ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Primer
1) Airway
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar,
yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau
akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi
vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi,
fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin
lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan
jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya
dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas.
2) Breathing
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum
dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan
intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3) Circulation
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5) Exprosure
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a. Dilakukan rawat luka
b. Pemeriksaan radiology
c. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi penurunan
kesadaran segera bawa ke rumah sakit
B. Pengkajian Skunder.
1) Aktifitas/Istirahat
Tanda: Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada bawah lesi.
Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2) Sirkulasi
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3) Eliminasi
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih.
4) Integritas Ego
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5) Makanan/cairan
Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan omentum., peristaltik
usus hilang (ileus paralitik)
6) Higiene
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
7) Neurosensori
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada
syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah
syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks
asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat
bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flaksid atau
spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang
sakit.
8) Nyeri /kenyamanan
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9) Pernapasan
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki,
pucat, sianosis.
10) Keamanan
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
11) Seksualitas
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain)
dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.
1. Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis (klien
mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur
simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang sehingga jaringan saraf di medula
spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah
servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal,
dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat
inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.
b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada
toraks/hematoraks.
d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan
pada klien cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat kesadaran
(koma).
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular
kliencedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun,
bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin
atau pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera tulang
belakang biasanya mengalami perubahan status mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang belakang dan tidak ada
kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil
isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada usaha klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra
pengecapan normal.
Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya
melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan refleks
patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina, mengalami
hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong, perineum, dan anus.
Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera
akibat trauma di daerah tulang belakang
Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian terjadinya
trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.
4. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya
perfusi pada ginjal.
Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh pusat S1-S4) atau dibawah
pusat spinal kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih
dan pusat spinal. Pengosongan kandung kemih secara periodik tergantung dari refleks lokal
dinding kandung kemih. Pada keadaan ini pengosongan dilakukan oleh aksi otot-otot
destrusor dan harus diawali dengan kompresi secara manual pada dinding perut atau dengan
meregangkan perut. Pengosongan kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut
kandung kemih otonom. Trauma pada kauda ekuina klien mengalami hilangnya refleks
kandung kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril.
5. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering didapatkan adanya ileus paralitik. Data
klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini
merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan
nutrisi.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
6. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian terjadinya trauma.
Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena
Pemeriksaan lokalis
1. Look
Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung. Pada klien yang telah
lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya dekubitus pada bokong. Adanya
hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Feel
Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah yang dapat diraba akibat
sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera yang tidak stabil. Sering didapatkan
adanya nyeri tekan pada area lesi
3. Move
Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi motorik paling umum
adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan otot, pada
penilaian dengan menggunakan derajat kekuatan otot didapatkan.
Bladder terganggu
7. DO: Trauma pada T1 T12 Ketidakefektif
a. Suhu tubuh fluktuatif an
b. RR meningkat Kompresi hipotalamus termoregulasi
c. Takikardi (00008)
d. Hipertermi Kontrol suhu tubuh terganggu
e. Hipotermi
DS: klien mengatakan suhu tubuh naik
turun
8. DO: Trauma C6 C8 Gangguan
a. Kelemahan, parestesia mobilitas fisik
b. Paralisis Kompresi saraf perifer (00085)
c. Kerusakan koordinasi ekstremitas atas
d. Keterbatasan rentang gerak
e. Penurunan kekuatan otot Pergerakan terbatas
f. Tangan dan tungkai tidak bisa
digerakkan
DS :
a. Klien/keluarga mengatakan adanya
kesulitan bergerak
b. Klien mengatakan tangan dan
tungkai tidak bisa digerakkan
9. DO: Trauma T7 L1 Konstipasi
a. Inspeksi : pembesaran abdomen (00011)
b. Palpasi : perut terasa keras, ada Kompresi otot abdominalis
impaksi feses
c. Perkusi : redup Ileus paralitik; gangguan fungsi
d. Auskultasi : bising usus tidak rektum
terdengar
DS: klien mengatakan susah BAB
10. DO: Trauma T7 L1 Disrefleksia
a. Distensi kandung kemih atau usus otonom
b. Spasme otot kandung kemih Stimulus oleh saraf sensorik (00009)
c. Batu kandung kemih
d. Sindrom: perubahan TTV, Merangsang baroreseptor
hipertensi paroksismal, Mengaktifkan saraf parasimpatis
takikardi/bradikardi, respon untuk melebarkan pembuluh
otonom darah
e. Sakit dada
f. Pandangan kabur Impuls eferen tidak bisa
g. Mual mengurangi vasokontriksi
h. Rasa metalik
i. Syndrom horner: kelopak mata Kompensasi bradikardi inadekuat
bagian bawah sedikit naik (upsite-
downsite ptosis), keringat sedikit, Hipetensi tidak terkendali
pupil mata mengecil terus-
menerus, pupil dilatasi dalam Disrefleksia otonom
kondisi rendah cahaya, kelopak
mata atas menurun (ptosis)
DS: Klien mengatakan penuh pada
kandung kemih
3.1.3 Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas inefektif (00032) b.d spinal cord injury, kelumpuhan otot pernapasan
(neuromuskular)
2. Penurunan cardiac output (00029) b.d penurunan heart rate
3. Nyeri akut (00132) b.d iskemik; trauma
4. Gangguan perfusi jaringan perifer (00204) b.d trauma saraf C4-C6
5. Retensi urin (00023) b.d penurunan refleks saraf sensori saluran perkemihan
6. Gangguan eliminasi urin (00016) b.d penurunan sensori motorik saraf perkemihan
7. Ketidakefektifan termoregulasi (00008) b.d spinal cord injury
8. Gangguan mobilitas fisik (00085) b.d penurunan kontorl otot
9. Konstipasi (00011) b.d kelemahan otot abdominal
10. Disrefleksia otonom (00009) b.d (distensi kandung kemih)
5. Retensi urin (00023) b.d penurunan refleks saraf sensori saluran perkemihan
Domain 3; Class 1
NOC NIC
6. Gangguan eliminasi urin (0016) b.d penurunan sensori motorik saraf perkemihan
Domain 3; Class 1
NOC NIC
Tujuan: URINARY ELIMINATION
Setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAGEMENT (0590)
selama 3x24 jam, klien melaporkan pola 1. Monitoring eliminasi urin meliputi
eliminasi urin normal frekuensi, bau, volume dan warna
jika diperlukan
Kriteria hasil: 2. Kolaborasikan dengan dokter
URINARY ELIMINATION (0503) untuk tindakan urinalisis jika
1. Kandung kemih kosong secara diperlukan dengan mengumpulkan
penuh spesimen urin porsi tengah
2. Tidak ada residu urin >100-200cc 3. Ajarkan teknik berkemih yang
3. Intake cairan dalam rentang benar dan kenali urgensi berkemih
normal 4. Ajarkan klien tentang tanda dan
4. Bebas dari ISK gejala ISK
5. Tidak ada spasme bladder 5. Instruksikan klien dan keluarga
6. Balance cairan seimbang untuk merekam output urin yang
7. Eliminasi urin tisak terganggu sesuai
(bau, jumlah, warna urin normal, 6. Catat waktu eliminasi urin terakhir
kejernihan urin) yang sesuai
7. Anjurkan pasien/keluarga untuk
merekam output urin yang sesuai
8. Masukkan supositoria urin yang
sesuai
9. Rujuk ke dokter jika tanda-tanda
dan gejala infeksi saluran kemih
terjadi
10. Anjurkan pasien untuk minum 8
liter perhari kecuali ada
kontraindikasi
3.1.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan napas dari sekresi
yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada pengkajian auskultasi.
a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru bersih dari secret.
c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu normal, frekuensi nadi dan pernapasan
normal, bunyi napas normal, tidak ada sputum purulen).
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha melakukan latihan
dalam fungsi napas
3. Mencapai fungsi kandung kemih
a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine. (mis. suhu normal,
berkemih jernih, urine encer)
b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.
c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan fungsi
4. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan.
5. Mencapai fungsi defekasi
a. Melaporkan pola defekasi teratur.
b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral.
c. Berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam batas fungsi.
6. Bebas komplikasi
a. Memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis vena provunda, atau
emboli paru.
b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru (misal. tidak nyeri dada
atau panas pendek : gas darah arteri normal)
c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
d. Tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi
e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom (mis. tidak sakit kepala,
diaforesis, hidung tersumbat, atau bradikardia diaforesis)
B. Contoh kasus
Tn. S usia 58 tahun diantar oleh polisi tanggal 22 Mei 2016 ke IGD Dr. Soetomo
dengan keadaan tidak sadarkan diri, mengalami luka disekitar kepala dan leher. Sebelum
dibawa ke rumah sakit, Tn. S mengalami kecelakaan lalu lintas di perempatan kertajaya
pada saat pulang dari luar kota menggunakan mobil pribadinya ditabrak oleh pengendara
lain dari arah berlawanan dan pada saat itu Tn.S tidak menggunakan sabuk pengaman,
sehingga kepala Tn S membentur stir dan jok mobilnya dengan keras. Setelah dirawat di
IGD, Tn. S selanjutnya dipindahkan ke ROI (rawat inap) untuk diberikan perawatan lebih
intensive.
Hasil pengkajian pada tanggal 16 Juni 2016 keluarga mengatakan pasien tidak dapat
berkomunikasi dengan baik karena terdapat hambatan dalam hal berkomunikasi dan
pergerakan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ada jejas pada daerah srvikal akibat benturan
yang terjadi, tanda-tanda vital pasien TD: 119/70mmHg N:58x/menit RR:20x/menit
suhu:36,70C, kesadaran compos mentis, CRT<2 detik, akral: hangat, kering, merah, pasien
tampak gelisah serta tidak mampu mengontrol ketika buang air kecil sehingga dipasang
kateter dower kateter. Pasien juga mengalami kesulitan menelan, abdomen tegang,dan
mengalami kesulitan BAB. Diagnosa medis: SCI C 3,5,6,7 Fr A
C. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
Nama : Tn.S
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : tidak bekerja
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
b. Keluhan utama : mengeluh mengalami kelemahan pada anggota gerak bagian
bawah
c. Riwayat penyakit sekarang: Tn.S mengalami kecelakaan mobil pada tanggal 22 Mei
2016 pagi pukul 06:00 dengan kepala terbentur stir dan jok mobil, saat itu pasien
pingsan muntah (-) perdarahan (-). Kemudian dibawa polisi ke IGD Dr. Soetomo
dengan keadaan tidak sadarkan diri, mengalami luka disekitar kepala dan leher. .
Setelah dirawat di IGD, Tn. S selanjutnya dipindahkan ke ROI (rawat inap) untuk
diberikan perawatan lebih intensive.
d. Riwayat penyakit Dahulu:-
e. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa
dengan pasien
2. Pemeriksaan fisik
TTV: TD: 119/70 mmHg
Nadi: 58x/menit
RR: 20x/menit
Suhu: 36,70C
Review of System
B1: pasien terpasang ventilator RR: 20x/menit, tidak bisa batuk produktif, ada secret
purulent,kental, berwarna kuning muda, ekspansi paru kanan tertinggal, pasien
terpasang ETT
B2: Hipotensi TD:119/70mmHg suhu 36,70C, CRT:<2 detik akral: hangat, kering,
merah,
B3: kesadaran kompos mentis GCS:4xx, nyeri di bagian leher, ditemukan jejas di area
cervical
B4: inkontinensia urin, terpasang dower kateter
B5: konstipasi, peristaltik usus menurun 2x/menit, distensi abdomen
B6: kelemahan anggota gerak bawah, penurunan kekuatan otot
3. Primary survey
a. Airway : adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing : RR : 20x/menit , nadi menurun (58x/menit)
c. Circulation : Tekanan darah rendah (119/70 mmHg) , CRT<2detik
d. Disability : compos mentis , GCS 4xx
e. Exposure : Suhu 36,7 0C , ada jejas pada pada cervical karena telah terjadi benturan.
4. Secondary survey
A (Alergi): Tidak ada riwayat alergi
M (Medication): tidak ada riwayat penggunaan obat
P (past medical history): tidak ada riwayat medis sebelumnya yang sama dengan
keadaan pasien saat ini
L (last meal): tidak terkaji
E (Event): pasien kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh pengendara lain dari arah yang
berlawanan
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan Angka normal Hasil lab
LED 0 10 mm/ja 25 mm
pH 7,607
SaO2 97%
BE 0,0 mmol/L
D. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
Konstipasi
E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan saraf motori dan sensorik
3. Resiko disrefleksia berhubungan dengan stimulasi reflex dari sistem saraf simpatis alibat
kehilangan control autonomic
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kehilangan reflex vesika urinaria
5. Konstipasi berhubungan dengan kehilangan reflex fungsi rektum
F. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (00032)
NOC NIC
Kolaborasi
Respiratory monitoring
Mandiri
Monitor
5. Monitor adanya gangguan
pernapasan (bradkiardi, takikardi,
hiperventilasi, kusmaul dll)
6. Monitor respirasi dan status O2
7. Monitor ventilator yang meliputi
peningkatan PaO2 dan penurunan
tidal volume
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan saraf motori dan sensorik
(00085)
NOC NIC
Kolaborasi
Monitor
Kolaborasi
Health Education
NOC NIC
Tujuan :
.
Indikator:
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kehilangan reflex vesika urinaria (00016)
NOC NIC
NOC NIC
Kolaborasi
Monitor
G. Evaluasi
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
S: keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mampu bernapas secara spontan dengan
baik
O: keadaan umum pasien baik. Dengan RR: 16-20x/menit, irama napas regular dengan
jalan napas paten
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan saraf motori dan sensorik
S: keluarga pasien mengatakan pasien mampu melakukan pergerakan (ambulasi) dengan
bantuan
O: kekuatan otot meningkat, pasien mampu melakukan ADL dengan bantuan
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
3. Resiko disrefleksia berhubungan dengan stimulasi reflex dari sistem saraf simpatis alibat
kehilangan control autonomic
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kehilangan reflex vesika urinaria
S: pasien mengatakan mampu mengontrol BAK
O: Tidak ada residu urin >100-200cc, input dan output cairan seimbang, inkontinensia
teratasi
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
5. Konstipasi berhubungan dengan kehilangan reflex fungsi rectum
S: keluarga mengatakan pasien BAB setiap pagi
O: intensitas BAB pasien teratur, feses lunak
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Spinal syok (syok pada medula spinalis) termasuk syok distributif, terjadi karena volume
darah secara abnormal berpindah tempat pada vaskuler seperti ketika darah berkumpul dalam
pembuluh darah perifer. Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu
CNS. Manifestasi klinis yang ditunjukkan yaitu hilangnya sensasi,control motorik, dan reflek
dibawah cedera. Suhu didalam tubung akan menggambarkan suhu yang ada di lingkungan,
kemudian tekanan darah akan menurun. Sedangkan frekuensi denyut nadi sering normal akan
tetapi tetap disertai tekanan darah yang selalu rendah.
4.2 Saran
Setelah anda mengetahui dampak dari syok spinal maka penting bagi kita untuk
mengetahui cara menangani atau mencegah syok spinal agar tidak terjadi trauma yang lebih
fatal atau parah lagi. Untuk kedepannya apabila terdapat korban dengan syok spinal, kita
dapat melakukan penanganan gawat darurat sebagai pencegahan syok spinal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Osteologi, thorax, Truncus dan Pelvis. Departemen Anatomi FK USU
Aisyiyah, Umi. 2009. Pengalaman Klien Cedera Medulla Spinalis Yang Menjalani Intermittent
Self Catheterization. Jakarta, UI
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Bernhard M, Gries A, Kremer P, et al. 2005. Spinal cord injury (SCI)prehospital
management. Resuscitation. 66(2):127139.
Bhimji, S. 2014. Spinal Cord Trauma. U.S. National Library of Medicine U.S. Department of
Health and Human Services National Institutes of Health. A.D.A.M., Inc
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta :
EGC.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. 3 edn. Jakarta: EGC.
Chin, L. S. 2013. Spinal Cord Injuries. American Association of Neurological Surgeons
WebMD LLC
Dewanto, George. et. al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC
Doengoes E Marylinn., et.al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Evelyn C.Pearce. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia.
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Gondowardaja Y, Purwata T.E. 2014. Trauma Medulla Spinalis: Patobiologi dan Tata Laksana
Medikamentosa. CDK-219/ Vol. 41 No. 8
Hagen, Faerestrand S, Hoff JM, Rekand T, Gronning M. 2011. Cardiovascular and urological
dysfunction in spinal cord injury. Acta Neurol Scand Suppl. (191):71-8.
Haut ER, Kalish BT, Efron DT, et al. 2010. Spine immobilization in penetrating trauma: More
harm than good? J Trauma. 68(1):115120.
Karlet MC. 2001. Acute management of the patient with spinal cord injury. Int J Trauma Nurs.
7(2):43-8.
Lawrence S Chin, Robert B and Molly G King Endowed. 2014. Spinal Cord Injuries. Medscape
Medical News. Diakses melalui http://emedicine.medscape.com/article/793582 pada Maret
2017
Morton, P. G., & Fontaine, D. K. 2012. Essentials of critical care nursing: A holistic approach
(10th ed.). Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.
McQuillan, Karen A., Makic, Mary B F., Whalen, Eileen. 2009. Trauma Nursing: From
Resuscitation Throgh Rehabilitation Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Saunders Elsevier.
National Spinal Cord Injury Statistical Center. 2012. Spinal Cord Injury Facts and Figures at a
Glance. Birmingham, Alabama. Diakses melalui https://www.nsisc.uab.edu pada Maret 2017
Shepherd Center. 2011. Understanding Spinal Cord Injury. American Trauma Society, National
Spinal Cord Injury Association
Sitepu S. 2008. Anatomi kepala leher, thorax, abdomen, pelvis. Medan: Diktat Kuliah FK USU.
Soopramanien A, Grundy D. 2002. Spinal Cord Injury in the Developing World. Dalam: Grundy
D, Swain A. ABC of Spinal Cord Injury. Fourth edition. London: BMJ Publishing Group
Syaifuddin, H., 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Urden, Linda D., Mary E. Lough. 2013. Critical Care Nursing - Diagnosis and Management.
Elsevier - Health Sciences Division
Wahjoepramono EJ. 2007. Medula spinalis dan tulang belakang. Jakarta: Suburmitra Grafi
stama.
White, James P, & Pradeep Thumbikat. 2012. Orthopaedics Ii: Spine And Pelvis. Surgery 30:7
326 _ 2012 Elsevier Ltd. All Rights Reserved.