Anda di halaman 1dari 46

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1.1 Asuhan Keperawatan Umum Trauma Medulla Spinalis


3.1.1 Pengkajian
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma pada
servikal merupakan hal yang penting diwaspadai. Tingkat kehati-hatian dari perawat yang
tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal yang stabil dapat tidak menjadi cedera spinal
yang tidak stabil karena pada setiap fase awal kondisi trauma servikal, perawat adalah
orang pertama dan paling sering melakukan intervensi.

Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapat merusak


kestabilan dari struktur servikal (tulang, diskus, ligamen, dan medula
spinalis)
Implikasi dari hal-hal diatas adalah kewaspadaan perawat untuk menjaga kesejajaran
dari tulang belakang untuk menghindari resiko tinggi injuri pada korda, maka pada saat
pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan rasional agar pada fase pengkajian dan
pada setiap intervensi yang diberikan tidak merusak kestabilan dari tulang belakang.
Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji sepenuhnya untuk mencari ada tidaknya
cedera spinal. Untuk melakukan hal tersebut, pakaiannya mungkin terpaksa harus dipotong
dari badannya sehingga sesedikit mungkin mengganggu posisi kenetralan leher. Adanya
keluhan nyeri atau kekakuan pada leher atau punggung harus ditanggapi secara serius,
sekalipun klien dapat berjalan atau bergerak tanpa banyak menglamai gangguan. Tanyakan
mengenai rasa baal, paraestesia, atau kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah.
Mekanisme trauma dari riwayat kecelakaan dapat memberi petunjuk yang penting
seperti jatuh dari tempat tinggi, cedera akibat terjun, benturan pada kepala, tertimpa
reruntuhan atau ambruknya langit-langit, atau sentakan mendadak pada leher akibat
tubrukan dari belakang (whiplash injury) ini semua merupakan penyebab kerusakan spinal
yang sering ditemukan. Tanyakan apakah klien yang mengalami cedera sebelumnya,
menggunakan obat-obatan, atau jatuh setelah menggunkan alkohol.
Pada status emergency klien dengan riwayat trauma servikal yang jelas dan
diindikasikan cedera spinal tidak stabil, apabila pengkajian anamnesis dapat dilakukan
maka status jalan napas klien optimal dan anamnesis diusahakan terfokus pada pengkajian
primer, karena pada fase ini klien beresiko tinggi untuk mengalami kompresi korda yang
berdampak pada henti jantung-paru. Implikasi dari situasi ini adalah pengkajian primer
dilakukan disertai intervensi dengan suatu hal yang prinsip untuk selalu menjaga posisi
leher/servikal dalam posisi netral dan kalau perlu klien dipasang ban servikal. Apabila pada
kondisi di tempat kejadian dimana klien mengalami cedera spinal servikal tetapi masih
memaki helm, maka diperlukan teknis melepas helm dengan tetap menjaga posisi leher
dalam posisi netral. Selanjutnya, peran perawat dalam melakukan transportasi dari tempat
kejadian ke tempat intervensi lanjutan trauma servikal dirumah sakit harus dilakukan
secara hat-hati, peran memonitoring dan kolaborasi untuk dilakukan stabilisasi.
Pengkajian lanjutan dirumah sakit tetap memperhatikan kondisi stabilisasi pada
servikal dan memonitoring pada jalan napas. Pada setiap melakukan transportasi klien,
perawat tetap memprioritaskan kesejajaran kurvatura tulang belakang dengan tujuan untuk
menghindari resiko injury pada spinal dengan teknik pengangkatan cara log rolling
dan/atau menggunakan long backboard.
Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya defisit neurologis, dan status
kesadaran pada fase awak kejadian trauma, terutama pada klien yang diindikasikan cedera
spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya perubahan pada KU, TTV, defisit neurologis,
dan tingkat kesadaran secara bermakna harus secepatnya dilakukan kolaborasi dengan
dokter.
Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan trauma. Syok spinal terjadi
bila trauma terjadi pada servikal atau setinggi toraksik. Teknik pemeriksaan colok dubur
dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk merasakan adanya refleks jepitan pada
sfingter ani pada jari akibat stimulus nyeri yang kita berikan pada glands penis atau klitoris
atau dengan menarik kateter untuk menilai apakah klien mengalami syok spinal.
Gejala awal syok, klien mengalami paralisis, kehilangan refleks tendon dan
abdominal, refleks babinsky positif dan terjadinya retensi urine dan retensi alvi, dapat pula
diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda penilaian fungsi respirasi dimana kapasitas
vital menurun. Dalam keadaan ini diperlukan intubasi dan ventilasi mekanik. Kelumpuhan
saraf perifer memerlukan evaluasi sampai diputuskan untuk dilakukan operasi.
Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum, TTV, defisit neurologis, dan status
kesadaran biasanya tidak mengalami perubahan.
Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya memar (pada
fase awal cedera) baik leher, muka, dan bagian belakang telinga. Tanda memar pada wajah,
mata atau dagu merupakan salah satu tanda adanya cedera hiperekstensi pada leher. Memar
pada muka atau abrasi dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang
menyebabkan hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring atau klien dapat menyangga
kepala dengan tangannya. Bila klien terlentang, dada dan perut dapat diperiksa untuk
mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian tungkai dengan cepat diperiksa
untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda defisit neurologis.
Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat berhati-hati
dengan menggunakan teknik log rolling (menggulingkan kayu).
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya diperiksa dengan
cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan sekunder di rumah sakit, pakaian perlu dibuka
untuk menilai adanya kelainan pada punggung. Adanya memar menunjukkan
kemungkinan adanya tingkat cedera. Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-
kadang suatu celah dapat terbuka bila ligamen tersobel; keadaan ini atau hematoma pada
spinal merupakan tanda yang menakutkan (berbahaya). Tulang dan jaringan lunak
diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan. Gerakan pada spinal
dapat berbahaya karena dapat membahayakan korda, jadi manipulasi gerakan berlebihan
harus dihindari sebelum diagnosis ditegakkan.
Pemeriksaan neurologis penuh dilakukan pada semua hal, pemeriksaan ini mungkin
harus diulangi beberapa kali selama beberapa hari pertama. Pada awalnya, selama fase
syok spinal mungkin terdapat paralisis lengkap dan hilangnya perasaan dibawah tingkat
cedera. Keadaan ini dapat berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama periode ini
sulit diketahui apakah lesi neurologis lengkap atau tidak lengkap. Penting untuk menguji
ada tidaknya refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali refleks primitif muncul
kembali, syok spinal telah berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan motorik masih tidak
ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi perianal yang utuh menunjukkan lesi yang
tidak lengkap dan dapat terjadi penyembuhan lebih jauh.
Tabel . Pengkajian pada Trauma Servikal
Segmen Fungsi fisiologis Kondisi patologis
C1 Segmen keluar pleksus Beban berat yang mendadak diatas kepala
kardiak dalam kontrol dapat menyebabkan kekuatan kompresi
jantung dan pernapasan yang dapat menyebabkan fraktur pada
cincin atlas. Gangguan pada segmen ini
dapat merusak fungsi jantung paru.
C2 Segmen keluar pleksus Fraktur C2 terutama pada kecelakaan
kardiak dalam kontrol mobil dimana kepala membentur kaca
jantung dan pernapasan depan, memaksa leher berhiperekstensi.
Kalau kedua pedikulus mengalami fraktur
dan bergeser secara hebat, kerusakannya
akan menyebabkan kematian
C3 Segmen keluar pleksus Cedera hiperekstensi C3 tulang tidak
kardiak dalam kontrol rusak, tetapi ligamen longitudinal anterior
jantung dan pernapasan sobek. Kerusakan neurologis bervariasi
dan mungkin akibat terjadi akibat
kompresi antara diskus dan ligamentum
flavum; edema spinalis sentral akut
C4 Kontrol kepala, mulut, Subluksasi dan dislokasi pada segmen ini,
menaikkan bahu dan merupakan cedera fleksi murni; tulang
skapula. Kontrol gerakan tetap untuh tetapi ligamen posterior sobek.
diafragma Satu vertebra miring ke depan di alas
vertebra yang ada dibawahnya, sehingga
ruang interspinosa di bagian posterior
terbuka.
C5 Fleksi bahu, fleksi siku Segmen C5-C6 merupakan kurvatura yang
paling menonjol dari servikal sehingga
mempunyai resiko tinggi cedera
C6 Fleksi siku, rotasi dan Fraktur kompresi pada segmen ini sering
abduksi bahu, ekstensi ibu disebabkan cedera fleksi, korpus
jari terkompresi tetapi ligamen posterior tetap
utuh dan fraktur stabil
C7 Ekstensi siku, gerakan bahu, Fraktur avulsi pada prosesus spinosus C7
ekstensi ruas jari-jari tangan dapat terjadi oleh kontraksi otot yang
hebat

