Anda di halaman 1dari 30

Laporan Konsep Dasar Bed Preparation : Konsep Time, Konsep Debridement

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Perawatan Luka


Dosen Pengampu: Rosliana Dewi,S.Kp., M.HKes, M.Kep.,Ph.D

Disusun oleh :

Kelompok 3
Agith fachriane Satria Irawan (C1AA19003)
Kemala Putri Atriyanti (C1AA19045)
Muhamad Akbar (C1AA19059)
Riska Ajkianti (C1AA19087)
SalsaShafira Milatillah (C1AA19091)
Tia Isma Aulia (C1AA19109)
Villyani Delvia Rizki (C1AA19111)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena atas limpahan rahmat dan
hidayahnya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Laporan
Konsep Dasar Bed Preparation : Konsep Time, Konsep Debridement”. untuk memenuhi
salah satu tugas Perawatan Luka dengan tepat sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami tidak luput dari berbagai macam kendala. Namun
berkat ketabahan dan kerja keras yang di iringi dengan doa yang tulus kepada Allah SWT.
Kendala tersebut sedikit demi sedikit dapat kami atasi. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih ada beberapa kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami mengharapkan
saran dan kritiknya untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penulisan hal semacam
ini di masa-masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sukabumi, Februari 2023

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN .1

A. Latar Belakang....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...............................................................................................................2


C. Tujuan ..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

A. ManajemenPerawatanLuka………………………………………………………3
B. Would Bed Preparation........................................................................................8
C. Perubahan Fisiologis Warna Dasar Luka………………..………………………9
D. TIME management………………………………………………………………12
E. Penilaian dan Penentuan kebutuhan akan CSWD………..…………………..15
F. Definisi Debridement………...…………………………………………………..18
G. Etiologi Debridement…………………………………………………………….18
H. Indikasi dan Kontrindikasi…………….………………………………………..18
I. Penatalaksanaan/Jenis-jenis tindakan……………………………………...…..19
J. Pathway.............................................................................................................22
BAB III PENUTUP…..................................................................................................................27

A. Kesimpulan.................................................................................................................27

B. Saran.........................................................................................................................27
Daftar Pustaka...........................................................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan tubuh yang


mengalami cedera atau kerusakan. Kerusakan tersebut bisa diakibatkan oleh
benda tajam, zat kimia, gigitan hewan, sengatan listrik, dan lain sebagainya.
Secara umum luka dapat dibedakan menjadi dua yaitu luka yang tidak disengaja
dan luka yang disengaja (Lostapa, 2016). Luka yang tidak disengaja biasanya
terjadi pada seseorang yang mengalami kecelakaan, sedangkan luka yang
disengaja biasanya terjadi pada seseorang yang melakukan tindakan operasi untuk
tujuan tertentu. Menurut Meikahani (2015), jenis luka dibagi menjadi dua yaitu
luka terbuka dan luka tertutup. Luka terbuka merupakan suatu keadaan dimana
rusaknya jaringan kulit yang diakibatkan oleh benda tajam, tembakan, atau
benturan keras dengan benda tumpul pada saat kecelakaan lalu lintas seperti luka
lecet, luka sayat, luka tembak dan luka robek. Luka tertutup merupakan suatu
keadaan dimana rusaknya jaringan kulit yang disebabkan oleh trauma benda
tumpul akan tetapi kulit penderita dalam keadaan utuh dan tidak terjadi hubungan
antara jaringan tersebut dengan dunia luar, seperti pada luka memar, dislokasi, dan
cedera pada otot.

Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut
maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan
prevalensi pasien dengan luka adalah 3,50 per 1000 populasi penduduk.
Mayoritas luka pada penduduk dunia adalah luka karena pembedahan/trauma
(48,00%), ulkus kaki (28,00%), luka dekubitus (21,00%). Sebuah asosiasi luka di
Amerika melakukan penelitian tentang insiden luka di dunia berdasarkan etiologi
penyakit. Diperoleh data untuk luka bedah ada 110,30 juta kasus, luka trauma
1,60 juta kasus, luka lecet ada 20,40 juta kasus, luka bakar 10 juta kasus, ulkus
dekubitus 8,50 juta kasus, ulkus vena 12,50 juta kasus, ulkus diabetik 13,50 juta
kasus, amputasi 0,20 juta pertahun, karsinoma 0,60 juta pertahun, melanoma 0,10
juta, komplikasi kanker kulit ada sebanyak 0,10 juta kasus (Diligence, 2009). Di
Indonesia, berdasarkan data riskesdas (2013), proporsi jenis luka atau macam luka
1
2 yang didominasi akibat trauma adalah luka lecet/memar (70,90%), terkilir
(27,5%), dan luka robek (23,2%).

