Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI

PRECAUTION, MEDICATION SAFETY

DISUSUN OLEH

NAMA : IIN INDRAYANI


NIM : 190402030
KELAS B

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG SENGKANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

            Puji dan syukur penulis panjatkan kepada  Allah Swt, karena atas berkat dan rahmatnya
penulis dapat menulis makalah ini yang berjudul “UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI (PRECAUTION
DAN MEDICATION SAFETY)” hingga selesai. Meskipun dalam makalah ini penulis mendapat banyak
yang menghalangi, namun mendapat pula bantuan dari beberapa pihak baik secara moral, materil
maupun spiritual.

            Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih pada dosen pembimbing serta semua
pihak yang telah memberikan sumbangan dan saran atas selesainya penulis makalah ini. Di dalam
penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan-kekurangan mengingat
keterbatasannya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh sebab itu, sangat di harapkan kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk melengkapkan makalah ini dan
berikutnya.

Sengkang, 13 oktober 2020


DAFTAR ISI

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI (PRECAUTION DAN MEDICATION SAFETY)

Kata Pengantar.................................................................................................................. i

Daftar Isi............................................................................................................................ ii

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar belakang................................................................................................................ 1.1

Rumusan masalah........................................................................................................... 1.2

Tujuan............................................................................................................................. 1.3

Manfaat........................................................................................................................... 1.4

BAB 2

PEMBAHASAN TINJAUAN PUSTAKA

Cara Mengontrol Infeksi................................................................................................ 2.1

Menurunkan Mikroorganisme...................................................................................... 2.2

Kontaminasi.................................................................................................................... 2.3

Infeksi Nosokomial......................................................................................................... 2.4

Pencegahan Penularan Infeksi...................................................................................... 2.5

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan...................................................................................................................... 3.1

Saran............................................................................................................................... 3.2

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 4.1


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kesehatan yang baik tergantung sebagian pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang
memantau atau mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja kesehatan
dari penyakit. Setiap tahun diperkirakan 2 juta pasien mengalami infeksi saat di Rumah Sakit. Hal ini
terjadi karena pasien yang dirawat di Rumah Sakit mempunyai daya tahan tubuh yang melemah
sehingga resistensi terhadap mikroorganisme. Penyebab penyakit menjadi turun adanya
peningkatan paparan terhadap berbagai mikroorganisme dan dilakukannya prosedur invasif
terhadap pasien di Rumah Sakit.

Mikroorganisme bisa eksis di setiap tempat, dalam air, tanah, permukaan tubuh seperti kulit, saluran
pencernaan dan area terbuka lainnya. Infeksi yang diderita pasien dirawat di Rumah Sakit dimana
sebelumnya pasien tidak mengalami infeksi tersebut dinamakan infeksi nosokomial. Menurut
Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum
mengalami infeksi kemudia setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi.

Dalam kamus keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme
dalam jaringan tubuh , khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme
kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa
infeksi akan terjadi. Mikroorganisme yang bisa menimbulkan penyakit disebut pathogen (agen
infeksi) sedangkan mikroorganisme yang tidak menimbulkan penyakit/kerusakan disebut
asimtomatik. Penyakit timbul jika patogen berkembang biak dan memnyebabkan perubahan pada
jaringan normal. Jika penyakit bisa ditularkan dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan
penyakit menular (contagius). Mikroorganisme mempunyai keagamaan dalam virulensi/keganasan
dan juga beragam dalam menyebabkan beratnya suatu penyakit yang disebabkan.

Pada saat sekarang ini, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka akan semakin tinggi pula
rasa ingin tahu seseorang terhadap apa yang terdapat di alam sampai pada mikroorganisme yang tak
dapat dilihat dengan mata telanjang/berukuran kecil. Dari hal inilah muncul ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang mikroorganisme tersebut yang disebut dengan mikrobiologi. Para peneliti
mulai muncul mencari tahu akan apa yang terkandung pada mikroorganisme tersebut. Dalam bidang
penelitian mikroorganisme ini, tentunya menggunakan teknik atau cara-cara khusus untuk
mempelajari serta untuk bekerja pada skala laboratorium untuk meneliti mikroorganisme ini baik
sifat dan karakteristiknya, tentu diperlukan untuk meneliti mikroorganisme ini baik sifat dan
karakteristknya.

