Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

digunakan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II
Dosen Pengampu : Ridho Kunto P, M.Kep.,Sp Kep.M.B

Disusun oleh:

1. Amelia Sahdiatun Nisya (R.21.01.005)


2. Feni Listiani (R.21.01.025)
3. Jihan Yansa Indri Ayu Lestari (R.21.01.034)
4. Sabrina Aisyah Putri (R.21.01.062)
5. Sherina Dwi Septia N (R.21.01.064)
6. Yogana Azhar (R.21.01.076)

Kelas: 4A Sarjana Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDRAMAYU
YAYASAN INDRA HUSADA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya sampaikan kehadirat Allah SWT atas


segala rahmat -Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Keperawatan Medikal bedah II mengenai penyakit sirosis hepatis.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan penulis semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini. Kepada dosen pembimbing kami Ridho Kunto P, M.Kep.,Sp
Kep.M.B. Penulis berharap informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan, atau pun adanya ketidaksesuaian materi pada makalah ini. Karena itu
penulis memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah
selanjutnya.

Indramayu, 12 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................2

BAB II ISI.......................................................................................................3

A. Definisi Sirosis Hepatis ...............................................................3


B. Patofisiologi Sirosis Hepatis (WOC) ...........................................3
C. Etiologi Sirosis Hepatiis ..............................................................4
D. Gejala Klinis Sirosis Hepatis........................................................4
E. Komplikasi Sirosis Hepatis...........................................................5
F. Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis ......................................5
G. Pengobatan Sirosis Hepatis.......................................................... 6
H. Asuhan Keperawatan Teori..........................................................6

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................10

A. Kasus...........................................................................................10
B. Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis.........................................10

BAB IV KESIMPULAN..............................................................................20

BAB V DAFTAR PUSTAKA......................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hati adalah suatu organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 2,5% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks (Amirudin,2006).

Diketahui bahwa organ yang satu ini merupakan organ terbesar yang terletak
di kuadran kanan atas rongga abdomen. Selain itu, fungsi hati dalam menunjang
aktivitas terdapat fungsi yang begitu penting dan berbeda-beda. Hal itu terjadi,
tergantung pada sistem darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat khusus.
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, yang mempunyai fungsi yang
sangat banyak dan kompleks. Hati penting untuk mempertahankan hidup karena
hampir setiap fungsi metabolisme tubuh memerlukan hati (Hushada,1996).

Menurut Sutadi (2003) dalam Medula, Vol 1, No 2 (2013), sirosis hepatis


adalah suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hatiakibat nodul
regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis.Secara lengkap
sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,anatomi pembuluh darah
besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak
teratur serta terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hatii
yang mengalami regenerasi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun.

Penelitian oleh Jang di Korea menyatakan bahwa sirosis hepatis termasuk


salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di Korea serta menduduki urutan
ke-8 penyebab kematian tahun 2007 (Jang, 2009). Kematian yang disebabkan oleh
sirosis hepatis pada tahun 2008 di South East Asia Region B (Indonesia, Sri
Lanka, Thailand) adalah sejumlah 51.715 kasus dengan 38.187 kasus pada pria
dan 13.528 kasus pada wanita (WHO, 2008).

1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi sirosis hepatis !
2. Bagaimana patofisiologi sirosis hepatis?
3. Mengapa penderita hipertiroid mengalami penurunana berat badan ?
4. Apa saja gejala klinis yang timbul pada penderita sirosis hepatis ?
5. Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita sirosis hepatis ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang sirosis hepatis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan untuk penderita sirosis hepatis ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan sirosis hepatis ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi tentang sirosis hepatis
2. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi/WOC sirosis hepatis
3. Mahasiswa mampu mengapa penderita hipertiroid mengalami penurunana
berat badan
4. Mahasiswa mampu memahami gejala klinis yang timbul pada penderita
hipertiroid
5. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi yang bisa terjadi pada
penderita hipertiroid
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang hipertiroid
7. Mahasiswa mampu mengetahui pengobatan pengobatan untuk penderita
hipertiroid
8. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan hipertiroid