Di sisi lain, penyembuhan luka merupakan tantangan terapeutik yang belum


terpenuhi di masyarakat maupun kalangan medis hingga saat ini. Hal ini
dikarenakan penilaian dan penatalaksanaan luka merupakan prosedur yang
kompleks dan harus memperhatikan factor-faktor penting pada proses
penyembuhan luka (Okur et al., 2020). Proses penyembuhan luka melibatkan
multifase meliputi fase hemostasis/inflamasi, fase proliferasi, dan fase
remodeling. Ketidakseimbangan satu atau lebih fase tersebut dapat menyebabkan
hasil kerusakan jaringan yang berbeda baik pada perkembangan luka kronis atau
pembentukan bekas luka hipertrofik/keloid. Apabila luka tidak ditangani dengan
baik maka luka akan meluas lebih jauh ke jaringan dan struktur lain seperti
jaringan subkutan, otot, tendon, saraf, pembuluh darah serta tulang (Okur et al.,
2020). Pemilihan metode yang tepat untuk tujuan manajemen penyembuhan luka
adalah kunci dalam mencapai hasil yang terbaik dalam penanganan luka akut
maupun luka kronis (Naik dan Harding, 2019).
B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Perawatan Luka ?
2. Bagaimana dokumentasi proses keperawatan ?
3. Bagaimana konsep pengetahuan ?
4. Bagaimana klasifikasi tenaga kerja ?
5. Bagaimana peran dan fungsi perawat ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami tentang laporan konsep dasar
bed preparation : konsep time, konsep debridement.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa yang di maksud dengan manajemen perawatan
luka.
b. Mengetahui bagaimana dokumentasi proses keperawatan.
c. Mengetahui bagaimana konsep pengetahuan.
d. Mengetahui bagaimana klasifikasi tenaga kerja.

2
e. Mengetahui bagaimana peran dan fungsi perawat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Perawatan Luka


Perawatan luka di kenal dua teknik dasar yang sering di terapkan

untuk merawat luka yaitu teknik steril dan teknik bersih. Teknik steril

merupakan teknik di mana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan

yang telah disterilkan sehingga tidak ada bakteri atau partikel virus yang

menempel di permukaannya. Beberapa contoh peralatan steril antara lain

peralatan yang telah disterilkan dengan Autoklaf untuk digunakan diruang

operasi serta beberapa peralatan medis yang telah di sterilkan dan

dibungkus dengan baik dari pabrik sehingga tidak terkontaminasi dengan

lingkungan luar yang tidak steril. Sedangkan teknik bersih adalah teknik

dimana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan yang tidak

memerlukan perlakukan yang seksama seperti memperlakukan instrument

steril. Cukup dengan peralatan yang telah di bersihkan dengan alcohol

tanpa harus dimasukkan ke Autoklaf terlebih dahulu (Semer,2013).

Seiring dengan perkembangan zaman, di kenal teknik perawatan

konvensional dan teknik perawatan luka modern. Teknik rawat luka

modern lebih efektif daripada konvensional yang dibuktikan dengan

penelitian tentang Teknik Perawatan Luka Modern dan Konvensional

Terhadap Kadar Interleukin 1 dan Interleukin 6 Pada Pasien Luka diabetik.

3
Pengkajian yang tidak tepat dapat menyebabkan penyembuhan

luka tertunda, nyeri, peningkatan resiko infeksi dan pengurangan kualitas

hidup bagi pasien (Ousey& Cook, 2011) untuk itu dibutuhkan suatu alat

dalam pengkajian luka untuk mengetahui perkembangan luka antara lain

menggunakan TIME.

Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB)

banyak mengembangkan konsep persiapan dasar luka Menurut Schultz

(2003) dalam Arisanty 2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan

luka sehingga dapat meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh sendiri

atau memfasilitasi efektifitas terapilain. Metode ini bertujuan

mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau jaringan

mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik. TIME

dikenalkan oleh Prof. Vincent Falanga pada tahun 2003 yang disponsori

oleh produk Smith dan Nephow dalam penelitian ini sehingga keluar

TIME.

Management (manajemen jaringan), infection orinflammation

control (pengendalian infeksi), moisturebalance (keseimbangan

kelembabab), dan edge of wound (pinggiran luka untuk mendukung proses

epitelisasi.

3
1. Tissue Management (manajemen jaringan)
Tujuan dari manajemen jaringan yaitu untuk mengangkat

jaringanmati, membersihkan luka dari benda asing, dan persiapan dasar

luka yang kuning/hitam menjadi merah.Tindakan utama manajemen

jaringan adalah dengan melakukan debridement, dimulai dari mengkaji

dasar luka sehingga dapat dipilih jenis debridement yang akan dilakukan.

Debridement adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan

jaringan mati (devaskularisasi), jaringan terinfeksi dan benda asing dari

dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi

baik. Untuk mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada lagi jaringan

mati dan benda asing) diperlukan tindakan debridemen tsecara

berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan dan faktor sistemik pasien sebelum

melakukan debridement, tentukan pencapaian hasil dan pilih jenis

tindakan debridement yang cocok untuk pasien tersebut (Falanga,2004).

Maryunani(2013) menyatakan bahwa debridement terdiri dari

beberapa jenis yaitu debridement mekanik, debridement bedah,

debridement enzimatik, dan debridement autolitik. Debridement mekanik

merupakan teknik yang menggunakan kasa, pinset, irigasi dan kompres

untuk mengangkat jaringan mati. Debridement bedah hanya dilakukan

oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman dengan menggunakan

pisaubisturi, gunting, dan lacer.

4
Debridement enzimatik adalah metode yang menggunakan

agentopikal terapi yang menganduk enzimatik seperti papaian,

kolegenase dan lainnya. Debridement autolitik merupakan prosedur

alami tubuh dalam melakukan debridement, yang selektif atau hanya

membuang jaringan nekrosis dan membutuhkan lingkungan luka yang

lembab.

Pengangkatan jaringan mati (manajement) memerlukan waktu

tambahan dalam penyembuhan luka. Waktu efektif dalam pengangkatan

jaringan mati yaitu sekitar dua minggu (14hari) dan tentunya tanpa faktor

penyulit yang berarti, misalnya GDS terkontrol, penyumbatan atau

gangguan pembuluh darah teratasi, mobilisasi baik, dll. Jika kondisi

sistemik pasien tidak mendukung, persiapan dasar luka akan

memanjanghingga4-6 minggu (Arisanty, 2013).

2. Infection Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamas)


TIME yang kedua adalah infektion-inflammation control yaitu

kegiatan mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka. Semua luka

adalah luka yang terkontaminasi, namun tidak selalu ada infeksi

(Smith,2014). Infeksi adalah pertumbuhan organisme dalam luka yang

ditandaidengan reaksi jaringan lokal dan sistemik. Sebelum terjadi

infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi,

kolonisasi, kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Schultz et al, 2003 dalam

Arisanty 2013). Luka dikata infeksi jika ada tanda inflamasi/infeksi,

eksudatpurulen, bertambah, dan berbau, luka meluas break down, dan

5
pemeriksaan penunjang diagnostik menunjukan leukosit dan makrofag

meningkat, kultur tersebut menunjukan bakteri > 10/g jaringan.

3. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan


kelembapan luka)
Tujuan dari kelembaban yang seimbang yaitu untuk

mempertahankan kelembaban yang seimbang, melindungi luka dari

trauma saat mengganti balutan, dan melindungi kulit sekitar luka.

Kelembaban pada kulit menjadi kebutuhan dasar, ketika kulit mengalami

kerusakan, secara otomatis juga masih membutuhkan suasana lembab

lebih besar dari sebelumnya. Cairan yang berlebih pada luka kronik dapat

menyebabkan terganggunya kegiatan sel mediator seperti Growth Factor

pada jaringan. Banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka kronik dapat

menimbulkan maserasi dan perlukaan baru pada daerah sekitar

luka,sehingga konsep kelembaban yang dikembangkan adalah

keseimbangan kelembaban luka (Falanga, 2004).

Winter (2013) menemukan evolusi kelembaban pada penyembuhan

luka (moist wond healing). Luka kering atau luka tanpa eksudat hingga

luka eksudat minimal harus dibuat lembab dengan memberikan balutan

yang berfungsi memberikan hidrasi dan kelembaban pada luka, seperti

hydrogel, hydrocolloid, interactive wet dressing, dan salep herbal TTO.

Luka dengan eksudat minimal hingga sedang masih memerlukan balutan

yang memberikan hidrasi. Untuk kelembaban yang seimbang,

kombinasikan dengan balutan yang dapat menyerap cairan minimal

hingga sedang seperti caciumalginate. Untuk luka dengan eksudat

6
sedang hingga banyak, tidak dianjurkan lagi menggunakan balutan yang

memberikan hidrasi karena akan mengakibatkan luka terlalu lembab.

Penggunaan balutan yang berbahan dasar minyak masih memungkinkan

dengan tujuan tertentu dan balutan ini digunakan secukupnya saja.

Sebagai balutan yang dapat mempertahankan kelembaban, diperlukan

balutan yang menyerap cairan lebih banyak lagi seperti foam,

hydrofiber,dll. Tujuan perawatan luka dengan eksudat banyak hingga

sangat banyakadalah menampung cairan yang keluar sehingga tidak

membuat luka barudi kulit yang sehat. Eksudat cairan yang sangat korosif

terhadap kulit yang sehat dapat ditampung dengan menggunakan balutan

yang dapat menyerap banyak eksudat, atau bahkan menggunakan kantong

stoma dan parceldressing.

4. Epitelization Advancement Management (Manajemen Tepi Luka)

Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut

prosesepitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi.

Epitel (tepiluka) sangat penting diperhatikan sehingga proses epitelisasi

dapat berlangsung secara efektif. Tepi luka yang siap melakukan proses

penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu

dengan dasar luk, dan lunak.

Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang

bersih atau lemakyang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan mengerasdi

tepi luka. Tepi luka yang tebal disebabkan oleh proses epitelisasi yang

tidak mau maju (tetapditempat) sehingga epitel menumpuk ditepi luka

7
dan menebal. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi luka

disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati.