Perkembangan ilmu mikrobiologi telah memberikan sumbangan besar bagi dunia kesehatan, dengan
ditemukannya berbagai macam alat berkat penemuan beberapa ilmuan besar. Bahwa terbukti untuk
mencegah atau mengendalikan infeksi tenaga kesehatan dapat menggunakan konsep steril ataupun
besih, untuk membantu proses penyembuhan pasiennya dan lebih spesifik lagi untuk mengendalikan
dan mencegah terjadinya infeksi.
1.2  Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengontrol infeksi?

2. Bagaimana cara menurunkan mikroorganisme?

3. Bagaimana cara menurunkan jumlah kontaminasi?

4. Apa yang di maksud dengan infeksi nokomial?

5. Bagaimana cara pencegahan penularan infeksi nosokomial?

1.3  Tujuan

1. Untuk mengetahui cara mengontrol infeksi

2. Untuk mengetahui cara menurunkan mikroorganisme

3. Untuk mengetahui cara menurunkan jumlah kontaminasi

4. Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial

5. Untuk mengetahui cara pencegahan penularan infeksi nosokomial

1.4  Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini, baik bagi kami maupun bagi teman-teman sebagai sarana
wawasan dan pengetahuan mengenai beberapa hal yang berkenaan dengan pengontrolan
mikroorganisme dan menurunkan jumlah kontaminasi yang sering kita temukan pada kehidupan
sehari-hari terutama di dunia kesehatan dan juga di rumah sakit.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Pengontrolan Mikroorganisme

Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran renik (kecil). Karena sifatnya yang kecil,
organisme ini sulit untuk dilihat dengan mata telanjang. Namun, walaupun sulit dilihat, organisme ini
terdapat dimana-mana. Mikroorganisme banyak yang membahayakan. Selain merugikan,
mikroorganisme juga ada yang menguntungkan, misalnya bakteri yang dapat diolah menjadi
antibiotik. Mikroorganisme tidak dapat dibasmi/dimusnahkan, tetapi dapat dikendalikan. Dengan
upaya tersebut, peluang mikroorganisme, terutama bakteri, untuk menginfeksi manusia pun akan
berkurang.

Mikroorganisme dapat menyebabkan berbagai bahaya dan kerusakan. Mikroorganisme juga dapat
mencemari makanan; dengan menimbulkan berbagai perubahan kimiawi di dalamnya, bakteri
membuat makanan tidak dapat dimakan atau bahkan beracun. Oleh sebab itu, adanya prosedur
untuk mengendalikan pertumbuhan dan kontaminasi oleh mikroba merupakan suatu keharusan.

Alasan utama untuk pengontrolan mikroorganisme dapat dirangkum sebagai berikut :

1.Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi

2.Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi

3.Mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme

Mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat, atau dibunuh melalui suatu sarana yang bekerja
dengan berbagai cara dan masing-masing mempunyai keterbatasan dalam penerapan praktisnya.
Beberapa istilah khusus sering digunakan untuk menggambarkan sarana serta proses pengontrolan
mikroorganisme. Penggunaan istilah ini penting dalam pemberian etiket pada obat-obatan serta
bahan kimia yang digunakan terhadap mikroorganisme. Baik pabrikan maupun konsumen harus
memahami makna yang tepat dari istilah-istilah tersebut. Istilah yang digunakan tersebut sebaiknya
didefinisikan dalam bahasa sehari-hari yang dapat dijumpai di dalam kamus umum.

1. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua bentuk kehidupan mikroorganisme. Suatu benda


yang steril, dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya bebas dari mikroorganisme hidup.

