Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Harga diri rendah adalah suatu masalah utama untuk kebanyakan orang dan
dapat diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Harga diri rendah kronik
merupakan suatu keadaan yang maladaptif dari konsep diri, dimana perasaan
tentang diri atau evaluasi diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama. Termasuk didalam harga diri rendah ini evaluasi diri yang negatif dan
dihubungkan dengan perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan, ketakutan,
merasa sedih, sensitif, tidak sempurna, rasa bersalah dan tidak adekuat. Harga diri
rendah kronik merupakan suatu komponen utama dari depresi yang ditunjukkan
dengan perilaku sebagai hukum dan tidak mempunyai rasa (Stuart dan Laraia,
2001).
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah. Setiap
individu biasanya mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan masalahnya, tapi
jika ada sebagian manusia yang tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri akan
dapat mengakibatkan gangguan jiwa.Ternyata dampaknya mampu menimbulkan
dampak sangat besar dan berpengaruh terhadap jiwa seseorang yang tidak dapat
mengantisipasi gejala yang timbul. Hasil survey Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tahun 2000 menyatakan tingkat gangguan kesehatan jiwa orang di
Indonesia tinggi dan di atas rata-rata gangguan kesehatan jiwa didunia. Hal Ini
ditunjukkan dengan data yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun
2000 : Rata-rata 40 dari 100.000 orang di Indonesia melakukan bunuh diri,
sementara rata-rata dunia menunjukkan 15,1 dari 100.000 orang, Rata-rata orang
bunuh diri di Indonesia adalah 136 orang per-hari atau 48.000 orang bunuh diri per
tahun, Satu dari empat orang di Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa,
Penderita gangguan jiwa di Indonesia, hanya 0,5 % saja yang dirawat di rs jiwa.

Terapi kognitif adalah jenis psikoterapi yang di kembangkan oleh Aaron


Beck. Ia adalah seorang psikiate dengan latar belakang psikoanalis. Ia mengajar di
University of Pennsylvania Medical Scholl dan memimpin Center for Cognitive

1
Therapy. Ia berjasa menyumbangkan secara sukarela dalam pengembangan terapi
kognitif untuk menyembuhkan bagi gagasan kedaan jiwa, terutama depresi (Nasir
dan Abdul, 2011). Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan
terstruktur, aktif, derektif dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai
hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi ini didasarkan
pada teori bahwa afek (keadaan emosi, perasaan) dan tindakan seseorang sebagaian
besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentu dunianya. Pikiran
manusia memberi gambaran tentang rangkaian kejadian di dalam kesadarannya.
Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpang, berhubungan erat dengan isi
pikiran, misalnya, seorang menderita ansietas karena mengantisipasi akan
mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya (Prasekti, 2013).

1.2 TUJUAN PENULISAN


1.2.1 TUJUAN UMUM
Menganalisa asuhan keperawatan pada pasien ganguan jiwa harga diri
rendah dengan implementasi cognitive therapy (CT)

1.2.2 TUJUAN KHUSUS


1.2.2.1 Menguraikan study kasus asuhan keperawatan pada pasien Sdr. S (usia 23
tahun) dengan ganguan jiwa harga diri rendah
1.2.2.2 Menguraikan konsep asuhan keperawatan pada pasien ganguan jiwa harga
diri rendah
1.2.2.3 Menganalisa study kasus asuhan keperawatan pada pasien ganguan jiwa
harga diri rendah dengan membandingkan teori dan kenyataan yang
didapatkan pada saat praktikum implementasi cognitive therapy (CT)

BAB II
GAMBARAN KASUS

2
2.1 KASUS
Nn. S, perempuan berusia 23 tahun, mahasiswa semester akhir jurusan
tataboga , belum bekerja, Aktif mengikuti organisasi kampus, pengalaman menang
lomba memasak usia anak tingkat nasional, peserta BPJS, mengalami kecelakaan
lalu lintas dan mendapatkan tindakan medis amputasi karena terjadi parah luka
parah pada tangan kirinya, kemudian saat di ruang pulih sadar (RR) setelah operasi
Nn. S sudah sadar dan ketika hendak menggaruk kakinya yang terasa gatal Nn. S
meraba tangan kirinya menjerit sambil menangis karena melihat tangan kirinya
sudah di amputasi sambil berkata, “kemana tanganku, aku tidak mau kehilangan
tanganku, mengapa ini terjadi, Tuhan tidak sayang padaku padahal rajin berdoa
kenapa harus mendapatkan musibah ini.” Karena kondisi fisiknya sudah membaik
kemudian oleh perawat di pindah di ruang kelas 1 terdapat 2 pasien perawatan
Dari hasil Obseravasi perawat didapatkan setelah seminggu di rawat di
ruang perawatan pasien sering melamun, menyendiri, sering mengeluh “saya sudah
cacat jadi tidak berguna sehingga kawatir orang tua tidak sayang, merasa tubuhnya
tidak sempurna dan tidak menarik pasca amputasi pada tangan kiri sehingga takut
di putus pacar nanti sulit dapat jodoh, merasa gagal sebagai mahasiswa tataboga
semester akhir karena merasa tidak bisa memasak lagi dan merasa gagal peran
sebagai anak karena merasa tidak mampu memenuhi harapan orang tua dan
menyebabkan kesedihan pada ibunya selama di rawat sering menangisi kondisinya,
merasa gagal mencapai cita-citanya menjadi chef internasional, sehingga sudah
pasti masa depan suram, tidak bisa berbuat apapun lagi dalam hidup jadi, jika sudah
pulang dari rumah sakit ke depannya malas melakukan apapun jadi pengen tinggal
di rumah dan tidak mau melanjutkan kuliah dan tidak mau ikut kegiatan lainnya
karena malu takut diguncingkan oleh orang sekitarnya, Hasil pemeriksaan TTV =
TD 120/80 mmHg, Nadi 76x/menit, Pernafasan 20x/menit. Daerah luka operasi
pada siku kiri tampak bersih dan kering.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS Sdr.S (USIA 23 TAHUN)
DENGAN HARGA DIRI RENDAH

2.2.1 Pengkajian Pendekatan Psikopatologi Harga Diri Rendah

3
Faktor Predisposisi

PSIKOLOGIS
Konsep diri: SOSIAL BUDAYA
1. Harga diri rendah pasca amputasi tangan kiri dan 1. Usia 23 th masa tugas perkembangan
kawatir merasa dirinya tidak berguna lagi remaja menuju ke dewasa muda
sehingga kawatir orang tua tidak sayang lagi 2. Gender: Perempuan kurang sempurna
BIOLOGIS karena kecacatan dalam penampilan fisik karena cacat
Kondisi kesehatan : 2. Body Image merasa tubuhnya tidak sempurna dan tangan kiri sehingga kawatir sulit dapat
Mengalami tidak menarik pasca amputasi pada tangan kiri jodoh
sehingga takut di putus pacar 3. Pendapatan: belum berpenghasilan
kecelakaan lalu lintas
4. Pengalaman sosial merasa dikucilkan saat
dan mendapatkan 3. Peran merasa gagal sebagai mahasiswa tataboga berteman dengan orang lain karena takut
tindakan Post semester akhir karena merasa tidak bisa memasak di ejek temannya
amputasi tangan kiri lagi dan merasa Gagal peran sebagai anak karena 5. Peran sosial mengikuti organisasi
karena fraktur merasa tidak mampu memenuhi harapan orang tua memasak menjadi terhambat karena
dan menyebabkan kesedihan pada ibunya keterbatasan fisik
4. Ideal diri merasa gagal mencapai cita-citanya 6. Merasa kecewa dengan Tuhan kerena
menjadi chef internasional selama ini rajin berdoa tapi di beri
musibah