Jika di tepi luka masih ada jaringan mati (nekrosis) jaringan tersebut

harus diangkat. Jika ada kedalaman dan undermining, proses granulasi

harus dirangsang dengan menciptakan kondisi yang sangat lembap

(hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi luka dengan tepi luka sama

(menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata. Jika

dasar luka belum menyatu dengan tepi luka, namun proses epitelisasi

telah terjadi, hal ini dapat menyebabkan luka sembuh dengan permukaan

yang tidak rata. Tepi luka juga harus lunak, jika tidak, epitel akan

mengalami kesulitan menyebrang karena tepi luka yang keras (frozen).

Cara efektif untuk melunakannnya adalah menggunakan minyak dan

melakukan masase (pijat) dengan lembut.

B. Would Bed Preparation

Wound Bed Preparation (Persiapan Dasar Luka) ialah peningkatan

penutupan luka melalui diagnose penyebab, perhatian terhadap keluhan-

keluan yang berfokus pada pasien dan perbaikan terhadap keluhan-

keluhan yang berfokus pada pasien danMperbaikan faktor-faktor lokal dan

sistemik yang bisa memperlambat penyembuhan. (Silbab, 2003)

Tujuan dari Persiapan Dasar Luka sendiri ialah menciptakan

lingkungan luka yang optimal dengan dasar luka yang stabil, vaskularisasi

yang baik, eksudat minimal, koloni bakteri terpecah/minimal dan

mengurangi disfungsi/penuaan sel, sehingga mendukung proses

penyembuhan luka.

Persiapan dasar luka:


8
1. Menghilangkan faktor yang menghmbat penyembuhan luka.

2. Mempersiapkan dasar luka dengan maksimal untuk dapat

menggunakan advanced product

C. Perubahan Fisiologis Warna Dasar Luka

Dasar pengkajian berdasarkan warna : slough (yellow),

necrotictissue (black), infectedtissue (green), granulatingt issue (red),

epithelializing (pink) (Gifari, 2018).

1. Hitam (black).

Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem autolysis

debridement agar luka berwarna merah, control eksudat,

menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi/menghindari

kejadianin feksi. Luka dengan warna dasar hitam adalah jaringan

nekrosis, merupakan jaringan avaskuler (Kartika, 2015).

Menurut Arisanty 2013, warna dasar luka hitam artinya jaringan

nekrosis (mati) dengan kecenderungan keras kering. Jaringan tidak

mendapatkan vaskulerisasi yang baik dari tubuh sehingga mati. Luka

dengan warna dasar hitam beresiko mengalami deep tissue injury atau

kerusakan kulit hingga tulang , dengan lapisan epidermis masih terlihat

utuh. Luka terlihat kering, namun sebetulnya itu bukan jaringan sehat

dan harus diangkat.Tujuan perawatan adalah untuk membersihkan

jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis debridemen

maupun dengan pembedahan (Ronald, 2015).

9
2. Kuning (Yellow).
Tujuan perawatan sama dengan luka dasar warna kuning, yaitu

pembersihan jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis

debridement maupun dengan pembedahan. Luka dengan warna

dasarkuning/kuning, kecoklatan/kuning, kehijauan/kuning pucat adalah

jaringan nekrosis merupakan kondisi luka yang terkontaminasi atau

terinfeksi dan avaskuler (Kartika, 2015).

Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang

lunak berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering

disebut dengan slough. Jaringan ini juga mengalami kegagalan

vaskulerisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak hingga

sangat banyak. Perlu dipahami bahwa jaringan nekrosis manapun

(hitam atau kuning) belum tentu mengalami infeksi sehingga penting

sekali bagi klinisi luka untuk melakukan pengkajian yang tepat. Pada

beberapa kasus, kita akan menemukan bentuk slough yang keras yang

disebabkan oleh balutan yang tidak lembab (Puspita,2013).

3. Merah (red).

Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan

vaskulerisasi yang baik dan memiliki kecendrungan mudah

berdarah.Warna dasar merah menjadi tujuan klinisi dalam perawatan

luka hingga luka dapat menutup. Hati- hati dengan warna dasar luka

merah yang tidak cerah atau berwarna pucat karena kemungkinan ada

lapisan biofilm yang menutupi jaringan granulasi.

10
Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah

mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembap, mencegah

trauma/perdarahan serta mencegah eksudat. Luka dengan warna dasar

merah tua atau terang dan selalu tampak lembap merupakan luka bersih

dengan banyak vaskulerisasi, karenanya luka mudah berdarah

(Kartika,2015).

4. Merahmuda (pink).

Warna dasar luka pink menunjukan terjadinya proses epitelissi

dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun

biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilundungi selama

proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel

dapat membantu agar tidak timbul luka baru (Puspita,2013).

Saat ini persiapan dasar luka (3M) pada perawatan luka luka kronik adalah:

1. Mencuci luka

2. Membuang jaringan nekrotik pada luka

3. Memilih topical theraphy tepat guna

Mencuci luka:

a. Meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka

b. Menghindari terjadinya infeksi

c. Membuang jaringan nekrosis, cairan luka dan sisa balutan

Teknik mencuci luka:

a. Swabbing/ menggosok luka harus gentle

b. Stop menggosok jaringan atau granulasi atau sampai berdarah irigasi

11
c. Hati-hati terhadap tekanan tinggi, gunakan jarum suntik nomor 18.

D. TIME management

Arti secara harfiah manajemen adalah Ilmu dan seni dalam merencanakan,

mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan sesuatu untuk mencapai

tujuan sedangkan luka merupakan suatu gangguan yang tidak terbatas hanya pada

kerusakan kulit tetapi berupa gangguan pada aspek biologis, psikologis, sosial dan

spritual yang ikut berubah.

Manajemen perawatan luka merupakan rencana ataupun cara-cara yang

dapat dilakukan untuk mengatasi hilangnya ataupun kerusakan pada jaringan

tubuh. Falanga dan Sibbald (2004) telah menjelaskan tentang konsep persiapan

dasar luka. Konsep yang digunakan untuk mempersiapkan dasar luka adalah

metode TIME. Kepanjangan dari TIME adalah Tissue management, inflammation

dan infection control, maintenance of moisture balance, dan epithelial

advancement of wound edges (Halim, Khoo, & Saad, 2012).

Persiapan dasar luka dengan menggunakan konsep TIME, juga harus

melihat warna dasar luka untuk melakukan langkah-langkah persiapan dasar luka

dengan metode TIME. Warna dasar luka merah atau red menunjukkan luka

memiliki sirkulasi yang baik sehingga perawatannya cukup dengan

mempertaahankan kelembaban luka. Warna dasar luka kuning atau yellow

merupakan luka dengan penurunan perfusi sehingga jaringan menjadi iskhemik

dan infark. Tujuan perawatan yang dapat dilakukan adalah mengatasi eksudat, dan

mengangkat jaringan berwarna kuning (slough) dengan debridement. Dasar luka

berwarna hitam atau black adalah luka yang telah nekrotik. Tujuan dari perawatan

luka hitam adalah mengangkat jaringan hitam dengan debridement untuk

12
memperbaiki sirkulasi ke seluruh permukaan luka (Poerwantoro, 2013).

1. Keterangan mengenai TIME management, yaitu:

T : TISSUE Management (manajemen jaringan)

Manajemen jaringan luka (pada dasar luka berwarna merah) dengan cara

menghilangkan jaringan Nekrotik dan Slough agar dasar luka dapat jelas terlihat

sehingga memudahkan dalam penentuan jenis balutan yang paling tepat.

Terjadinya Autolisis, yaitu proses penghancuran sel yang dilakukan oleh enzim

dari dalam sel itu sendiri yang berujung pada kematian sel. Manajemen Jaringan

dapat dilakukan melalui:

a. Autolytic Debridement.

Menghilangkan jaringan nekrotik secara automatis tanpa memberikan

kerusakan pada jaringan yang sehat.

b. Biosurgery/Biologycal atau larval therapy.

Mengatasi jaringan mati dengan bantuan makhluk hidup contohnya

Maggots atau belatung berasal dari larva lalat lucilia sericata yang mensekresikan

enzim yang dapat memecah jaringan nekrotik menjadi semi-liquid form (lunak)

sehingga dapat dicerna oleh belatung dan hanya meninggalkan jaringan yang

sehat (Thomas, 2001).

c. Enzymatik debridement.

Menggunakan enzim. Contohnya penggunaan enzym seperti elastase,

collagenase, dan fibrinolysin. Enzim-enzim tersebut dapat melepaskan ikatan

jaringan nekrotik terhadap bantalan luka (Douglass, 2003).

13
d. Mechanical debridement.

Metode mechanical debridement antara lain; wet-to-dry dressing dengan

menggunakan kasa yang dilembabkan dengan NaCL kemudian ditempelkan

pada luka dan setelah itu diangkat. Cara ini dapat mengangkat slough dan eschar

ketika balutan luka diganti namun efek negatifnya menimbulkan nyeri pada

pasien dan dapat merusak jaringan yang baru. Irigasi dengan tekanan tinggi juga

dapat digunakan dan efektif untuk jumlah bakteri pada luka dibanding dengan

mencuci luka dengan cara biasa.

e. Surgical debridement.

Debridement yang dilakukan di ruang operasi. Merupakan metode

debridement yang paling cepat namun tidak cocok untuk semua jenis luka

(utamanya luka dengan perfusi jelek). Diantara kelima cara manajemen jaringan

di atas, yang terbaik adalah autolytic debridement hanya saja memerlukan waktu

yang lama.

f. Cswd (conservative sharp wound debridement )

Penghapusan jaringan yang tidak memungkinkan ke tingkat jaringan

yang layak , menggunakan pisau bedah, gunting atau kuret untuk dibuat tempat

tidur luka bersih; melibatkan sedikit atau tidak ada rasa sakit dan pendarahan,

dan tidak memerlukan anestesi umum; mungkin membutuhkan analgesik dan /

atau anestesi lokal atau topical.

14
E. Penilaian dan Penentuan kebutuhan akan CSWD

Untuk mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif dan untuk

menentukan kebutuhan CSWD, lakukan hal berikut:

1. Kekhawatiran klien

2. Kehadiran faktor risiko penyembuhan luka

3. Jika luka ada di tungkai bawah, tentukan tungkai bawah sehubungan dengan

penyembuhan

Lengkapi penilaian ekstremitas bawah.

a. Ukur tekanan ABI 2 dan jari kaki bila tersedia jika klien memiliki tanda

dan gejala kompromi arterial.

b. Ukur sensasi pelindung di kaki dengan menggunakan pengujian

monofilament.

4. Penilaian Luka:

Riwayat luka saat ini & sebelumnya.

a. Lokasi luka.

b. Pengukuran luka; periksa merongrong atau saluran sinus.

c. Luka memeriksa tulang; terpapar tulang, ligamen dan / atau tendon.

d. Penampilan luka tidur, mencatat persentase jenis jaringan, terutama

sifat dan jumlah eschar / slough.

e) Jumlah & jenis eksudat.

f) Adanya bau, setelah dibersihkan.

g) Deskripsi tepi luka yang mencatat antarmuka antara jaringan yang

layak dan tidak layak

15
h) Peri-luka kulit.

i) Cangkok pembuluh darah, prostesis atau fistula dialisis di dekat luka.

5. Adanya karakter dan luka luka.

6. Adanya infeksi luka

7. Kaji tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

a. Pada klien dengan diabetes dan / atau kompromi arterial, bukti nyata

infeksi lokal dapat diredam atau tidak ada karena aliran darah arterial terganggu, menumpulkan

proses inflamasi, dan sensasi berkurang.

b. Jika tidak jelas apakah infeksi lokal akan sembuh setelah debridemen,

amati luka untuk menentukan apakah infeksi sembuh atau jika diperlukan

antibiotik.

8. Berkolaborasi dengan dokter perawatan luka atau dokter / NP untuk

penyelidikan berikut (jika tersedia).

I : INFLAMMATION AND INFECTION CONTROL (pengendalian infeksi)

Faktor lain yang dapat menghambat penyembuhan luka adalah Inflamasi dan

infeksi, sehingga perlu dilakukan pengkajian apakah luka mengalami infeksi atau

tidak, bila terjadi infeksi maka infeksi harus di atasi dengan menggunakan balutan

yang dapat

infeksi sedangkan luka yg tidak infeksi, luka perlu di cegah agar tidak terjadi

infeksi. Selain itu perlu di perhatikan pula waktu inflamasi (peradangan), inflamasi

yang memanjang tanda dini adanya hambatan penyembuhan. Dapat menggunakan

anti mikrobial dan anti inplamasi.

1. Mengatasi penyebab infeksi :

16
a. Topical/ systemic

b. Antimicrobials

c. Anti-inflammatories

d. Protease inhibition

M: MOISTURE Balance (keseimbangan kelembaban)

Langkah selanjutnya adalah menjaga Keseimbangan kelembaban Luka

dengan cara menggunakan balutan dengan daya serap tinggi untuk luka hiper

eksudat, atau lakukan pengompresan untuk luka yang kering sehingga

didapatkan keseimbangan kelembaban. Memilih topical terapi sesuai dengan

kondisi luka untuk menghindari edema berlebihan, maserasi, atau luka

mengalami dehiderasi.

Untuk menjaga keseimbangan kelembaban (moisture balance) pada

luka maka dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Untuk luka dengan eksudat yang sangat banyak, gunakan balutan yang

memiliki daya serap yang tinggi. Contohnya alginate, foams, dan hydrofiber dressing. Bila tidak

ada dapat dimodifikasi misalnya penggunaan pampers dan pembalut.

2. Untuk luka dengan eksudat yang produktif seperti sinus dan fistula, dapat

digunakan ‘system kantong’ untuk menampung eksudat. ‘system kantong’ dapat mencegah

resiko kontaminasi kulit sekitar luka (yang mungkin masih sehat) dari eksudat, volume dan

warna eksudat dapat dipantau, dan bau eksudat dapat dikontrol. Untuk aplikasi ‘system kantong’

dapat digunakan stoma bag, urostomy bag, fistula bag, atau bila tidak ada dapat digunakan

‘parcel dressing’.

Yang paling penting adalah perawatan kulit sekitar luka. Eksudat yang berlebihan

dapat menimbulkan maserasi atau dermatitis irritant (Cutting & White, 2002).

17
F. Definisi Debridement
Debridement merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk
membuang jaringan nekrosis maupun debris yang menghalangi proses
penyembuhan luka dan potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga
merupakan tindakan pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun
sepsis (Chadwick, 2012).
G. Etiologi Debridement
Penyebab debridement dilakukan adalah ketika ada ulkus,jaringan
nekrotik, yang dapat menghambat proses penyembuhan luka sehingga akan
menyebabkan perkembangan infeksi. (Mutaqqin, 2008)
H. Tujuan Debridement
Menurut OTA (2010) tujuan dilakukan tindakan debridement yaitu :
a. Ekstensi dari luka akibat trauma untuk identifikasi zona cidera (injury
zone)
b. Deteksi dan membuang benda-benda asing terutama yang organik
c. Deteksi dan membuang jaringan yang tidak viable
d. Reduksi kontaminasi bakteri
e. Membuat luka baru yang resisten terhadap kontaminasi bakteri
I. Indikasi dan Kontrindikasi
1. Indikasi
Indikasi dilakukannya tindakan debridement menurut Majid (2011)
sebagai berikut :
1) Luka dengan proses pemulihan lambat disertai fraktur tulang akibat
kecelakaan atau trauma. Jenis fraktur ini biasanya merusak kulit
sehingga luka terus mengeluarkan darah dan hematoma. Jika kondisi
fraktur sangat parah dan memerlukan pencangkokan tulang,
debridemen akan dilakukan untuk membersihkan dan mempersiapkan
area fraktur untuk prosedur cangkok.

18
a.Pasien yang terdiagnosis osteomielitis. Kondisi ini ditandai dengan
tulang yang meradang akibat infeksi. Kondisi ini jarang terjadi di
negara maju dan umumnya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus yang dapat menyebar hingga sumsum tulang.
b. Pasien yang terdiagnosis pertumbuhan lesi jinak pada tulang. Dalam
kasus tertentu, pencangkokan tulang diperlukan untuk
menyempurnakan pengobatan, dan debridemen tulang merupakan salah
satu proses yang harus dijalani.
c.Pasien diabetes dengan luka terbuka pada tangan atau kaki yang
beresiko mengalami infeksi. Infeksi kaki cukup umum di antara pasien
diabetes, umumnya memerlukan perawatan khusus dan agresif untuk
menyelamatkan anggota tubuh dari amputasi total.
d. Korban kebakaran, terutama dengan cedera yang agak dalam
2. Kontraindikasi
Kontraindikasi dilakukannya tindakan debridement menurut Majid (2011)
sebagai berikut :
a.Kondisi fisik yang tidak memungkinkan
b. Gangguan pada proses pembekuan darah
c.Tidak tersedia donor yang cukup untuk menutup
permukaan terbuka (raw surface) yang timbul
J. Penatalaksanaan/Jenis-jenis tindakan
Jenis- jenis debridement (Vowden and Vowden, 2011)
a. Debridement Autolitik
Autolisis menggunakan enzim tubuh dan pelembab untuk rehidrasi,
melembutkan dan akhirnya melisiskan jaringan nekrotik. Debridement
Autolitik bersifat selektif, hanya jaringan nekrotik yang dihilangkan.
Proses ini juga tidak nyeri bagi pasien. Debridemen Autolitik dapat
dilakukan dengan menggunakan balutan oklusif atau semioklusif yang
mempertahankan cairan luka kontak dengan jaringan nekrotik.

19
Debridement Autolitik dapat dilakukan dengan hidrokoloid, hidrogel atau
transparent films.
1. Indikasi
Pada luka stadium III atau IV dengan eksudat sedikit sampai sedang.

2. Keuntungan
a) Sangat selektif, tanpa menyebabkan kerusakan kulit di sekitarnya.
b) Prosesnya aman, menggunakan mekanisme pertahanan tubuh
sendiri untuk membersihkan luka debris nekrotik .
c) Efektif dan mudah
d) Sedikit atau tanpa nyeri.
3. Kerugian
a) Tidak secepat debridement surgikal.
b) Luka harus dimonitor ketat untuk melihat tanda-tanda infeksi.
c) Dapat menyebabkan pertumbuhan anaerob bila hidrokoloid oklusif

b. Debridement Enzymatik
Debridement enzimatik meliputi penggunaan salep topikal
untuk merangsang debridement, seperti kolagenase. Seperti otolisis,
debridement enzimatik dilakukan setelah debridement surgical atau
debridement otolitik dan mekanikal. Debridement enzimatik
direkomendasikan untuk luka kronis.
1) Indikasi
a) Untuk luka kronis
b) Pada luka apapun dengan banyak debris nekrotik.
c) Pembentukan jaringan parut
2) Keuntungan
a) Kerjanya cepat
b) Minimal atau tanpa kerusakan jaringan sehat dengan penggunaan
yang tepat.

20
3) Kerugian
a) Mahal
b) Penggunaan harus hati-hati hanya pada jaringan nekrotik.
c) Memerlukan balutan sekunder
d) Dapat terjadi inflamasi dan rasa
tidaknyaman.

c. Debridement Mekanik
Dilakukan dengan menggunakan balutan seperti
anyaman yang melekat pada luka. Lapisan luar dari luka
mengering dan melekat pada balutan anyaman. Selama proses
pengangkatan, jaringan yang melekat pada anyaman akan
diangkat. Beberapa dari jaringan tersebut non-viable, sementara
beberapa yang lain viable.
Debridement ini nonselektif karena tidak membedakan
antara jaringan sehat dan tidak sehat. Debridement mekanikal
memerlukan ganti balutan yang sering. Proses ini bermanfaat
sebagai bentuk awal debridement atau sebagai persiapan untuk
pembedahan. Hidroterapi juga merupakan suatu tipe
debridement mekanik.Keuntungan dan risikonya masih
diperdebatkan.
1) Indikasi
Luka dengan debris nekrotik moderat.
2) Keuntungan
Materialnya murah (misalnya tule)
3) Kerugian
a) Non-selective dan dapat menyebabkan trauma jaringan
sehat atau jaringan penyembuhan
b) Proses penyembuhan lambat
c) Nyeri
d) Hidroterapi dapat menyebabkan maserasi jaringan. Juga
penyebaran melalui air dapat menyebabkan kontaminasi
atau infeksi. Disinfeksi tambahan dapat menjadi sitotoksik.
21
d. Debridement Surgikal
Debridement surgikal adalah pengangkatan jaringan
avital dengan menggunakan skalpel, gunting atau instrument
tajam lain Debridement surgikal merupakan standar perawatan
untuk mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan debridement
surgikal adalah karena bersifat selektif; hanya bagian avital
yang dibuang. Debridement surgikal dengan cepat mengangkat
jaringan mati dan dapat mengurangi waktu. Debridement
surgikal dapat dilakukan di tempat tidur pasien atau di dalam
ruang operasi setelah pemberian anestesi.
Ciri jaringan avital adalah warnanya lebih kusam atau
lebih pucat(tahap awal), bisa juga lebih kehitaman (tahap
lanjut), konsistensi lebih lunak dan jika di insisi tidak/sedikit
mengeluarkan darah. Debridement dilakukan sampai jaringan
tadi habis, cirinya adalah kita sudah menemulan jaringan yang
sehat dan perdarahan lebih banyak pada jaringan yang dipotong.
1) Indikasi
a) Luka dengan jaringan nekrotik yang luas
b) Jaringan terinfeksi.
2) Keuntungan
a) Cepat dan selektif
b) Efektif
3) Kerugian
a) Nyeri
b) Mahal, terutama bila perlu dilakukan di kamar operasi

22
K. Pathway

Gambar2.1:Kerangka Teori
Luka

Akut Kronis

TreatmentPerawatan
Luka

Akut Kronis

Moist BWAT
WoundHea TIME
ling Debridement

TIME
modifikasiBate
s-Jensen

Pengetahuan
Perawat

Dokumentasi
keperawatan

Sumber:ModifikasidariSchultz etal(2005).

iii
BAB III

TINJAUANPUSTAKA

A. Kesimpulan
Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB)
banyak mengembangkan konsep persiapan dasar luka Menurut Schultz
(2003) dalam Arisanty 2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan
luka sehingga dapat meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh sendiri
atau memfasilitasi efektifitas terapi lain. Metode ini bertujuan
mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau jaringan
mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik. TIME
dikenalkan oleh Prof. Vincent Falanga pada tahun 2003 yang disponsori
oleh produk Smith dun Nephow dalam penelitian ini sehingga keluar
TIME. T tissue management (manajemen jaringan), I infection or
inflammation control (pengendalian infeksi), M moisture balance
(keseimbangan kelembaban), dan E edge of wound (pinggiran luka untuk
mendukung proses epitelisasi).
Perawatan luka yang optimal memiliki peran penting dalam proses
penyembuhan luka agar dapat berlangsung dengan baik dan dalam waktu
yang singkat sehingga tidak menurunkan produktivitas dan meningkatkan
biaya perawatan luka. Penanganan umum luka terdiri dari preparasi bed
luka dan penutupan luka. Preparasi bed luka dilakukan melalui
debridement, kontrol bakteri, dan pengelolaan eksudat luka. Penutupan
luka dilakukan bila luka telah terpraparasi dengan baik dan dapat
dilakukan per-sekundam, perprimam, skin graft, flap, serta dengan
menggunakan sel punca. Penilaian luka, penentuan tindakan, dan
pemilihan dressing pada perawatan luka dengan diagnosis apapun
dilakukan berdasarkan kondisi dan problem luka. Kondisi luka dapat
diidentifikasi melalui warna dan permukaan luka

iv
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa
keperawatan agar lebih bisa memahami mengenai laporan konsep dasar
bed preparation : konsep time, konsep debridement.

v
Daftar Pustaka

Chadwick, H, S. 2012. Debridement of diabetic foot wounds. Nursing standard/RCN


Publishing. 26 (24). 51-58
Majid, A. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Perioperatif Edisi Pertama. Yogyakarta:

Gosyen Publising

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. alih bahasa Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. 2012. NANDA
International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

OTA Open Fracture Study Group. A New Classification Scheme for Open Fractures. J
Orthop Trauma. 2010; 24 (8) 457-65

Vowden, K & Vowden, P. 2011. Debridement made easy. Wounds UK. 7 (4).1-4.

vi

Anda mungkin juga menyukai