2. Desinfektan adalah suatu bahan, biasanya zat kimia, yang mematikan sel vegetatif tetapi belum
tentu mematikan bentuk-bentuk spora mikroorganisme penyebab penyakit.

3. Antiseptik adalah substansi yang melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan atau kerja
mikroorganism dengan cara menghancurkan atau menghambat pertumbuhan serta aktivitasnya.

4. Bahan sanitasi adalah suatu bahan yang mengurangi populasi mikroba sampai pada batas yang
dianggap aman menurut standar kesehatan masyarakat. Biasanya, bahan ini merupakan bahan kimia
yang mematikan 99,9% bakteri yang sedang tumbuh.
5. Germisida (mikrobisida) adalah suatu bahan yang mematikan sel-sel vegetatif tetapi tidak selalu
mematikan bentuk spora resistan kuman. Di dalam praktiknya, germisida hampir sama dengan
desinfektan. Akan tetapi, germisida biasanya digunakan untuk semua jenis kuman (mikroorganisme)
untuk penerapan yang mana saja.

6. Bakterisida adalah suatu bahan yang mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri.

7. Bakteriostasis adalah suatu keadaan yang menghambat pertumbuhan bakteri. Bahan-bahan yang


mempunyai kesamaan dalam hal kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme secara
kolektif dinamakan mikrobistatik.

8. Bahan antimikrobial adalah bahan yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba.


Beberapa bahan antimikrobal digunakan secara khusus untuk mengatasi infeksi. Bahan ini disebut
sebagai bahan terapeutik.

a)  Pengendalian Mikroorganisme dengan Sarana Fisik

Berbagai sarana atau proses fisik telah tersedia untuk mengendalikan populasi mikroba.
Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara mematikan mikroorganisme, menghambat
pertumbuhan dan metabolismenya, atau secara fisik menyingkirnkannya. Cara pengendalian mana
yang akan digunakan bergantung pada kondisi yang dihadapi pada situasi tertentu. Penerapan
sarana fisik untuk megendalikan mikroorganisme dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya
metode panas lembap, panas kering, pengeringan, radiasi, filtrasi, dan pembersihan fisik.

1. Metode Panas Lembap

Beberapa cara pengendalian mikroorganisme melalui metode panas lembap adalah sebagai berikut.

a. Uap bertekanan. Panas dalam bentuk uap jenuh bertekanan adalah sarana paling praktis serta
dapat diandalkan untuk sterilisasi. Uap bertekanan memberikan suhu jauh diatas titik didih. Uap
bertekanan mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya pemanasan dapat berlangsung cepat
dan mempunyai daya tembus serta menghasilkan kelembapan yang tinggi. Semuanya tentu akan
mempermudah koagulasi protein sel-sel mikroba. Alat yang digunakan untuk sterilisasi dengan uap
panas bertekanan adalah autoclave. Autoclave merupakan alat yang sangat dibutuhkan di setiap
laboratorium mikrobiologi, ruang sterilisasi rumah sakit, serta tempat lain yang memproduksi
produk steril. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi bergantung pada sifat bahan yang disterilkan,
tipe wadah, dan volume bahan. Autoclave tidak efektif terhadap organisme yang terdapat dalam
bahan yang kedap uap dan tidak dapat digunakan untuk benda-benda yang peka terhadap panas.

b.  Air mendidih. Sel-sel vegetatif mikroorganisme akan terbunuh dalam waktu 10 menit di dalam air
mendidih. Namun, beberapa spora bakteri dapat bertahan dalam kondisi seperti ini selama berjam-
jam karena air mendidih hanya menghancurkan patogen yang tidak membentuk spora. Air mendidih
tidak dapat diandalkanuntuk sterilisasi karena tidak menjamin tercapainya keadaan steril apabila
perlakuan hanya diberikan satu kali.