Faktor Presipitasi

SIFAT ASAL
Faktor Biologis: Kondisi kesehatan : Riwayat Post amputasi Internal : Frustasi kegagalan WAKTU
menjadi peran chef internasional JUMLAH
pengalaman dalam keluarga Relatif akut
dan barusan bertengkar dengan Pengalaman
Faktor Psikologis: cemas karena ada riwayat buruk akibat dari tanpa
pacar pertama
kecelakaan dan tindakan amputasi seperti kematian dan kecacatan perencanaan
permanen. Eksternal:Keluarga ibunya
Faktor Psikobudaya: di sekitar masyarakat memandang rendah sering menangis meratapi kondisi
pada orang cacat fisik anaknya

Penilaian Stressor

KOGNITIF
AFEKTIF PSIKOLOGICAL RESPON SOSIAL
Merasa dirinya dikucilkan TTV : Menarik diri
Merasa tidak berguna Bersedih TD : 130/100 mmHg Tidak ingin melakukan
Menolak kemampuan diri sendiri Cemas Nadi : 93 x/mnt aktivitas
Kehiduapan masa depan suram Mengejek diri sendiri Suhu : 37,5 ˚C Berdiam diri
Produktifitas menurun Pernapasan : 28 x/mnt Marah
Mudah tersinggung

Sumber Koping

PERSONAL ABILITY SOSIAL SUPPORT MATERIAL ASSETS POSITIVE BELIEFS


Aktif mengikuti organisasi Keluarga( orang tua) dan Menggunakan BPJS Bisa kembali Bersama keluarga
kampus sahabat Bisa berorganisasi kembali
Menang lomba memasak usia
anak tingkat nasional

4
Mekanisme Koping

KONSTRUKTIF DESTRUKTIF
Disosiasi diperpersonalisasi

Kontinum Respon Koping

MALADAPTIF
ADAPTIF Gangguan Konsep diri
NURSING DIAGNOSIS Harga diri rendah (HDR)
1. Harga diri rendah situasional
2. Gangguan citra tubuh
3. Penampilan peran tidak efektif
4. Ketidakefektifan koping
5. Penurunan koping keluarga
6. Resiko distress spritual
7. Kerusakan integritas jaringan

Berdasarkan Gambar 1 Pengkajian Psikopatologi Harga Diri Rendah Pada Sdr. S


Model Adaptasi Stres Stuart

Berdasarkan Gambar 1 Pengkajian Psikopatologi Harga Diri Rendah Pada


Sdr. S Model Adaptasi Stres Stuart Berbagai faktor menunjang terjadinya
perubahan harga diri Sdr. S yaitu Faktor predisposisi pendukung harga diri rendah
meliputi Kondisi kesehatan : Mengalami kecelakaan lalu lintas dan mendapatkan
tindakan Post amputasi tangan kiri karena fraktur sehingga komplek mengalami
gangguan dalam konsep dirinya salah satunya Harga diri rendah, pasien tugas
perkembangan remaja menuju ke dewasa muda , dengan Gender perempuan
penampilan fisik karena cacat tangan kiri kawatir sulit dapat jodoh, belum
berpenghasilan merasa dikucilkan takut di ejek temannya , tidak mengikuti
organisasi memasakan kecewa dengan Tuhan karena selama ini rajin berdoa tapi di
beri musibah .

5
Sedangkan faktor presipitasi yang sangat mendukung munculnya harga diri
rendah meliputi Riwayat Post amputasi pengalaman dalam keluarga, cemas karena
ada riwayat buruk akibat dari kecelakaan dan tindakan amputasi seperti kematian
dan kecacatan permanen, masyarakat memandang rendah pada orang cacat fisik,
hal tersebut menyebabkan Frustasi kegagalan menjadi peran chef internasional
ibunya sering menangis meratapi kondisi anaknya dengan kondisi dan kejadiannya
akut dan merupakan pengalaman pertama Kejadian tersebut menilai sebagai
stressor bagi Sdr.S sehingga berusaha mendapatkan sumber koping dan berusaha
beradaptasi hal tersebut menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan
mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri
dengan kenyataan dalam mekanisme secara Disosiasi diperpersonalisasi,
merupakan mekanisme koping destruktif sehingga respon koping maladaptif
terjadi harga diri rendah.

2.2.2 Masalah Keperawatan


Berdasarkan kasus dari Sdr.S, didapatkan diagnosa keperawatan:
1. Harga diri rendah situasional
2. Gangguan citra tubuh
3. Penampilan peran tidak efektif
4. Ketidakefektifan koping
5. Penurunan koping keluarga
6. Resiko distress spritual
7. Menarik diri
8. Kerusakan integritas jaringan

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi dari Diagnosa keperawatan harga diri rendah situasional
mengaplikasikan pada Standart keperawatan profesional jiwa RSJ Dr.Radjiman
Wediodiningrat Lawang Malang, sebagai berikut:

6
Tujuan Umum:
Klien memiliki konsep diri yang positif
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk di laksanakan
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
5. Klien dapat melakuakan kegiatan sesuai dengan rencana yang dibuat
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
7. Lakukan Tindakan keperawatan spesialis dengan CT

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi dari diagnosa keperawatan harga diri rendah situasional, yaitu
Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
positif yang di miliki pasien keluargaa dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien yang masih dapat di gunakan gejala harga diri rendah yang di alami
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang pasien beserta proses terjadinya
akan dilatih srsuai dengan 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
kemampuannya dengan harga diri rendah
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang
dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilannya
6. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP II SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
pasien merawat pasien HDR
2. Melatih kemampuan kedua 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Menganjurkan pasien memasukkan merawat lansung kepada pasien HDR
dalam jadwal kegiatan harian

7
SP III
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivita di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 MASALAH UTAMA


Harga Diri Rendah (HDR)

8
3.2 PROSES TERJADI MASALAH
3.2.1 Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan
Sundeen, 1998). Menurut Townsend (1998) harga diri rendah merupakan evaluasi
diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung
maupuan tidak langsung. Pendapat senada diungkapkan oleh Carpenito, L.J (1998)
bahwa harga diri rendah merupakan keadan dimana individu mengalami evaluasi
diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri. Dari pendapat-pendapat
diatas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri dan gagal mencapai tujuan yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan diri ini dapat
bersifat situasional maupun kronis atau menahun.
3.2.2 Tanda dan Gejala
Menurut Carpenito, L.J (1998); Keliat, B.A (1994); perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain.
b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan.
c. Perasaan tidak mampu.
d. Rasa bersalah.
e. Sikap negatif pada diri sendiri.
f. Sikap pesimis pada kehidupan.
g. Keluhan sakit fisik.
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i. Menolak kemampuan diri sendiri.
j. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri.
k. Perasaan cemas dan takut.
l. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif.
m. Ketidakmampuan menentukan tujuan.
Data Obyektif :
a. Produktifitas menurun.

9
b. Perilaku distruktif pada diri sendiri.
c. Perilaku distruktif pada orang lain.
d. Penyalahgunaan zat.
e. Menarik diri dari hubungan sosial.
f. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah.
g. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan).
h. Tampak mudah tersinggung/mudah marah.
3.2.3 Etiologi (Penyebab)
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang
tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system
pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif,
difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend,
M.C. 1998). Menurut Carpenito, L.J (1998) koping individu tidak efektif adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan
adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau
kognitif). Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998) koping individu tidak efektif
merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah
seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat dibuat kesimpulan, individu yang
mempunyai koping individu tidak efektif akan menunjukkan ketidakmampuan
dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat memecahkan masalah tuntutan hidup
serta peran yang dihadapi. Adanya koping individu tidak efektif sering ditujukan
dengan perilaku (Carpenito, L.J, 1998); Townsend, M.C, 1998) sebagai berikut :
a. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau menerima
bantuan.
b. Mengungkapkan perasaan khawatir dan cemas yang berkepanjangan.
c. Mengungkapkan ketidakmampuan menjalankan peran.
Data Obyektif :
a. Perubahan partisipasi dalam masyarakat.
b. Peningkatan ketergantungan.

10
c. Memanipulasi orang lain disekitarnya untuk tujuan-tujuan memenuhi keinginan
sendiri.
d. Menolak mengikuti aturan-aturan yang berlaku.
e. Perilaku distruktif yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain.
f. Memanipulasi verbal/perubahan dalam pola komunikasi.
g. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.
h. Penyalahgunaan obat terlarang.

3.2.4 Akibat
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri,
isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (DepKes RI, 1998). Isolasi sosial menarik diri sering ditujukan dengan
perilaku antara lain :
Data Subyektif
a. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan/pembicaraan.
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain.
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain.
Data Obyektif
a. Kurang spontan ketika diajak bicara.
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun/tidak adanya komunikasi verbal.
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.
3.2.5. Rentang Respon Konsep diri

3.3 PENGKAJIAN
3.3.1 Faktor Predisposisi
Stuard, G. W (2016) mengemukakan mengenai faktor penunjang
terjadi perubahan konsep diri dapat dibagi menjadi tiga faktor yaitu :

11
a. Faktor penunjang harga diri rendah
1) Penilaian orang tua.
2) Harapan Orang Tua yang tidak realistis.
3) Kegagalan yang berulang kali.
4) Kurang mempunyai tanggung jawab personal.
5) Ketergantungan kepada orang lain.

b. Faktor mempengaruhi penampilan peran


1) Streotropik peran seks.
2) Harapan peran kultural.

c. Faktor identitas personal


1) Ketidakpercayaan orangtua.
2) Tekanan dari kelompok sebaya.
3) Perubahan dalam struktur sosial.

3.3.2 Faktor Presipitasi


Stuard, G. W (2016) mengemukakan faktor presipitasi pada konsep diri
yaitu:
a. Sumber internal dan eksternal
1) Trauma : Menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
2) Frustasi : Ketegangan peran yang behubungan dengan peran atau
posisi yang diharapkan dimana individu mengalami.
b. Transisi peran
1) Transisi peran perkembangan : perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan dalam kehidupan individu, keluarga dan norma-norma
budaya dan tekanan untuk penyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah / berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian
3) Transisi peran sehat sakit sebagai peran akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit.
3.3.3 Perilaku
Yusuf Ahmad, dkk (2015) mengemukakan tentang pengkajian perilaku
pada kasus konsep diri, sebagai berikut:

12
1. Citra tubuh
a. Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu
b. Menolak bercermin
c. Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh
d. Menolak usaha rehabilitasi
e. Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat
f. Menyangkal cacat tubuh
2. Harga diri rendah
a. Mengkritik diri sendiri/orang lain
b. Produktivitas menurun
c. Gangguan berhubungan
d. Merasa diri paling penting
e. Destruktif pada orang lain
f. Merasa tidak mampu
g. Merasa bersalah dan khawatir
h. Mudah tersinggung / marah
i. Perasaan negative terhadap tubuh
j. Ketegangan peran
k. Pesimis menghadapi bidup
l. Keluhan fisik
m. Penolakan kemampuan diri
n. Pandangan hidup bertentangan
o. Destruktif terhadap diri
p. Menarik diri secara social
q. Penyalahgunaan zat
r. Menarik diri dari realitas

3. Kerancuan identitas
a. Tidak ada kode moral
b. Kepribadian yang bertentangan
c. Hubungan interpersonal yang eksploitatif
d. Perasaan hampa

13
e. Perasaan mengambang tentang diri
f. Kerancuan gender
g. Tingkat ansietas tinggi
h. Tidak mampu empati terhadap orang lain
i. Masalah estimasi
4. Depersonalisasi
Yusuf Ahmad, dkk (2015) mengemukakan tentang Depersonalisasi yaitu kondisi
persepsi atau pengalaman seseorang terhadap diri sendiri berubah di jelaskan dalam
tabel di bawah
Tabel 1.1 Depersonalisasi
Afektif Perseptual Kognitif Perilaku
Kehilangan identitas Halunasi dengar dan lihat Bingung Pasif
Perasaan terpisah dari diri Bingung tentang seksualitas Disorientasi waktu Komunikasi tidak sesuai
diri
Perasaan tidak realistis Sulit membedakan diri dan Gangguan berpikir Kurang spontanitas
orang lain
Rasa terisolasi yang kuat Gangguan citra tubuh Gangguan daya ingat Kehilangan kendali terhadap
impuls
Kurang rasa berkesinambungan Dunia seperti dalam mimpi Gangguan penilaian Tidak mampu memutuskan
Tidak mampu mencari kesenangan Kepribadian ganda Menarik diri secara sosial

3.3.4 Mekanisme Koping


Yusuf Ahmad, dkk (2015) mengemukakan tentang mekanisme pada masalah
konsep diri
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pertahankan jangka pendek
a. Aktivitas pelarian sementara dari krisis, seperti kerja keras, nonton, dan lain – lain.
b. Aktivitas memberikan identitas penggangti sementara, ikut kegiatan social, politik,
agama
c. Aktivitas sementara menguatkan perasaan diri, seperti kompetisi pencapaian akademik
d. Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat masalah identitas menjadi
kurang berarti dalam kehidupan, seperti penyalahgunaan obat.
2. Pertahankan jangka pendek

14
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu
tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, dan potensi diri individu.
b. Identitas negative
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai – nilai harapan
masyarakat.
3. Mekanisme pertahankan ego
a. Fantasi
b. Disosiasi
c. Isolasi
d. Proyeksi
e. Displacement
f. Marah/ amuk pada diri sendiri

3.3.5 Psikopatologi Harga Diri Rendah

FAKTOR PREDISPOSISI

Memengaruhi harga diri Memengaruhi peran Memengaruhi indentitas

STRESOR PRESIPITASI

Trauma Biologis Ketegangan peran

PENILAIAN TERHADAP STRESOR

15
Kekuatan ego

MEKANISME KOPING

Jangka pendek Jangka panjang Berorientasi ego

Konstruktif Destruktif

RENTANG RESPONS KONSEP DIRI

Respon adaptif Respons maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Difusi Disosiasi


diri positif rendah identitas Depersonalisasi

ADAPTIF:  Harga diri rendah MALADAPTIF:


 Aktualisasi diri  Difusi identitas
 Konsep diri positif  Disosiasi
depersonalisasi

Gambar 2 Gambar Model Adaptasi Stres Stuart Yang Berhubungan dengan


Rentang Respons Konsep Diri

3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN


3.4.1 Pohon Masalah Keperawatan

Resiko isolasi sosial :menarik diri Resiko perilaku kekerasan

Harga Diri Rendah:


- Harga Diri Kronik
- Resiko Harga Diri Kronik
- Harga Diri Rendah Situasional
- Resiko Harga Diri Situsional

16
Ketidaksiapan meningkatkan koping keluarga Ketidaksiapan Meningkatkan Koping komunitas

Ketidakmampuan koping keluarga

Penurunan koping keluarga

Ketidakefektifan koping

Koping Defensif

Gambar 3 Pohon Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah Berdasarkan


NANDA 2017

3.4.2 Daftar Diagnosa Keperawatan Harga diri rendah


NANDA (2017) mengemukakan diagnosa harga diri rendah terdiri dari :
3.4.2.1 Harga Diri Rendah Kronik
a. Definisi
Evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri sendiri atau kemampuan diri yang
berlangsung lama
b. Batasan Karakteristik
• Bergantung pada pendapat orang lain
• Ekspresi rasa bersalah
• Ekspresi rasa malu
• Enggan mencoba hal baru
• Kegagalan hidup berulang
• Kontak mata Kurang
c. Faktor Yang berhubungan

17
• Gangguan psikiatrik
• Kegagalan berulang
• Ketidaksesuaian budaya
• Ketidaksesuaian spiritual
• Koping terhadap kehilangan tidak efektif
3.4. 2.2 Resiko harga diri rendah kronik
a. Definisi
Rentan terhadap evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri sendiri atau
kemampuan diri dalam waktu lama, yang dapat mengganggu kesehatan.
b. Faktor Resiko
 Gangguan psikiatrik
 Kegagalan berulang
 Ketidaksesuaian budaya
 Ketidaksesuaian spiritual
 Koping terhadap kehilangan tidak efektif
 Kurang kasih sayang
 Kurang keanggotaan dalam kelompok
 Kurang respek dari orang lain
 Merasa afek tidak sesuai
 Penguatan negatif berulang
 Terpapar peristiwa traumatik

3.4. 2.3 Harga diri rendah situasional


a. Definisi
Munculnya persepsi negatif tentang makna diri sebagai respons terhadap situasi
saat ini.
b. Batasan Karakteristik
 Meremehkan kemampuan menghadapi situasi
 Perilaku tidak asertif
 Perilaku tidak selaras dengan nilai

18
 Tanpa tujuan
 Tantangan situasi terhadap harga diri
 Tidak berdaya
 Ungkapan negatif tentang diri
c. Faktor yang Berhubungan
 Gangguan citra tubuh
 Gangguan fungsi
 Gangguan peran sosial
 Ketidakadekuatan pemahaman
 Perilaku tidak konsisten dengan nilai
 Pola kegagalan
 Riwayat kehilangan
 Riwayat penolakan
 Transisi perkembangan

3.4.2.4 Resiko harga diri rendah situasional


a. Definisi
Rentan teradi persepsi negatif tentang makna diri sebagai respons terhadap situasi
saat ini.
b. Faktor Resiko
 Gangguan citra tubuh
 Gangguan fungsi
 Gangguan peran sosial
 Harga diri tidak realistik
 Ketidakadekuatan pemahaman
 Penurunan kontrol terhadap lingkungan
 Penyakit fisik
 Perilaku tidak konsisten dengan nilai
 Pola kegagalan
 Pola ketidakberdayaan
 Riwayat kehilangan

19
 Riwayat pengabaian
 Riwayat penolakan
 Riwayat penyiksaan (mis,fisik,psikologis,seksual)
 Transisi perkembangan

3.4.2.5 Koping defensif


a. Definisi
Proyeksi evaluasi diri positif yang salah dan berulang yang didasarkan pada pola
perlindungan-diri untuk bertahan terhadap ancaman yang dirasakan terhadap
harga diri yang positif.
b. Batasan Karakteristik
 Distorsi realitas
 Hipersensitif terhadap ejekan/penghinaan
 Hipersensitif terhadap kritik
 Kesulitan membina hubungan
 Kesulitan memelihara hubungan
 Kurang partisipasi dalam terapi
 Menghina orang lain
 Menyangkal kelemahan yang terjadi
 Menyangkal masalah yang terjadi
 Perubahan dalam uji realitas
 Proyeksi menyalahkan diri
 Proyeksi tanggung jawab
 Rasionalisasi kegagalan
 Sedikit partisipasi dalam menjalani pengobatan
 Sikap superior terhadap orang lain
 Tertawa menghina
 Waham kebesaran
c. Faktor yang Berhubungan
 Harapan diri yang tidak realistik
 Konflik antara persepsi diri dan sistwwm nilai

20
 Kurang percaya pada orang lain
 Kurangnya penyesuaian
 Kurangnya sistem dukungan
 Ragu/tidak percaya
 Takut akan karma
 Takut akan penghinaan
 Takut gagal
 Tingkat kepercayaan diri rendah

3.4.2.6 Ketidakefektifan Koping


a. Definisi
Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stresor,
ketidakadekuatan pilihan respons yang dilakukan, dan/atau ketidak mampuan
untuk menggunakan sumber dayang yang tersedia
b. Batasan Karakteristik
• Akses dukungan sosial tidak adekuat
• kesulitan mengorganisasi informasi
• Ketidakmampuan memenuhi harapan peran
• Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
• Ketidakmampuan meminta bantuan
• Ketidakmampuan mengatasi masalah
• Ketidakmampuan menghadapi situasi
• Ketidakmampuan mengikuti informasi

c. Faktor yang berhubungan


• Derajat ancaman yang tinggi
• Dukungan sosial yang tidak adekuat yang diciptakan oleh karakteristik
hubungan
• Gangguan pola melepaskan ketegangan
• Ketidakadekuatan kesempatan untuk bersikap terhadap stresor
• Ketidakmampuan mengubah energi yang adaptif
• Krisis maturasi

21
• Krisis situasi
• Kurang percaya diri dalam kemampuan mengatasi masalah
• Penilaian ancaman tidak akurat
• Perbedaan gender dalam strategi koping
• Ragu
3.4.2.7 Kesiapan Meningkatkan Koping Komunitas
a. Definisi
Suatu pola aktivitas komunitas untuk adaptasi dan pemecahan masalah yang
memuaskan guna memenuhi tuntutan/permintaan atau kebutuhan komunitas,
yang dapat ditingkatkan
b. Batasan Karakteristik
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan ketersediaan program rekreasi
komunitas
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan ketresediaan program rekreasi
komunias
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan komunitas di antara anggota
masyarakat
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan komunikasi diantara komunitas
sekitar dan yang lebih besar
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan pemecahan masalah untuk
masalah yang teridemtifikasi
• Menyatakan keingiinan untuk meningkatkan perencanaan komunitas untuk
stres yang dapat diprediksi

3.4.2.8 Penurunan Koping Keluarga


a. Definisi
Orang utama pendukung (anggota keluarga, kerabat, atau teman dekat)
kurang, tidak efektif atau penurunan dalam memberi dukungan, rasa nyaman,
bantuan, atao motivasi yang diperlukan oleh klien untuk mengelola atau menguasai
tugas-tugas adaptif terkait masalah kesehatannya
b. Batasan Karakteristik
• Individu pendukung menarik diri dari klien

22
• Individu pendukung mengeluh kurang pengetahuan memengaruhi perilaku
efektif
• Individu pendukung mengeluh preokupasi dengan reaksi sendiri kebutuhan
klien
• Keterbatasan dalam komunikasi antara individu pendukung dsn klien
• Klien khawatir tentang respons individu pendukung terhadap masalah
kesehatan
• Klien mengeluh tentang respons individu pendukung terhadap masalah
kesehatan
• Orang terdekat mengupayakan perilaku asistif/membantu dengan hasil yang
tidak memuaskan
c. Faktor yang berhubungan
• Disorganisasi keluarga
• Kelelahan kapasitas individu pendukung
• Kesalahan informasi yang didapat oleh individu pendukung
• Kesalahpahaman tentang informasi oleh individu pendukung
• Krisis perkembangan yang dapat dihadapi individu pendukung
• Krisis situasi yang dihadapi oleh individu pendukung
• Kurang dukungan yang diberikan oleh klien kepada individu pendukung

3.4.2.9 Ketidakmampuan Koping Keluarga


a. Definisi
Perilaku individu pendukung (anggota keluarga, orang terdekat, atau teman
dekat) yang membatasi kapasitas/kemampuanya dan kemampuan klien untuk
secara efektif melakukan tugas penting untuk adaptasi keduannya terhadap masalah
kesehatan
b. Batasan Karakteristik
• Agitasi
• Agresi
• Depresi
• Distorsi realitas tentang masalah kesehatan klien
• Gangguan individualisasi

23
• Gangguan kemampuan untuk menyusun kehidupan yang berarti
• Gejala psikosomatis
• Intoleransi
• Ketergantungan klien
• Membaikan hubungan dengan anggota keluarga
• Mengabaikan kebutuhan dasar klien
c. Faktor yang berhubungan
• Gaya koping yang tidak sesuai antara individu pendukung dan klien
• Hubungan keluarga ambivalen
• Penanganan resistensi keluarga terhadap pengobatan yang tidak konsisten
• Perasaan yang tidak diungkapkan secara kronis oleh individu pendukung
• Perbedaan gaya koping antara individu pendukung dan klien

3.4.2.10 Kesiapan Meningkatkan Koping Keluarga


a. Definisi
Suatu pola manajemen tugas adaptif oleh individu utama (anggota keluarga,
orang terdekat, atau sahabat) yang melibatkan tuntutan kesehatan klien, yang dapat
ditingkatkan
b. Batasan Karakteristik
• Menyatakan keinginan untuk memilih pengalaman yang mengoptimalkan
kesejahteraan
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan gaya hidup
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan hubungan dengan orang lain
yang mengalami situasi yang sama
• Menyatakan keinginan untuk meningkatkan promosi kesehatan
• Menyatakan keinginan untuk menjelaskan dampak krisis terhadap
pertumbuha

24
3.5 PENATALAKSANAAN GANGGUAN JIWA: HARGA DIRI RENDAH
3.5.1 INTERVENSI KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH
3.5.1 Intervensi Keperawatan Pada Pasien
Tabel 1. Intervensi Keperawatan Harga Diri Rendah Secara Generalis
Tgl Diagnosa Perencanaan Intervensi
Keperwatan
Tujuan Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Gangguan konsep TUM: 1. Setelah ... X interaksi klien menunjukkan 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien :
diri: harga diri Klien memiliki konsep diri tanda- tanda percaya kepada perawat:  Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
rendah yang positif o Ekspresi wajah bersahabat  Perkenalkan diri, tanyakan nama serta panggilan yang
o Menunjukkan perasaans senang disukai.
TUK: o Mau berkenalan  Jelaskan tujuan interaksi.
1. Klien dapat membina o Ada kontak mata  Yakinkan klien dalam keadaan aman dan perawat siap
hubungan saling percaya o Mau berjabat tangan menolong dan mendampinginya
dengan perawat o Mau menyebutkan nama  Yakinkan bahwa kerahasian klien akan tetap terjaga
o Mau menjawb salam  Tunjukkan sikap terbuka dan jujur
o Mau duduk berdampingan dengan  Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
perawat  Perhatikan kebutuhan dasar dan beri bantuan untuk
o Bersedia menceritakan memenuhinya
 perasaannya

2. Klien dapat 2. Setelah ... X interaksi klien menyebutkan: 2.1 Diskusikan dengan klien tentang:
mengidentifikasi aspek  Aspek positif dan kemampuan  Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga, lingkungan

25
positif dan yang dimiliki klien  Kemampuan yang dimiliki klien
kemampuan yang  Asprk positif keluarga 2.2 Bersama klien buat tentang:
dimiliki  Aspek positif lingkungan klien  Aspek positif klien, keluaraga dan lingkungan
 Kemampuan yang dimliki klien
2.3 Beri pujian yang realistik hindarkan memberikan penilaian
negatif

3. Klien dapat menilai 3. Setelah ... X interaksi klien menyebutkan 3.1 Diskusikan denagn klien kemampuan yang dapat
kemampuan yang kemampuan yang dapat dilaksanakan dilaksanakan
dimiliki untuk di 3.2 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
laksanakan pelaksanaannya

1 2 3 4 5

4. Klien dapat 4. Setelah ... X interaksi klien membuat 4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
merencanakan kegiatan rencana kegiatan harian dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien:
sesuai dengan  Kegiatan mandiri
kemampuan yang  Kegiatan dengan bantuan
dimiliki 4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaaan kegiatan yang dapat
klien lakukan

5. Klien dapat melakuakan 5. Setelah ... X interaksi klien melakukan 5.1 Anjurkan klien melaksanakan kegiatan yang telah
kegiatan sesuai dengan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat di rencanakan
rencana yang dibuat 5.2 pantaum kegiatan yang telah dilaksanakan klien
5.3 Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien

26
5.4 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan
setelah pulang

6. Klien dapat 6. Setelah ... X interaksi klien 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
memanfaatkan sistem memanfaatkan sisitem pendukunga yang merawat klien daenag harga diri rendah
pendukung yang ada ada di keluarga 6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah

Sumber : Pelatihan bimbingan klinik keperawatan profesional jiwa RSJ Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang

27
3.5.2 Intervensi Keperawatan Pada Pasien Harga Diri Rendah pada Keluarga
Yusuf Ahmad, dkk (2015) mengemukakan rencana intervensi
keperawatan di sesuaikan dengan diagnosis. Pada intervensi keperawatan
berikut memberikan gambaran pada gambaran konsep diri , yaitu harga diri
rendah yang di berikan pada keluarga sebagai berikut:
1. Tujuan
a. Keluarga dapat mebantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki.
b. Keluarga memfasilitasi aktivitas pasien yang sesuai kemampuan.
c. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai
dengan latihan yang dilakukan.
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien.
b. Anjurkan memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang
dimiliki
c. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien dalam melakukan
kegiatan yang sudah dilatihkan pasien dengan perawat.
d. Ajarkan keluarga cara mengamati perkembangan perubahan
perilaku pasien.

3.5.3 TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) STIMULASI PERSEPSI


PENINGKATAN HARGA DIRI
Yusuf Ahmad, dkk (2015) mengatakan pasien harga diri rendah dilatih untuk
mengidentifikasi hal-hal positif pada diri sendiri. Kemampuan pasien di evaluasi
dan ditingkatkan pada tiap sesi , pada proses ini psien di harapkan mampu
merumuskan suatu tujuan hidup yang realitas. Aktivitas yang diberikan sebagai
berikut:
Sesi I : identifikasi hal positif diri
Sesi II : menghargai hal positif orang lain
Sesi III : menetapkan tujuan hidup yang realitis

28
3.5.4 TERAPI PSIKOFARMAKA
Yusuf Ahmad, dkk (2015) menjelaskan tentang terapi psikofarmako pada
pasien dengan gannguan jiwa sebagi berikut
A. Antipsikotik
Obat ini dahulu disebut neuroleptika atau major tranqullizer. Indikasi utama
obat golongan ini adalah untuk penderita gangguan psikotik (skizofrenia
atau psikotik lainnya).
Klasifikasinya antara lain sebagai berikut.
1. Derivate fenotiazin
a. Rantai samping alifatik
Contoh :
1) Chlorpromazine ( Larhatil, ethibernal)
2) Levomepromazine (Nozizan)
b. Rantai samping piperazin
Contoh :
1) Trifluoperazin (Stelazine)
2) Perfenazin (Trilafon)
3) Flufenazin (Anatensol)
c. Rantai samping piperidin
Contoh : Thioridazin (Melleril)
2. Derivat butirofenon
Contoh : Haloperidol (Haldol, Serenace)
3. Derivat thixanten
Contoh : Klorpotixen (Taractan)
4. Deribat dibenzoxasepin
Contoh : Loksapin
5. Derivat difenilbutilpiperidin
Contoh : Pimozide (Orap)
6. Derivat benzamide
Contoh : Sulpirid (dogmatil)
7. Derivat benzisoxasole
Contoh : Resperidon (Resperdal)

