Anda di halaman 1dari 14

Skenario Kasus 1

Laki-laki 23 tahun seorang pekerja bangunan terjatuh dari lantai 3 dengan posisi
terlentang. Pasien dibawa ke IGD. Hasil pengkajian didapatkan nilai GCS
E3M5V5, TD 110/70 mmHg, frekuensi nadi 97x/menit, laju pernapasan
27x/menit dan suhu 37C, pernapasan paradoksal. Hasil pemeriksaan foto
Thoraks X-Ray dengan hasil hematopneumothoraks, patah tulang iga ke 3 hingga
ke 6 dextra, serta emfisema subcutis.

STEP 1

1. Pernapasan paradoksal
Kebalikan dari pernapasan normal, dimana paru terlihat tidak
mengembang dan dari hidung tidak terasa hembusan nafas. Saat bernapas
antara dada kanan dan kiri terlihat tidak simetris.
2. Hematopneumothoraks
Hasil foto rontgen dimana adanya darah di pleura paru.
3. Emfisema subcutis
Adanya udara dibawah jaringan subcutan.

STEP 2
1. Kenapa erjadi pernafasan paradoksal? (abdul)

2. Tindakan apa yang dilakukan ketika terjadi hematopneumothoraks? (aji)

3. Bagaimana cara mengurangi nyeri pada pasien? (andika)

4. Mengapa bisa terjadi emfisema subcutis tersebut? (gita)

5. Bagaimana kesadaran pada pasien dengan GCS 13? (anin)

6. Kenapa tekanan darah pada kasus tersebut normal? (anisa)

7. Mengapa bisa terjadi hematopneumothoraks? (bondan)

8. Pertolongan utama apa yang dilakukan di lokasi kejadian pada pasien? (ema)

9. Bagaimana cara untuk menangani pendarahan pada kasus tersebut? (fita)

10. Apa ciri-ciri pernafasan paradoksal? (gea)

11. Apa masalah keperawatan utama pada kasus tersebut ? (fita)


12. Komplikasi apa yang dapat muncul pada kasus tersebut? (gea)

13. Apa saja pemeriksaaan penunjang? (ema)

STEP 3

1. Karena tulang costa patah dan masuk ke dalam, sehingga ada tekanan dan
paru-paru tidak dapat mengembang dengan baik.
2. Dengan cara memasukkan jarum nomer besar pada inter costa ke 2 lurus dari
midklaficula itu dilakukan agar udara yang terjebak didalam rongga dada bisa
keluar.

3. Diberikan obat analgesik, karena jika diberikan tindakan keperawatan


seperti distraksi relaksasi maka tidak tepat terhadap pasien kasus di atas.
4. Karena pasien mengalami fraktur pada tulang costa, sehingga
mengakibatkan terdapat udara di lapisan subcutis.

5. Kesadaran baik.

6. Disebabkan perdarahan didalam yang tidak terlalu banyak dan dipengaruhi oleh
nilai GCS pasien

7. Pasien mengalami hematopnemotorak karena patahnya tulang iga yang


terjadi pada pasien melukai paru” sehingga terjadi perdarahan.
8. Memposisikan semifowler untuk mengurangi sesak.

9. Dengan memasang cooling pan di sekitar luka

10. Ciri-ciri pernafasan paradoksal

A. Bernafas cepat/tapinea
B. Sesak nafas/dipnea

11. Gangguan pola nafas

12. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien tersebut adalah: rubture lien
dan rubture jantung

13. Pemeriksaan penunjang antara lain:

A. X-Ray
B. AGD
C. Darah Lengkap
D. EKG
STEP 4
Trauma tajam/tumpul
pada thorax

Costa lebih ke arah


lateral (dalam)

Nyeri Fraktur (flail chest)

Menusuk jaringan
dibawahnya

Ketidakmampuan
paru-paru
mengembang
maksimal (asimetris)

Pernafasan
paradoksal

O2 & CO2 tidak Kandungan Hipoksia


bertukar O2 sedikit

Gangguan pola GCS Ggn.


nafas Pertukaran
gas
Kesadaran

Defisit
perawatan diri
STEP 5

1. Definisi

Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma
tumpul maupun oleh sebab trauma tajam. (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein,
2014; Lugo,, et al., 2015).

Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan


sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan
ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera
(Gallagher, 2014).

Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan ringan sampai berat


tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan yang
ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumotoraks,
hematotoraks dan kontusio pulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan
robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung (Saaiq et al.,
2010; Lugo, et al., 2015 ).

Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa thorax


adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada
dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka
thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan
gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti
jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis
traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan
sebagainya.
2. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65%
dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering
adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam
trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu
depan, samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus
dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang
memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma
tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah
seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi
tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain
adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru - paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Saaiq, et al., 2010). Trauma
toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga
pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Gallagher, 2014).

3. Tanda dan gejala

a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.


b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
k. Ada jejas pada thorak
l. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi
vena leher
m. Bunyi muffle pada jantung
n. Perfusi jaringan tidak adekuat
o. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi
dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

4. Pemeriksaan penunjang

a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)


b. Diagnosis fisik :
a). Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
b). Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc)
drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan
drainase dengan continues suction unit.
c). Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
d). Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain
lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

5. Penatalaksanaan

Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care of
cervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disability
assessment, dan E: Exposure without causing hypothermia (Saaiq, et al., 2010;
Lugo, et al., 2015; Unsworth, et al., 2015).

Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan


harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas,
tension Pneumotoraks , pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif,
tamponade perikardial, dan flail chest yang besar. Begitu kondisi - kondisi yang
mengancam nyawa sudah ditangani, maka pemeriksaan sekunder dari kepala
hingga kaki yang lebih mendetail disertai secondary chest survey harus dilakukan.
Pemeriksaan ini akan fokus untuk medeteksi kondisi - kondisi berikut: kontusio
pulmonum, kontusi miokardial, disrupsi aortal, ruptur diafragma traumatik,
disrupsi trakeobronkial, dan disrupsi esofageal (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al.,
2015).

Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama
untuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan terapi
utama dalam menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif
merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks.

Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia,


dan takipnea berat atau ancaman gagal napas. Ventilator juga diindikasikan pada
pasien dengan kontusio paru berat, hemotoraks atau penumotoraks, dan flail chest
yang disertai dengan gangguan hemodinamik (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al.,
2015).

Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani


dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube.
Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda
pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan. Luka menghisap pada
dada harus segera dioklusi untuk mencegah berkembangnya tension
Pneumotoraks terbuka. Tindakan lainnya seperti torakostomi tube, torakotomi,
dan intervensi lainnya dilakukan sesuai dengan kondisi pasien (Saaiq, et al., 2010;
Lugo, et al., 2015).

6. Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan
memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum,
trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio
paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan tamponade pada
jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu
suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya
semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan hipoksia yang
serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak
lebih buruk dari pada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda
tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek
pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi
tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada
(Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga pleura jika
tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif
dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi
paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun
gambaran proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada
skema.

7. Pathway
8. Fokus pengkajian

a. Riwayat kesehatan secara umum


b. Pemeriksaan fisik secara umum
c. Dx. Keperawatan yang mungkin muncul sesuai pathway
d. Intervensi secara umum berdasarkan pathway

STEP 6

1. Penyebab terjadinya pernafasan paradoksal


a. terjadi patah tulang pada 2-3 tulang rusuk
b. otot pernafasan kontraksi
c. rongga toraks mengembang (saat inspirasi)
d. volume meningkat
e. tekanan dalam rongga menurun
f. segemen fiel menghisap kebagian kedalam
g. dinding dada bergerak berlawanan dan tidak utuh
2.

3. Nyeri perlu mendapatkan penanganan yang tepat sesuai dengan tingkat nyeri
yang dirasakan, sehinggaperlu metode farmakologi dan non farmakologi dalam
menanganinya. Penatalaksanaan nyeri farmakologi menggunakan analgesik, jenis
analgesik yang bisa digunakan dapat dibagi menjadi golongan opoid, dan non
steroid, anti inflamantori drugs (NSAIDs)

Sumber : Bunner & Suddart (2013). Manajemen Nyeri. Jakarta. Rineke cipta
4. Emfisema subcutis dapat dikategorikan sebagai salah satu kondisi kesehatan
yang jarang terjadi. Berbeda dengan emfisema paru, emfisema subcutis biasanya
tidak berkaitan dengan kebiasaan merokok. Meski begitu ada beberapa hal yang
dapat berkontribusi terhadap emfisema subcutis yaitu :

- Kondisi paru-paru yang kolaps atau pneumothorax (biasanya disertai


dengan patah tulang iga)

- Patah tulang wajah

- Robekan pada saluran nafas bronkus atau krongkongan (esofagus)