2. Panas Kering

Beberapa carapengendalian mikroorganisme melalui metode panas kering adalah sebagai berikut.
a. Sterilisasi dengan udara panas. Sterilisasi dengan udara panas dianjurkan apabila penggunaan uap
bertekanan tidak dikehendaki atau bila tidak dapat terjadi kontak antara uap bertekanan dengan
benda yang akan disterilkan. Untuk tujuan ini, digunakan alat yang disebut oven. Alat ini dipakai
untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan Petri, dan alat gas
lainnya. Temperatur yang sering dipakai adalah 170-180 0C selama kurang lebih 2 jam. Perlu
diperhatikan bahwa lamanya sterilisasi bergantung pada jumlah alat-alat yang disterilkan dan
ketahanan alat terhadap panas.

b. Sterilisasi dengan pemijaran. Cara ini terutama dipakai untuk sterilisasi jarum platina, ose, dan alat
lainnya yang terbuat dari platinba atau nikrom. Caranya adalah dengan membakar alat-alat tersebut
diatas api lampu spirtus sampai berpijar.

c. Sterilisasi dengan pembakaran. Pembakaran bahan yang mengandung mikroorganisme berarti


juga membasmi mikroorganisme. Sterilisasi dnegan cara ini digunakan untuk memusnahkan benda-
benda tecemar yang tidak dapat digunakan kembali.

3. Pengeringan

Pengeringan sel mikroba serta lingkungannya dapat sangat mengurangi atau menghentikan aktivitas
metabolik diikuti dengan matinya sejulah sel. Lamanya suatu mikroorganisme bertahan hidup
setelah proses pengeringan bervariasi, bergantung pada faktor-faktor berikut:

a. Jenis mikroorganisme

b. Bahan pembawa yang dipakai untuk mengeringkan mikroorganisme

c. Kesempurnaan proses pengeringan

d. Kondisi fisik (cahaya, suhu, kelembapan) yang dikenakan pada organisme yang dikeringkan

4. Radiasi

Beberapa cara pengendalian mikroorganisme melalui metode radiasi adalah sebagai berikut.

a.  Cahaya ultraviolet. Cahaya ultraviolet digunakan untuk mengendalikan infeksi-asal udara dan
mendesinfeksi permukaan bahan yang disinar. Namun, cahaya ini tidak dapat menembus kaca
transparan atau benda-benda tembus cahaya karena daya tembusnya rendah. Dalam pratiknya,
pengguna harus berhati-hati karena cahaya UV dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.

b.  Sinar X, radiasi gamma, dan radiasi katode. Ketiga sinar ini dapat mensterilkan perlengkapan
bedah yang peka terhadap panas serta alat-alat medis lainnya. Namun, ketiga sarana penyinaran ini
tergolong mahal dan membutuhkan fasilitas khusus. Perbedaan karakteristik beberapa jenis sinar
dalam proses sterilisasi adalah sebagai berikut.
Jenis Sinar Karakteristik penyinaran

Sinar X Daya penetrasi baik, tetapi perlu energi


besar.

Sinar alfa Memiliki sifat bakterisidal, tetapi tidak


memiliki daya penetrasi.

Sinar beta Daya penetrasinya sedikit lebih besar


daripada sinar X.

Sinar gamma Kekuatan radiasinya besar dan efektif untuk


sterilisasi bahan makanan.

b) Pengendalian Mikroorganisme dengan Bahan Kimia

Terdapat banyak zat kimia yang dipakai untuk mengendalikan mikroorganisme. Penting sekali untuk
memahami ciri pembeda masing-masing zat terkait mikroorganisme pa saja yang dapat
dikendalikannya serta bagaimana zat tersebut dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap zat kimia
mempunyai kebatasan dan keefektifan bila digunakan dalam kondisi praktis. Keterbatasan-
keterbatasan ini perlu diamati. Selain itu, tujuan yang dikehendaki dalam pengendalian
mikroorganisme tidak selalu sama. Pada beberapa kasus, kita mungkin pelu mematikan sebagian
besar mikroorganisme tetapi tidak semua (sanitasi). Dengan demikian, pemilihan sesuatu bahan
kimia untuk penggunaan praktis dipengaruhi juga oleh hasil akhir yang diharapkan. Ciri-ciri
desinfektan yang ideal:

1. Desinfektan harus dapat memtikan berbagai jenis mikroba pada konsentrasi rendah.

2. Desinfektan harus dapat larut dalam air atau pelarut lain sampai pada konsentrasi yang diperlukan
untuk dapat digunakan secara efektif.

3. Perubahan yang terjadi pada desinfektan ketika didiamkan beberapa saat harus seminimial
mungkin dan tidak boleh mengakibatkan hilangnya sifat antimikobial atau harus bersifat stabil.

4. Tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan lain.

5. Aktivitas antimikrobial harus pada suhu kamar atau suhu tubuh.

6. Tidak menimbulkan karat dan warna.

7. Memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap.

8. Desinfektan juga harus berfungsi sebagai deterjen (pembersih).

9. Desinfektan harus tersedia dalam jumlah besar dengan harga yang wajar.
c) Rantai Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang paling terkait antar berbagai faktor yang mempengaruhi,
yaitu agen infeksi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan, portal of entry dan
host/pejamu yang rentan

1. Agen Infeksi

Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur, dan protozoa.
Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora transient maupun organisme transient normalnya ada
dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme ini siap ditularkan,
kecuali dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme resisten tidak dengan mudah bisa dihilangkan
melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila digosokan dilakukan dengan
seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada jumlah mikroorganisme,
virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup
dalam host serta kerentanan dari host/penjamu.

2.Reservoir (sumber mikroorganisme)

Reservoir merupakan tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang biak
atau tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga,
dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di kulit mukosa, cairan
maupun drainase. Adanya mikroorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit
pada hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat  mikroorganisme patogen bisa
menyebabkan orang lain menjadi sakit (carrier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam
reservoir jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen,
air, suhu, pH, dan pencahayaan.

3.Portal Of Exit (Jalan Keluar)

Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoar harus menemukan jalan keluar (portal of exit) untuk
masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme
harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar
melalui salura pernafasan, pencernaan, perkemihan, genetalia, kulit, dan membran mukosa yang
rusak disertai darah.

4.Cara Penularan

Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti kontak langsung
dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya, kontak tidak langsung melalui jarum atau
balutan bekas luka penderita, peralatan yang terkontaminasi, makan yang dioalah tidak tepat, dan
melalui vektor nyamuk atau lalat.

5.Portal Masuk

Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit merupakan barier
pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat
menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama
dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan
patogen masuk ke dalam tubuh.

6. Daya Tahan Hospes (Manusia)

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan
bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara
konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai
individu rentan terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi,
terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.

2.2  Menurunkan Mikroorganisme

Banyak faktor dan keadaan yang mempengaruhi upaya menghambat atau membasmi
mikroorganisme melalui penggunaan bahan atau proses antimikrobial. Faktor-faktor tersebut harus
menjadi pertimbangan agar penerapan metode-metode pengontrolan menjadi efektif.

1.Konsentrasi atau intensitas zat antimikrobial. Bakteri akan cepat mati bila konsentrasi dan
intensitas antimikrobialnya besar/tinggi. Sebagai contoh, sinar X atau cahaya ultraviolet akan lebih
cepat membunuh sel-sel apabila intensitas radiasinya bertambah besar. Sel-sel juga akan lebih cepat
mati apabila konsentrasi zat kimia (zat antimikrobial) lebih tinggi.

2. Jumlah mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme juga mempengaruhi kerja zat antimikrobial.


Makin banyak jumlah mikroorganisme, makin banyak pula waktu yang dibutuhkan zat antimikrobial
untuk membunuh mikroorganisme tersebut.

3.Suhu. Kenaikan suhu yang sedang dapat meningkatkan keefektifan kerja desinfektan atau bahan
antimikrobial lain. Hal itu dapat dijelaskan dengan fakta bahwa laju reaksi kimia dipercepat dengan
meningkatkan suhu.

4. Spesies mikroorganisme. Spesies mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang berbeda-beda


terhadap saran fisik dan bahan kimia. Kita tahu bahwa pada spesies pembentuk spora, sel vegetatif
yang sedang tumbuh lebih mudah dibunuh dibandingkan dengan sporanya. Diantara semua
organisme hidup, spora bakteri adalah yang paling resisten dalam hal kemampuan untuk bertahan
hidup pada kondisi fisik dan kimiawi yang kurang menguntungkan.

5. Adanya bahan organik. Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat
antimikrobial secara signifikan dengan cara menginaktifkan bahan-bahan tersebut atau melindungi
mikroorganisme dari bahan tersebut. Sebagai contoh, adanya bahan organik di dalam campuran
desinfektan mikroorganisme dapat mengaktifkan:

a.penggabungan desinfektan dengan bahan organik di dalam campuran desinfektan produk yang
tidak bersifat mikrobial.

b.Penggabungan desinfektan dengan bahan organik yang menghasilkan suatu endapan sehingga
desinfektan tidak mungkin lagi mengikat mikroorganisme.

c. Akumulasi bahan organik pada permukaan sel mikroba menjadi suatu pelindung yang akan
mengganggu kontak antara desinfektan dan sel.Di dalam penerapannya, apabila ada serum atau
darah pada benda yang akan diberi zat antimikrobial, maka serum atau darah itu dapat
menginaktifkan sebagian zat tersebut.

2.3  Kontaminasi 

Menurunkan jumlah kontaminan dan mencegah transmisi dapat dilakukan dengan mencuci tangan.
Mencuci tangan merupakan metode terbaik mencegah transmisi mikroorganisme. Telah terbukti
bahwa tindakan mencuci tangan secara signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran
pencernaan. Faktor penting adalah untuk mempertahankan hygiene yang baik dan mempertahankan
integritas kulit seperti :

1.Lama mencuci tangan

2.Paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan

3.Menggosok dengan keras hingga terjadi friksi

4.Pembilasan menyeluruh

5.Memastikan tangan telah dikeringkan.

Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi bakteri residen akan
tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya Hibicrub Povodone-iodine. Yang perlu perhatian
khusus saat mencuci tangan adalah tempat berkumpulnya mikroorganisme, seperti sela-sela jari.
Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua bakteri dapat
dihilangkan. Tangan tidak pernah steril maka dari itu kita memerlukan sarung tangan steril dalam
melkukan tindakan-tindakan steril. Selain itu pakaian pelindung yang digunakan ketika memasuki
ruangan steril juga mencegah transmisi mikroorganisme. Dalam menurunkan jumlah organisme
kontaminan hal yang perlu diperhatikan adalah keberhasilan, baik itu kbersihan diri maupun
kebersihan lingkungan.

2.4       Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah kondisi masuknya suatu organisme ke dalam jaringan atau cairan tubuh yang disertai
gejala klinis tertentu, baik lokal maupun sistemik. Infeksi nosokomial, yang disebut juga sebagai
infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah
sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada pasien, tenaga kesehatan, dan juga setiap orang yang
datang ke rumah sakit. Manifestasi penyakit tidak hanya dapat timbul di rumah sakit, tetapi di luar
rumah sakit apabila masa inkubasi mikroorganisme lebih lama dari lama rawat/tinggal di rumah
sakit. Penyakit infeksi yang sedang dalam masa inkubasi pada saat penderita masuk ke rumah sakit
bukanlah infeksi nosokomial.

 Infeksi nosokomial dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun dari luar tubuh. Infeksi
endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada di dalam tubuh dan
berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self-infection  atau auto-infection, sedangkan
infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan
dari satu pasien ke pasien lainnya.Rumah sakit merupakan suatu tempat orang yang sakit dirawat
dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini, pasien mendapatkan terapi dan
perawatan untuk sembuh. Namun, selain sebagai tempat untuk menyembuhkan, rumah sakit juga
merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari
pengunjung yang berstatus pembawa (carrier). Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di
lingkungan rumah sakit, seperti di udara, air, lantai, makanan, dan perlatan medis maupun non
medis.Terjadinya infeksi nosokimal akan menimbulkan banyak kerugian, diantaranya lama rawat
pasien yang memanjang, penderitaan pasien bertambah, dan biaya meningkat. Infeksi nosokomial
mengharuskan digantinya obat-obatan biasa dengan obat-obatan mahal dan digunakannya jasa di
luar rumah sakit. Oleh sebab itu, di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi
nosokomial lebih diuatamakan guna meningkatkan kualitas pelayanan pasien di rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya.Di beberapa unit perawatan, terutama dibagian penyakit dalam, terdapat
banyak prosedur dan tindakan yang dilakukan, baik untuk tujuan diagnosis maupun untuk
memantau perjalanan penyakit. Semua prosedur dan tindakan tersebut dapat menyebabkan pasien
rentan karena terkena infeksi nosokomial. Pasien yang berusia lanjut, berbaring dalam waktu lama,
atau menjalani berbagai prosedur (misalnya diagnostik invasif, infus yang lama, dan pengguaan
kateter urine yang lama) atau pasien dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit yang memerlukan
kemoterapi, penyakit yang sangat parah, keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun) serta
pasien yang mendapat imosupresan atau steroid diketahui berisiko tinggi terkena infeksi.Sumber
penularan dan cara penularan infeksi terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan, jarum
injeksi, kateter IV, kateter urine, kassa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani
luka. Infeksi nokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien, tetapi juga seluruh personel rumah sakit
yang berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu dan pengunjung pasien. Infeksi
nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam saran kesehatan. Sebetulnya rumah sakit memang
sumber penyakit. Di negara majupun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka
yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di
seluruh dunia, 10% pasien rawat inap rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama -1,4 juta
infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada
2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapay infeksi yang baru selama dirawat.

Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial :

1.Secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan penderita selama dirawat di
rumah sakit.

2.Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah mikro organisme/bakteri
yang sudah resisten terhadap anti biotika.

3.Bila terjadi infeksi nosokomial, maka akan terjadi penderitaan yang berpanjangan serta
pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang bertambah tinggi kadang-kadang kualitas hidup
penderita menurun.

4.Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, juga berbahaya bagi lingkungan baik
selama dirawat di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit etelah berobat jalan.

5.Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghemat biaya dan waktu yang terbuang.

6.Di negara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah nasional, sehingga bila
angka infeksi nosokomial disuatu rumah sakit tinggi, maka izin operasionalnya dipertimbangkan
untuk dicabut oleh instansi yang berwenang.
2.5       Pencegahan Penularan Infeksi

Tindakan pembersihan yang rutin sangat penting untuk memastikan bahwa rumah benar-benar
bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang
terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding,
lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai
berkali-kali.Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan dibanyak fasilitas kesehatan. Usahakan
adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau
bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara
yang baik akan lebih banyak mengurangi resiko penularan kuman tuberkulosis.Selain itu, rumah sakit
harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemprosesan serta filternya
untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air di rumah sakit dengan prasarana
yang terbatas dapat dilakukan dengan menggunakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus
dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar-pasien.
Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi desinfektan. Desinfektan akan membunuh kuman
dan mencegah penularan antar-pasien. Desinfeksi yang digunakan harus :

1.Efektif

2.Mempunyai kriteria membunuh kuman.

3.Mempunyai efek sebagai detergen.

4.Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.

5.Tidak sulit digunakan.

6.Tidak mudah menguap.

7.Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien.

8. Tidak berbau, atau tidak berbau tidak enak.

a)Dekontaminasi Tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasikan dengan menjaga hygiene tangan. Akan
tetapi, pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar karena banyaknya alasan, seperti
kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya
mencuci tangan, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat
dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit infeksi. Hal
yang perlu diingat adalah selalu memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh
darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urine, membran mukosa, dan bahan yang kita anggap telah
terkontaminasi dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

b) Instrumen yang Sering Digunakan di Rumah Sakit

Simonsen, dkk (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% injeksi yang dilakukan di negara
berkembang tidaklah aman. Salah satu contohnya adalah penggunaan jarum, tabung, atau keduanya
secara berulang-ulang dan banyaknya tindakan injeksi yang tidak penting (misalnya injeksi
antibiotik). Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik, maka diperlukan :

1.Pengurangan tindakan injeksi yang kurang penting

2.Penggunaan jarum steril

3.Penggunaan alat suntik yang disposabel

Masker diperlukan sebagai sarana pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara.
Pasien yang menderita infeksi saluran nafas harus selalu menggunakan masker saat keluar dari
kamar.

Sarung tangan sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun
urine. Sarung tangan harus selalu diganti setiap menangani pasien yang berbeda. Setelah membalut
luka atau terkena benda yang kotor, sarung tangan harus segera diganti.Baju atau gaun khusus juga
harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan atau
mencegah percikan darah, cairan tubuh, urine, dan feses.

c)Memperbaiki Ketahanan Tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara
mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh
melawan invasi mikroorganisme patogen serta menjaga keseimbangan diantara populasi
mikroorganisme komensalisme pada umumnya, (misalnya seperti yang terjadi di dalam saluran
cerna manusia). Pengetahuan tentang mekanisme pertahanan tubuh orang sehat yang dapat
mengendalikan mikroorganisme opportunis perlu diidentifikasi secara tuntas sehingga dapat pada
penderita penyakit berat. Dengan demikian, bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita
penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotik.

d) Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan memisahkan pasien. Ruang isolasi
sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkolosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus,
contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukemia dan
pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Selain menjaga
kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.
Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu
pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita
melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita
penyakit yang sama.

Pencegahan infeksi nosokomial yaitu dengan :

1.Membatasi transmisi organisme diri atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan
penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan desinfektan.

2.Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.


3.Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.

4.Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasi.

5.Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

Selain itu pencegahan infeksi nosokomial juga dengan menggunakan standart kewaspadaan
terhadap infeksi, antara lain :

1. Cuci tangan

a.Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi dan bahan terkontaminasi.

b.Segera setelah melepas sarung tangan.

c.Diantara sentuhan dengan pasien

2. Sarung tangan

a.Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.

b.Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

3.Masker, kaca mata, dan masker muka.Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata,
hidung dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.

4. Baju pelindung

a.Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh.

b.Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah
ataupun cairan tubuh.

5. Kain

a.Tangani kain tecemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir

b. Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di are perawatan pasien.

6. Peralatan perawatan pasien

a. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau
selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan.

b.Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali

7. Pembersihan lingkungan : Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan


perlengkapan dalam ruang perawatan pasien.

8. Unstrumen tajam

a.Hindari memasang kembali penutup jarum bekas.


b.Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai

c.Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan.

d.Masukkan instrumen tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan.

9.Resusitasi pasien : Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk
menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut.

10.Penempatan Pasien : Tempatkan pasien yang mengkontaminasi lingkungan dalam ruang


pribadi/isolasi.

BAB 3

PENUTUP

3.1              Kesimpulan

                   Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi tergantung dari agen yang
menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika dan faktor alam.
Agen infeksi yang memungkinkan terjadinya infeki tergantung pada karakteristik mikroorganisme,
resistensi terhadap antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Faktor lingkungan
dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien yang keluar masuk,
penggabungan kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obat-obat, kontaminasi obat,
alat dan materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu pasien.

3.2              Saran

                   Kebersihan diri dan juga lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya infeksi. Jadi kita
harus pandai menjaga kebersihan. Sterilisasi dengan secara baik dan sempurna akan menjamin
keselamatan kerja dan berkurangnya resiko terpapar mikroorganisme. Dan dapat juga dilakukan
unuk mencegah ataupun mengendalikan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai