Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH K3 KELOMPOK 1

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah K3

Disusun oleh:
Uun Rahmatilah (G2A219001)
Neti Yulia Muchlis (G2A219002)
Umi Nor Kholifah (G2A215003)
Nurul Puspasari (G2A219004)
Siti Nurchasannah (G2A219005)
Thalib (G2A219006)
Titien Anggraini (G2A219007)
Eni Nursetyawati (G2A219009)
Pangestika Ayu Pradhipta (G2A219010)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERWATAN LINTAS JALUR


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYUAH SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatNyalah kami bisa menyelesaikan sebuah
makalah ini. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Upaya Memutus Rantai Infeksi”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita semua.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini
kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada
kita semua.

Semoga makalah ini bermanfaat.

Aamiin

Semarang, 19 Oktober 2019

Penulis Kelompok

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
termasuk di Indonesia. Infeksi yang terjadi di rumah sakit sekarang lebih
dikenal dengan Healthcare-Associated Infections (HAIs) dengan pengertian
yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian
infeksi khususnya infeksi rumah sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai
konsep dasar penyakit infeksi. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi
di Rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam
pemberian pelayanan yang bermutu.
Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan
harus memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki
keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup setiap aspek
penanganan pasien. Saat ini, masalah infeksi makin banyak mendapat perhatian
para ahli karena di samping dapat meningkatkan morbiditas maupun mortalitas,
juga menambah biaya perawatan dan obat-obatan, waktu dan tenaga yang pada
akhirnya akan membebani pemerintah atau rumah sakit, personil rumah sakit
maupun penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan
kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan yang justru menekankan
peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan. Program pencegahan dan
pengendalian infeksi sangat penting dilaksanakan di rumah sakit untuk
melindungi pasien, petugas, pengunjung, dan keluarga resiko tertular HAIs.
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk menjaga keselamatan pasien, salah
satunya dengan menerapkan standar operasional prosedur dalam setiap
tindakan yang dilakukan tenaga medis di rumah sakit.
Pencegahan merupakan aspek kesehatan yang sangat penting untuk
memutus rantai penularan suatu penyakit. Pelaksanaan pencegahan infeksi di
rumah sakit belum dilakukan dengan benar karena masih terdapat beberapa
item pencegahan yang tidak dilakukan antara lain audit kepatuhan hand
hygiene secara menyeluruh dari uji kompetensi hand hygiene petugas
kesehatan. Kebersihan tangan dan kompetensi tenaga kesehatan merupakan
dua hal yang penting untuk mencegah terjadinya BSI pada pasien hemodialisis.
Tangan dari petugas kesehatan adalah pembawa mikroorganisme paling umum
dari satu pasien ke pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada
pasien. Kebersihan tangan penting dalam tindakan pencegahan karena lebih
efektif dan biaya rendah, diperkirakan dengan melaksanakan kebersihan
tangan dapat mengurangi terjadinya HAIs.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi infeksi ?
2. Apa saja penyebab infeksi ?
3. Bagaimana tahap-tahap infeksi ?
4. Apa tanda-tanda infeksi ?
5. Bagaimana proses rantai penularan infeksi ?
6. Bagaimana prinsip pencegahan infeksi ?
7. Bagaimana strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus rantai
penularan infeksi ?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi infeksi
2. Untuk mengetahui penyebab infeksi
3. Untuk mengetahui bagaimana tahap-tahap infeksi
4. Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi
5. Untuk mengetahui proses rantai penularan infeksi
6. Untuk mengetahui prinsip pencegahan infeksi
7. Untuk mengetahui strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus
rantai penularan infeks
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang
mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila
mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau
jaringan. Penyakit akan timbul jika patogen berkembang biak dan
menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter & Perry Fundamental
Keperawatan Edisi 4). Rantai Penularan Penyakit adalah rangkain sejumlah
faktor yang memungkinkan proses penularan suatu penyakit dapat
berlangsung.
Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan/ tanpa disertai gejala klinik. Rantai infeksi adalah rangkaian
yang harus ada untuk menimbulkan infeksi. Komponen yang diperlukan
sehingga terjadi penularan adalah agen infeksi (infectious agent) yaitu
mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Reservoir atau tempat
dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan
kepada orang.
Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita. Pencegahan dan pengendalian infeksi baik
pada pasien maupun pada petugas kesehatan terdiri dari beberapa strategi yaitu
peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (vaksinasi
hepatitis B), inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik
maupun kimiawi, memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling
mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung
kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Dalam upaya untuk memutus rantai penularan konjungtivitis edukasi
oleh tenaga medis kepada pasien, keluarga pasien maupun masyarakat penting
dilakukan, antara lain menjaga hygiene mata, rajin mencuci tangan,
menghindari untuk memegang mata dan tidak memakai bersama barang-barang
yang kontak dengan mata penderita seperti sapu tangan, sarung bantal dan
handuk. Klasifikasi infeksi nosokomial berdasarkan tempatnya adalah infeksi
silang yaitu infeksi yang didapatkan dari orang lain atau penderita lain yang di
rawat di rumah sakit baik secara langsung maupun tidak langsung. Infeksi
lingkungan yaitu keadaan lingkungan yang selalu dituduh sebagai penyebab
infeksi nosokomial. Infeksi sendiri yaitu infeksi yang paling sering disebabkan
oleh kuman yang terdapat pada penderita itu sendiri. Adapun jenis-jenis infeksi
nosokomial adalah infeksi luka operasi, infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pernapasan, dan infeksi aliran darah primer.