Sumber : Nurarif. Huda Amin., dan kusuma hardi. 2015. Aplikasi Asuhan
keperawatan dan diagnosa medis & NANDA. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

5. GCS E3M5V5 memiliki penjelasan sebagai berikut E (eye) atau respon buka
mata memiliki nilai 3 artinya pada pasien respon buka mata saat di rangsang
menggunakan suara. M (motorik) atau respon motorik memiliki nilai 5 artinya
klien melokalisir nyeri, sedangkan V (verbal) atau respon verbal masih
berorientasi baik. Jadi keseluruhan total nilai GCS adalah 13 dimana kesadaran
masih baik karena respon verbal masih baik jika ditanya tetapi cenderung
menutup mata ketika di respon dengan suara masih membuka mata dan cenderung
melokalisir lokasi nyeri yang dirasakan. Tingkat kesadaran bisa masuk ke dalam
somnolen yaitu pasien cenderung mengantuk namun masih menuruti perintah-
perintah yang diberikan.

Sumber : Wartatmo. Hendro,. Dkk. 2017. MODUL PELATIHAN


PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD) BASIC.
TRAUMA AND CARDIAC LIFE SUPPORT (BTCLS). Yogyakarta. Tim
PUSBANKES 118-PERSI DIY

6.

7. Pasien mengalami hematopneumothoraks karena adanya kumpulan darah


dalam ruang pleura yang diakibatkan dari robeknya pembuluh intercostal dan
laserasi paru paru. (Asih, 2012)
8. Dengan pemberian posisi semifowler dapat membantu pengembangan rongga
dada sehingga dapat mengurangi sesak nafas.

Sumber : Depkes. RI. (2012). Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di


Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

9. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.


a. Bila pneumotoraks< 30% atau hematothorax ringan (300cc) terapi
simtomatik,observasi
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc)
drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan
drainase dengan continues suction unit.

10. Ciriciripernafasanparadoksal

1. Sesaknafasataudispneu
2. Rasa kantuk yang berlebihan, jugadikenaldenganhipersomnia
3. Kelelahan
4. Seringterbangundimalamhari
5. Perfomaolahraga yang buruk
6. Bernafascepat (takipneu)

11.

12. Komplikasi

Kontusiodan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yang


paling seringterjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,
perdarahan masih dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada
kulit, subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta. Kebanyakan hematoma
ekstra pleura tidak membutuhkan pembedahan, karena jumlah darah yang
cenderung sedikit ( Milisavljevic, et al., 2012 ; Lugo, et al., 2015 ).

Frakturkostaterjadikarenaadanyagayatumpulsecaralangsungmaupuntida
klangsung. Frakturkostaterjadisekitar 35% - 40% pada trauma toraks.
Karakteristikdari trauma kostatergantungdarijenisbenturanterhadapdindingdada
(Saaiq, et al., 2010; Milisavljevic, et al., 2012). Gejala yang
spesifikpadafrakturkostaadalahnyeri, yang meningkatpadasaatbatuk,
bernafasdalamataupadasaatbergerak. Pasienakanberusahamencegahdaerah
yang terkenauntukbergeraksehinggaterjadihipoventilasi. Hal
inimeningkatkanrisikoatelektasisdan pneumonia (Novakov, et al., 2014 ; Feng
Lin, et al., 2015 ; Lugo, et al., 2015

Diagnosis fraktur sternum didapatkandaripemeriksaanfisik, adanya


edema, deformitas, dannyerilokal (Milisavljevic, et al., 2012).

Kontusioparenkimparuadalahmanifestasi trauma tumpultoraks yang


paling umumterjadi. Kontusiopulmonum paling seringdisebabkan trauma
tumpulpadadinding dada secaralangsung yang
dapatmenyebabkankerusakanparenkim, edema interstitial danperdarahan yang
mengarahkehipoventilasipadasebagianparu.Kontusiojugadapatmenyebabkanhe
matoma intrapulmonerapabilapembuluhdarahbesardidalamparuterluka.

13. Angka kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan lalulintas menjadi
penyebab yang paling sering. Diagnosis flail chest didapatkan berdasarkan
pemeriksaan penunjang seperti foto toraks, dan CT scan Toraks (Wanek&
Mayberry, 2011; Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al., 2015)

STEP 7
Abdul intervensi secara umum
Anisa penatalaksanaan
Aji tanda gejala dan fokus pengkajian

Anda mungkin juga menyukai