Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HEMOFILIA

KEPERAWATAN ANAK

Dosen Pengampu :
Ery Khusnal,MNS

Disusun oleh :

Robi Riskiamansyah (1610201155) Anggi Wahyu Pradina(1610201176)


Ilham Nur N (1610201156) Sri Ajeng Rossalia P (1610201177)
Harun Budianto (1610201157) Rizky Larasati (1610201178)
Hendri Jaka Dwiyanto(1610201158) Wiwit Dewi Lestari (1610201179)
Annisa Rahmawati (1610201173) Sukmawati Kusuma (1610201180)
Nadya Nurhabibah (1610201174) Lucia Widyastuti (1610201181)
Zaskiya Monika (1610201175) Gestamia Dwi Nuraini(1610201182)

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah yang berjudul “ HEMOFILIA ” diajukan guna melengkapi Tugas Mata


Kuliah Keperawatan Anak I

Telah disahkan dan disetujui pada :

Hari : Senin

Tanggal : 7 Mei 2018

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam
kami sampaikan hanya bagi tokoh dan teladan kita Nabi Muhammad SAW. Diantara
sekian banyak nikmat Allah SWT yang membawa kita dari kegelapan ke dimensi terang
yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga
oleh karenanya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok keperawatan anak ini dengan
baik dan tepat waktu. Adapun maksud dan tujuan dari penyusun makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pada mata pelajaran keselamatan
dan kesehatan kerja.

Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat
dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan cukup baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan
terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah
membantu terselesaikannya tugas ini.

sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar
datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Allah SWT, meski begitu
tentu tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas
selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi
pembaca lain pada umumnya.

Yogyakarta, 25 April 2018


Penyusun

Kelompok C2

3
DAFTAR ISI

Halaman pengesahan.........................................................................................................i
Kata pengantar...................................................................................................................ii
Daftar isi............................................................................................................................iii
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang............................................................................................................5
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II. Tinjauan Teori
2.1 Pengertian Hemofilia.................................................................................................. 6

2.2 Klasifikasi Hemofilia.................................................................................................. 6

2.3 Gejala dan Tanda Klinis Hemofilia............................................................................ 7

2.4 Etiologi ...................................................................................................................... 7

2.1 Diagnosis ................................................................................................................... 8

2.2 Komplikasi ................................................................................................................. 9

2.3 Patofisiologi.............................................................................................................. 10

2.4 Pathways .................................................................................................................. 12

2.5 Penatalaksanaan ....................................................................................................... 15

BAB III. Asuhan Keperawatan


3.1 Kasus pada pasien anak hemofilia ............................................................................17

3.2 Analisa data...............................................................................................................18

3.3 Diagnosa....................................................................................................................18

3.4 Intervensi ..................................................................................................................18

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................21

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:
10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1: 25.000-30.000 orang. Belum ada data mengenai
angka kekerapan di Indonesia, namun saat ini diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200
juta penduduk di Indonesia. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan
hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80%-85% dan 10%-15%tanpa memandang ras,
geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai
20%-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.
Penularan penyakit melalui produk darah cukup tinggi terjadi di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Sperti hepatitis, malaria, HIV, HTLV-1, virus Epstein-
Barr, HHV-6, Cytomegalo virus, partovirus B 19, penyakit Chagas, penyakit Lyme dan
penyakit Creutzfeld-Jacob. Hal tersebut dilatarbelakangi keadaan sosial ekonomi yang
berdampak pada pelayanan, sarana dan fasilitas kesehatan.

1.2 RumusanMasalah
a. Apa penegertian Hemofilia ?
b. Bagaimana klasifikasinya ?
c. Apa saja tanda dan gejala klinis hemofilia ?
d. Apa saja etiologinya ?
e. Bagaimana dengan diagnosisnya ?
f. Apa saja komplikasi yang terjadi ?
g. Apa penjelasan patofisiologi ?
h. Bagaimana penanganannya pathways ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa pengertian hemofilia dan
asuhan keperawatan , patofisiologi, penyebab , tanda dan gejala, serta penatalaksanaan

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
Epidemiologi, penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia
A sekitar 1: 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1: 25.000-30.000 orang. Belum ada data
mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun saat ini diperkirakan sekitar 20.000 kasus
dari 200 juta penduduk di Indonesia. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai
dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80%-85% dan 10%-15%tanpa
memandang ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20%-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.

2.2 Klasifikasi hemofilia


Klasifikasi hemofilia berdasarkan defisiensi faktor pembekuan darah/aktivitas faktor
pembekuan. Berdasarkan defisiensi faktor pembekuan, hemofilia dibagi atas :
1. Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi faktor pembekuan VIII (FVIIIc).
2. Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi FIX (faktor
Christmas).
3. Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI.

Hemofilia A dan B diturunkan secara sex-linked recessive sedangkan hemofilia C


diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q332q35.

Berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam
plasmayang di klasifikasikan oleh Legg, kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5
U/dl (50-150%), sedangkan pada hemofilia berat bila kadar faktor pembekuan <1%,
sedang 1-5%,serta ringan 5-30%. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan
atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang,perdarahan
terjadi akibat trauma yang cukup kuat, sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi
kecuali pasien menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi,sirkumsisi,lika iris dan
jatuh terbentur (sendi lutut,siku, dll).

6
2.3 Gejala Dan Tanda Klinis
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus
hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai
sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut
tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang
sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom subkutan/intramuskular, perdarahan
mukosa mulut, perdarahan intrakranial, episktaksis, dan hematuria. Sering dijumpai
perdarahan yang berkelanjutan paska operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).

Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai


berikut: sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan, dan lainnya. Sendi
engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan volunter
maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena
fungsinya.

Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot
betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul0 dan lengan bawah. Hematoma ini
sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf
dan kontraktur otot.

Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan


atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitonal dan retrofaringeal yang membahayakan
jalan napas dapat mengancam kehidupan. Hematuria masif sering ditemukan dan dapat
menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan. Perdarahan pasca operasi
sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan
penyembuhan luka yang buruk.

2.4 Etiologi
Bila anda mempunyai hemofilia yang diwariskan, anda lahir dengan kelainan ini. Ini
disebabkan oleh defek salah satu gen yang menentukan bagaimana tubuh membuat faktor
pembekuan darah VIII atau IX.Gen ini berlokasi di kromosom X (KRO-muh-somz).
Wanita mempunyai kromosom X, sedangkan laki-laki mempunyai satu X dan satu Y
kromosom. Hanya kromosom X membawa gen yang berhubungan dengan faktor
pembekuan. Seorang laki-laki yang mempunyai gen hemofilia pada kromosom X-nya akan

7
mempunyai hemofilia. Seorang wanita harus nempunyai gen cacat pada kedua kromosom
X-nya, dia disebut karier hemofilia. Karier tidak mempunyai hemoilia namun mereka
dapat menurunkan gen cacat pada anak-anak mereka.

Penularan penyakit
Penularan penyakit melalui produk darah cukup tinggi terjadi di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Sperti hepatitis, malaria, HIV, HTLV-1, virus Epstein-
Barr, HHV-6, Cytomegalo virus, partovirus B 19, penyakit Chagas, penyakit Lyme dan
penyakit Creutzfeld-Jacob. Hal tersebut dilatarbelakangi keadaan sosial ekonomi yang
berdampak pada pelayanan, sarana dan fasilitas kesehatan.

2.5 Diagnosis
Sampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan
tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20 – 30% hemofilia terjadi
akibat mutasi spontan kromosom x pada gen menyandi F VIII F IX. Seorang anak laki –
laki diduga penderita himofilia jika terdapat riwayat pendarahan berulang ( hemartrosis,
hematom ) atau riwayat pendarahan memanjang setelah trauma atau tindakan tertentu
dengan atau riwayat keluarga. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebelum
memutuskan pemeriksaan penunjang lainnya.
Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemostasis, seperti pemanjangan
masa pembekuan ( CT ) dan masa tromblopastin partial teraktivasi (Aptt), abnormalitas uji
tromblopastin generation, dengan masa perdarahan dan masa protombin ( PT ) dalam batas
normal.

Diagnosa definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VIII/ F IX dinyatakan


dalam U/ml dengan arti aktivitas faktor pembekuan dalam 1ml plasma normal adalah
100%. Nilai normal aktivitas F VIIIc/F VIIIag dan aktivitas uji ristosein rendah. ( Tabel 2 )

Diagnosa antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan resiko.
Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester
kedua dapat membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A.
Identifikasi gen F VIII dan petanda gen tersebut lebih baik dan lebih di anjurkan.

Seorang perempuan diduga sebagai pembawa sifat hemofilia ( karier ) jika dia memiliki
lebih dari satu anak lelaki pasien hemofilia atau mempunyai seorang atau lebih saudara

8
laki – laki dan seorang anak lelaki pasien hemofilia ( Gambar 1 ). Deteksi pada hemofilia
A karier dapat dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan antigen
FVIIIvW. Jika nilai kurang dari 1 memiliki ketepatan dalam menentukan hemofilia karier
sekitar 90%, namun hati – hati pada keadaan hamil, memakai kontrasepsi hormonal dan
terdapatnya penyakit hati karena dapat meningkatkan aktivitas F VIIIc. Aktivitas F VIII
rata – rata pada karier 50%, tetapi kadang – kadang < 30 % dan terdapat perdarahan
sesudah trauma atau pembedahan. Analisis genetika dengan menggunakan DNA probe,
yaitu dengan cara mencari lokus polimerfik pada kromosom x akan memberikan informasi
yang lebih tepat.

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia yaitu penimbunan
darah intra-artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago, tulang dan sendi
secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fuungsi sendi.
Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinofitis kronik
akibat proses perdangan jaringan sinovil yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering
mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan siku.
Peradangan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika
tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi
hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi,
sirkum sisi, apendektomi, oprasi intra abdomen/intra torakal), sedangkan perdarahan akibat
trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan
hematom. Perdarahan intra kranial jarang terjadi, namun jika terjadi dapat berakibat fatal.

A. Menurut (Betz & Sowden, 2009) komplikasi hemofili adalah :

a. Artritis/artropati progresif
b. Sindrom compartemen
c. Atrofi otot
d. Kontraktur otot
e. Paralisis
f. Perdarahan intrakranial
g. Kerusakan saraf
h. Hipertensi
i. Kerusakan ginjal
9
j. Splenomegali
k. Hepatitis
l. Sirosis
m. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
n. Antibody terbentuk sebagai antagonis terhadap
o. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
p. Anemia hemolitik
q. Trombosis dan/atau tromboembolisme
r. Nyeri kronis

2.7 Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan factor
pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas).
Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif X-linked dari
pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen
yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk
pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila
kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila
kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma
antara 6% dan 50% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak
dan hebatnya defisiensi factor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan,
timbul spontan atau setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum
adalah di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot
yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas.
Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hamper semua pasien hemofilia diperkirakan
dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2009)
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor
(AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan
tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih
sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang
terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3
trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian
fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan

10
menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik
yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan
memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair. Penderita hemofilia memiliki dua
dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler
dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada
tingat yang lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang
lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang,
dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von
willebrand.

Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan
otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang
dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa
tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang serius, sejak airway
mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu penyebab terbesar dari
kematian . Perdarahan pada gastrointestinal dapat menunjukkan anemia dan perdarahan
pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk
berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis (Wong,
2001). Ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi; Gangguan itu dapat terjadi karena
jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada
perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal.

11
2.8 Patways

12
2.9 Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
Pengobatan rasional pada hemophilia adalah menormalkan kadar factor anti hemophilia
yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
 Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan
 Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktifitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
 Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest ice, kompressio, elevation(RICE) pada lokasi perdarahan
 Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
Pemberian prednisone 0,5-1mg/kgBB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi(artrosis) yang menggangu aktifitas harian
serta menurunkan kualitas pasien hemofilia
 Analgetika. Pemakaian analgetika di indikasikan pada pasien hematrosis dengan
nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi
trombosit(Harus dihindari penggunaan aspirin dan anti koagulan)
 Rehabilitasi medic. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komperhensif dan
holistic dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecatatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi,psikososial dan edukasi.
Rehabilitasi arthritis hemophilia meliputi latihan pasif atau aktif, terapi dingin dan
panas(hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta
edukasi.
2. Inhibitor Faktor Pembekuan
Penyulit yang berpotensi mengancam kehidupan pasien hemofilia adalah terbentuknya
antibodi poliklonal terhadap F VIII atau F IX. Antibodi ini akan menghambat aktifitas
factor pembekuan, sehingga pemberian terapi pengganti kurang efektif atau ahkan tidak
efektif sama sekali. Mekanisme terbentuknya antibodi ini belum diketahui secara
menyeluruh, kemungkinan sensitisasi berulang akibat pemberian komponen darah atau
konsentrat factor pembekuan, namun ternyata inhibitor ini dapat ditemukan pada anak anak
hemofilia A yang hanya diberi factor pembekuan rekombinan atau bahkan pada mereka
yang tidak pernah di terapi. Biasanya ditemukan secara tidak sengaja (pasien
asimptomatik) saat evaluasi klinis terhadap pemeriksaan laboratorium rutin atau yang

13
sering (pasien simtomatik) adalah tidak diperbolehkan respon klinis terhadap pemberian
faktor prmbekuan maupun kebutuhan factor pembekuan yang meningkat disbanding
dengan sebelumnya. Telah dilaporkan dapat terjadi reaksi anafilaksis yang berhubungan
dengan inhibitor fakto pembekuan pada hemofilia B. Angka kejadian terbentuknya
inhibitor terhadap factor pembekuan pada hemofilia A sedang dan berat sekitar 20-
33%,sedangkan pada hemofilia B hanya 1-4%
Upaya mengatasi penyulit ini adalah dengan pemberian konsentrat kompleks
protrombin aktif meskipun kurang aman atau F VIII aktif yang harganya mahal jika terjadi
perdarahan. Hyate C yang mengandung F VIII porcine merupakan pilihan lain untuk
pasien hemofilia A dengan inhibitor F VIII. Plasma ferensis dapat juga dilakukan terutama
dalam mengatasi keadaan kritis pada pasien dengan antibody factor pembekuan.
Siklofosfamit dosis rendah, gama globolin dosis tinggi atau steroid dapat diberikan
meskipun hasinya belum dapat diramalkan secara klinis namun mampu membuat toleransi
terhadap respons imuns (immune tolerance).

Antifibrinilitik
Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilkan
bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolitis. Hal ini ternyata sangat
membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada kasus
perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim
fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan secara oral maupun
intravena dengan dosis awal 200mg/kg BB, diikuti 100mg/kg BB setiap 6 jam maksimum
5 g setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg,kg BB
(maksimum 1,5 g) secara oral, atau 10mg/kg BB (Maksiumum 1 g) secara intravena setiap
8 jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10% bagian dengan cairan parenteral,
terutama salin normal.
Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan adena-
associated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini sedang intensif
dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen
anthihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VII realatif lebih sulit dibandingkan dengan gen
FIX, karena ukurannya (9kb) lebih besar, namun akhirnya tahun 1998 para ahli berhasil
melakukan pemindahan plasmid-based factor VII secara ex vivo ke fibroblas

14
Pemeriksaan diagnostik
Menurut (Betz & Sowden, 2009) uji laboratorium dan diagnostik untuk hemofilia adalah :
1. Uji penapisan/skrining untuk koagulasi darah
a. Hitung trombosit --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang
b. Masa protrombin (PT) --- normal pada hemofili ringan sampai sedang
c. Masa tromboplastin parsial (APTT) --- normal pada hemofilia ringan sampai
sedang; memanjang pada pengukuran hemofilia cukup berat secara adekuat
dalam aliran koagulasi instrinsik.
d. Masa perdarahan --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang; mengkaji
pembentukan sumbatan trombosit trombosit dalam kapiler
e. Analisis fungsional terhadap faktor VIII dan IX --- memastikan diagnosis
f. Masa pembekuan trombin normal pada hemofilia ringan sampai sedang
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati
(misalnyaserum glutamic-piruvic transaminase[SPGT],serum glutamic-oxaloacetic
transaminase [SGOT], alkalin fosfatase, bilirubin).

2.9 Pencegahan
Tindakan pencegahan pada hemifilia adalah yang berhubungan dengan komplikasi
masalah perdarahan. Dengan kemajuan pengobatan, pasien hemifilia sekarang mungkin
bisa hidup dengan normal.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari komplikasi, contohnya :
 Ikuti rencana terapi degan tepat seperti yang telah iresepkan dokter.
 Memeriksakan secara rutin dan vaksinasi seperti yang direkomendasikan.
 Beritahukan pada semua penyedia pelayanankesehatan seperti dokter, dokter gigi,
farmasi, pelatih senam dan instruktur olahraga tentang kondisi anda.
 Melakukan perawatan gigi secara teratur. Dokter gigi dapat memberikan obat yang
akan menurunkan perdarahan selama tindakan proedur gigi.
 Kenali tanda dan gejala perdarahan disendi dan bagian lain dari tubuh. Harus tau
kapan menelpon dokter anda atau pergi ke UGD. Contohnya anda akan
memerlukan perawatan bila anda mempunyai:

15
– Perdarahan berat yang tidak dapat dihentikan atau luka yang terus
mengeluarkan darah.
– Setiaptanda atau gejala perdarahan diotak. Perdarahan seperti ini
mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan segera.
– Gerakan yang terbatas, nyeri atau pembengkakan di sendi manapun.

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ibunya ke poliklinik anak RS Hasan
dengan keluhan utama nyeri lutut kanan. Keluhan muncul sejak 2 hari yang lalu,
sebelumnya sejak 1 minggu lutut kanan sudah bengkak yang makin lama makin bertambah
bengkak. Ibunya mengatakan bahwa sebelumnya diketahui ada memar pada lengan dan
tungkainya. Keluhan tidak didahului oleh adanya trauma. Penderita tampak sehat, tidak ada
kejang, penurunan kesadaran ataupun pucat. Penderita sudah sering mengalami keluhan
serupa, dibawa berobat ke RS terdekat bila penderita mengeluh nyeri dan pernah
mendapatkan transfusi darah berwarna kuning. Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki
keluhan serupa.

Pengkajian
Nama = An. X
Usia = 5 tahun
Jenis Kelamin = Laki-laki
Kesadaran umum = penuh
Keluhan Utama =
Pasien mengeluh nyeri lutut kanan.
Riwayat Kesehatan sekarang =
Pasien dibawa ibunya datang ke poliklinik RS Hasan dengan keluhan nyeri lutut
sebelah kanan. Keluhan muncul sejak 2 hari yang lalu, sebelumnya sejak 1 minggu lutut
kanan sudah bengkak yang makin lama makin bertambah bengkak. Ibunya mengatakan
bahwa sebelumnya diketahui ada memar pada lengan dan tungkainya. Keluhan tidak
didahului oleh adanya trauma. Penderita tampak sehat, tidak ada kejang, penurunan
kesadaran ataupun pucat.
Riwayat Kesehatan dahulu =
Penderita sudah sering mengalami keluhan serupa, dibawa berobat ke RS terdekat
bila penderita mengeluh nyeri dan pernah mendapatkan transfusi darah berwarna kuning.
Riwayat Kesehatan Keluarga =
Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki keluhan serupa.

17
3.2 Analisa Data
Sign and Symptom Problem Etiologi
Ds : Ibu pasien mengeluh nyeri di lutut Nyeri Akut Agen Cidera
bagian kanan. Ibu pasien juga Biologis
mengatakan bahwa sebelumnya
diketahui ada memar pada lengan dan
tungkainya
Do : Lutut kanan tampak bengkak
DS: ibu pasien mengatakan lutut kanan Hambatan berjalan Nyeri
sudah bengkak sejak 1 minggu yang
lalu yang semakin lama semakin
bertambah bengkak dan nyeri
DO: lutut kanan sulit untuk diluruskan,
terdapat bengkak

3.3 Proiritas Diagnosa =


1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Hambatan berjalan berhubungan dengan nyeri

3.4 Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri komprehensif
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam yang meliputi lokasi,
agen cidera biologis diharapkan pasien mampu karakteristik, durasi,
mengontrol nyeri dengan criteria frekuensi, kualitas,
hasil = intensitas nyeri
1. Mengenai kapan nyeri 2. Ajarkan prinsip-prinsi
terjadi manajemen nyeri
2. Menggnakan tindakan 3. Berikan informasi
pengurangan (nyeri) mengenai nyeri seperti
tanpa analgesic penyebab nyeri akan
3. Mengenai apa yang dirasakan
terkait dengan gejala 4. Kolaborasi dengan
nyeri pasien, orang terdekat
4. Melaporkan nyeri dan tim kesehatan
terkontrol lainnya untk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurn nyeri
non farmakologi sesuai

18
kebutuhan.
Hambatan berjalan Setelah dilakukan tindakan Terapi latihan ambulasi diri:
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam 1. Monitor penggunaan kruk
nyeri diharapkan ambulasi pasien pasien atau alat bantu
teratasi dengan criteria hasil: lainnya.
1. Menopang berat badan 2. Beri pasien pakaian yang
(skala4 : sedikit terganggu) tidak mengekang
2. Berjalan dengan pelan (skala 3. Bantu pasien untuk
4 : sedikit terganggu) menggunakan alas kaki
3. Berjalan dengan kecepatan yang memfasilitasi pasien
sedang (skala 4 : sedikit untuk berjalan dan
terganggu) mencegah cidera
4. Berjalan mengelilingi kamar 4. Bantu pasien untuk duduk
(skala 4 : sedikit terganggu) di sisi tempat tidur untuk
5. Menyesuaikan dengan memfasilitasi penyesuaian
perbedaan tekstur permukaan sikap tubuh
lantai (skala 4 : sedikit 5. Siapkan alat bantu untuk
terganggu) ambulasi jika pasien tidak
stabil
6. Bantu pasien untuk berdiri
dan ambulasi dengan jarak
tertentu dan dengan jumlah
staf tertentu
7. Dorong ambulasi
independen dalam batas
aman.

BAB IV

19
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah.
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut:
sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan, dan lainnya. Peradangan
yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi
pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat
sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkum sisi, apendektomi,
oprasi intra abdomen/intra torakal), sedangkan perdarahan akibat trauma sehari-hari yang
tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom. Perdarahan intra
kranial jarang terjadi, namun jika terjadi dapat berakibat fatal. Komplikasi yang sering
ditemukan adalah artropati hemophilia. Untuk tindakan pencegahan pada hemifilia adalah
yang berhubungan dengan komplikasi masalah perdarahan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

20
(n.d.). Retrieved Mei 7, 2018, from https://www.scribd.com/doc/246724887/Konsep-Asuhan-
Keperawatan-Pada-Pasien-Dengan-Hemofilia

Bulecheck, G., Butcher, H., & Dochterman, J. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC)
Sixth Edition. United States of America: Elsevier.

Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification, 2015 2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.

Moorhead, S., Marion, J., Mass Meridean, L., & Swanson, E. (2013). Nursing Otcomes
Classification (NOC) fifth Edition. United States of Ameria: Elevier.

Setiati, MEpid, Sp. PD, KGer, P. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid II.
Jakarta: InternaPublishing.

21

Anda mungkin juga menyukai