29
8. Derivat dibenzoxasepin (antipsikotik atipikal)
Contoh : Clozapin (Leponex)

B. Antidepresan
Merupakan golongan obat – obatan yang mempunyai khasiat mengurangi
atau menghilangkan gejala depresif. Pada umumnya bekerja meningkatkan
neurotransmitter norepinefrin dan serotonin.
Klasifikasinya antara lain sebagai berikut :
1. Golongan trisiklik
Contoh :
a. Imipramin (Tofranil)
b. Amitriptilin (Laroxyl)
c. Clomipramin (Anafranil)
2. Golongan tertrasiklik
Contoh : Maprotilin (Ludiaomil)
3. Golongan monoaminoksidase inhibitor (MAOI)
Contoh : Rima/Moclobemide (Auroric)
4. Golongan serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI)
Contoh :
a. Setralin (Zolofi)
b. Paroxetin (Seroxal)
c. Fluoxetine (Prozax)
C. Antiansietas (Anxiolytic sedative)
Obat golongan ini dipakai untuk mengurangi ansietas / kecemasan yang
patologis tanpa banyak berpengaruh pada fungsi kognitif. Secara umum
obat – obat ini berefek sedatif dan berpotensi menimbulkan toleransi /
ketergantungan terutama pada golongan Benzodiazepin.
1. Derivat benzodiazepin
Contoh :
a. Klordiazopoksid (Libirium)
b. Diazepam ( Valium)
c. Bromazepam (Lexotan)

30
d. Lorazepam (Aktivan)
e. Clobazam ( Frisium)
f. Alprazolam (Xanax)
g. Buspiron (Buspar)
2. Derivate gliserol
Contoh : Meprobamat (Deparon)
3. Derivat barbitrat
Contoh : Fenobarbital (Luminal)

D. Antimanik (Mood Stabilizer)


Merupakan kelompok obat yang berkhasiat untuk gangguan afektif bipolar
terutama episodic mania dan sekaligus dipakai untuk mencagah
kekambuhannya. Obat yang termasuk kelompok ini adalah sebagai berikut.
1. Golongan garam lithium (Teralith Priadel)
2. Karbamazepin (Tegretol, Temporol)
3. Asam Valproat

3.5.5 TINDAKAN KEPERAWATAN SPESIALIS


Workshop Keperawatan Jiwa X 2016 Program Studi Ners Spesialis
Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (2016)
mengatakan tindakan keperawatan spesialis dengan masalah jiwa harga diri rendah
dengan pendekatan terapi sebagai berikut:
3.5.4.1 Terapi Individu :
a. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
b. Cognitive Therapy (CT)
3.5.3.4.2 Terapi Keluarga, yaitu Family Psychoeducation (FPE)
3.5.3.4.3 Terapi Kelompok, yaitu Therapy Supportive

31
3.6 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN HDR DENGAN COGNITIVE
THERAP(CT)
Workshop Keperawatan Jiwa X 2016 Program Studi Ners Spesialis
Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (2016)
menjelaskan mengenai penatalaksanan Cognitive Therapy (CT) sebagai berikut:
3.6.1 Pengertian Cognitive Terapy (CT)
Terapi kognitif adalah salah satu bentuk psikoterapi yang didasarkan pada
konsep proses patologi jiwa, dimana fokus dari tindakannya berdasarkan modifikasi
dari distorsi kognitif dan perilaku maladpatif (Townsend, 2009). Menurut Nevid,
Rathus, dan Greene (2006) terapi kognitif juga fokus untuk membantu klien
mengidentifikasi dan mengkoreksi pikiran maladaptif, jenis pikiran otomatis, dan
mengubah perilaku sendiri yang disebabkan oleh berbagai masalah-masalah
emosional Beck, dkk (1987); Townsend (2009) mengungkapkan tujuan dari terapi
kognitif adalah sebagai monitor pikiran otomatis negatif, mengetahui hubungan
antara pikiran, perasaan dan perilaku, mengubah penalaran yang salah menjadi
penalaran yang logis, dan membantu pasien mengidentifikasi dan mengubah
kepercayaan yang salah sebagai pengalaman negatif internal pasien.Pemberian
terapi kognitif diharapkan dapat merubah pikiran otomatis negatif klien menjadi
pikiran positif.

3.6.2 Kegiatan Cognitive Terapy (CT)


Kegiatan terapi kognitif yang dikembangkan dalam modul ini mengacu
kepada modul yang telah dikembangkan oleh Kristyaningsih (2009) yang
dimodifikasi dari modul Terapi Kognitif yang telah direkomendasikan dalam
Workshop Keperawatan Jiwa, FIK–UI pada tahun 2008 lalu yang meliputi 9 sesi
dan dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan. Pada penelitian ini terapi dilaksanakan
sebanyak 5 sesi dengan tanpa merubah makna yang telah dikembangkan oleh
Kristyaningsih (2009).Pemberian terapi kognitif ini diharapkan klien dapat
merubah pikiran-pikiran negatifnya, mampu beradaptasi dan produktif sesuai
dengan kondisi kesehatannya dengan meningkatkan kepercayaan dirinya. Kegiatan
yang dilakukan masing-masing sesi adalah:

32
Sesi1: Mengidentifikasi pikiran otomatis negatif dan penggunaan tanggapan
rasionalterhadap pikiran negatif yang pertama
Sesi 2: Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif yang
kedua
Sesi 3: Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif yang
ketiga
Sesi 4: Manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif (ungkapan
hasil dalam mengikuti terapi kognitif)
Sesi 5: Support system
b. Tujuan Cognitive Terapy (CT)
Tujuan Umum pemberian terapi kognitif diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan mengubah pikiran negatif
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari terapi kognitif ini diharapkan klien mampu:
a. Mengidentifikasi pikiran otomatis yang negative
b. Menggunakan tanggapan rasional dalam mengatasi pikiran otomatis negatif
yang muncul
c. Mengungkapkan manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis yang
negatif
d. Mendapatkan dukungan keluarga dalam membantu klien meningkatkan
kemampuan merubah pikiran negatif.

3.6.3 Manfaat Cognitive Terapy (CT)


 Bagi klien dan keluarga, dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
meningkatkan kemampuan mengubah pikiran negatif akibat respon depresi
dan ansietas yang dialami, sehingga mampu meningkatkan kemampuan
positif yang dimiliki.
 Bagi rumah sakit, dijadikan sebagai pedoman dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan secara komprehensif
 Bagi perawat, dapat meningkatkan pengetahuan dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk mengatasi masalah depresi dan ansietas akibat pikiran
otomatis negatif yang sering muncul

33
3.6.3 Cognitive Terapy (CT) Mengidentifikasi distorsi kognitif pada
HDR
Varcarolis dan Halter (2010) mengatakan ada sepuluh Jenis-jenis pikiran
negatif atau distorsi kognitif yang sering ditemukan pada klien depresi dan
ansietas, yakni:
1) All or nothing thinking, yaitu seseorang memikirkan segala sesuatu seperti
warna hitam dan putih, tidak berupaya untuk menggapai hal yang tinggi
karena pada jenis distorsi ini seseorang cenderung menghindari hal yang
rumit dalam kehidupannya.
2) Overgeneralization, memikirkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan tidak
akan
menghasilkan yang baik, mereka cenderung menggunakan pemikiran
sesuatu
yang dihasilkan akan berakibat buruk atau kurang bagus
3) Labeling, bentuk overgeneralization dimana karakteristik atau kejadian
dijadikan
sebagai pedoman atau standar bagi diri sendiri atau orang lain. Sebagai contoh :
“karena saya telah gagal dalam ujian statistik, saya akan mengalami
kegagalan dalam hal lain, saya lebih baik mundur”
4) Mental filter, fokus pada kejadian negatif atau kejadian buruk dan
membiarkan
pikiran tersebut mencemari atau mempengaruhi hal yang lain.
5) Disqualifying the positive, mempertahankan pandangan negatif dengan
mengulang informasi yang mendukung pandangan positif menjadi sesuatu
yang
tidak relevan, tidak akurat atau sesuatu yang tidak dipertimbangkan.
6) Jumping to conclusions, membuat interpretasi negatif tanpa adanya
fakta yang mendukung. Jenis distorsi ini terbagi atas dua yaitu: a) mind
reading, ditandai dengan menyimpulkan pikiran negatif, respon dan motif
dari orang lain; b) fortune-teeling terror, mengasumsi hasil negatif sebagai
sesuatu tidak dapat dielakkan lagi

34
7) Magnification or minimization, yaitu melebih-lebihkan sesuatu (seperti
kegagalan
atau kesuksesan orang lain), tapi tidak mengakui hal tersebut. terdiri dari
catastrophizing, yang sebagai suatu bentuk yang ekstrim dari magnification
dimana kesalahan sebagai diasumsikan sebagai sesuatu hasil yang akan terjadi
8) Emotional reasoning, menggambarkan kesimpulan berdasarkan atas
pernyataan
emosional
9) Should and must statements, memberanikan diri mengarahkan diri sendiri
untuk memegang kontrol dari hal-hal yang tidak realistik dari kejadian eksternal
10) Personalization, yaitu merasa bertanggung jawab atas kejadian eksternal
atau situasi yang terjadi diluar kontrol personal
Menurut Hollon dan Kendal (1980) individu yang memiliki pikiran negatif
memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Merasa tidak mampu menyesuaikan diri dengan keinginan untuk
melakukan
perubahan hidup
2) Memiliki harapan negatif dan konsep diri negatif
3) Rendah diri
4) Mudah menyerah dan tidak berdaya

3.6.4 Pelaksanaan Cognitive Terapy (CT)


Strategi pelaksanaan kegiatan sesi 1
A. Tujuan
1. Klien mampu mengungkapkan pikiran-pikiran otomatis yang negatif
2. Klien mampu memilih 1 pikiran otomatis negatif yang dirasakan
paling
utama (mengganggu) untuk didiskusikan dalam pertemuan saat ini.
3. Klien mampu mengungkapkan alasan/sumber pikiran otomatis negatif
4. Klien mampu memberi tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis
negatif pertama

35
5. Klien dapat menuliskan pikiran otomatis negatif dan tanggapan
rasionalnya
6. Klien dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
B. Setting Tempat
Klien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman
C. Alat : Alat tulis, Buku kerja klien, Buku evaluasi
D. Metode : Sharing, Diskusi dan tanya jawab
E. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien
b. Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
2. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai papan nama)
2) Menanyakan nama dan panggilan klien
b. Evaluasi / Validasi :
1) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
2) Menanyakan apa yang sudah dilakukan klien untuk mengatasi
perasaannya
c. Kontrak
1) Menjelaskan pengertian dan tujuan terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan klien mengenal pikiran otomatis dan hal yang mendasari
pemikiran tersebut.
2) Menjelaskan tentang proses pelaksanaan, tugas-tugas yang harus
dikerjakan klien di rumah, buku kerja yang akan digunakan klien
dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
3) Menjelaskan jumlah pertemuan dan sesi-sesi dalam terapi.
4) Menjelaskan bahwa pertemuan pertama berlangsung selama kurang
lebih 45 – 60 menit.
5) Menjelaskan peraturan terapi, yaitu klien duduk dengan terapis
berhadapan dari awal sampai selesai
3. Tahap Kerja

36
a. Terapis mengidentifikasi masalah yang dihadapi klien
b. Diskusikan sumber masalah, perasaan klien serta hal yang menjadi
penyebab timbulnya masalah.
c. Diskusikan pikiran-pikiran otomatis yang negatif tentang dirinya.
d. Minta klien untuk mencatat semua pikiran otomatis yang negatif pada
lembar pikiran otomatis negatif yang terdapat dalam buku catatan harian
klien. Perawat mengklasifikasikan bentuk distorsi kognitif dari pikiran
otomatis negatif klien dalam buku catatan perawat.
e. Bantu klien untuk memilih satu pikiran otomatis negatif yang paling
mengganggu klien dan ingin diselesaikan saat ini.
f. Diskusikan cara melawan pikiran otomatis negatif dengan memberi
tanggapan positif (rasional) berupa aspek-aspek positif yang dimiliki
klien dan minta klien mencatatnya dalam lembar tanggapan rasional.
g. Latih klien untuk menggunakan aspek-aspek positif klien untuk
melawan pikiran-pikiran otomatis yang negatif dengan cara:
1) Minta klien untuk mengingat dan mengatakan pikiran otomatis
negatif.
2) Minta klien untuk mengatakan aspek positif dalam (tentang)
dirinya untuk melawan pikiran otomatis negatif tersebut.
3) Lakukan kedua hal tersebut diatas minimal 3 kali
4) Evaluasi perasaan klien setelah melakukan latihan ini
5) Tanyakan tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi pikiran
otomatis negatif tersebut
6) Motivasi klien berlatih untuk pikiran otomatis yang lain
7) Memberikan pujian terhadap keberhasilan klien
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah menjalani terapi sesi
pertama ini
2) Terapis memberikan pujian yang sesuai
b. Tindak Lanjut

37
1) Menganjurkan klien untuk berlatih di rumah tentang cara melawan
pikiran otomatis yang negatif dengan aspek positif yang dimiliki klien dan
melakukan tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi pikiran
otomatis negatif tersebut.
2) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi apakah pikiran otomatis
negatif yang telah didiskusikan masih muncul dalam pemikirannya dan
catat waktu/situasi timbulnya pikiran negatif tersebut
3) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasikan pikiran-pikiran
otomatis negatif lainnya yang belum diidentifikasi dalam sesi pertama
ini dan minta klien untuk mencatatnya dalam buku catatan hariannya
4) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi aspek-aspek positif
lainnya dalam menanggapi pikiran otomatis negatif pertama yang belum
diidentifikasi dalam pertemuan pertama ini dan mencatatnya dalam buku
catatan hariannya.
c. Kontrak akan datang
1) Menyepakati topik pertemuan yang akan datang (sesi kedua),
yaitu mengevaluasi kemampuan klien dalam melaksanakan tugastugasnya
di rumah dan berdiskusi untuk penyelesaian terhadap
pikiran otomatis negatif yang kedua
2) Menyepakati waktu dan tempat
2.1.2 Evaluasi dan Dokumentasi
2. Evaluasi
a. Ekspresi pasien pada saat terapi
b. Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi

Evaluasi Sesi 1 Terapi Kognitif

38
Identifikasi pikiran otomatis yang negatif dan penggunaan tanggapan
rasional
terhadap pikiran otomatis negatif pertama

3. Dokumentasi
a. Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang dilakukan
b. Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah dirumuskan

3.7 EVALUASI KEPERAWATAN

39
Yusuf Ahmad, dkk (2015) mengemukakan evaluasi keperawatan
harga diri rendah, sebagai berikut :
1. Kemampuan yang diharapkan dari pasien
a. Pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien.
b. Pasien dapat membuat rencana kegiatan harian
c. Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
2. Kemampuan yang diharapkan dari keluarga
a. Keluarga membantu pasien dalam melakukan aktivitas
b. Keluarga memberikan pujian pada pasien terhadap kemampuannya
melakukan
aktivitas

BAB IV

40
PEMBAHASAN

Adapun dalam pembahasan di bab 4 membahas kasus dengan


membandingkan teori pada bab III dan Bab II di kasus serta kenyataan di lapangan
yang didapatkan, akan di uraikan sebagai berikut :

4.1 MENGANALISA PERBANDINGAN


Membandingkan teori pada bab III dan Bab II dengan kenyataan yang
didapatkan pada saat praktikum implementasi Cognitive therapy (CT), analisa
kasus Asuhan Keperawatan Jiwa pada Nn.S dengan Harga Diri Rendah dan analisa
manajemen yaitu:
Pengkajian Pendekatan Psikopatologi Harga Diri Rendah antara kasus
Nn.S memang terdapat kesenjangan perbedaan antara kasus dengan teori yang ada
dalam batas masih minim karena di tinjau dari Faktor paradigma keperawatan itu
sendiri di mana manusia merupakann pasien itu mempunyai karakteristik unik jadi
hasilnya akan berbeda di setiap analisanya sehingga diagnosa medis bisa sama tapi
respon terhadap keluhan sakitnya tiap pasien berbeda sehingga kita sebagai perawat
harus teliti mengakkan Diagnosa keperawatan sesuai Kebutuhan dasar manusia
sehingga ke depannya akan tepat dalam membuat intervensi keperawatan. Dan
Ditinjau dari kasus Nn. S didapatkan diagnosa keperawatan sakit fisik 1 yaitu
kerusakan integritas jaringan sedangkan diagnosa di tinjau dari segi jiwa ada 7 yaitu
harga diri rendah situasional, gangguan citra tubuh, penampilan peran tidak efektif,
ketidakefektifan koping , penurunan koping keluarga, resiko distress spritual,
menarik diri.
Namun berdasarkan fenomena kenyataan di lapangan di tempat pelayanan
kesehatan seperti di rumah sakit mengabaikan untuk menulis masalah keperawatan
kejiwaan tapi lebih memprioritaskan mengangkat masalah diagnosa fisik saja yang
masalahnya lebih mudah di tegakkan dan di tiap pelayanan kesehatan juga banyak
yang masih binggung dengan aplikasi diagnosa keperawatan jiwa yang terbagi jadi
dua yaitu diagnosa tunggal dan diagnosa ganda dengan menggunakan pedoman di
NANDA sehingga dalam membuat intervensi keperawatanpun masih banyak

41
perawat yang masih binggung sehingga implementasi tidak bisa di lakukan
sehingga tidak bisa membuat evaluasi hasil.

4.2 TINDAKAN KEPERAWATAN SPESIALIS COGNITIVE THERAPY


(CT) DI TINJAU DARI HASIL RISET

Berikut akan di uraikan menegenai Cognitive Therapy (CT), yaitu sebgai


berikut Hasil penelitian Kristtyaningsih, Tjahtanti dan Keliat (2009) menyatakan
terapi kognitif berpengaruh terhadap perubahan harga diri rendah pada pasien
dengan gagal ginjal kronik. Menurut Effendi & Supriati (2016) menyatakan terapi
kognitif secara signifikant terhadap peningkatan harga diri remaja dan
menunjukkan bahwa pemberian intervensi keperawatan spesialistik dapat
memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan hanya mendapatkan intervensi
keperawatan dasar (generalis). Aplikasi Terapi Spesialis (terapi generalis + terapi
kognitif perilaku + logoterapi + terapi suportif dan psikoedukasi keluarga ) mampu
meningkatkan harga diri pada pasien skizofrenia dengan harga diri rendah kronis
(Widianti dkk, 2017).

42
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri serta perasaan seseorang tentang
dirinya sendiri arau kemampuan diri yang diekspesikan baik langsung maupun
tidak. Pada kondisi klien dengan harga diri rendah ada beberapa terapi spesialis
yang bisa dilakukan, akan tetapi sebelum terapi spesialis dilakukan, klien harus
menyelesaikan atau melewati terapi generalis terlebih dahulu.
Terapi kognitif adalah terapi spesialis yang umumnya dilakukan pada klien
dengan HDR. Terapi ini secara evidance base telah terbukti efektif untuk dilakukan
membantu klien dengan HDR. Selain itu, terapi kognitif dapat dikombinasikan
dengan terapi lain untuk memaksimalkan penerapannya. Seperti CBT, Logo terapi,
terapi supportif dan psikoedukasi keluarga.

5.2 SARAN
Tenaga Kesehatan terutama untuk perawat jiwa diharuskan bisa
menerapkan terapi kognitif pada pasien yang mengalama gangguan jiwa. Pasien
yang mengalami gangguan jiwa sangat perlu penanganan terapi kognitif selama
pasien masih bisa berfikir dengan rasional. Perawat jiwa juga harus bisa
memodifikasi teknik terapi yang diperluka setiap masing-masing pasien jiwa.

43
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8,


Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Depkes RI, (1989). Petunjuk Tehnik Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Skizofrenia, Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta. Kedokteran EGC: Jakarta.
Effendil, Z, Poeranto, S, dan Supriati, L. (2016). Pengaruh terapi kognitif
terhadap peningkatan harga diri remaja.
Keliat, B.A, (1994). Seri Keperawatan Gangguan Konsep Diri, Cetakan Ii, Penerbit
Buku
Mackenzie & Kocovski. (2016). Mindfulness Bassed Cognitive Therapy For
Deppression: Trends and Developments. Jurnal Psychology Research
And Behaviour Management.
Mashudi, F. (2013). Psikologi Konseling. Jogjakarta : Penerbit IRCiSoD
Nasir, A., dan Abdul., M. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika Penerbit: EGC: Jakarta.
Prasekti. (2013). Pelatihan Kognitif Perilakuan untuk menurunkan tingkat Depresi
Orang Tua yang memiliki anak Down Syndrom. Tesis. Suraharta:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
RSJ Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang (2006). Pelatihan Bimbingan Klinik
Keperawatan Profesional Jiwa , Penerbit RSJ Dr.Radjiman Wediodiningrat
Lawang, Malang
Stuart, G.W (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart (Terjemahan)
Jilid 1 & 2. Penerbit: Elsevier, Singapore
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Edisi 3. Penerbit: Elsevier
Town, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri
(terjemahan). Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

44
Widiantil, E, Keliat, B, & Wardhani, I. (2017). Aplikasi terapi spesialis
keperawatan jiwa pada pasien skizofrenia dengan harga diri rendah
kronis di RSMM Jawa Barat.
Workshop Keperawatan Jiwa X 2016 Program Studi Ners Spesialis Keperawatan
Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (2016). Modul
Terapi Keperawatan Jiwa Penerbit: Program Studi Ners Spesialis
Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
Jakarta
Workshop Keperawatan Jiwa X 2016 Program Studi Ners Spesialis Keperawatan
Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (2016). Standart
asuhan Keperawatan Jiwa Diagnosa Sehat, Resiko dan Gangguan Penerbit:
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia: Jakarta
Yusuf, Ahmad, dkk (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Penerbit Salemba
Medika: Jakarta

45

Anda mungkin juga menyukai