2
BAB II

ISI

A. Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha
regenerasinodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makromenjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C.Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).Sirosis hepatis
adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hatinormal oleh pita-
pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalamiregenerasi
yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi susunan hati
nomal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang
mengalami regenerasi yang tidaj berhubungan dengan susunan normal (Anderson,
2001). Sirosis adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang digantikan oleh
jaringan parut(fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini
mempengaruhi stuktur normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak
dan mati sehingga hati secara bertahap kehilangan fungsinya.
Sirosis atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis yaitu alkoholik,
paling sering disebabkan oleh alkoholik kronis, jenis sirosis yang paling umum;
pasca nekrotik, akibat hepatis virus akut sebelumnya; dan biliter, akibat obstruksi
bilier kronis dan infeksi (Smeltzer & Bare, 2013).
B. Patofisiologi/ WOC Sirosis Hepatis

3
C. Etiologi Sirosis Hepatis
a. Virus hepatitis B, C, dan D.
b. Alkohol.
c. Obat-obatan atau toksin.
d. Kolestasis intra dan ekstra hepatik.
e. Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatika.
f. Gangguan imunitas.
g. Sirosis biliaris primer dan sekunder.
h. Idiopatik atau kriptogenik.

4
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan
Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22
Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 %
penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis
hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah,
kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai
rendah menengah.. Ketidakseimbangan energi dapat menyebabkan
kekurangan maupun kelebihan berat badan.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga
terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A.
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orangorang
muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut
Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari

5
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
1) Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2) Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1) Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi
dan nekrosis sentrilobuler
2) Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu
akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada kaum wanita.
3) Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
D. Gejala Klinis Sirosis Hepatis
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu : kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambungan dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba dikulit( spider angniomas). Pada sirosis terjadi kerusakan
hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi
jaringanikat yang difus (Nurdana, 2014). Menurut Batticaca (2009) gejala dan
tanda klinis sirosishepatis :
a. Area nyeri didaerah perut.
b. Gastrointestinal : mengeluarkan gas secara berlebihan, mual, muntah,
perdarahan, tinja gelap.
c. Kehilangang selara makan, kelelahan atau produksi hormone berkurangan,
berat badan menurun.

6
d. Memar, napas pendek, otot lemas, pembengkakan pada anggota gerak,
pembengkakan pembuluhan darah dibawah diesofagus bawah.
e. Insufisiensi hepatoseluler dan hipertensi portal menyebabkan ensefalopati
hepatikum dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah.
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) tanda klinis dan gejala sirosishepatis
sebagia berikut ini :
a. Telapak tangan merah.
b. Pelebaran pembuluhan darah.
c. Ginekomastia bukan tanda yang lebih khas.
d. Ensefelopati hepatitis dengan fulminan akut dapat terjadi dalam waktu
singkat dan pasien akan merasakan mengantuk, delirium, kejang, dan
koma dalam waktu 24 jam.
e. Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan
lemah.
E. Klasifikasi Sirosis Hepatis
Menurut Batticaca (2009) berdasarkan etiologi dan morfologinya,
sirosishepatis dibagi menjadi berikut ini :
a. Sirosis portal Laennec (alkoholik nutrisional).
Terjadi jaringan parut secara khas mengelilingi daerah porta dan
disebabkan oleh alkoholisme kronis. Paling sering ditemukan didaerah Barat
dan terjadi lesi hati yang timbulkan akibat alkohol.
b. Sirorsis Pascanekrotik
Terjadi pita jaringan parut yang lebar akibat lanjut dari hepatitis virus akut
yang terjadi sebelumnya. Sirosis biliaris terjadinya pembentukan jaringan
parut dalam hati sekitar saluran empedu dan biasanya terjadi cedera akibat
obstruksi sistem bilier intrahepatik yang kronis dan infeksi. Kelainan ini
berkaitan dengan gangguan ekskresi empedu, destruksi parenkim hati, dan
fiborosis progresif yang ditandai oleh :
1) Peradangan kronis
2) Sirosis hepatis biliaris teratas primer dan sekunder. Sirosis hepatis
sekunder terjadi akibat sumbatan jangka panjang duktus ekstrahepatik
yang lebih besar sedangankan sirosis hepatis biliaris primer serinng

7
berkaitan dengan berbagai penyakit autoimun misalnya sindrom calcinosis
cutis, Raynaud’s, Phenomenon, Sclerodactyly, and telangiectasia (CRST);
Sindrom sika (mata dan mulut kering), tiroiditis autoimun, dan asidosis
tubuler renalis.
c. Sirosis kardiak
Terjadi akibat gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan yang berat dan
memanjang. Etiologi gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan, transmisi
retrograde dari peningkatan tekanan vena melalui vena kava inferior dan vena
hepatika. Sinusoid hati menjadi berdilatasi dan berkongesti dengan darah, hati
menjadi bengkak secara tegang akibat kongesti dan iskemik pasif yang
memanjang dari perfusi yang buruk sekunder terhadap penurunan curah
jantung, sirosis sentrilobulus terjadi dan menyebabkan fibrosis pada area
sentral. Fibrosis sentrilobulus berkembangan dengan perluasan kolagen keluar
dalam pola bintang.
d. Sirosis metabolik, keturunan, dan terakit obat.
Disebabkan oleh kelainan metabolic dan pemakaian obat-obatan.
F. Komplikasi Sirosis Hepatis
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati :
a. Perdarahan varises esofagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang sering
terjadi akibat hipertensi portal. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan
varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya
sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu
tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan
beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan varises esofagus tergantung
pada tingkat keparahan dari kondisi hati dilihat dari ukuran varises, adanya
tanda bahaya dari varises dan keparahan penyakit hati. Penyebab lain
perdarahan pada penderita sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak
duodeni.
b. Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat
disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia),

8
selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan
oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka
metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati
secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat
terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
c. Peritonitis bakterialis spontan
Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini
tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
d. Sindroma hepatorenal
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut, ditandai
oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri menyebabkan
vasokonstriksi ginjal yang nyata dan penurunan GFR. Dan dapat terjadi
gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin
tanpa adanya kelainan organik ginjal.
e. Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang dianggap
merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B kronik, sirosis
hati dan hepatokarsinogen dalam makanan. Meskipun prevalensi dan etiologi
dari sirosis berbeda-beda di seluruh dunia, namun jelas bahwa di seluruh
negara, karsinoma hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis, terutama
tipe makronoduler.
f. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem pengaturan
volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi retensi air dan
natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang dan berat. Asites berat dengan
jumlah cairan banyak menyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen
sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

9
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menetapkan adanya gangguan fungsi hepar
meliputi pemeriksaan terhadap dan tindakan sebagai berikut ini (Baradero, dkk
2008) :
a. Biopsi hati untuk mendeteksi destruksi dan fibrosis jaringan hati.
b. Scan hepar menunjukkan abnormalitas ketebalan dan massa hati.
c. CT scan menentukan ukuran hepar dan nodus permukaan yang tidak
teratur.
d. Esofagopati untuk menentukan adanya varises esofagus.
e. Parasentesis untuk menentukan carian asites (mengetahui sel, protein, dan
jumlah bakteri).
f. UGS abdomen untuk melihat densitas sel-sel parenkim hati dan jaringan
parut.
g. Perbedaan PTC ekstrahepatik akibat ikterus dari obstruksi intrahepatik.
h. Pemeriksaan laboratorium fungsi hati yang bisanya ditemukan adalah
kadar albumin serum yang cendurung menurun, kadar serum glutamic
aksaloaseik transaminase (SGOT) dan serum glutamik piruvik
transaminase (SGPT) yang meningkat, dan kadar bilirubin cenderung
meningkat pula.
i. Urobilinogen urine (meningkat).
j. Masa protrombin (memanjang).
H. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi
asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2009). Penatalaksaan lainnya
pada sirosis hepatis, yaitu:
1) Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.

10
2) Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000
kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
3) Terapi albumin
Terapi albumin dapat diberikan pada pasien sirosis hati dengan
spontaneous bacterial peritonitis (SBP). Tujuan pemberian albumin adalah
sebagai pengembang volume plasma sehingga mencegah perburukan fungsi
ginjal (Hasan,2008). Albumin 1,5 g/kg diberikan pada hari pertama, dan 1
g/kg diberikan pada hari ketiga. Dalam penelitian yang paling memungkinkan
untuk mendapatkan keuntungan dari albumin yaitu memiliki kadar bilirubin
serum di atas 4 mg/dL, serum kreatinin di atas 1 mg/dL, dan konsentrasi
nitrogen urea darah (BUN) di atas 30 mg/dL (Alaniz et al., 2009).
4) Terpai Antibiotik Empiris
Pasien dengan spontaneous bacterial peritonitis (SBP) harus menerima
terapi antibiotik spektrum luas yang digunakan sebagai perlindungan terhadap
bakteri seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, dan Streptococcus
pneumonia. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan
empiris spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yaitu seperti cefotaxime,
cefonicid,ceftizoxime, ceftriaxone, ceftazidime, dan amoksisilin-asam
klavulanat (Alaniz et al., 2009). Pengobatan spontaneous bacterial peritonitis
(SBP) dapat diberikan cefotaxime 2 g setiap 8 jam, atau sefalosporin generasi
ketiga yang sama selama 5 hari. Ofloxacin 400 mg peroral setiap 12 jam
selama 8 hari, setara dengan cefotaxime dengan rute intravena. Spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) dengan episode yang bertahan lama harus
menerima profilaksis antibiotik jangka panjang yaitu dengan pemberian
norfloxacim 400 mg atau double kekuatan trimetoprim sulfametoksazol
(Wells et al., 2015)
5) Terapi Laktulosa
Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan ensefalopati
hepatik (EH). Laktulosa mempunyai sifat laksatif, menyebabkan penurunan
sintesis uptake ammonia dengan menurunkan pH kolon dan juga mengurangi

11
uptake glutamin (Hasan, 2014). Untuk mengurangi ammonia darah, asupan
protein dibatasi (sambil mempertahankan asupan kalori) sampai keadaan
membaik. Asupan protein dapat dititrasi kembali berdasarkan toleransi
sebanyak 1 sampai 1,5 g/kg/hari (Wells et al., 2015). Dosis laktulosa yang
diberikan adalah (2x15-30 ml) sehari, dan dapat diberikan selama 3 hingga 6
bulan. Penggunaan laktulosa akan menyebabkan terjadinya penurunan
persepsi rasa dan kembung. Selain itu, penggunaan laktulosa secara
berlebihan akan memperparah episode ensefalopati hepatik (EH), karena akan
memunculkan faktor presipitasi lainnya yaitu dehidrasi dan hiponatremia
(Zhan and Strammel, 2012).
6) Terapi Antibiotik
Atibiotik dapat menurunkan produksi ammonia dengan menekan
pertumbuhan bakteri yang bertanggungjawab menghasilkan ammonia, sebagai
salah satu faktor presipitasi ensefalopati hepatik (Riggio et al., 2010). Selain
itu, antibiotik juga memiliki efek anti-inflamasi dan down regulation aktivitas
glutaminase (Frederick, 2011).
I. Asuhan Keperawatan Teori
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam Andra, dkk.
2013).
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan
penanggung jawab.
b. Keluhan Utama:
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap
kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk
masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan

12
keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan
demam. Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena,
muntah berdarah. (Black & Hawks, 2009)
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh
komplikasi berat dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi, GI
muncul dari varises esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien
mengeluhkan bengkak pada tungkai, keletihan, anoreksia. (Black & Hawks,
2009).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pascaintoksikasi dengan kimia
industri, sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat
mengonsumsi alkohol.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada keluarga
yang menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual,
muntah.
2) Eliminasi
BAB : biasanya berwarna hitam (melena)
BAK : biasanya urine berwarna gelap
3) Personal Hygiene
Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan
4) Pola Istirahat dan tidur Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik,
malam hari terbangun dan siang hari tertidur
5) Pola aktivitas
Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya kelelahan
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital

13
Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati
hepatikum akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital juga
diperiksa untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2) Kepala
Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit perawatan diri
3) Wajah
Wajah biasanya tampak pucat
4) Mata
Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis
5) Hidung
Biasanya tampak kotor
6) Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus
7) Telinga
Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri
8) Paru
a) Inspeksi : pasien terlihat sesak
b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi
c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya hipersonor
d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada akumulasi
sekret.
9) Jantung
a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan.
b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.
c) Auskultasi : biasanya normal
10) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites.
b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar teraba
membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan.
c) Perkusi : Redup
d) Auskultasi : penurunan bising usus
11) Ekstremitas

14
Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot, Eritema Palmaris
pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik
12) Genitalia
Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur
h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin biasanya rendah
2) Leukosit biasnya meningkat
3) Trombosit biasanya meningkat
4) Kolesterol biasanya rendah
5) SGOT dan SGPT biasanya meningkat
6) Albumin biasanya rendah
7) Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati.
Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi
kenaikan CHE menuju nilai normal.
8) Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013).
9) Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat aminotransferase
[AST], [tranaminase glutamate oksaloasetat serum (SGOT)], alanin
aminotransferase [ALT], [transaminasenglutamat piruvat serum (SGPT)],
GGT, kolinesterase serum dan bilirubin), masa protrombin, gas darah
arteri, biopsy.
10) Pemidaian ultrasonografi
11) Pemindaian CT
12) MRI
13) Pemindaian hati radioisotope (Brunner & Suddart, 2013)
2. Kemungkinan diagnosa yang muncul
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan tekanan
pada diaframa.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik
koloid.
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Kurang
pengetahuan dengan faktor pemberat

15
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
e. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi hati
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan absorbsi vitamin, karbohidrat dan lemak.
g. Resiko perdarahan
h. Resiko cidera
i. Resiko ketidakstabilan gula darah
j. Resiko Infeksi
k. Resiko kerusakan integritas kulit
l. Kelelahan berhungan produksi energi menurun.
m. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
n. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema tungkai. (NANDA,
2015).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan Sirosis
Hepatis adalah sebagai berikut :

16
17
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Andra & Mariza. 2008).
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Andra & Mariza (2008) evaluasi keperawatan adalah penilaian
dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)
dengan kriteria yang dibuat pada tahap perencanaan mengenai masalah
keperawatan ketidakefektifan pola napas, nyeri akut dan intoleransi aktivitas.
Evaluasi yang diharapkan sebagian sesuai dengan teori antara lain pola napas
efektif dan nyeri berkurang. Sedangkan yang tidak sesuai dengan teori yaitu
intoleransi terhadap aktivitas dimana tanda dan gejala tidak berubah selama dalam
perawatan. Setelah dilakukan evaluasi selama 3 hari pasien masih merasa lemah
dan belum bisa beraktivitas secara normal. Hal ini disebabkan karena fungsi hati
yang belum tuntas penanganannya.

18
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus
TRIGGER CASE 3

“Hati-ku Membatu”

Seorang laki-laki berumur 57 tahun diantar oleh keluarganya ke RS dengan


keluhan perut membesar.Keluhan tersebut dirasa terjadi secara perlahan sejak 3
bulan SMRS. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah
tegang, namun keluhan tersebut tidak sampai mebuat pasien sesak dan kesulitan
bernafas.

Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati sejak 1 bulan yang lalu, namun
semakin memberat 3 hari SMRS. Nyeri ulu hati tersebut dirasa seperti ditusuk-
tusuk dan terus menerus dirasakan oleh pasien sepanjang hari. Keluhan tersebut
juga disertai keluhan mual yang dirasakan hilang timbul sepanjang hari. Kadang
timbul muntah biasanya terjadi setelah makan. Muntahan berisi makanan
danminuman yang dimakan sebelumnya dengan volume kurang lebih ½ gelas
aqua, tapi tidak ada darah. Akibat keluhan tersebut menyebabkan pasien menjadi
malas makan (anoreksia).

2 minggu SMRS pasien mengeluh lemas. Keluhan tersebut dikatakan dirasa


terus menerus dan tidak meghilang walaupun pasien beristirahat. Keluhan
dirasakan pada seluruh bagian tubuh dan semakin memberat dari hari ke hari,
hingga akhirnya 6 hari SMRS pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Selain itu, pasien juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki sejak 6 minggu
SMRS yang membuat pasien susah berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang
meskipun diistirahatkan. Keluhan kaki bengkak tersebut tidak disertai rasa nyeri
dan kemerahan. Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien.

Pasien megatakan BAB berwarna seperti aspal dengan konsistensi sedikit


lunak sejak 1 minggu SMRS dan frekuensi 2 kali per hari volume kira-kira ½
gelas tiap BAB. BAK dikatakan berwarna seperti the sejak 1 minggu SMRS
dengan frekuensi 4-5 kali per hari dan volumenya kurang lebih ½ gelas tiap kali
BAK. Rasa nyeri saat BAK disangkal oleh pasien.

Pasien mengatakan bahwa matanya berwarna kuning sejak 1 bulan SMRS.


Warna kuning tersebut muncul perlahan-lahan. Riwayat kulit tubuh pasien
menguning disagkal. Selain itu, dikatakan pula bahwa beberapa hari terakhir
pasien merasa gelisa dan susah tidur di malam hari. Pasien juga mengeluh sering

19
mengalami gusi berdarah terutama jika menyikat gigi. Keluhan panas badan, dan
rambut rontok disangkal oleh pasien.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang,


kesadaran kompos mentis, berat badan 69 kg, tekanan darah 110/80 mmHg,
frekuensi nadi 92 x/menit, RR 22 x/menit, dan suhu axilla 37 oC. Tampak
konjungtiva anemis, sklera ikterik, distensi abdomen, dari palpasi didapatkan
hepar dan lien sulit dievalusi dan adanya nyeri tekan pada regio epigastrium dan
hipokondrium. Spider navi (+), asites (+).

Dari perkusi abdomen didapatkan undulasi (+), shifting dullness (+), dan
traube space redup. Tampak adanya edema pada ektremitas bawah.

Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan bilirubin total, bilirubin direct,


bilirubin indirect, SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin pasien meningkat.
Sedangkan kadar albumin rendah. Pemeriksaan HbsAg dan anti HCV hasilnya
nonreaktif. Hasil pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan pengecilan hepar
dengan splenomegali dan asites. Pasien didiagnosis sirosis hepatis + ensefalopati
hepatikum grade I. Terapi medis:

1. Diet cair tanpa protein, diet rendag garam, pembatasan cairan (1 liter/hari)
2. Infus DS 10 % : NS : Aminoleban = 1 : 1 : 1 ➔ 20 tetes/menit
3. Propanolol 2x10 mg
4. Spironolakton 100 mgn (pagi)
5. Furosemid 40 mg (pagi)
6. Omeprazole 2x40 mg
7. Sucralfat syr 3 x CI
8. Asam folat 2 x II
9. Lactulosa syr 3xCI
10. Paramomycin 4x500 mg
11. Lavement tiap 12 jam
12. Tranfusi alumin 20 % 1 kolf/hari ➔ s/d albumin > 3 gr/dl
13. Nebul ventolin (bila sesak)

B. Askep Sirosis Hepatis Triger Case III


II. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN
1. Keluhan Utama
Asites

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien mengeluh perut membesar.Keluhan tersebut dirasa terjadi secara
perlahan sejak 3 bulan SMRS. Perutnya dirasakan semakin hari semakin
membesar dan bertambah tegang, namun keluhan tersebut tidak sampai

20
mebuat pasien sesak dan kesulitan bernafas. Pasien juga mengeluh nyeri pada
ulu hati sejak 1 bulan yang lalu, namun semakin memberat 3 hari SMRS.
Nyeri ulu hati tersebut dirasa seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus
dirasakan oleh pasien sepanjang hari. Keluhan tersebut juga disertai keluhan
mual yang dirasakan hilang timbul sepanjang hari. Kadang timbul muntah
biasanya terjadi setelah makan. Muntahan berisi makanan danminuman yang
dimakan sebelumnya dengan volume kurang lebih ½ gelas aqua, tapi tidak
ada darah. Akibat keluhan tersebut menyebabkan pasien menjadi malas
makan (anoreksia).

2 minggu SMRS pasien mengeluh lemas. Keluhan tersebut dikatakan dirasa


terus menerus dan tidak meghilang walaupun pasien beristirahat. Keluhan
dirasakan pada seluruh bagian tubuh dan semakin memberat dari hari ke hari,
hingga akhirnya 6 hari SMRS pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-
hari. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki sejak
6 minggu SMRS yang membuat pasien susah berjalan. Bengkak dikatakan
tidak berkurang meskipun diistirahatkan. Keluhan kaki bengkak tersebut tidak
disertai rasa nyeri dan kemerahan. Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh
pasien.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


Sebulan yang lalu pasien memeriksakan diri ke dokter dan diagnose
hipertiroid

III. DATA DIOLOGIS


Pola Fungsi Kesehatan Kehidupan Sehari – Hari (ADL)

1. Pola nutrisi
Pasien mengaluh mual yang dirasakan hilang timbul sepanjang hari. Kadang
timbul muntah biasanya terjadi setelah makan. Muntahan berisi makanan
danminuman yang dimakan sebelumnya dengan volume kurang lebih ½ gelas
aqua, tapi tidak ada darah. Akibat keluhan tersebut menyebabkan pasien
menjadi malas makan (anoreksia).

2. Pola eliminasi

Pasien mengatakan BAB berwarna seperti aspal dengan konsistensi sedikit


lunak sejak 1 minggu SMRS dan frekuensi 2 kali per hari volume kira-kira ½
gelas tiap BAB. BAK dikatakan berwarna seperti the sejak 1 minggu SMRS
dengan frekuensi 4-5 kali per hari dan volumenya kurang lebih ½ gelas tiap
kali BAK. Rasa nyeri saat BAK disangkal oleh pasien.

21
3. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan merasa gelisa dan susah tidur di malam hari.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
a. Berat badan : 69 Kg
b. Tanda-tanda vital
T= 110/80 mmHg, P= 92 x/mnt, R= 22x/mnt, S= 37ºC

2. Sistem Penglihatan
Tampak konjungtiva anemis, sklera ikterik

3. Sistem Pencernaan
Terdapat distensi abdomen, dari palpasi didapatkan hepar dan lien sulit
dievalusi dan adanya nyeri tekan pada regio epigastrium dan
hipokondrium. Spider navi (+), asites (+). Dari perkusi abdomen
didapatkan undulasi (+), shifting dullness (+), dan traube space redup.

4. Sistem Pencernaan
Tampak adanya edema pada ektremitas bawah.

V. DATA PENUNJANG
Rontgen, Laboratorium,dll.

No Jenis Tgl Hasil Nilai Normal Interpretasi

Pemeriksaan

1. Laboratorium

VI. Bilirubi XV. Meni


n total ngkat
VII. Bilirubi
n direct XVI. Meni
VIII. Bilirubi ngkat
n indirect
IX. SGOT/
AST XVII. Meni

22
X. SGPT/ ngkat
ALT XVIII. Meni
XI. Kreatin ngkat
in XIX. Meni
XII. BUN ngkat
XIII. HbsAg XX. Meni
XIV. Anti ngkat
HVC XXI. Meni
ngkat

XXII. Meni
ngkat

2. USG abdomen abdomen


didapatkan
kesan
pengecilan
hepar dengan
splenomegali
dan asites.

VI. Pengobatan
Terapi yang diberikan (pengobatan)

No Nama obat Dosis Waktu Cara Ket


pemberian

23
1. Infus DS 10 % : 20 tpm 24 jam Intravena Pengganti
NS : cairan
Aminoleban

2. Propranolol 10 mg 2x/hari Oral

3. Spironolakton 100 mg Pagi Oral

4. Furosemide 40 mg Pagi Oral

5. Omeprazole 40 mg 2x/hari Oral

6. Sucralfat syr CI 3x/hari Oral

7. Asam folat II 2x/hari Oral

8. Lactulose syr CI 3x/hari Oral

9. Paramomycin 500 mg 4x/hari Oral

10. Lavement Tiap Suposutoria


12jam

11. Transfuse 1kolf/ 1x/hari Intravena


albumin 20% 3gr/dl

12. Nebu ventolin Bila sesak Topical

VII. ANALISA DATA (minimal 3 masalah)

Tgl, Data Senjang Penyebab / Masalah TTD


Jam (DS dan DO) Etiologi Keperawatan &
Nam
a

DS : Sirosis hepatis
Pasien mengatakan perut

24
membesar.Keluhan tersebut 
dirasa terjadi secara perlahan
Kelainan jaringan
sejak 3 bulan SMRS. Perutnya
parinkem hati
dirasakan semakin hari semakin
membesar dan bertambah 
tegang, namun keluhan tersebut
Peningkatan tekanan
tidak sampai mebuat pasien
hidrostatik
sesak dan kesulitan bernafas.
HIPERVOLEMIA
DO: 
- tampak adanya asites/abdomen
Peningkatan vaskuler
membesar
asites dan
- hasil USG abdomen abdomen
edemaperifer
didapatkan kesan pengecilan
hepar dengan splenomegali dan 
asites.
Hypervolemia
- bilirubin total, bilirubin direct,
bilirubin indirect, SGOT, SGPT,
BUN dan kreatinin pasien
meningkat

DS : Sirosis hepatis
Pasien juga mengeluh nyeri pada

ulu hati sejak 1 bulan yang lalu,
namun semakin memberat 3 hari Terjadi inflamasi akut
SMRS. Nyeri ulu hati tersebut

dirasa seperti ditusuk-tusuk
dengan skala nyeri 6 (0-10) dan Pengeluaranzat
terus menerus dirasakan oleh inflamasi
pasien sepanjang hari.

DO:
- pasien tampak meringis Merangsang mediator
kesakitan nyeri

25
- skala nyeri 6 (0-10)  NYERI AKUT

Nyeri akut

DS : Sirosis hepatis
Pasien mengeluh mual yang

dirasakan hilang timbul
sepanjang hari. Kadang timbul Fungsi hati terganggu
muntah biasanya terjadi setelah

makan. Muntahan berisi
makanan danminuman yang Gangguan NAUSEA
dimakan sebelumnya dengan pembentukan empedu
volume kurang lebih ½ gelas

aqua, tapi tidak ada darah.
Akibat keluhan tersebut Nausea
menyebabkan pasien menjadi
malas makan (anoreksia).

DO :

- pasien tampak lemas

- Berat badan : 69 Kg

VIII. Diagnosa keperawatan menurut prioritas

1. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme ragulasi d.d Pasien mengatakan


perut membesar.Keluhan tersebut dirasa terjadi secara perlahan sejak 3
bulan SMRS. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan
bertambah tegang, namun keluhan tersebut tidak sampai mebuat pasien
sesak dan kesulitan bernafas. adanya asites/abdomen membesar. hasil
USG abdomen abdomen didapatkan kesan pengecilan hepar dengan
splenomegali dan asites. bilirubin total, bilirubin direct, bilirubin indirect,
SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin pasien meningkat.

2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Pasien juga mengeluh nyeri pada
ulu hati sejak 1 bulan yang lalu, namun semakin memberat 3 hari SMRS.

26
Nyeri ulu hati tersebut dirasa seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 6
(0-10) dan terus menerus dirasakan oleh pasien sepanjang hari. pasien
tampak meringis kesakitan skala nyeri 6 (0-10).

3. Nausea b.d gangguan pancreas d.d Pasien mengeluh mual yang dirasakan
hilang timbul sepanjang hari. Kadang timbul muntah biasanya terjadi
setelah makan. Muntahan berisi makanan danminuman yang dimakan
sebelumnya dengan volume kurang lebih ½ gelas aqua, tapi tidak ada
darah. Akibat keluhan tersebut menyebabkan pasien menjadi malas makan
(anoreksia). pasien tampak lemas. Berat badan : 69 Kg

IX. INTERVENSI KEPERAWATAN


Perencanaan Keperawatan

Tgl, No. Tujuan Rencana Rasional TTD

Jam DX Tindakan Nama

I Setelah 1. Periksa tanda 1. Untuk


dilakukan dan gejala mengetahui
intervensi hipervolemia tanda dan
keperawatan gejala
2. Monitor intake
selama 3x24 jam hipervolemi
dan output cairan
maka
2. Untuk
keseimbangan 3. Ajarkan cara
mengetahui
cairan membatasi cairan
intake dan
meningkat
4. Kolaborasi output cairan
dengan krtiretia
pemberian
hasil: 3. Untuk
diuretik
memperbaiki
- asupan cairan
status nutrisi
meningkat
pasien
- keluaran urin
4. Untuk
meningkat
mengeluarkan

27
- edema cairan tubuh
menurun

- tekanan darah
membaik

- berat badan
membaik

II Setelah 1. Identifikais 1. Untuk


dilakukan faktor yang mengetahui
intervensi menyebabkan penyebab nyeri
keperawatan nyeri
2. Untuk
selama 3x24 jam
2. Identifikasi mengetahui
maka tingkat
skala nyeri skala nyeri
nyeri menurun
dengan krtiretia 3. Berikan teknik 3. Untuk
hasil: nonfarmakologis mengurangi
untuk nyeri
- keluhan nyeri
memgurangi
menurun 4. Untuk
nyeri
memenuhi
- meringis
4. Fasilitasi kebutuhan
menurun
istirahat dan tidur istirahat dan
- gelisah tidur pasien
5. Kontrol
menurun
lingkungan yang 5. Untuk
- ketegangan memperberat mengetahui
otot menurun nyeri lingkungan
yang
memperberat
nyeri

III Setelah 1. Identifikasi 1. Untuk


dilakukan faktor penyebab mengetahui

28
intervensi mual faktor
selama 3x24 jam penyebab mual
2. Monitor
maka tingkat
asupan nutrisi 2. Untuk
nausea menurun
dan kalori mengetahui
dengan kriteria
asupan nutrisi
hasil : 3. Kurangi
dan kalori
keadaan
- nafsu makan pasien
penyebab mual
meningkat
3. Untuk
4. Kolaborasi
- keluhan mual menghilangkan
pemberian
menurun rasa mual
antiemetik
- perasaan ingin 4. Untuk
muntah menghilangkan
menurun rasa mual dan
ingin muntah
- pucat menurun

29
BAB IV
KESIMPULAN

30
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

31

Anda mungkin juga menyukai