Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Kurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Dan Kurangi


Resiko Pasien Jatuh (Assessment Resiko Pasien Jatuh)”

Dosen Pengampu:

Ns. Husni, S.Kep., M. Kep

Disusun Oleh

Kelompok 7

Kelas 2A

David Samsuri P05120321007


Fiona Amante P05120321015
Ledyah Citrah P05120321023
Nova Andriani P05120321031
Rizki Putriani P05120321039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMANKES BENGKULU

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN NERS

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya.
Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi dalam  penusunan  penusunan makalah
makalah ini. Namun berkat bantuan bantuan dan dukungan dukungan dari teman-teman
teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan diharapkan dapat membantu dalam proses dapat
membantu dalam proses  pembelajaran  pembelajaran dan dapat menambah menambah
pengetahuan pengetahuan para pembaca. pembaca. Kami juga tidak lupa mengucapkan
banyak terima kasih kepada lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan ihak yang telah memberikan  bantuan, dorongan dan doa. Tidak lupa
pula kami mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah kami ini, dikarenakan
banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah ini.

Bengkulu, 20 September 2022

Kelompok 7
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan komponen penting dari mutu


peayanan kesehatan, merupakan prinsip dasar dari pelayanan keseahatan yang memandang
bahwa keselamatan merupakan hak bagi setiap pasien dalam menerima pelayanan kesehatan
(World Health Organitation, 2004 dalam Depkes RI, 2011). Salah satu sasaran keselamatan
pasien adalah pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai
sebuah unit pelayanan medis tidak lepas dari kegiatan pengobatan dan perawatan penderita-
penderita dengan kasus penyakit infeksi mulai dari yang ringan sampai yang terberat, dengan
kemungkinan pula adanya bermacam-macam mikroba sebagai penyebabnya. Hal ini dapat
menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien yang lainnya, begitupun
dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi (Darmadi, 2008).

Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada
lima isu  penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu keselamatan pasien
( patient safety) , keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan yang  berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan
bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Oleh karna itu
diperlukan adanya suatu sasaran dari keselamatan pasien yang mendorong  perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien

B. Rumusan Masalah

1. Pengurangan Resiko Terkait Pelayanan Kesehatan


2. Rantai Penularan Infeksi
3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4. Kurangi Resiko Pasien Jatuh (Assessment Resiko Pasien Jatuh)
5. Faktor Resiko Pasien Jatuh
6. Akibat Pasien Jatuh
7. Pencegahan Resiko Pasien Jatuh
8. Upaya Penvegahan Resiko Pasien Jatuh
9. Contoh Penerapannya Dalam Pelayanan Kesehatan
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Pengurangan Resiko Terkait Pelayanan Kesehatan

2. Untuk Mengetahui Rantai Penularan Infeksi

3. Untuk Mengetahui Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

4. Untuk Mengetahui Kurangi Resiko Pasien Jatuh (Assessment Resiko Pasien Jatuh)

5. Untuk Mengetahui Faktor Resiko Pasien Jatuh

6. Untuk Mengetahui Akibat Pasien Jatuh

7. Untuk Mengetahui Pencegahan Resiko Pasien Jatuh

8. Untuk Mengetahui Upaya Penvegahan Resiko Pasien Jatuh

9. Untuk Mengetahui Contoh Penerapannya Dalam Pelayanan Kesehatan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam


kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih- terkait kateter, infeksi aliran
darah blood stream infections dan pneumonia sering kali dihubungkan dengan ventilasi
mekanis. Pokok dari climinasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan hand
hygiene yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh
dari WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat US CDC berbagai
organisasi nasional dan intemasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan danatau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman
hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit.
Tantangan terbesar yang dihadapi dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah
pencegahan dan pengendalian infeksi. Mahalnya biaya yang diperlukan dalam mengatasi
infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan menjadi masalah tersendiri bagi pasien.
maupun stakeholder yang berkecimpung dalam dunia kesehatan. Berbagai macam infeksi
seperti infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia yang berkaitan dengan ventilasi mekanis juga sering ditemukan dalam pemberian
pelayanan kesehatan. Sumber dari timbulnya infeksi disebabkan karena kurangnya kesadaran
atau pemahaman perawat dalam mencuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Bahkan
mengingat pentingnya mencuci tangan maka mencuci tangan memakai sabun atau cairan anti
septik, dan di ruang operasi sebelum dilakukan tindakan pembedahan perawat untuk
menurunkan angka infeksi perawat harus melakukan cuci tangan steril (Permenkes, 2017).
Dilakukan dengan enam langka yang menjadi standar oleh WHO yaitu:
1) Pada saat sebelum dan setelah menyentuh pasien,
2)Sebelum dan setelah melakukan tindakan aseptic,
3) Setelah terpapar cairan tubuh pasien
4) Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasive,
5) Setelah menyentuh area sekitar pasien lingkungan dan,
6) Memakai alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, masker, tutup kepala.
kacamata pelindung, apron/jas dan sepatu pelindung yang digunakan untuk melindungi
petugas dari risiko pajanan darah, cairan tubuh ekskreta, dan selaput lendir pasien.
1. Hand Hygiene
Suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan
sabun/antiseptik dibawah air mengalir atau dengan menggunakan handrub berbasis
alkohol.
a. Hygienic Handcrub

b. Hygiene Handwash
c. Hand Drying Technique

2. Rantai Penularan Infeksi


Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu
mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit.
Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau
load)
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang
biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus
dan vagina
c. Port of exit (Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta
cairan tubuh lain.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi
dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu:
1) Kontak (contact transmission);
a) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab
secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasien
b) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek
(benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kassa, tangan yang
tidak dicuci
2) Droplet: partikel droplet > 5 cm melalui batuk, bersin, bicara. jarak sebar
pendek. tidak bertahan lama di udara, "deposit" pada mukosa konjungtiva,
hidung, mulut contoh Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophilus
influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella
3) Airborne : partikel kecil ukuran 5 um, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,
virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
4) Melalui Vehikulum: Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan
kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada
pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
5) Melalui Vektor: Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang
dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau
menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh:
nyamuk, lalat, pinjal/kutu. binatang pengerat.
e. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
f. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit.
Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan.
Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau
etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup. pekerjaan dan herediter.

3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara susceptibilitas
penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu
dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada
petugas kesehatan. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
a. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh
vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi
kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya
tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan
memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air,
disinfeksi.
c. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan
petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan ("Post Exposure Prophylaxis"/PEP) terhadap
petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui
darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum
bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian
adalah hepatitis B. Hepatitis C, dan HIV.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu "Isolation Precautions"
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu "Standard
Precautions" (Kewaspadaan Standar) dan "Transmission based Precautions"
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)

2.2 Kurangi Resiko Pasien Jatuh (Assessment Resiko Pasien Jatuh)

Keselamatan Pasien merupakan hal utama dalam pelayanan di Rumah Sakit. Pasien yang
dirawat di RS akan selalu memiliki resiko jatuh terkait dengan kondisi dan penyakit yang
diderita, contohnya  pada pasien dengan kelemahan fisik akibat dehidrasi, status nutrisi yang
buruk, perubahan kimia darah (hipoglikemi, hipokalemi); perubahan gaya berjalan pada
pasien usia tua dengan gaya jalan  berayun/tidak aman, langkah kaki pendek-pendek atau
menghentak; pasien bingung atau gelisah yang mencoba untuk turun atau melompati pagar
tempat tidur yang dipasang; pada pasien dengan diare atau inkontinensia. Selain itu faktor
lingkungan juga mempengaruhi pasien jatuh, contohnya lantai kamar mandi yang licin,
tempat tidur yang terlalu tinggi, pencahayaan yang kurang. Sedangkan dampak dari insiden
jatuh yang dialami pasien secara fisik adalah cidera ringan, sampai dengan kematian, secara
financial memperpanjang waktu rawat dan tambahan biaya pemeriksaan  penunjang (CT
Scan kepala, rontgen, dll) yang seharusnya tidak perlu dilakukan, dan dari segi hukum
berisiko untuk timbulnya tuntutan hukum bagi rumah sakit.
Meski demikian, resiko jatuh dapat dicegah dan banyak hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah pasien jatuh dan meminimalkan cidera akibat jatuh. Dengan mengenali resiko
jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh seseorang, dan dilakukan tindakan pencegahan
yang sesuai. Oleh karena itu, memahami resiko jatuh, melakukan tindakan pencegahan, dan
penanganan  pasien jatuh, merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menurunkan
resiko jatuh dan cidera  pada pasien yang dirawat. Pengurangan resiko pasien jatuh
memerlukan komitmen yang tinggi dari pimpinan dan seluruh staf. Rumah sakit harus
memiliki budaya aman agar setiap orang sadar dan memiliki tanggung  jawab terhadap
keselamatan pasien karena pencegahan pasien jatuh merupakan tanggung jawab seluruh staf
di RS baik medik maupun non medik, tetap dan tidak tetap.

A. Faktor Resiko Pasien Jatuh


1. Faktor Intrinsik 
Faktor instrinsik adalah variabelvariabel yang menentukan mengapa seseorang dapat
jatuh pada waktu tertentu dan orang l ain dalam kondisi yang sama mungkin tidak jatuh
(Stanley, 2006). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan muskuloskeletal
misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan
sendi,  sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah, penglihatan gelap, keringat dingin,
pucat dan pusing.
2. Faktor Ektrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya) diantaranya
cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung benda-  benda. Faktor-
faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya
ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak
stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan
yang diminum dan alat-alat bantu berjalan.

B. Akibat Pasien Jatuh


Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis.
Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis
fraktur lain yang sering terjadi akibat  jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas
dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik
tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak
konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, penbatasan dalam aktivitas
seharihari, falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).

C. Pencegahan Resiko Pasien Jatuh


Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3 usaha pokok untuk
pencegahan  jatuh yaitu :
1. Identifikasi faktor resiko Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment  keadaan
sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan  penyakit sistemik yang sering
menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang
susah dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser
sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat
tidak licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka.
WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.  
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait ) Setiap lanjut usia harus dievaluasi
bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah
posisi. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan
bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan
dengan cermat, apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah goyah, apakah
penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot
ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu
harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
3. Mengatur/ mengatasi faktor situasional. Faktor situasional yang bersifat serangan akut
yang diderita lanjut usia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia
secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan
mengusahakan perbaikan lingkungan , faktor situasional yang berupa aktifitas fisik
dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak
boleh melampaui  batasan yang diperbolehgkan baginya sesuai hasil pemeriksaan
kondisi fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat
melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

D. Upaya Pencegahan Resiko Pasien Jatuh


1. Mengenali faktor resiko jatuh dan melakukan penilaian risiko melalui pengkajian awal
dan  pengkajian ulang  
2. Melakukan intervensi pencegahan reisiko jatuh
3. Memonitor resiko jatuh Penilaian resiko jatuh menggunakan skala Morse untuk pasien
dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak - anak.

E. Contoh Penerapannya Dalam Pelayanan Kesehatan


1. Penambahan tempat tidur yang mempunyai penghalang disamping tempat tidur.  
2. Tersedia restrain dan alat dressing yang sesuai dengan jumlah pasien.
3. Obat-obatan ( perawat melihat efek samping obat yang memungkinkan terjadinya
jatuh) d) Penglihatan menurun ( perawat dapat tetap menjaga daerah yang dapat
menyebabkan jatuh menggunakan kacamata, sehingga pasien dapat berjalan
sendiri, misalnya pada malam hari.
4. Perawat tanggap terhadap perubahan perilaku pasien.
5. Perawat mengecek seluruh daerah yang dapat menyebabkan jatuh misalnya sepatu
atau tali sepatu yang tidak pada tempatnya
6. (Jatuh dilantai) perawat mengecek penyebab sering terjadinya jatuh, misalnya
terlalu  banyak furniture, daerah yang gelap, dan sedikit hidarasi ( perawat
menganjutkan untuk minum 6-8 gelas perhari ).
7. Mengorientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem
komunikasi yang ada
8. Hati-hati saat mengkaji klien dengan ke terbatasan gerak   
9. Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
10. Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
11. Berikan alas kaki yang tidak licin
12. Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa memberikan keselamatan kepada pasien
kan keselamatan kepada pasien merupakan hal yang sangat penting. Dan untuk mencapai
keselamatan pasien diperlukan sasaransasaran keselamatan pasien, salah satunya adalah
mengurangi resiko pasien cedera karena jatuh dan kurangi resiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan. Bila resiko pasien cedera karna jatuh dan pengurangan resiko infeksi ini bisa
dikurangi, maka proses penyembuhan klien akan lebih cepat. Tanggung jawab sasaran ini
terutama ada pada rumah sakit selaku penyedia fasilitas, namun segala komponen yang
terkait juga punya tanggung jawab yang besar terhadap keselamatan  pasien.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan yakni sebagai sebagai seorang mahasiswa
harus lebih seorang mahasiswa harus lebih  banyak lagi belajar dan bertanya agar lebih bisa
mengerti dan memahami tentang keselamatan  pasien ini. Karena ini merupakan salah satu
hal pokok yang harus dikuasai.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai