menggunakan
didalam kelompok serta menganalisa proses komunikasi tersebut.
3. Model interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan)
dagambarkan melalui hubungan interpersonal.
Contoh: interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses sebab akibat dari tingkah
laku anggota lain.
Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok. Anggota kelompok
ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis. Melalui ini kesalahan persepsi dapat
dikoreksi dan perilaku social yang efektif dipelajari. Perasaan cemas dan kesepian
merupakan sasaran untuk mengidentifikasi dan merubah tingkah laku/perilaku.
Contoh: tujuan salah satu aktivitas kelompok untuk meningkatkan hubungan
interpersonal. Pada saat konplik interpersonal muncul, leader menggunakan situasi
tersebut untuk mendorong anggota untuk mendiskusikan perasaan mereka dan
mempelajari konplik apa yang membuat anggota merasa cemas dan menentukan
perilaku apa yangdigunakan untuk menghindari atau menurunkan cemas pada saat
terjadi konflik.
4. Model psikodrama
Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting sesuai dengan
peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang lalu. Anggota memainkan peran sesuai
dengan yang perna dialami. Contoh: klien memerankan ayahnya yang dominin atau
keras.

2.3 Tujuan Terapi

2.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan kelompok adalah :

1.    Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman

2.    Memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain

3.    Merupakan proses menerima umpan balik

2.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengembangkan stimulasi kognitif


Tipe: biblioterapy

Aktivitas: menggunakan artikel, sajak,puisi, buku, surat kabar untuk

merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.

2. Mengembangkan stimulasi sensori


Tipe: music, seni, menari.
Aktivitas: menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan.

Tipe: relaksasi

Aktivitas: belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi

otot dan imajinasi.

3. Mengembangkan orientasi realitas


Tipe: kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.

Aktivitas: focus pada orientasi waktu,tempat dan orang, benar, salah

bantu memenuhi kebutuhan.

4. Mengembangkan sosialisasi
Tipe: kelompok remitivasi

Aktivitas: mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi

Tipe: kelompok mengingatkan

Aktivitas: focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.

2.4 Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok

Secara umum manfaat terapi aktivitas kelompok adalah :

1. Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi dan umpan
balik dengan atau dari orang lain.
2. Melakukan sosialisasi.
3. Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.

Secara khusus manfaatnya adalah :

1. Meningkatkan identitas diri


2. Menyalurkan emosi secara konstruktif
3. Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau social.
Di samping itu manfaat rehabilitasinya adalah :

1. Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.


2. Meningkatkan keterampilan sosial.
3. Meningkatkan kemampuan empati.

Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.

2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi Terapi Aktifitas Kelompok (Tak)

Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997)
adalah:
1. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok
kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak
terkontrol, mudah bosan.
2. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok
antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah,
agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan
tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.
3. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan
pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis klien
dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara,
sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan problem yang sama.

2.6 Komponen Kelompok

Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005) :


1. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga
stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam
kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh
pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
2. Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya
berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar akibbatnya tidak semua
anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan
pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang
terjadi (Kelliat, 2005).
3. Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya sesi bergantung
pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu, atau dapat direncanakan
sesuai dengan kebutuhan (Kelliat, 2005).

2.7 Macam-Macam Terapi Aktivitas Kelompok

1. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi

Terapi aktifitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk
membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam
upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptif.

Tujuan :

a. Meningkatkan kemampuan orientasi realita


b. Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian
c. Meningkatkan kemampuan intelektual
d. Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain
e. Mengemukakan perasaanya
Karakteristik :
a. Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-nilai
b. Menarik diri dari realitas
c. Inisiasi atau ide-ide negative
d. Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti
kegiatan

2. Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori


Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita yang mengalami
kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi penggunaan
panca indera dan kemampuan mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun
eksternal.
Tujuan :
a. Meningkatkan kemampuan sensori
b. Meningkatkan upaya memusatkan perhatian
c. Meningkatkan kesegaran jasmani
d. Mengekspresikan perasaan

3. Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas


Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk mengorientasikan
klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang
menghalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang
digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik.

Tujuan :
a. Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran, perasaan, sensasi
somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar)
b. Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan
c. Pembicaraan penderita sesuai realita
d. Penderita mampu mengenali diri sendiri
e. Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat
Tahapan kegiatan :
1) Sesi I      : Orientasi Orang
2) Sesi II    : Orientasi Tempat
3) Sesi III   : Orientasi Waktu
Karakteristik :
a. Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi, waham, dan
depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
b. Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah dapat
berinteraksi dengan orang lain
c. Penderita kooperatif
d. Dapat berkomunikasi verbal dengan baik
e. Kondisi fisik dalam keadaan sehat

4. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi


Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam
melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan social. Sosialisasi
dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :
a. Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
b. Memberi tanggapan terhadap orang lain
c. Mengekspresikan ide dan tukar persepsi
d. Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan

Tujuan umum :
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang lain,
mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
Tujuan khusus :
a. Penderita mampu menyebutkan identitasnya
b. Menyebutkan identitas penderita lain
c. Berespon terhadap penderita lain
d. Mengikuti aturan main
e. Mengemukakan pendapat dan perasaannya
Karakteristik :
a. Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan
ruangan
b. Penderita sering berada ditempat tidur
c. Penderita menarik diri, kontak sosial kurang
d. Penderita dengan harga diri rendah
e. Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas
f. Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban sesuai
pertanyaan
g. Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik

5. Penyaluran energy
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara kontruktif
dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran energi seperti katarsis,
peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif dengan tanpa menimbulkan kerugian
pada diri sendiri maupun lingkungan
Tujuan :
a. Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.
b. Mengekspresikan perasaan
c. Meningkatkan hubungan interpersonal

2.8 Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok adalah :
1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih dahulu,
membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi
aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik
klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat,
waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas terapis.
2. Tugas sebagai leader dan coleader
Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi
dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya
kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat
peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
3. Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota
kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat
mengikuti jalannya kegiatan.
4. Tugas sebagai observer
Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon penderita,
mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani peserta/anggota kelompok
yang drop out.
5. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi
Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub kelompok,
kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau kelompok dan adanya anggota
kelompok yang drop out.
Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan
kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.
6. Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi keadaan yang
bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan
terapi aktivitas kelompok.
Dari rangkaian tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah sebagai fasilitator.
Idealnya anggota kelompok sendiri adalah sumber primer penyembuhan dan perubahan.
Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah agen perubahan yang kuat. Ahli
terapi lebih dari sekedar ahli yang menerapkan tehnik; ahli terapi memberikan pengaruh
pribadi yang menarik variable tertentu seperti empati, kehangatan dan rasa hormat (Kaplan
& Sadock, 1997).
Sedangkan menurut Depkes RFI 1998, di dalam suatu kelompok, baik itu kelompok
terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin merupakan pribadi yang paling penting
dalam kelompok. Pemimpin kelompok lebih mempengaruhi tingkat kecemasan dan pola
tingkah laku anggota kelompok jika dibandingkan dengan anggota kelompok itu sendiri.
Karena peranan penting terapis ini, maka diperlukan latihan dan keahlian yang betul-betul
professional.
Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa peran perawat psikiatri dalam terapi
aktivits kelompok adalah sebagai leader/co leader, sebagai observer dan fasilitator serta
mengevaluasi hasil yang dicapai dalam kelompok. Untuk memperoleh kemampuan sebagai
leader/co leader, observer dan fasilitator dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, perawat
juga perlu mendapat latihan dan keahlian yang professional.

2.9 Tahap-Tahap Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1995, fase – fase dalam terapi
aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :
A. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi leader, anggota,
dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan, proses evaluasi pada
anggota dan kelompok, menjelaskan sumber – sumber yang diperlukan kelompok
seperti proyektor dan jika memungkian biaya dan keuangan.
B. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu orientasi, konflik atau
kebersamaan.
2. Orientasi.
Anggota mulai mengembangkan system social masing – masing, dan leader mulai
menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota.
3. Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan siapa
yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya dan saling
ketergantungan yang akan terjadi.
4. Kebersamaan
Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota mulai
menemukan siapa dirinya.
C. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan engatif dikoreksi
dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistic,
mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, dan
penyelesaian masalah yang kreatif.
D. Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok mungkin
mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses.

Anda mungkin juga menyukai