Anda di halaman 1dari 9

10

PRINSIP DAN IMPLEMENTASI UPAYA

PENCEGAHAN PENULARAN

RESUME

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Patient Safety

Dosen Pengampu Anri,S.Kep.,Ners.,M.Kep

Oleh

Andiani Dwi Siswati

191FK01009

1C

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN UNIVERSITAS


BHAKTI KENCANA BANDUNG
TAHUN 2020

A. Pencegahan dan Pengendalian upaya penuaran infeksi


11

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk

Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas

(Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired

infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Tindakan medis yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertujuan untuk perawatan atau penyembuhan pasien,

apabila dilakukan tidak sesuai prosedur maka berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi,

baik bagi pasien yang lain atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena tidak dapat

ditentukan secara pasti asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital

acquired infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare-associated infections”

(HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya, serta tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi

pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien (Akib

et al, 2008).

Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan memerlukan

penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai "pengendalian". Secara hirarkis hal ini

telah ditata sesuai dengan efektivitas pencegahan dan pengendalian infeksi (Infection

Prevention and Control– IPC), yang meliputi: pengendalian bersifat administratif,

pengendalian dan rekayasa lingkungan, dan alat pelindung diri (Slamet et al, 2013). Program

yang termasuk pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu, (1) Tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi; (2) Surveilans (HAIs dan Proses: audit kepatuhan petugas untuk cuci

tangan dan memakai APD); (3) Penerapan kewaspadaan isolasi; (4) Pendidikan dan pelatihan

PPI; (5) Penggunaan antimikroba rasional; (6) Kesehatan karyawan (Rosa, 2015).

Tujuan dari Pencegahan dan Pengendalian Infeksi adalah untuk membantu mengurangi

penyebaran infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan, dengan penilaian, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi oleh National Infection Control Policies. Tujuan utamanya adalah

untuk mendukung promosi kualitas pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien, petugas

kesehatan, dan orang lain dalam perawatan kesehatan dan lingkungan dengan cara yang
12

hemat biaya (WHO, 2014).

B. Cuci Tangan

Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik (handrub)


atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). Rumah sakit akan
menyediakan kedua ini di sekitar ruangan pelayanan pasien secara merata. Handrub
dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik.Untuk 5 kali melakukan
handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash.Ada pun 6 langkah mencuci tangan yang
benar menurut WHO(World Health Organization), antara lain:
 Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua
telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
 Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian.
 Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih.

 Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci.


 Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.

 Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan


Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150
tahun. Penelitian Semmelweis (1861) dan banyak penelitian lainnya memperlihatkan
bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien mungkin terjadi melalui
tangan petugas kesehatan. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah
penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial (Boyce
1999;Larson 1995).

Mencuci tangan atau higiene tangan sangat sederhana, tidak memakan waktu yang
banyak namun bisa membantu mencegah infeksi yang berbahaya jika dilakukan dengan
tepat.Bayangkan, jangan sampai kita menemui pasien, malah memberikannya lebih
banyak penyakit, atau meninggalkan pasien membawa kuman penyakit yang bisa
dibawa hingga pulang ke rumah – dan menular pada keluarga di rumah.
Hygene tangan baik dilakukan dalam 5 momen/saat:

 Sebelum kontak dengan pasien,


 Sebelum tindakan aseptik,
 Setelah terkena cairan tubuh pasien,
 Setelah kontak dengan pasien,
 Setelah kontak dengan linkungan di sekitar pasien
13

C. Alat Pelindung Diri (APD)


Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja
untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau
penyakit akibat kerja. NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health)
menyatakan APD(alat pelindung diri) adalah alat yang mempunyai kemampuan
melindungi pekerja dari bahaya ditempat kerja. Penggunaan alat pelindung diri
dimaksudkan untuk melindungi atau mengisolasi pekerja dari hazard kimia atau fisik
dan biologi yang mungkin dijumpai. Alat pelindung diri digunakan harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu enak dipakai, tidak menggangu kerja, memberikan
perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya.
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat
untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko
pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak
dengan darah dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap
patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan kemungkinan
kematian. Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar bersalin
dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi daripada
bagian – bagian lainnya (Gershon dan Vlavov 1992). Karena resiko yang tinggi ini,
panduan dan praktik perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan untuk melindungi
staf yang bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu cara melindungi diri
mereka dari pemaparan darah dan duh tubuh dan secara konsisten menggunakan
tindakan – tindakan ini akan membantu melindungi pasien– pasiennya juga.
D. Cara Bekerja di ruang Isolasi
Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi

yang disusun oleh CDC dan harus diterapkan di rumah sakit dan pelayanan

kesehatan lainnya. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk menurunkan resiko

trasmisi penyakit dari pasien ke pasien lain atau ke pekerja medis. Kewaspadaan

isolasi memiliki 2 pilar atau tingkatan, yaitu Kewaspadaan Standar

(Standard/Universal Precautions) dan Kewaspadaan berdasarkan cara transmisi

(Transmission based Precautions) (Akib et al, 2008).


1. Kewaspadaan Standar (Standard/Universal Precautions)

Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan

pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan terhadap semua pasien di

semua fasilitas kesehatan. Kewaspadaan standar/universal yaitu tindakan

pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk

mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa

darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari

pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Tindakan dalam

kewaspadaan standar meliputi:

a. Kebersihan tangan.

b. APD : sarung tangan, masker, goggle, face shield , gaun.

c. Peralatan perawatan pasien.

d. Pengendalian lingkungan.

e. Penatalaksanaan Linen.

f. Pengelolaan limbah tajam/ Perlindungan & Kesehatan karyawan.

g. Penempatan pasien

h. Hygiene respirasi/Etika batuk

i. Praktek menyuntik aman

j. Praktek pencegahan infeksi unt prosedur lumbal pungsi

2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi (Transmission based Precautions).


Kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk
kewaspadaan standar, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi
yang dilakukan setelah jenis infeksinya sudah terdiagnosa atau diketahui (Akib
et al, 2008). Tujuannya untuk memutus mata rantai penularan mikroba
penyebab infeksi, jadi kewaspadaan ini diterapkan pada pasien yang memang
sudah terinfeksi kuman tertentu yang bisa ditransmisikan lewat udara, droplet,
kontak kulit atau lain-lain (Muchtar, 2014).

E. Cara melakukan disinfeksi


Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan
bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi
dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya
bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme
pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat
pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.

Adapun tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi tersebut adalah

-Mencegah terjadinya infeksi

-Mencegah makanan menjadi rusak

-Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industri

-Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan biakan


murni

Ada 3 proses Desinfeksi :

1. Desinfeksi tingkat rendah : dipakai untuk membunuh sebagian bakteri , tidak


memiliki daya bunuh terhadap spora bakteri . semua fungsi maupun semua
virus kurang kecil juga maupun ukuran sedang
2. Desinfeksi tingkat Rendah : Membunuh mikroba vegetatif , fungi ,
mikobacterium tubercolosis , virus ukuran kecil dan sedang tapi tidak pada
spora
3. Desinfeksi tingkat Tinggi : Dapat menghancurkan semua mikroba vegetatif ,
fungi , virus , ukuran kecil dan sedang kecuali sejumlah spora bakteri.
F. Cara melakukan sterilisasi
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media,
dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang
patogen maupun yang patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk
membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative
maupun bentuk spora.
Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah
pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan
aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan
terhadap pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun
sterilisasi ini juga penting.
Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap :
-Pembersihan sebelum sterilisasi.
-Pembungkusan.
-Proses sterilisasi.
-Penyimpanan yang aseptik.

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik,
fisik dan kimiawi:
1.    Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori
sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan
tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya
larutan enzim dan antibiotik
.           2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran

3.  Sterilisasi dengan Cara Kimia

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada disinfeksi kimia

• Rongga (space)

• Sebaiknya bersifat membunuh (germisid)

• Waktu (lamanya) disinfeksi harus tepat

• Pengenceran harus sesuai dengan anjuran

• Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat sangat
mudah menguap

• Sebaiknya menyediakan hand lation merawat tangan setelah berkontak dengan


disinfekstan

Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dengan cara kimia:

1. Jenis bahan yang digunakan

2. Konsentrasi bahan kimia


3. Sifat Kuman

4. pH

5. Suhu
DAFTAR PUSTAKA
http://irwanto-fk04usk.blogspot.com/2009/08/sterilisasi-dan-desinfeksi.htm

di akses patanggal 30 Maret 2015 pukul 21.33

http://kumpulan-materi-kuliah-s1kep.blogspot.com/2011/03/resume-pengendalian-
infeksi.html dIakses pada tanggal 30 Maret pukul 21.54

Anda mungkin juga menyukai