Pengumpulan data subjektif maupun objektif pada gangguan sistem muskuloskeletal


dan sistem persarafan sehubungan dengan cedera tulang belakang tergantung dari bentuk,
lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian
keperawatan cedera tulang belakang meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien intuk meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi
dan urine, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami
deformitas pada daerah trauma. Untuk memperoleh pengkajian klien dilakukan PQRST.
1. Provoking incident, yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah adanya trauma
pada tulang belakang
2. Quality of pain, seperti apa rasa nyeri yang dirasakan menusuk
3. Region, radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4. Severity (scale) of pain, skala nyeri biasanya 3-4 (0-4) pada penilaian skala nyeri
5. Time, berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
1) Identitas
Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin meliputi
nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis kelamin (kebanyakan laki-laki
karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa pengaman helm), pendidikan,
alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine dan
inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan
deformitas pada daerah trauma.
3) Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olah raga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari
pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman dan
kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas,
paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas yang total dan
melemah/menghilangnya refleks alat diam). Ini merupakan gejala awal dari tahap syok
spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, ileus paralitik,
retensi urine, dan hilangnya refleks-refleks.
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk,
luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda keras.
Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis
layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan melemah/menghilangnya refleks alat
dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau bila klien
tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang sering
terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif
pada tulang belakang seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis, spondilolistesis,
spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang. Penyakit
lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-
obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif perlu ditanyakan untuk
menambah komprehensifnya pengkajian.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien
sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat trauma medula spinalis.
Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif
pada tulang belakang, seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis, spondilolistesis,
spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang (Masalah
penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol).
5) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, DM, penyakit
jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian (Untuk mengetahui ada
penyebab herediter atau tidak)
6) Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan
berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap
klien yang mengalami cedera tulang belakang.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal
dan pandangan terhadap dirinya yang salah.

A. Pengkajian Primer
1) Airway
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar,
yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau
akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi
vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi,
fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin
lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan
jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya
dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas.
2) Breathing
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum
dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan
intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3) Circulation
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5) Exprosure
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a. Dilakukan rawat luka
b. Pemeriksaan radiology
c. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi penurunan
kesadaran segera bawa ke rumah sakit

B. Pengkajian Skunder.
1) Aktifitas/Istirahat
Tanda: Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada bawah lesi.
Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2) Sirkulasi
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3) Eliminasi
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih.
4) Integritas Ego
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5) Makanan/cairan
Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan omentum., peristaltik
usus hilang (ileus paralitik)

6) Higiene
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
7) Neurosensori
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada
syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah
syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks
asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat
bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flaksid atau
spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang
sakit.
8) Nyeri /kenyamanan
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9) Pernapasan
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki,
pucat, sianosis.
10) Keamanan
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
11) Seksualitas
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

Pengkajian secara umum meliputi:


1. Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah medis yang lain (misalnya, kelainan paru,
kelainan koogulasi, ulkus), merokok dan penggunaan alkohol.
2. Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan, kekuatan, tonus), fungsi sensorik, reflex, status
pernapasan, gejala gejala spinal syok, tidak adanya keringat di batas luka, fungsi bowel dan
bldder, gejala autonomic dysreflexia.
3. Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup, pekerjaan, peran dan tanggung jawab, sistim
dukungan, strategi koping, reaksi emosi terhadap cidera.
4. Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis: pengobatan,
progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan, kemampuan belajar dan
pengetahuan, kemampuan membaca dan kesiapan belajar.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain)
dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.
1. Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis (klien
mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur
simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang sehingga jaringan saraf di medula
spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah
servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal,
dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat
inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.
b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada
toraks/hematoraks.
d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan
pada klien cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat kesadaran
(koma).
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular
kliencedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun,
bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin
atau pucat.

3. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera tulang
belakang biasanya mengalami perubahan status mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang belakang dan tidak ada
kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil
isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada usaha klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra
pengecapan normal.

Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya
melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan refleks
patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina, mengalami
hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong, perineum, dan anus.
Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera
akibat trauma di daerah tulang belakang

Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian terjadinya
trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.
4. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya
perfusi pada ginjal.
Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh pusat S1-S4) atau dibawah
pusat spinal kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih
dan pusat spinal. Pengosongan kandung kemih secara periodik tergantung dari refleks lokal
dinding kandung kemih. Pada keadaan ini pengosongan dilakukan oleh aksi otot-otot
destrusor dan harus diawali dengan kompresi secara manual pada dinding perut atau dengan
meregangkan perut. Pengosongan kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut
kandung kemih otonom. Trauma pada kauda ekuina klien mengalami hilangnya refleks
kandung kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril.
5. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering didapatkan adanya ileus paralitik. Data
klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini
merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan
nutrisi.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
6. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian terjadinya trauma.
Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena

Pemeriksaan lokalis
1. Look
Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung. Pada klien yang telah
lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya dekubitus pada bokong. Adanya
hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Feel
Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah yang dapat diraba akibat
sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera yang tidak stabil. Sering didapatkan
adanya nyeri tekan pada area lesi
3. Move
Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi motorik paling umum
adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan otot, pada
penilaian dengan menggunakan derajat kekuatan otot didapatkan.

3.1.2 Analisa Data


No Data Etiologi Problem
1 DO: Cidera servikal (C1 C4) disertai Pola napas
a. Penurunan tekanan alat inspirasi edema di C5 C7 inefektif
dan respirasi (00032)
b. Penurunan menit ventilasi Kompresi medulla oblongata
c. Pemakaian otot pernapasan
d. Pernapasan cuping hidung Kelumpuhan otot pernafasan
e. Dispnea/napas pendek dan cepat
f. Orthopnea Ekspansi paru menurun
g. Pernapasan lewat mulut
h. Frekuensi dan kedalaman Pola napas inefektif
pernapasan abnormal
i. Penurunan kapasitas vital paru
DS : Klien/keluarga mengatakan adanya
kesulitan bernapas, sesak napas.
2. DO: Cidera servikal (C4 C6) Penurunan
a. Penurunan tingkat kesadaran cardiac
(bingung, letargi, stupor, koma) Saraf simpatis teraktivasi output
b. Perubahan tanda vital (00029)
c. Mungkin terdapat pendarahan pada Vasokonstriksi arteri koroner
otak
d. Papiledema Suplai darah & O2 turun
e. Nyeri kepala yang hebat
DS : Klien/keluarga mengatakan klien Heart rate menurun
mengalami kebingungan
3. DO: Pasien terlihat kesakitan Cidera servikal Nyeri akut
DS: (00132)
a. Pasien mengeluh nyeri pada Kompresi akar saraf servikal
bagian belakang leher
b. PQRST Pelepasan mediator inflamasi,
1. Provoking: Trauma pada tulang prostaglandin, bradikinin
belakang
2. Quality:Rasa nyeri yang Reseptor nyeri hebat dan akut
dirasakan menusuk
3. Region: Rasa sakit menjalar atau
menyebar didaerah tulang
belakang
4. Scale: Skala nyeri 8
5. Time: Nyeri berlangsung secara
terus-menerus

4. DO: Cidera servikal (C4 C6) Gangguan


a. CRT >3 detik perfusi
b. Nadi arteri lemah Saraf simpatis teraktivasi jaringan
c. Perubahan karakteristik kulit perifer
d. Edema Vasokonstriksi arteri koroner (00204)
e. Kulit pucat saat elevasi
f. Diskolorasi kulit Suplai darah & O2 turun
g. Perubahan suhu kulit
DS: perubahan sensasi Iskemik jaringan

5. DO: Trauma pada S2 S3 Retensi Urin


a. Urine output <1500 ml/hari (00023)
b. Distensi vesika urinaria Kompresi sarkum
DS:
a. Klien mengeluh kandung kemih Penurunan sensori motorik
terasa penuh eliminasi urin
b. Klien mengeluh tidak dapat
berkemih Bladder terganggu
6. DO: Nyeri tekan pada abdomen dan Trauma pada S2 S3 Gangguan
keinginan kencing saat palpasi Eliminasi
DS: Pasien mengatakan urine keluar Kompresi sarkum Urin (00016)
menetes
Penurunan sensori motorik
eliminasi urin

Bladder terganggu
7. DO: Trauma pada T1 T12 Ketidakefektif
a. Suhu tubuh fluktuatif an
b. RR meningkat Kompresi hipotalamus termoregulasi
c. Takikardi (00008)
d. Hipertermi Kontrol suhu tubuh terganggu
e. Hipotermi
DS: klien mengatakan suhu tubuh naik
turun
8. DO: Trauma C6 C8 Gangguan
a. Kelemahan, parestesia mobilitas fisik
b. Paralisis Kompresi saraf perifer (00085)
c. Kerusakan koordinasi ekstremitas atas
d. Keterbatasan rentang gerak
e. Penurunan kekuatan otot Pergerakan terbatas
f. Tangan dan tungkai tidak bisa
digerakkan
DS :
a. Klien/keluarga mengatakan adanya
kesulitan bergerak
b. Klien mengatakan tangan dan
tungkai tidak bisa digerakkan
9. DO: Trauma T7 L1 Konstipasi
a. Inspeksi : pembesaran abdomen (00011)
b. Palpasi : perut terasa keras, ada Kompresi otot abdominalis
impaksi feses
c. Perkusi : redup Ileus paralitik; gangguan fungsi
d. Auskultasi : bising usus tidak rektum
terdengar
DS: klien mengatakan susah BAB
10. DO: Trauma T7 L1 Disrefleksia
a. Distensi kandung kemih atau usus otonom
b. Spasme otot kandung kemih Stimulus oleh saraf sensorik (00009)
c. Batu kandung kemih
d. Sindrom: perubahan TTV, Merangsang baroreseptor
hipertensi paroksismal, Mengaktifkan saraf parasimpatis
takikardi/bradikardi, respon untuk melebarkan pembuluh
otonom darah
e. Sakit dada
f. Pandangan kabur Impuls eferen tidak bisa
g. Mual mengurangi vasokontriksi
h. Rasa metalik
i. Syndrom horner: kelopak mata Kompensasi bradikardi inadekuat
bagian bawah sedikit naik (upsite-
downsite ptosis), keringat sedikit, Hipetensi tidak terkendali
pupil mata mengecil terus-
menerus, pupil dilatasi dalam Disrefleksia otonom
kondisi rendah cahaya, kelopak
mata atas menurun (ptosis)
DS: Klien mengatakan penuh pada
kandung kemih
3.1.3 Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas inefektif (00032) b.d spinal cord injury, kelumpuhan otot pernapasan
(neuromuskular)
2. Penurunan cardiac output (00029) b.d penurunan heart rate
3. Nyeri akut (00132) b.d iskemik; trauma
4. Gangguan perfusi jaringan perifer (00204) b.d trauma saraf C4-C6
5. Retensi urin (00023) b.d penurunan refleks saraf sensori saluran perkemihan
6. Gangguan eliminasi urin (00016) b.d penurunan sensori motorik saraf perkemihan
7. Ketidakefektifan termoregulasi (00008) b.d spinal cord injury
8. Gangguan mobilitas fisik (00085) b.d penurunan kontorl otot
9. Konstipasi (00011) b.d kelemahan otot abdominal
10. Disrefleksia otonom (00009) b.d (distensi kandung kemih)

3.1.4 Intervensi Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif (00032) b.d spinal cord injury ; kelumpuhan otot pernapasan
(neuromuskular)
Domain 4; Class 4
NOC NIC

Tujuan: Respiratory Management (3350)


Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk
keperawatan selama 1x24 jam pasien memaksimalkan ventilasi
menunjukkan keefektifan pola nafas. 2. Palpasi untuk mengetahui
ekspansi paru
Kriteria Hasil: 3. Auskultasi suara nafas, catat
Respiratory Status (0415) adanya suara tambahan
1. Mendemonstrasikan batuk 4. Atur intake cairan untuk
efektif dan suara nafas yang mengoptimalkan keseimbangan
bersih 5. Monitor respirasi dan status O2
2. Tidak ada sianosis dan (saturasi oksigen)
dispnea (mampu 6. Pertahankan jalan nafas yang
mengeluarkan sputum, mampu paten
bernafas dengan mudah, tidak 7. Observasi adanya tanda-tanda
ada pursed lips breathing) hipoventilasi
3. Menunjukkan jalan nafas yang 8. Informasikan pada pasien dan
paten (klien tidak merasa keluarga tentang teknik relaksasi
tercekik, irama nafas, untuk memperbaiki pola nafas
frekuensi pernafasan dalam 9. Monitor adanya kecemasan pada
rentang normal, tidak ada pasien terhadap oksigenasi
suara nafas abnormal) 10. Monitor pola nafas
4. Tanda tanda vital dalam 11. Monitor vital sign
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)

2.Penurunan cardiac output (00029) b.d penurunan heart rate


Domain 4; Class 4
NOC NIC

Tujuan: Cardiac Care


Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi adanya nyeri dada; catat
keperawatan selama 1x24 jam adanya disritmia jantung; catat
penurunan cardiac output klien adanya tanda dan gejala penurunan
teratasi cardiac output
2. Monitor status pernafasan yang
Kriteria Hasil: menandakan gagal jantung
Cardiac Pump Effective (0400) (frekuensi dan irama pernafasan,
1. Tanda vital dalam rentang pola pernafasan abnormal)
normal (tekanan dara, nadi, 3. Monitor balance cairan
respirasi) 4. Monitor respon pasien terhadap
2. Nadi perifer efek pengobatan antiaritmia
3. Balance cairan (kontrol inotropik, nitrogliserin
4. Tidak ada abnormalitas suara dan vasodilator untuk
jantung mempertahankan kontraktilitas
5. Dapat mentoleransi aktivitas, jantung)
tidak ada kelelahan 5. Atur periode latihan dan istirahat
6. Tidak ada edema paru, perifer, untuk menghindari kelelahan
dan tidak ada asites 6. Monitor toleransi aktivitas pasien
7. Tidak ada penurunan 7. Monitor adanya dipsnea, fatigue,
kesadaran takipnea, dan ortopnea
8. AGD dalam batas normal 8. Anjurkan untuk menurunkan stress
9. Tidak ada distensi vena leher 9. Monitor stroke volume saat pasien
10. Warna kulit normal berbaring, duduk, atau berdiri
11. Tidak ada sianosis 10. Monitor tekanan darah pada kedua
lengan dan bandingkan
Circulation Status (0401) 11. Monitor TTV sebelum, selama,
1. Saturasi oksigen normal dan setelah aktivitas
2. Output urin normal 12. Monitoring jumlah, bunyi, dan
3. CRT normal (< 3 detik) irama jantung
13. Monitor sianosis perifer
14. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
15. Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
16. Kelola pemberian antikoagulan
untuk mencegah trombus perifer

3. Nyeri akut (00132) b.d iskemik; trauma


Domain 12; Class 1
NOC NIC
Tujuan: Pain Management (1400)
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri (lokasi,
keperawatan selama 1x24 jam nyeri karakteristik, durasi, frekuensi)
akan berkurang/hilang 2. Kolaborasi dengan dokter
Kriteria Hasil: mengenai pemberian analgesic
Pain Control (1605) 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
1. Pasien mampu mengontrol mencari dan menemukan
nyeri (tahu penyebab nyeri, dukungan
mampu menggunakan teknik 4. Kontrol lingkungan yang
farmaka maupun nonfarmaka mempengaruhi nyeri
untuk mengurangi nyeri) 5. Ajarkan teknik farmaka dan
2. Pasien melaporkan nyeri nonfarmaka (distraksi, relaksasi,
berkurang dengan manajemen nafas dalam)
nyeri 6. Monitoring TTV
3. Pasien mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, dan Analgetic Administration (2210)
frekuensi) 1. Cek riwayat alergi
4. Menggunakan metode 2. Cek instruksi dokter tentang jenis,
pencegahan dosis dan frekuensi obat
5. Mencari bantuan tenaga 3. Berikan analgetik tepat waktu
kesehatan terutama saat nyeri hebat
6. TTV normal 4. Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Pain Level (2102) 5. Pilih analgetik yang diperlukan
1. Melaporkan adanya nyeri atau kombinasi dari analgetik
2. Luas bagian tubuh yang ketika pemberian lebih dari satu
terpengaruh 6. Tentukan analgetik pilihan, rute
3. Frekuensi nyeri pemberian dan dosis optimal
4. Panjangnya episode nyeri
5. Pernyataan nyeri
6. Ekspresi nyeri pada wajah
7. Posisi tubuh protektif
8. Kurangnya istirahat

4. Gangguan perfusi jaringan perifer (00204) b.d trauma saraf C4-C6


Domain 4; Class 4
NOC NIC

Tujuan: Peripheral Sensation Management


Setelah dilakukan tindakan (2660)
keperawatan 1x24 jam perfusi 1. Lindungi tubuh dari suhu yang
jaringan perifer pada klien dapat ekstrim
kembali normal 2. Monitoring suhu secara berkala
3. Monitoring ketajaman dalam
Kriteria Hasil: mengenali sensasi suhu
Tissue Perfussion: Peripheral (0407)
1. CRT normal (<3 detik) dan Hemodynamic Regulation (4150)
akral hangat 1. Kaji status hemodinamik secara
2. Temperatur kulit kaki normal komprehensif
3. Arteri karotis normal 2. Kaji status cairan
4. TTV normal 3. Kaji CRT
5. Tidak ada edema peripheral; 4. Monitoring TTV secara berkala (4
tidak ada kelemahan otot jam sekali)
6. Tidak ada parestesia dan 5. Periksa adanya edema perifer atau
kemerahan pitting edema
6. Monitoring tanda dan gejala
gangguan perfusi jaringan perifer
dengan mengecek JVP; kaji status
perfusi
7. Auskultasi suara nafas

5. Retensi urin (00023) b.d penurunan refleks saraf sensori saluran perkemihan
Domain 3; Class 1
NOC NIC

Tujuan: Urinary Retention Care (0620)


Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output
keperawatan 3x24 jam retensi urin 2. Monitor penggunaan obat
klien dapat teratasi antikolinergik
Kriteria Hasil: 3. Monitor derajat distensi bladder
Urinary Elimination (0503) 4. Instruksikan pada klien dan
1. Kandung kemih kosong keluarga untuk mencatat output
secara penuh urin
2. Tidak ada residu urin > 100- 5. Sediakan privasi untuk eliminasi
200cc 6. Stimulasi refleks bladder
3. Intake cairan dalam rentang 7. Kateterisasi jika perlu
normal 8. Monitor tanda dan gejala ISK
4. Bebas dari ISK (panas, hematuria, perubahan bau
5. Tidak ada spasme bladder dan konsistensi urin)
6. Balance cairan seimbang 9. Monitoring kadar albumin, protein
7. Eliminasi urin tidak terganggu total
(bau, jumlah, warna urin 10. Lakukan perawatan perineal dan
normal, kejernihan urin) perawatan selang kateter
11. Dorong klien untuk berkemih tiap
Pain Level (2102) 2-4 jam dan bila tiba-tiba
1. Laporan nyeri dirasakan
2. Durasi nyeri 12. Ajarkan serta demonstrasikan
3. Ekspresi wajah klien kepada klien dan anggota keluarga
4. Tidak terjadi diaporesis tentang teknik berkemih yang akan
digunakan di rumah. Sehingga
klien dan keluarga mampu
melakukannya dengan mandiri
13. Kolaborasikan obat diuretik
Urinary Elimination Management
(0590)
1. Monitoring eliminasi urin meliputi
frekuensi, konsistensi, bau,
volume, dan warna jika diperlukan
2. Kolaborasikan dengan dokter
untuk tindakan urinalisisjika
diperlukan dengan mengumpulkan
spesimen urin
3. Ajarkan teknik berkemih yang
benar dan kenali urgensi berkemih
4. Ajarkan klien tentang tanda dan
gejala ISK
5. Instruksikan klien dan keluarga
untuk mencatat haluaran urin
6. Catat waktu eliminasi urin
terakhir, yang sesuai
7. Anjurkan pasien/keluarga untuk
merekam output urin yang sesuai
8. Masukkan supositoria uretra yang
sesuai
9. Rujuk ke dokter jika tanda-tanda
dan gejala ISK terjadi
10. Anjurkan pasien untuk minum 8
liter perhari kecuali ada
kontraindikasi

6. Gangguan eliminasi urin (0016) b.d penurunan sensori motorik saraf perkemihan
Domain 3; Class 1
NOC NIC
Tujuan: URINARY ELIMINATION
Setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAGEMENT (0590)
selama 3x24 jam, klien melaporkan pola 1. Monitoring eliminasi urin meliputi
eliminasi urin normal frekuensi, bau, volume dan warna
jika diperlukan
Kriteria hasil: 2. Kolaborasikan dengan dokter
URINARY ELIMINATION (0503) untuk tindakan urinalisis jika
1. Kandung kemih kosong secara diperlukan dengan mengumpulkan
penuh spesimen urin porsi tengah
2. Tidak ada residu urin >100-200cc 3. Ajarkan teknik berkemih yang
3. Intake cairan dalam rentang benar dan kenali urgensi berkemih
normal 4. Ajarkan klien tentang tanda dan
4. Bebas dari ISK gejala ISK
5. Tidak ada spasme bladder 5. Instruksikan klien dan keluarga
6. Balance cairan seimbang untuk merekam output urin yang
7. Eliminasi urin tisak terganggu sesuai
(bau, jumlah, warna urin normal, 6. Catat waktu eliminasi urin terakhir
kejernihan urin) yang sesuai
7. Anjurkan pasien/keluarga untuk
merekam output urin yang sesuai
8. Masukkan supositoria urin yang
sesuai
9. Rujuk ke dokter jika tanda-tanda
dan gejala infeksi saluran kemih
terjadi
10. Anjurkan pasien untuk minum 8
liter perhari kecuali ada
kontraindikasi

7. Ketidakefektifan termoregulasi (00008) b.d spinal cord injury


Domain 4; Class 6
NOC NIC
Tujuan: URINARY ELIMINATION
Setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAGEMENT (0590)
selama 1x24 jam termoregulasi pasien 1. Monitoring suhu setiap 2 jam
adekuat 2. Monitoring TTV; warna kulit dan
suhu kulit
Kriteria hasil: 3. Monitoring tanda-tanda hipotermia
THERMOREGULATION (0800) atau hipertermia
1. Berkeringat ketika panas; 4. Anjurkan intake cairan dan nutrisi
menggigil ketika dingin yang adekuat
2. TTV normal 5. Rehidrasi jika terjadi syok akibat
3. Melaporkan ketidaknyamanan dehidrasi
suhu 6. Pertahankan kelembaban
4. Peningkatan atau penurunan 7. Gunakan matras yang hangat atau
temperatur kulit selimut yang hangat untuk
5. Hipertermia atau hipotermia mempertahankan suhu tubuh
6. Tidak ada dehidrasi

8. Gangguan mobilitas fisik (00085) b.d penurunan kontrol otot


Domain 4; Class 2
NOC NIC
Tujuan: EXERCISE THERAPY: AMBULATION
Setelah dilakukan tindakan keperawatan (0221)
selama 2x24 jam gangguan mobilitas fisik 1. Pakaikan pakaian pada pasien
pasien teratasi yang tidak bersifat restriksi
2. Monitoring vital sign
Kriteria hasil: sebelum/sesudah latihan dan amati
MOBILITY LEVEL (0208) respon pasien saat latihan
1. Aktivitas fisik klien meningkat 3. Konsultasikan dengan terapi fisik
2. Mengerti tujuam dari peningkatan tentang rencana ambulasi sesuai
mobilitas dengan kebutuhan
3. Memverbalisasikan perasaan 4. Bantu klien untuk menggunakan
dalam meningkatkan kekutan dan tongkat saat berjalan dan cegah
kemampuan berpindah terhadap cedera
4. Memperagakan penggunaan alat 5. Ajarkan pasien atau tenaga
bantu untuk mobilisasi (walker) kesehatan lain tentang teknik
5. Pergerakan otot dan sendi ambulasi
6. Lari, berjalan, melompat,berlari 6. Kaji kemampuan pasien dalam
imobilisasi
7. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
8. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADL pasien
9. Berikan alat bantu jika diperlukan
10. Berikan alat bantu jika diperlukan
11. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

9. Konstipasi (00011) b.d kelemahan otot abdominal


Domain 3; Class 2
NOC NIC
Tujuan: BOWEL MANAGEMENT (0430)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi faktor-faktor yang
selama 1x24 jam konstipasi pasien teratasi menyebabkan konstipasi
2. Monitor tanda-tanda ruptur
Kriteria hasil: bowel/peritonitis
BOWEL ELIMINATION (0501) 3. Jelaskan penyebab dan
1. Pola eliminasi adekuat rasionalisasi tindakan pada pasien
2. Feses lunak 4. Konsultasikan dengan dokter
3. Cairan dan serat adekuat tentang peningkatan dan
4. Aktivitas adekuat penurunan bising usus
5. Bising usus normal 5. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada tanda dan gejala konstipasi
yang menetap
6. Berikan HE pada pasien manfaat
diet (cairan dan serat) terhadap
eliminasi; konsekuensi
menggunakan laxative dalam
waktu yang lama
7. Kolaborasikan dengan ahli gizi
diet tinggi serat dan cairan
8. Dorong peningkatan aktivitas yang
optimal
9. Sediakan privasi dan kemanan
selama BAB

10. Disrefleksia otonom (00009) b.d (distensi kandung kemih)


Domain 9; Class 3
NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan Manajemen disrefleksia
keperawatan klien tidak mengalami 1. Identifikasi dan minimalkan
disrefleksia otonom stimulus yang memungkinkan
disrefleksia: retensi kandung
Kriteria Hasil: kemih, renal kalkuli, infeksi
Status neurologi (0909) 2. Monitor tanda dan gejala
1. Tingkat kesadaran disrefleksia otonom: hipertensi
2. Pusat kontrol gerak paroksimal, bradikardi, takikardi,
3. Tekanan intra kranial diaphoresis diatas level cidera,
4. Komunikasi wajah memerah, pusing, kongesti
Tanda vital nasal, pembengkakan daerah
1. Suhu temporal dan pembuluh darah
2. Nadi leher
3. Respiratory Rate 3. Posisikan kepala lebih tinggi jika
4. Tekanan darah terjadi hiperrefleksi
4. Monitor status klien tiap 3 sampai
5 menit
Surveilans kulit
1. Monitor warna kulit, suhu, dan
sianosis perifer
2. Monitor clubbing finger
Pemantauan tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan pernapasan
2. Monitor denyut dan kualitas nadi
3. Monitor irama, bunyi, dan
frekuensi jantung

3.1.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan napas dari sekresi
yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada pengkajian auskultasi.
a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru bersih dari secret.
c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu normal, frekuensi nadi dan pernapasan
normal, bunyi napas normal, tidak ada sputum purulen).
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha melakukan latihan
dalam fungsi napas
3. Mencapai fungsi kandung kemih
a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine. (mis. suhu normal,
berkemih jernih, urine encer)
b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.
c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan fungsi
4. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan.
5. Mencapai fungsi defekasi
a. Melaporkan pola defekasi teratur.
b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral.
c. Berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam batas fungsi.
6. Bebas komplikasi
a. Memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis vena provunda, atau
emboli paru.
b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru (misal. tidak nyeri dada
atau panas pendek : gas darah arteri normal)
c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
d. Tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi
e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom (mis. tidak sakit kepala,
diaforesis, hidung tersumbat, atau bradikardia diaforesis)

1.2 Asuhan Keperawatan Kasus Spinal Syok


A. Contoh kasus

Asuhan keperawatan Spinal Shock

B. Contoh kasus
Tn. S usia 58 tahun diantar oleh polisi tanggal 22 Mei 2016 ke IGD Dr. Soetomo
dengan keadaan tidak sadarkan diri, mengalami luka disekitar kepala dan leher. Sebelum
dibawa ke rumah sakit, Tn. S mengalami kecelakaan lalu lintas di perempatan kertajaya
pada saat pulang dari luar kota menggunakan mobil pribadinya ditabrak oleh pengendara
lain dari arah berlawanan dan pada saat itu Tn.S tidak menggunakan sabuk pengaman,
sehingga kepala Tn S membentur stir dan jok mobilnya dengan keras. Setelah dirawat di
IGD, Tn. S selanjutnya dipindahkan ke ROI (rawat inap) untuk diberikan perawatan lebih
intensive.
Hasil pengkajian pada tanggal 16 Juni 2016 keluarga mengatakan pasien tidak dapat
berkomunikasi dengan baik karena terdapat hambatan dalam hal berkomunikasi dan
pergerakan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ada jejas pada daerah srvikal akibat benturan
yang terjadi, tanda-tanda vital pasien TD: 119/70mmHg N:58x/menit RR:20x/menit
suhu:36,70C, kesadaran compos mentis, CRT<2 detik, akral: hangat, kering, merah, pasien
tampak gelisah serta tidak mampu mengontrol ketika buang air kecil sehingga dipasang
kateter dower kateter. Pasien juga mengalami kesulitan menelan, abdomen tegang,dan
mengalami kesulitan BAB. Diagnosa medis: SCI C 3,5,6,7 Fr A
C. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
Nama : Tn.S
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : tidak bekerja
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
b. Keluhan utama : mengeluh mengalami kelemahan pada anggota gerak bagian
bawah
c. Riwayat penyakit sekarang: Tn.S mengalami kecelakaan mobil pada tanggal 22 Mei
2016 pagi pukul 06:00 dengan kepala terbentur stir dan jok mobil, saat itu pasien
pingsan muntah (-) perdarahan (-). Kemudian dibawa polisi ke IGD Dr. Soetomo
dengan keadaan tidak sadarkan diri, mengalami luka disekitar kepala dan leher. .
Setelah dirawat di IGD, Tn. S selanjutnya dipindahkan ke ROI (rawat inap) untuk
diberikan perawatan lebih intensive.
d. Riwayat penyakit Dahulu:-
e. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa
dengan pasien
2. Pemeriksaan fisik
TTV: TD: 119/70 mmHg
Nadi: 58x/menit
RR: 20x/menit
Suhu: 36,70C
Review of System
B1: pasien terpasang ventilator RR: 20x/menit, tidak bisa batuk produktif, ada secret
purulent,kental, berwarna kuning muda, ekspansi paru kanan tertinggal, pasien
terpasang ETT
B2: Hipotensi TD:119/70mmHg suhu 36,70C, CRT:<2 detik akral: hangat, kering,
merah,
B3: kesadaran kompos mentis GCS:4xx, nyeri di bagian leher, ditemukan jejas di area
cervical
B4: inkontinensia urin, terpasang dower kateter
B5: konstipasi, peristaltik usus menurun 2x/menit, distensi abdomen
B6: kelemahan anggota gerak bawah, penurunan kekuatan otot
3. Primary survey
a. Airway : adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing : RR : 20x/menit , nadi menurun (58x/menit)
c. Circulation : Tekanan darah rendah (119/70 mmHg) , CRT<2detik
d. Disability : compos mentis , GCS 4xx
e. Exposure : Suhu 36,7 0C , ada jejas pada pada cervical karena telah terjadi benturan.
4. Secondary survey
A (Alergi): Tidak ada riwayat alergi
M (Medication): tidak ada riwayat penggunaan obat
P (past medical history): tidak ada riwayat medis sebelumnya yang sama dengan
keadaan pasien saat ini
L (last meal): tidak terkaji
E (Event): pasien kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh pengendara lain dari arah yang
berlawanan

5. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan Angka normal Hasil lab

Hemoglobin 13,0 18,0 gr/dl 13,2 g/dl

Hematokrit 40 - 50% 36%

Leukosit 4.000 11.000/mm3 16.500/uL

Trombosit 150.000 400.000/mm3 244.000/uL

LED 0 10 mm/ja 25 mm

Ureum 10 50 mg/dl 23 mg/dl

GDS 70 - 115 mg/dl 126 mg/dl

Na 136 145 mmol/l 105 meq/l

K 3,5 -5,0 mmol/l 4,2 meq/l

Cl 98-106 mmol/l 73 meq/l

b. Foto X ray Cervikal: dislokasi C 3,5,6,7


c. BGA : menunjukkan ketidakefektifan pola nafas karena hasil dari analisa gas darah.

pH 7,607

pCO2 21,5 mmHg

pO2 76,7 mmHg

SaO2 97%

BE 0,0 mmol/L

D. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan

1. DS : - Spinal shock Ketidakefektifan


pola napas
DO : pasien terpasang
Gangguan saraf parasimpatik
Ventilator PSIMV,
terpasang ETT,
Kelumpuhan otot pernapasan
ekspansi paru kanan
tertinggal
Ekspansi paru menurun
RR: 20x/menit

Pola napas tidak efektif


2. DS: keluarga pasien Spinal shock Gangguan mobilitas
mengatakan pasien fisik
tidak bisa melakukan Kompresi diskus dan akar saraf
pergerakan
DO: klien Gangguan motoric sensorik
membutuhkan
bantuan dalam Kelumpuhan
pemenuhan ADL
Kekuatan otot Gangguan mobilitas fisik
menurun
3. DS: keluarga Resiko disrefleksia
mengatakan intensitas otonom
BAB pasien menurun
DO:
Pasien konstipasi,
pasien terpasang
kateter,
4. DS: keluarga Spinal shock Gangguan eliminasi
mengatakan bahwa urin
pasien tidak bisa Hilangnya muatan tonic
mengontrol BAK
DO: pasien terpasang Hilangnya reflek pada lokasi cedera
dower kateter medulla spinalis

Kehilangan reflek vesika urinary

Gangguan eliminasi urin


5. DS: keluarga Spinal shock Konstipasi
mengatakan intensitas
BAB pasien menurun Hilangnya muatan tonic
DO: peristaltik usus
menurun (2x/menit), Hilangnya reflek pada lokasi cedera
distensi abdomen medulla spinalis

Kehilangan reflek fungsi rectum

Konstipasi

E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan saraf motori dan sensorik
3. Resiko disrefleksia berhubungan dengan stimulasi reflex dari sistem saraf simpatis alibat
kehilangan control autonomic
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kehilangan reflex vesika urinaria
5. Konstipasi berhubungan dengan kehilangan reflex fungsi rektum
F. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (00032)
NOC NIC

Tujuan : setelah dilakukan Airway Management


tindakan keperawatan selama Pengkajian
1x24 jam pasien menunjukkan
1. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
keefektifan pola napas. actual/potensial pasien
Indikator: 2. Pantau adanya pucat dan sianosis
3. Observasi dan dokumentasikan
Respiratory status : Ventilation
ekspansi dada bilateral pada pasien
(0403)
yang terpasang ventilator
1. RR dalam rentang normal
Mandiri
16-20x/menit
2. Irama pernapasan normal 4. Memposisikan head up untuk
(regular) memaksimalkan ventilasi
5. Melakukan pemeriksaan fisik pada
Respiratory status : Airway
dada (auskutasi suara napas)
patency (0410)
Health Education
1. Jalan napas paten
6. Mengajarkan pasien nafas dalam
dan batuk efektif

Kolaborasi

7. Pemasangan jalan napas


(oropharyngeal/nasopharyngeal)

Respiratory monitoring

Mandiri

1. Posisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi Monitor
RR dan ritme pernapasan
2. Catat perubahan SaO2, SvO2, dan
tidal CO2, dan perubahan pada nilai
ABG
3. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
4. Pertahankan jalan nafas yang paten

Monitor
5. Monitor adanya gangguan
pernapasan (bradkiardi, takikardi,
hiperventilasi, kusmaul dll)
6. Monitor respirasi dan status O2
7. Monitor ventilator yang meliputi
peningkatan PaO2 dan penurunan
tidal volume

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan saraf motori dan sensorik
(00085)
NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan Exercise Therapy (0221)


keperawatan selama 1x24 jam Mandiri
gangguan mobilitas fisik teratasi.
1. Posisikan tempat tidur supaya
Indikator: mudah dijangkau
Ambulation 2. Instruksikan pasien bagaimana
1. Pasien mampu berjalan posisi untuk proses
pelan (1-3) berpindah/bergerak
2. Pasien mampu berjalan 3. Bantu klien untuk ambulasi awal
jarak dekat <1 block (1-3) untuk mendorong mobilisasi
Mobility sesuai kemampuan
1. Keseimbangan meningkat 4. Latih atau ajarkan penggunaan
(1-3) alat bantu berjalan jika diperlukan
2. Pergerakan otot meningkat 5. Bantu pasien untuk posisi atau
(1-3) pergerakan secara optimal
(lakukan ROM aktif atau pasif)
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Health Education

7. Instruksikan pada pasien tentang


teknik ambulasi yang aman

Kolaborasi

8. Konsultasikan terapi fisik tentang


ambulasi

Monitor

9. Monitor cara penggunaan alat


bantu jalan

Activity Therapy (4310)

Pengkajian dan mandiri

1. Kaji kemampuan pasien untuk


berpartisipasi dalam kegiatan
tertentu
2. Membuat komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan range
aktivitas
3. Membantu pasien untuk memilih
kegiatan dan tujuan keberhasilan
kegiatan sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologis, dan
social
4. Membantu pasien untuk fokus
pada kemampuan, bukan pada
defisit
5. Mengidentifikasi strategi untuk
meningkatkan partisipasi pasien
dalam kegiatan yang diinginkan
6. Memfasilitasi penggantian
aktivitas ketika pasien memiliki
keterbatasan dalam waktu, tenaga,
atau gerakan, dalam konsultasi
dengan terapi okupasi, fisik, atau
terapi rekreasi
7. Mendorong keterlibatan dalam
kegiatan kelompok atau terapi,
yang sesuai
8. Membuat lingkungan yang aman
9. Memberikan aktivitas motorik
untuk meredakan ketegangan otot
10. Memberikan penguatan positif
untuk berpartisipasi dalam
kegiatan

Kolaborasi

11. Kolaborasikan dengan petugas


fisioterapi untuk membuat
planning dan monitoring dalam
program aktivitas yang dapat
dilakukan pasien

Health Education

12. Anjurkan keluarga untuk


memberikan penguatan positif
untuk berpartisipasi dalam
kegiatan
13. Memungkinkan partisipasi
keluarga dalam kegiatan, yang
sesuai
3. Resiko disrefleksia berhubungan dengan stimulasi reflex dari sistem saraf simpatis alibat
kehilangan control autonomic

NOC NIC

Tujuan :
.

Indikator:

4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kehilangan reflex vesika urinaria (00016)

NOC NIC

Tujuan : Urinary Elimination Management


Setelah dilakukan tindakan (0590)
keperawatan selama 3 x 24 jam, Pengkajian dan mandiri
klien melaporkan pola eliminasi 1. Mengidentifikasi faktor yang
urin normal.
berkontribusi terhadap
Indikator: inkontinensia
Urinary Elimination (0503) 2. Masukkan supositoria uretra, yang
1. Pola eliminasi kembali sesuai
normal (1-3) 3. Ajarkan teknik berkemih yang
benar dan kenali urgensi berkemih
2. Kandung kemih kosong
4. Ajarkan klien tentang tanda dan
3. Tidak ada residu urin >100-
gejala ISK
200cc
5. Catat waktu eliminasi urin terakhir,
4. Intake cairan dalam rentang yang sesuai
normal Kolaborasi

5. Tidak ada spasme bladder 6. Kolaborasikan dengan dokter untuk


tindakan Urinalisis jika diperlukan
6. Eliminasi urin tidak
dengan mengumpulkan spesimen
terganggu (bau, jumlah,
warna urin normal, urin porsi tengah
kejernihan urin) 7. Rujuk ke dokter jika tanda-tanda
dan gejala infeksi saluran kemih
7. Tidak terjadi inkontinensia
terjadi
urin
Health Education
8. Instruksikan klien dan keluarga
untuk mencatat haluaran urin
9. Anjurkan pasien / keluarga untuk
merekam output urin, yang sesuai
10. Anjurkan pasien untuk minum 8
liter perhari kecuali ada
kontraindikasi
Monitor
11. Monitoring eliminasi urin meliputi
frekuensi, konsistensi, bau, volume,
dan warna jika diperlukan

5. Konstipasi berhubungan dengan kehilangan reflex fungsi rektum (00011)

NOC NIC

Tujuan : Constipation Management


Setelah diberikan tindakan Pengkajian dan intervensi mandiri
keperawatan 1x24 jam
1. Identifikasi faktor-faktor yang
diharapkan konstipasi pasien
menyebabkan konstipasi
dapat teratasi
2. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi
Indikator:
tindakan pada pasien
Bowel Elimination
3. Jelaskan pada pasien manfaat diet
1. Pola eliminasi fecal (1-3) (cairan dan serat) terhadap eliminasi
2. Feses lunak,warna kuning, 4. Jelaskan pada klien konsekuensi
menggunakan laxative dalam waktu
yang lama
5. Dorong peningkatan aktivitas yang
optimal
6. Sediakan privacy dan keamanan
selama BAB

Kolaborasi

7. Konsultasikan dengan dokter tentang


peningkatan dan penurunan bising
usus
8. Kolaborasi jika ada tanda dan gejala
konstipasi yang menetap
9. Kolaborasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan

Monitor

10. Monitor tanda-tanda ruptur


bowel/peritonitis

G. Evaluasi
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
S: keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mampu bernapas secara spontan dengan
baik
O: keadaan umum pasien baik. Dengan RR: 16-20x/menit, irama napas regular dengan
jalan napas paten
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan saraf motori dan sensorik
S: keluarga pasien mengatakan pasien mampu melakukan pergerakan (ambulasi) dengan
bantuan
O: kekuatan otot meningkat, pasien mampu melakukan ADL dengan bantuan
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
3. Resiko disrefleksia berhubungan dengan stimulasi reflex dari sistem saraf simpatis alibat
kehilangan control autonomic
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kehilangan reflex vesika urinaria
S: pasien mengatakan mampu mengontrol BAK

O: Tidak ada residu urin >100-200cc, input dan output cairan seimbang, inkontinensia
teratasi

A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
5. Konstipasi berhubungan dengan kehilangan reflex fungsi rectum
S: keluarga mengatakan pasien BAB setiap pagi
O: intensitas BAB pasien teratur, feses lunak
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Spinal syok (syok pada medula spinalis) termasuk syok distributif, terjadi karena volume
darah secara abnormal berpindah tempat pada vaskuler seperti ketika darah berkumpul dalam
pembuluh darah perifer. Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu
CNS. Manifestasi klinis yang ditunjukkan yaitu hilangnya sensasi,control motorik, dan reflek
dibawah cedera. Suhu didalam tubung akan menggambarkan suhu yang ada di lingkungan,
kemudian tekanan darah akan menurun. Sedangkan frekuensi denyut nadi sering normal akan
tetapi tetap disertai tekanan darah yang selalu rendah.

4.2 Saran
Setelah anda mengetahui dampak dari syok spinal maka penting bagi kita untuk
mengetahui cara menangani atau mencegah syok spinal agar tidak terjadi trauma yang lebih
fatal atau parah lagi. Untuk kedepannya apabila terdapat korban dengan syok spinal, kita
dapat melakukan penanganan gawat darurat sebagai pencegahan syok spinal.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Osteologi, thorax, Truncus dan Pelvis. Departemen Anatomi FK USU
Aisyiyah, Umi. 2009. Pengalaman Klien Cedera Medulla Spinalis Yang Menjalani Intermittent
Self Catheterization. Jakarta, UI
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Bernhard M, Gries A, Kremer P, et al. 2005. Spinal cord injury (SCI)prehospital
management. Resuscitation. 66(2):127139.
Bhimji, S. 2014. Spinal Cord Trauma. U.S. National Library of Medicine U.S. Department of
Health and Human Services National Institutes of Health. A.D.A.M., Inc
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta :
EGC.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. 3 edn. Jakarta: EGC.
Chin, L. S. 2013. Spinal Cord Injuries. American Association of Neurological Surgeons
WebMD LLC
Dewanto, George. et. al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC
Doengoes E Marylinn., et.al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Evelyn C.Pearce. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia.
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Gondowardaja Y, Purwata T.E. 2014. Trauma Medulla Spinalis: Patobiologi dan Tata Laksana
Medikamentosa. CDK-219/ Vol. 41 No. 8
Hagen, Faerestrand S, Hoff JM, Rekand T, Gronning M. 2011. Cardiovascular and urological
dysfunction in spinal cord injury. Acta Neurol Scand Suppl. (191):71-8.
Haut ER, Kalish BT, Efron DT, et al. 2010. Spine immobilization in penetrating trauma: More
harm than good? J Trauma. 68(1):115120.
Karlet MC. 2001. Acute management of the patient with spinal cord injury. Int J Trauma Nurs.
7(2):43-8.
Lawrence S Chin, Robert B and Molly G King Endowed. 2014. Spinal Cord Injuries. Medscape
Medical News. Diakses melalui http://emedicine.medscape.com/article/793582 pada Maret
2017
Morton, P. G., & Fontaine, D. K. 2012. Essentials of critical care nursing: A holistic approach
(10th ed.). Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.
McQuillan, Karen A., Makic, Mary B F., Whalen, Eileen. 2009. Trauma Nursing: From
Resuscitation Throgh Rehabilitation Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Saunders Elsevier.
National Spinal Cord Injury Statistical Center. 2012. Spinal Cord Injury Facts and Figures at a
Glance. Birmingham, Alabama. Diakses melalui https://www.nsisc.uab.edu pada Maret 2017
Shepherd Center. 2011. Understanding Spinal Cord Injury. American Trauma Society, National
Spinal Cord Injury Association
Sitepu S. 2008. Anatomi kepala leher, thorax, abdomen, pelvis. Medan: Diktat Kuliah FK USU.
Soopramanien A, Grundy D. 2002. Spinal Cord Injury in the Developing World. Dalam: Grundy
D, Swain A. ABC of Spinal Cord Injury. Fourth edition. London: BMJ Publishing Group
Syaifuddin, H., 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Urden, Linda D., Mary E. Lough. 2013. Critical Care Nursing - Diagnosis and Management.
Elsevier - Health Sciences Division
Wahjoepramono EJ. 2007. Medula spinalis dan tulang belakang. Jakarta: Suburmitra Grafi
stama.
White, James P, & Pradeep Thumbikat. 2012. Orthopaedics Ii: Spine And Pelvis. Surgery 30:7
326 _ 2012 Elsevier Ltd. All Rights Reserved.

Anda mungkin juga menyukai