SISTEM PERKEMIHAN
1
a) Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan
ginjal pada struktur disekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
b) Lemak perirenal adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia
ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu orang tetap
pada posisinya.
c) Korpus fibrosa atau ginjal adalah membrane halus transparan yang
langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.
b. Struktur Internal Ginjal
1) Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal
2) Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang terbuka pada hilius. Sinus
ini membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan
arteri renalis, saraf dan limfatik.
3) Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut
menjadi dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai
glandular, bagian penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayor
bercabang menjadi beberapa (8-18) kaliks minor.
4) Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur sinus
ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medulla dalam dan korteks luar.
a) Medulla terdiri dari masa-masa triangular yang disebut piramida
ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida,papilla, masuk dengan
pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut ductus pengumpul urine
b) Korteks tersusun dari tubulus dan tubulus darah nefron yang
merupakan unit structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak
didalam di antara piramida-piramida medulla yang bersebelahan
untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari rubulu-tubulus
pengumpul yang mengalir ke dalam ductus pengumpul.
5) Ginjal terbagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu
piramida ginjal, kolumna yang sering berdekatan, dan jaringan korteks
yang melapisinya
c. Fungsi Ginjal
1) Pengeluaran zat sisa organic. Ginjal mensekresi urea, asam urat,
kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormone.
2) Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mensekresi ion natrium,
kalium, kalsium, magnesium, sulfat dan phosfat. Eksresi ion-ion ini
2
seimbang dengan asupan dan eksresinya melalui rute lain, seperti pada
saluran gastroinstestinal atau kulit.
3) Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan
ekskresi ion hydrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), amonium (NH4+), serta
memproduksi urin asam atau basa, tergantung pada kebutuhan tubuh.
4) Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritroprotein, yang
mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
5) Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial
bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim rennin.
Rennin adalah komponen penting dalam mekanisme rennin-
antiangiotensin-aldosteron, yang meningkatkan tekanan darah dan retensi
air.
6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam
amino darah. Ginjal melalui eksresi glukosa dan asam amino berlebih,
bertanggung jawab atas konsentrasi nutrient dalam darah.
7) Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat-obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh.
2. Dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih)
Terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria.
Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerak-gerakan peristaltic yang mendorong
urin
masuk ke dalam kandung kemih.
3. Satu vesika urinaria (VU) tempat urin dikumpulkan
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis medius. Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
3
Dinding kandung kemih terdiri dari :
a. Lapisan sebelah luar (peritoneum)
b. Tunika muskularis (lapisan berotot)
c. Tunika submukosa
d. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
4. Satu uretra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7 16,2 cm terdiri dari :
a. Uretra pars Prostatica
b. Uretra pars membranosa (terdapat spinchter uretra externa)
c. Uretra pars spongiosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri dari:
a. Lapisan mukosa (lapisan paling dalam)
b. Lapisan submukosa
Sedangkan uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7 6,2 cm (Taylor) 3 5
cm (Lewis). Sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan
vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Lapisan uretra wanita terdiri dari :
a. Tunika muskularis (lapisan sebelah luar)
b. Lapisan spongeosa
c. Lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam)
Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan :
a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari vesika urinaria.
Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter uretra menjaga agar
uretra tetap tertutup.
b. Lapisan submokasa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf
c. Lapisan mukosa pembentukan urine yang pekat.
5
ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium,
klorida, sulfat, bikarbonat, dll yang diteruskan ke tubulus ginjal.
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur
spesifik dibuat untuk menahan selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam vascular sistem, menekan cairan yang identik dengan plasma di
elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrateglomerular.
Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Tumpukan glomerulus
dibungkus didalam lapisan epithelium yang disebut kapsula bowman. Area
antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan
merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Tekanan hidrostatik
darah dalam kapiler dan tekanan encotik dari cairan di dalam bowman space
merupakan kekuatan untuk filtrasi. Hasil penyaringan di glomerulus berupa
filtrate glomerulus (urin primer) yang komposisia serupa dengan darah
tetapi tidak mengandung protein.
b. Proses Reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, sodium,
klorida, fosfat, dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan
sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam
tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan
reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrate glomerulus. Oleh karena itu,
99% filtrate glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus
kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada
tubulus kontortus distal. Sunstance yang masih berguna seperti glukosa dan
asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan
bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Gula dan asam amino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis.
Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
c. Proses Sekresi / Augmentasi
Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar.
6
2. Komposisi Urine
Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang utama dari tubuh. Organ ini
membuang produk akhir metabolisme tubuh. Ketika ginjal berfungsi normal,
jumlah bahan bahan yang diekskresikan setiap hari akan sama dengan jumlah
yang dikonsumsi atau dibentuk sehingga dalam suatu periode waktu tidak akan
terjadi perubahan netto pada komposisi total tubuh.
Urine terutama tersusun dari air. Individu yang normal akan
mengkonsumsi kurang lebih 1 hingga 2 liter air per hari dan dalam keadaan
normal seluruh asupan cairan ini akan diekskresikan keluar termasuk 400 hingga
500 ml yang diekskresikan ke dalam urine. Sisanya akan diekskresikan lewat
kulit, paru paru pada saat bernapas, dan feses. Elektrolit, yang mencakup
natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan ion ion lain jumlahnya lebih sedikit
juga diekskresikan melalui ginjal. Diet rata rata orang Amerika mengandung 6
hingga 8 gram natrium klorida (garam) serta kalium klorida per hari, dan hampir
seluruhnya akan diekskresikan ke dalam urine.
Kelompok ketiga substansi yang muncul dalam urine terbentuk dari
berbagai produk akhir metabolisme protein. Produk akhir yang utama adalah
ureum, dengan jumlah sekitar 25 gram, diproduksi dan diekskresikan setiap
harinya. Produk lain dari metabolisme protein yang harus diekskresikan adalah
kreatinin, fosfat dan sulfat. Asam urat yang terbentuk sebagai produk
metabolisme asam nukleat juga dieliminasi ke dalam urine.
Kita harus mengetahui bahwa sebagian substansi yang terdapat dengan
kadar konsentrasi yang tinggi dalam darah biasanya akan direabsorpsi
seluruhnya melalui transportasi aktif dalam tubulus ginjal. Sebagai contoh asam
amino dan glukosa biasanya disaring di glomerulus dan direabsorpsi sehingga
kedua substansi ini tida diekskresikan ke dalam urine. Namun, glukosa akan
terlihat dalam urine jika kadarnya dalam darah begitu tinggi sehingga
konsentrasinya di dalam filtrate glomerulus melampaui kapasitas reabsopsi
tubulus. Dalam keadaan normal, seluruh glukosa akan direabsorpsi bila
konsentrasinya dalam darah kurang dari 200 mg/dL (11 mmol/liter). Pada
diabetes ketika kadar glukosa darah melebihi kapasitas reabsorpsi ginjal maka
dalam urine akan dijumpai adanya glukosa. Protein dalam keadaan normal juga
tidak ditemukan dalam urine. Molekul molekul ini tidak akan disaring di
glomerulus karena ukurannya yang besar. Penampakan protein dalam urine
biasanya menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang menyebabkan organ
7
tersebut menjadi keropos sehingga molekul molekul berukuran besar dapat
melewatinya.
F. MEKANISME RENIN-ANGIOTENSIN
Pengaturan atau regulasi tekanan darah juga merupakan salah satu fungsi
system renal. Suatu hormon yang dinamakan rennin disekresikan oleh sel-sel
jukstaglomeruler ketika tekanan darah menurun. Rennin adalah enzim pertama
dalam kaskade biokimia system rennin-angiotensin-aldosteron. Fungsi system ini
adalah mempertahankan volume ECF (Efektif Circulation Volume) dan tekanan
perfusi jaringan dengan mengubah resistensi pembuluh darah dan ekskresi Na+ dan
air di ginjal. Hipoperfusi ginjal, yang dihasilkan oleh hipotensi dan penurunan
volume serta peningkatan aktivitas simpatetik adalah perangsangan utama sekresi
rennin. Asupan ke system saraf pusat diberikan oleh baroreseptor yang terletak di
pusat melalui saraf vagus dan glosofaringeal, yang sebaliknya mempengaruhi
keluaran simpatetik : baroreseptor yang terletak dalam atrium jantung dan
pembuluh darah paru bertekanan rendah terutama merespon volume atau isi dari
cabang pembuluh darah. Baroreseptor terletak dalam arkus aorta dan sinus karotis
bertekanan tinggi yang terutama merespon terhadap tekanan arteri darah.
Penurunan tekanan darah menghasilkan peningkatan aktivitas simpatis ginjal,
menyebabkan retensi Na+ dan air. Peningkatan tekanan intravaskuler memiliki efek
yang bertolak belakang.
Suatu enzim akan mengubah rennin menjadi angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, yaitu senyawa vasokonstriktor paling kuat.
Vasokonstriksi menyebabkan peningkatan tekanan darah. Aldosteron disekresikan
oleh korteks adrenal. Sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan
12
pelepasan ACTH sebagai reaksi terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan
osmolalitas serum. Akibatnya peningkatan tekanan darah.
Atrium jantung memiliki mekanisme tambahan untuk mengontrol ekskresi
Na+ ginjal dan volume ECF yang secara berlawanan mengatur mekanisme rennin-
angiotensin-aldosteron. Atrium jantung menyintesis suatu hormon yang disebut
peptide natriuretik atrial (ANP) yang kemudian disimpan dalam granula. ANP
dilepaskan dari granula atrium sebagai respon terhadap regangan yaitu peningkatan
volume ECF. ANP meningkatkan ekskresi Na+ dan air oleh ginjal.
Hormon ini bersirkulasi sepanjang aliran darah menuju sumsum tulang dan
menstimulasi produksi sel darah merah. Bila terjadi gagal ginjal, maka produksi
EPO terhenti. Akibatnya produksi sel darah merah pun turut berkurang yang bisa
berujung pada anemia parah.
14
b. Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air,
keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama
dengan keluarannya. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan
dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur
reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+
meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-
Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon
atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.
2. Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut)
dalam suatu larutan. Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi
solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion
natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion
utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan
ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab
dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Pengaturan osmolaritas
cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan
keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Dinding tubulus
ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian
ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air
dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan
reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus
distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus
15
distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin
(ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di
keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya
vasopresis (ADH).
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangsang osmoreseptor
di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus
yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis
posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus
koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus
koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi
cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus
koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di
dalam tubuh tetap dipertahankan.
3. Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan
elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf
mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di
hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan
dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami
kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH
dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi
peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan
meningkatkan eksresi volume natrium dan air.
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa
keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di
antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
4. Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45
dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45
dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam
16
tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari
3 sumber, yaitu:
a pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H
dan bikarbonat.
b . katabolisme zat organik
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain:
a. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan
saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
b. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
18
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. & Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 9 Hal.
399 - 401. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2 Hal.
1364 1371. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol.2. Jakarta
: EGC
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Ed. 2 Hal.108.Jakarta : EGC
19