B. Penyebab Infeksi
Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada kondisi dimana infeksi tersebut
tidak menimbulkan sub klinis. Gejala yang ditimbulkan terkadang bersifat
lokal (di tempat masuknya mikoorganisme) atau sistematik (menyebar
keseluruh tubuh). Berikut adalah beberapa gejala yang timbul berdasarkan
penyebabnya :
1. Bakteri : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung
bagian tubuh mana yang diinfeksi. Jika seseorang terkena infeksi bakteri di
tenggorokan, maka ia akan merasakan nyeri tenggorokan, batuk, dan
sebagainya. Jika mengalami infeksi bakteri pada perncernaan, maka ia akan
merasakan gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, mual atau
muntah.
2. Virus : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tergantung dari tipe virus,
bagian tubuh yang terinfeksi, usia, dan riwayat penyakitnya. Gejala dari
infeksi virus dapat mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Gejala yang
sering timbul biasanya flu, gangguan pencernaan, bersin–bersin, hidung
berair dan tersumbat, pembesaran kelenjar getah bening, pembengkakan
tonsil, atau bahkan turunya berat badan.
3. Jamur : kebanyakan jamur menginfeksi kulit, meskipun terdapat bagian
tubuh lain yang dapat terinfeksi seperti paru–paru dan otak. Gejala infeksi
yang disebabkan oleh jamur antara lain gatal, kemerahan, kadang terdapat
rasa bakar, dan kulit bersisik.
C. Tahap Infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung
dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu.
Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran
dan meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat
asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks
mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan,
komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan
hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang
mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi
hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan
kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut
hospes yang terimunosupres. Secara umum proses atau tahap infeksi adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Inkubasi adalah waktu yang diperlukan darisaat masuknya
patogen (penyebab penyakit) kedalam tubuah sampai mulai
menimbulkan gejala pertamakali.
2. Tahap Prodomal adalah Interval dari awitan tanda dan gejala non
spesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang
spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang
biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain
3. Tahap Sakit klien adalah memanifestasikan tanda dan gejala yang
speifik terhadap jenis sakit
4. Tahap Pemulihan adalah interval saat munculnya gejala akut infeksi
D. Tanda - Tanda Infeksi
1. Kalor
Terdapat rasa panasdengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memiliki suhu 37OC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami
radang lebih banyak daripada ke daerah normal.
2. Dolor
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
3. Rubor
Terdapat kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih
banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan
cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau
kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
4. Tumor
Terdapat pembengkakanPembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan
sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah ke jaringan-jaringan interstitial
5. Fungsiolesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan
tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang.
E. Proses Rantai Penularan Infeksi
Proses rantai penularan infeksi adalah sebagai berikut :
1. Agen/Penyebab Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora
transient maupun resident. Mikroorganisme transient normalnya ada dan
jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak dikulit. Organisme
transient melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan objek atau orang
lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan kecuali dengan
cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan
melalui cuci tangan dengan sabun dan detergen biasa kecuali bila gosokan
dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi
tergantung pada: jumlah mikroorganisme, virulensi (kemampuan
menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup
dalam host serta kerentanan dalam host/pejamu.
2. Reservoir (sumber mikroorganisme)
Reservoir adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak adalah manusia, binatang, makanan, air,
serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia,
terutama dikulit, mukosa, cairan atau drainase. Adanya mikroorganisme
patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya.
Sehingga reservoir yang didalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa
menyebabkan orang lain bisa menjadi sakit (carier). Kuman dapat hidup dan
berkembang biak dalam reservoir jika karakteristik reservoirnya cocok
dengan kuman. Karakteristik tersebut adalah air, suhu, ph, udara dan
pencahayaan.
3. Portal of exit (jalan keluar)
Mikroorganisme yang hidup didalam reservoir harus menemukan jalan
keluar untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum
menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari
reservoirnya. Jika reservoirnya manusia, kuman dapat keluar melalui
saluran pencernaan, pernafasan, perkemihan, genetalia, kulit, membrane
mukosa yang rusak serta darah.
4. Cara penularan (transmisi)
a) Kontak (contact transmission)
1) Direct/Langsung : kontak badan ke badan transfer kuman penyebab
secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan klien, dll.
2) Indirect/Tidak langsung: kontak melalui objek (benda/alat). Dengan
perantara: instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci.
b) Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak
sebar pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa
konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma,
Haemophillus influenza type b (Hib), virus influenza, mumps, rubella.
c) Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,
virus campak, varisela (cacar air), spora jamur.
d) Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan
kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada
pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan.
e) Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang
dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan
atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan.
Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Portal masuk
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh.
Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman
infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal
masuk. Mikroba dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama dengan
portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh
memperbesar kesempatan patogen masuk kedalam tubuh.
6. Daya tahan hospes (manusia)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen
infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu
terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan
mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai
individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman
yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi
medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.

F. Prinsip Pencegahan Infeksi


Prinsip pencegahan infeksi antara lain :
1. Antiseptik
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
Terdapat lima momen atau lima waktu wajib hand hygiene yaitu:

No Five Moment Gunanya

1 Sebelum kontak dengan pasien  Melindungi pasien dari kuman yang


anda bawa

2 Sebelum tindakan aseptis  Juga untuk melindungi pasien

3 Setelah tindakan aseptis  Melindungi anda dan lingkungan dari


kuman

4 Setelah kontak dengan pasien  Melindungi anda dan lingkungan dari


kuman

5 Setelah meninggalkan  Melindungi anda dan lingkungan dari


lingkungan pasien kuman
2. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi.
Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme,
baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat
kesehatan dapat digunakan dengan aman.
3. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan
medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan
cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi
terhadap benda - benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau
cairan tubuh
4. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
penyebab penyakit dari benda mati.
5. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa
endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau
penggunaan desinfektan kimia.
6. Mencuci dan membilas
Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah,
dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang
sejumlah besar mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari
pencucian dengan sabun atau deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih
dan pengeringan secara seksama).
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri
pada benda-benda mati atau instrument.
G. Strategi Pencegahan dan Pengendalian untuk Memutus Rantai Penularan
Infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas
penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi
tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1. Peningkatan daya tahan penjamu
Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara
umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya.
Metode kimiawi termasuk klorinasi air, desinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan
Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepada ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau
cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas
pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian
adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan
dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam
Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan
infeksi tersebut adalah dengan penerapan Kewaspadaan Isolasi (Isolations
Precautions) dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular
pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang
tidak diketahui. Yang terdiri dari Kewaspadaan Standar (Standart Precautions)
dan Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi (Transmission Based Precaution).
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang dilakukan kepada
semua pasien tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau tidak.
Kemenkes RI (2011), menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dila
kukan dalam pelaksanaan PPI, yaitu :
1. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang
disebarkan melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan
debris serta menghambat dan membunuh mikroorganisme pada kulit.
Menjaga kebersihan
tangan ini dilakukan segera setelah sampai di tempat kerja, sebelum ko
ntak
dengan klien atau melakukan tindakan untuk klien, selama melakukan
indakan (jika secara tidak sengaja terkontaminasi) dan setelah kontak a
tau melakukan tindakan untuk klien.
Secara garis besar, kebersihan tangan
dilakukan pada air mengalir, menggunakan sabun dan/atau
larutan antiseptik, dan diakhiri dengan mengeringkan tangan dengan kain
yang bersih dan kering.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindungan Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi klien
dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan
munculnya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis
C, serta meningkatnya kembali kasus Tuberculosis (TBC), penggunaan
APD juga menjadi sangat penting dalam melindungi petugas. Alat
pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi,
gaun, apron, pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya.
3. Penatalaksanaan peralatan klien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan,
linen, dan alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan
klorin 0,5%, mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh serta
memilih proses penanganan yang akan digunakan secara tepat.
Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan precleaning, pencucian dan
pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), serta sterilisasi.
4. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa
pengelolaan limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik
limbah yang terkontaminasi maupun yang tidak terkontaminasi.
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan
nyaman. Pengendalian lingkungan secara baik dapat meminimalkan atau
mencegah transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada klien, petugas,
pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit atau fasilitas kesehatan.
6. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat bekerja.
Upaya rumah sakit atau fasilitas kesehatan untuk mencegah transmisi ini
adalah membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi pada
petugasnya, misalnya dengan pemberian imunisasi.
7. Penempatan/isolasi klien
Penerapan program ini diberikan pada klien yang telah atau sedang dicurigai
menderita penyakit menular. Klien akan ditempatkan dalam suatu ruangan
tersendiri untuk meminimalkan proses penularan pada orang lain.
8. Hygiene respirasi/etika batuk
Semua klien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan
kebersihan pernapasan dengan cara selalu menggunakan masker jika berada
di fasilitas pelayanan kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup mulut dan
hidung menggunakan tangan atau tisu.
9. Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan
sekali pakai pada setiap kali suntikan.
10. Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker
untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring
Kewaspadaan transimisi (Transmission Based Precaution) adalah
kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airbone.
Kewaspadaan transimisi anntara lain :
1. Contact Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan jubah ketika melakukan perawatan langsung
 Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung
2. Droplet Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan masker dengan jarak 2 meter dari pasien
 Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
 Gunakan masker N95 ketika memasuki ruangan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs)
merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang
perlu mendapat perhatian khusus dalam pelayanan rumah sakit secara
keseluruhan. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial yang
penting adalah penerapan standar precaution baik bagi pasien, petugas,
lingkungan dan alat kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan rantai
penularanya.
Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya
pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus
menerus
B. Saran
Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian
infeksi ini, Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana
cara mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan
juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrauf, M. (2016). Memutus Mata Rantai Penularan Konjungtivitas

Bakteri Akut. Idea Nursing Journal, Vol. VII No.2

Alvadri, Z. (2015). Hubungan pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat


dengan Kejadian Infeksi Rumah Sakit di Rumah Sakit Sumber Waras Grogol.
Jurnal Penelitian Ilmu Keperawatan Universitas Esa

Unggul, pp. 1-4

Ananingsih, P. D., & Rosa, E. M. (2016). Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene


pada Petugas di Klinik Cito Yogyakarta.
Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5(1), pp. 16-24
Ballard, K. A. (2003). Patient Safety: A Shared Responsibility.

Online Journal of Issue In Nursing. Vol 8 No. 3

Damanik, S. M. dkk. (2012). Kepatuhan

Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung.

Jurnal Unpad, 1(1), pp. 1-13

Anda mungkin juga menyukai