Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TREND & ISSUE KEPERAWATAN

DOSEN:
Ns.M.Syarif H,S.kep

Disusun oleh :
Agusnita Panca Indriati (AOA0150774)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
dan anugerah-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan judul Trend & issue
keperawatanyang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar
dengan fasilitator Ns.M.Syarif H,S.kep

Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini.
Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara
moral maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi.

Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami


membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang.
Akhir kata,besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang,18 Oktober 2016


Penyusun

Agusnita Panca Indriati

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................................
C. Tujuan ............................................................................................................
BAB II TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN KOMUNITAS
A. Pengertian .....................................................................................................
B. Tujuan ............................................................................................................
C. Keperawatan Kesehatan Masyarakat ............................................................
D. Tingkat Pelayanan Kesehatan .......................................................................
E. Lembaga Pelayanan Kesehatan .....................................................................
F. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan ............................................................
G. Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan ..................................
H. Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan .........................................
Komunitas
I. Memanfaatkan Hasil Penelitian Dalam Pelayanan ..........................................
Kesehatan
BAB III PENUTUP ................................................................................................
Kesimpulan ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu
system yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan
merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan,
mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan mempunyai tujuan
utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem
kesehatan tidak hanya mencakup health care atau pelayanan kesehatan, tetapi
meliputi pengembangan pembiayaan dan mekasnisme risk pooling sehingga dapat
melindungi masyarakat dari beban keuangan dan beban ekonomi karena penyakit.
Dimensi lain menyangkut peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan
informasi dan pilihan, juga merupakan bagian penting dari sistem kesehatan.Sistem
kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan
disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada
tingkat manfaat yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu
didistribusikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan
melakukan setidaknya empat fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian
pelayanan, produksi sumber daya dan pembimbingan.

B. Rumusan Masalah
a. Trend dan Issue Keperawatan komunitas
1) Apa Pengertian pembangunan kesehatan?
2) Tujuan pembangunan kesehatan?
3) Pengertian Keperawatan Kesehatan Masyarakat?
4) Apa saja Tingkat Pelayanan Kesehatan?
5) Apa saja Lembaga Pelayanan Kesehatan itu?
6) Apa saja Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan?
7) Apa maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan?
8) Faktor apa saja Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas?

C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Dapat memahami keperawatan kesehatan masyarakat

2. Tujuan Khusus
1) Dapat menjelaskan pengertian pembangunan kesehatan
2) Dapat menjelaskan tujuan pembangunan kesehatan
3) Dapat menjelaskan apa saja lembaga-lembaga yang bergerak dalam
pelayanan kesehatan
4) Dapat menjelaskan tentang keperawatan kesehatan masyarakat
5) Dapat menjelaskan apa saja lingkup sistem pelayanan kesehatan
6) Dapat menjelaskan maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan
Kesehatan
7) Dapat menjelaskan Faktor apa saja Yang Mempengaruhi Praktik
Keperawatan Komunitas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Trend dan Issue Keperawatan komunitas


A. Pengertian
Pembangunan Kesehatan Adalah suatu sistem pelayanan kesehatan yang
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Kebijakan sistem pelayanan
kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan
kesehatan diantara perawat dokter atau tim kesehatan lain yang satu dengan yang
lain saling menunjang.
B. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan meningkatkan kesadaran, kemauan,
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.
C. Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Adalah perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan
dukungan peran serta aktif masyarakat, mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif secara menyuluh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia
secara optimal, sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya masyarakat, terpadu,
individu, keluarga.
D. Tingkat Pelayanan Kesehatan
1. Health promotion ( promosi kesehatan )
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam
memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelaksanaan ini bertujuan
untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau sasarannya tidak
terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat meliputi, kebersihan
perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala,
penigkatan status gizi, kebiasaan hidup sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan
semua kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan status kesehatan.
2. Specific protection ( perlindungan khusus )
Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya
yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan, atau bentuk perlindungan
terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk dalam
tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang digunakan untuk
perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis,campak
dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan kerja dimana pelayanan
kesehatan yang diberikan pada seseorang yang bekerja di tempat risiko kecelakaan
tinggi seperti kerja di bagian produksi bahan kimia, bentuk perlindungan khusus
berupa pelayanan pemakaian alat pelindung diri dan lain sebagainya.
3. Early diagnosis and prompt treatment ( diagnosis dini dan pengobatan segera )
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya
atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan
dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari
timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat pelayanan
kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei pencarian kasus baik
secara individu maupun masyarakat, survei penyaringan kasus serta pencegahan
terhadap meluasnya kasus.
4. Disability limitation ( pembatasan cacat )
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau
masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan.
Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang memiliki potensi kecacatan.
Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa perawatan untuk
menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala
fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah kematian.
5. Rehabilitation ( rehabilitasi )
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh.
Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan
sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian
memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup
kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karena
kesadaran yang dimilikinya.

E. Lembaga Pelayanan Kesehatan


1. Rawat Jalan
Lembaga pelayanan kesehatan ini bertujuan memberikan pelayanan
kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan pada penyakit yang
akut atau mendadak dan kronis yang dimungkinkan tidak terjadi rawat inap.
Lembaga ini dapat dilaksanakan pada klinik-klinik kesehatan, seperti klinik dokter
spesialis,klinik perawatan spesialis dan lain-lain.
2. Institusi
Institusi merupakan lembaga pelayanan kesehatan yang fasilitasnya cukup
dalam memberikan berbagai tingkat pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit,
pusat rehabilitasi dan lain-lain.

3. Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang difokuskan
pada klien yang sakit terminal agar lebih tenang dan dapat melewati masa-masa
terminalnya dengan tenang. Lembaga ini biasanya digunakan dalam home care.
4. Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang dilakukan pada
klien pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan perawatan keluarga seperti
praktek perawat keluarga dan lain-lain.

F. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan


1. Primary health care ( pelayanan kesehatan tingkat pertama )
Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat
yang memiliki masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi ingin
mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera sehingga
sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan
ini dapat dilaksanakan oleh puskesmas atau balai kesehatan masyarakat dan lain
lain.
2. Secondary health care ( pelayanan kesehatan tingkat kedua )
Bentuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan
dipelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit
yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
3. Tertiary health services ( pelayanan kesehatan tingkat ketiga )
Pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi di
mana tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat
pertamadan kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli
atau subspesialis dan sebagai rujukan utuma seperti rumah sakit yang tipe A atau
B.

G. Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan


Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang
meliputi pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Semuanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga keperawatan dalam meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai bagian
dari pelayanan kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh
tenaga perawat dalam pelayanannya memiliki tugas, di antaranya memberikan
asuhan keperawatan keluarga,komunitas dalam pelayanan kesehatan dasar dan
akan memberikan asuhan keperawatan secara umum pada pelayanan rujukan.

H. Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas


1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi baru, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi,maka akan diikuti oleh perkembangan pelayanan kesehatan atau juga
sebagai dampaknya pelayanan kesehatan jelas lebih mengikuti perkembangan dan
teknologi seperti dalam pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah penyakit-
penyakit yang sulit dapat digunakan penggunaan alat seperti laser, terapi
perubahan gen dan lain-lain. Berdasarkan itu maka pelayanan kesehatan
membutuhkan biaya yang cukup mahal dan pelayanan akan lebih professional dan
butuh tenaga-tenaga yang ahli dalam bidang tertentu.
2. Pergeseran nilai masyarakat
Berlangsungnya sistem pelayanan kesehatan juga dapat dipengaruhi oleh nilai yang
ada di masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan, dimana dengan beragamnya
masyarakat, maka dapat menimbulkan pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan
yang berbeda. Masyarakat yang sudah maju dengan pengetahuan yang tinggi,
maka akan memiliki kesadaran yang lebih dalam penggunaan atau pemanfaatan
pelayanan kesehatan, demikian juga sebaliknya pada masyarakat yang memiliki
pengetahuanyang kurang akan memiliki kesadaran yang rendah terhadap
pelayanan kesehatan,sehingga kondisi demikian akan sangat mempengaruhi sistem
pelayanan kesehatan.
3. Aspek legal dan etik
Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan atau
pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula tuntutan
hukum dan etik dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelaku pemberi pelayanan
kesehatan harus dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan secara
profesional dengan memperhatikan nilai-nilai hukum dan etika yang ada di
masyarakat.
4. Ekonomi
Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi
dimasyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih
diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila tingkat
ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan
mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup
mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi dalam sistem
pelayanan kesehatan.
5. Politik
Kebijakan pemerintah melalui sistem politik yang ada akan sangat
berpengaruh sekali dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-
kebijakan yang ada dapat memberikan pola dalam sistem pelayanan.

I. Memanfaatkan Hasil Penelitian Dalam Pelayanan Kesehatan


Ilmu pengetahuan di bidang kesehatan pada beberapa dekade terakhir telah
mengalami kemajuan yang sangat pesat melampaui perkembangan
sebelumnya.Derivasi ilmu-ilmu kesehatan dan pengembangannya melalui riset
merupakan dinamika proses yang sangat penting dalam pertumbuhan masing-
masing profesi kesehatan. Tujuan dilakukannya riset kesehatan adalah untuk
memperkuat dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan menjadi landasan dalam
kegiatan praktik klinik,pendidikan, dan menejemen pelayanan kesehatan. (Ross,
Mackenzie, & Smith, 2003)
Sedangkan praktik pelayanan kesehatan yang berdasarkan fakta empiris
(evidence based practice) bertujuan untuk memberikan cara menurut fakta terbaik
dari riset yang diaplikasikan secara hati-hati dan bijaksana dalam tindakan
preventif, pendeteksian,maupun pelayanan kesehatan.(Cullum, 2001)
Menerapkan hasil penelitian dalam pelayanan kesehatan adalah upaya
signifikan dalam memperbaiki pelayanan kesehatan yang berorientasi pada
efektifitas biaya dan manfaat (costbenefit effectiveness). Meningkatkan kegiatan
riset kesehatan dan menerapkan hasilnya dalam praktik pelayanan kesehatan
merupakan kebutuhan mendesak untuk membangun pelayanan kesehatan yang
lebih efektif dan efisien.
Menurut sebuah studi meta-analysis terhadap berbagai laporan penelitian
keperawatan yang dilakukan oleh Heater, Beckker, dan Olson (1988), menjumpai
bahwa pasien yang mendapatkan intervensi keperawatan bersumber dari riset
memiliki luaran yang lebih baik bila dibandingkan dengan pasien yang hanya
mendapatkan intervensi standar.Sudah saatnya kini, praktisi kesehatan di tingkat
pelayanan primer maupun dunia pendidikan kesehatan perlu segera mendorong
pertumbuhan budaya ilmiah dilingkungannya agar mereka dapat mempraktikan
hasil berbagai penelitian.
Kegiatan yang dilakukan untuk memberdayakan organisasi keperawatan, yaitu :
1. Membentuk komite riset;
2. Menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah;
3. Kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya;
4. Pendidikan berkelanjutan.
Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas
publik,justifikasi indakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan.
Kesadaran terhadap nilai riset yang potensial akan memberikan dampak yang
menguntungkan bagi rganisasi, misalnya kinerja keperawatan yang meningkat dan
out come klien yang optimal. (Titler, Kleiber & Steelman,1994)

2. Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia


Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas
seperti biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya
bernilai sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya
yang senatiasa siap pakai dan tetap terhindar dari serangan berbagai
penyakit.Namun, masih banyak orang menyepelekan hal ini. Negara, pada
beberapa kasus, juga demikian.
Di Indonesia, tak bisa dipungkiri, trend pembangunan kesehatan bergulir
mengikuti pola rezim penguasa. Pada zaman ketika penguasa negeri ini hanya
memandang sebelah mata kepada pembangunan kesehatan, kualitas hidup dan
derajat kesehatan rakyat kita juga sangat memprihatinkan. Angka Indeks
Pembangunan Manusia(Human Development Index) negara kita selalu stagnan
pada kisaran 117-115 dari sekitar 175 negara Sebagai catatan, HDI adalah ukuran
keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa yang dilihat dari parameter
pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Ironisnya, rentetan pergantian
tampuk kekuasaan selama beberapa dekade terakhir, pun tak kunjung membawa
angin perubahan. Apa pasal?Belum terbitnya kesadaran betapa tercapainya derajat
kesehatan optimal sebagai syarat mutlak terwujudnya tatanan masyarakat bangsa
yang berkeadaban, serta dipihak lain masih lekatnya anggapan bahwa
pembangunan bidang kesehatan semata terkait dengan penanganan sejumlah
penyakit tertentu dan penyediaan obat-obatan.
Sudut pandang yang teramat sempit memang, ditambah dengan
kecenderungan untuk mendahulukan hal lain yang sesungguhnya masih bisa
ditunda. Variabel tadi menemukan titik singgung dengan belum adanya keinginan
politik dari pemerintah,rezim boleh berganti namun modus operandi dan motifnya
masih serupa; bahwa isuisu kesehatan hanya didendangkan sekedar
menyemarakkan janji dan programprogram politik tertentu dalam tujuan jangka
pendek.
Untuk kasus Indonesia, belum ada grand strategy yang terarah dalam
peningkatan kualitas kesehatan individu dan masyarakat, yang dengan tegas
tercermin dari minimnya pos anggaran kesehatan dalam APBN maupun APBD.
Belum lagi jika kita ingin bertutur tentang program pengembangan kesehatan
maritim yang semestinya menjadi keunggulan komparatif negeri kita yang wilayah
perairannya dominan.Pelayanan kesehatan di tiap sentra pelayanan selalu jauh dari
memuaskan.
Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan,
dapat dipandang sebagai rendahnya apresiasi kita akan pentingnya bidang ini
sebagai elemen penyangga, yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian
problem baru yang justru akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis
pemborosan baru yang muncul karena kesalahan kita sendiri.Kabar menarik
sesungguhnya mulai terangkat ketika Departemen Kesehatan pada beberapa waktu
lalu, mengelurkan konsep pembangunan kesehatan berkelanjutan,dikenal sebagai
Visi Indonesia Sehat 2010. Berbagai langkah telah ditempuh untuk
mensosialisasikan keberadaan VIS 2010 tersebut, tetapi kemudian menjadi
lemahakibat kebijakan desentralisasi dan akhirnya terpental dengan
diberlakukannya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

A. Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010


Pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup bertentangan
dengan anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom untuk
menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh
dari pusat.

B. Sistem Kesehatan Nasional


Kebijakan desentralisasi, pada beberapa sisi, telah ikut menggerus pola lama
pembangunan, termasuk di bidang kesehatan. Relatif berkuasanya kembali
daerah daerah dalam menentukan kebijakan pembangunannya, membuat konsepsi
Visi Indonesia Sehat seakan tidak menemukan relung untuk dapat
diwujudkan.Impian untuk mewujudkan tangga-tangga pencapaian sehat, mulai
dari Indonesia sehat 2010, Propinsi Sehat 2008, Kabupaten Sehat 2006 dan
Kecamatan Sehat 2004, menjadi
miskin makna.
Pada kenyataannya, masih sangat banyak wilayah-wilayah di negeri ini yang
sangat jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan berkualitas. Padahal pada saat
yang sama,kecenderungan epidemiologi penyakit tak kunjung berubah yang
diperparah lemahnya infrastruktur promotif dan preventif di bidang kesehatan.Kali
terakhir, ini juga dapat dipandang sebagai sebuah terobosan baru,pemerintah
menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang dikenal sebagai
Sistem Kesehatan Nasional. Dokumen ini antara lain disusun berdasarkan pada
asumnsi bahwa pembangunan kesehatan merupakan pembangunan manusia
seutuhnya untuk mencapai derajat kesehatan yang tertinggi, sehingga dalam
penyelenggaraannya tidak bisa menafikkan peran dan kontribusi sektor lainnya.
Singkatnya, pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan
bangsa.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1. Upaya kesehatan
2. Pembiayaan kesehatan
3. Sumber daya manusia kesehatan
4. Sumber daya obat dan perbekalan kesehatan
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Manajemen kesehatan
Jika kita runut, maka subsistem yang cukup fundamental adalah pembiayaan
kesehatan. Ketiadaan atau tidak optimalnya pembiayaan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan dan program lainnya, merupakan salah satu penyebab utama
tidak tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang kita inginkan. Betapa tidak,
hampIr semua aktivitas dalam pembangunan tak dapat dipungkiri, membutuhkan
dana dan biaya.

C. Pembiayaan Kesehatan
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan,
terdapat beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti
diperhatikan.Pertama, besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang
disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat
efektifitas dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.
Di Negara kita, proporsi anggaran pembangunan kesehatan tidak pernah
mencapai angka dua digit dibanding dengan total APBN/APBD.Padahal, Badan
Kesehatan Dunia (WHO) jauh-jauh hari telah menstandarkan anggaran
pembangunan kesehatan suatu Negara pada kisaran minimal 5% dari GDP(Gross
Domestic Product/Pendapatan Domestik Bruto). Pada tahun 2003, pertemuan para
Bupati/Walikota se-Indonesia di Blitar telah juga menyepakati komitmen besarnya
anggaran pembangunan kesehatan di daerah-daerah sebesar 15% dari APBD.
Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mematok anggaran kesehatan
sebesar 2,4% dari GDP, atau sekitar 2,2-2,5% dari APBN.Terbatasnya anggaran
kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan. Berbagai hal bias
dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran pemerintah
untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector prioritas, juga karena
kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual dinegeri yang sedang
mengalami transisi demokrasi ini.
Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang
efektif dan efisien. Beberapa tahun yang lalu, lembaga transparansi internasional
mengumumkan tiga besar intansi pemerintah Indonesia yang paling korup. Nomor
satu adalah departemen agama, selanjutnya departemen kesehatan dan terakhir
adalah departemen pendidikan. Temuan ini semakin menguatkan dugaan adanya
tindak mafia anggaran pembangunan kesehatan pada berbagai instansi
kesehatahn di seantero negeri ini.Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme seperti
juga dialami di intansi lainnya tetap berurat akar dengan subur di departemen
kesehatan.
Akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program kesehatan
yang hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi.Relatif ketatnya
birokrasi di lingkungan departemen kesehatan dan instansi turunannya, dapat
disangka sebagai biang sulitnya mengejar transparansi dan akuntabilitas anggaran
di wilayah ini. Peran serta masyarakat dalam pembahasan fungsionalisasi anggaran
kesehatan menjadi sangat minim, jika tak mau disebut tidak ada sama sekali.
Pada sisi lain, untuk skala Negara sedang berkembang, Indonesia yang masih
berkutat memerangi penyakit-penyakit infeksi tropik akibat masih buruknya
pengelolaan lingkungan, seharusnya menempatkan prioritas pembangunan
kesehatan pada aspek promotif dan preventif, bukan semata di bidang kuratif dan
rehabilitatif saja. Sebagai catatan, rasio anggaran antara promotif dan preventif
dengan kuratifrehabilitatif selama ini berkisar pada 1:3, suatu perbandingan yang
tidak cukup investatif untuk bangsa sedang berkembang seperti
Indonesia.Akibatnya, sejumlah program kesehatan di negeri ini masih berputar-
putar pada upaya bagaimana mengobati orang yang sakit saja, bukannya mencari
akar permasalahan yang menjadi penyebab mereka jatuh sakit kemudian
meneyelesaikannya.

D. Beberapa Pemikiran
Pertanyaan yang mengemuka ialah model kebijakan kesehatan seperti apa
yang layak diterapkan di negeri kita, sistem pembiayaan yang bagaimana yang
cocok dengan kehidupan masyarakat kita. Depkes sebagai pengemban pertama
tanggung jawab konstitusi kita ternyata dalam banyak kasus terbukti tak dapat/ tak
mau berbuat banyak.Anggaran kesehatan yang teramat minim, terlepas basis
argumentasinya seperti apa; setidaknya menjadi isyarat akan kenyataan teguh,
bahwa memang hal-hal yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak
selalu dianggap sepele.Hal ini didukung pula oleh sifat apatis sebagian besar rakyat
kita, dalam mengkritisi kebijakan kesehatan. Pun itu diperparah dengan belum
transparannya
penggunaan anggaran, dan dana yang ada lebih dialokasikan pada pos-pos
yang bukanmenjadi kebutuhan mendesak masyarakat, sebagai contoh; beberapa
puskesmas diIndonesia memiliki fasilitas mobil ambulans yang lengkap namun di
puskesmas tersebut, tenaga medis yang ada hanya sebatas paramedis, tanpa
tenaga dokter, sarjana kesehatan masyarakat dan tenaga medis lainnya, jadi proses
pemenuhan dan penyediaan kebutuhan masyarakat akan kesehatan tidak berbasis
pada analisa kebutuhan tetapi lebih sebagai resultan dari tarik-menarik kepentingan
politik nasional maupun lokal.
Dalam lokus kajian spesifik, membengkaknya biaya kesehatan ternyata
secara langsung atau tidak juga disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan
perguruan tinggi atau sekolah-sekolah yang berlatar belakang kesehatan. Indonesia
menjadi contoh dari mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh para peserta didik
dari fakultas kedokteran, akademi maupun sekolah tenaga kesehatan lainnya. Hal
ini sangat kontras jika kita bandingkan dengan kasus negara tetangga seperti
Singapura atau Malaysia;dimana negara bertanggung jawab mengucurkan dana
besar bagi institusi pendidikan. Dominasi Negara berlebih-lebihan dalam banyak hal
termasuk mewajibkan pegawai negeri sipil, polisi atau militer untuk masuk hanya
pada perusahaan asuransi tertentu yang dikelola oleh negara membuka peluang
terjadinya praktek korupsi. Model itu sudah selayaknya ditinjau ulang.

E. Reformasi Kesehatan
Reformasi bidang kesehatan bukan lagi bahasa yang baru. Hanya saja
agendanya perlu dipertegas kembali sebagai landasan pembangunan selanjutnya.
Jika disederhanakan, agenda reformasi kesehatan akan lebih mengedepankan
partisipasi masyarakat dalam menyusun dan menyelenggarakan aspek
kesehatannya dengan sesedikit mungkin intervensi pemerintah. Pemberdayaan
masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan dan pemihakan terhadap kaum miskin
menjadi syarat penerimaan universalitasnya.
Gunawan Setiadi, seorang dokter dan master bidang kesehatan,
mengungkapkan beberapa alasan mengapa masyarakat dapat menyelenggarakan
kesehatannya, dan lebih baik dari pemerintah, antara lain:
1. Komitmen masyarakat lebih besar dibandingkan pegawai yang digaji
2.Masyarakat lebih paham masalahnya sendiri
3.Masyarakat dapat memecahkan masalah, sedangkan kalangan
profesional/pemerintah sekadar memberikan pelayanan4. Masyarakat lebih fleksibel
dan kreatif
5. Masyarakat mampu memberikan pelayanan yang lebih murah
6. Standar perilaku ditegakkan lebih efektif oleh masyarakat dibandingkan birokrat
atau profesional kesehatan
Pandangan-pandangan di atas menjadi cukup beralasan muncul dengan
melihat kecenderungan rendahnya etos kerja birokrat dan profesional kesehatan
selama ini.Sudah saatnya penyelenggaraan kesehatan diprakarsai oleh masyarakat
sendiri,sehingga pemaknaan atas hidup sehat menjadi sebuah budaya baru, di
mana didalamnya terbangun kepercayaan, penghargaan atas hak hidup dan
menyuburnya norma-norma kemanusiaan lainnya. Model penyelenggaraan
kesehatan berbasis pemberdayaan (empowerment) harus disusun secara rasional
dengan sedapat mungkin melibatkan semua stakeholder terkait.
Jadi, prioritas pembangunan kesehatan sedapat mungkin lebih diarahkan
untuk masyarakat miskin mereka yang jumlahnya mayoritas dan telah banyak
terampas haknya selama ini. Untuk itu, sasaran dari subsidi pemerintah di bidang
kesehatan perlu dipertajam dengan jalan antara lain :
1. Pertama, meningkatkan anggaran bagi program-program kesehatan yang banyak
berkaitan dengan penduduk miskin. Misalnya program pemberantasan penyakit
menular, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan gizi masyarakat.
2. Kedua, meningkatkan subsidi bagi sarana pelayanan kesehatan yang banyak
melayani penduduk miskin, yaitu Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, ruang
rawat inap kelas III di rumah sakit. Untuk itu, subsidi bantuan biaya operasional
rumah sakit perlu ditingkatkan untuk menghindari praktik eksploitasi
danpemalakan pasien miskin atas nama biaya perawatan.
3. Ketiga, mengurangi anggaran bagi program yang secara tidak langsung
membantu masyarakat miskin mengatasi masalah kesehatannya. Contohnya adalah
pengadaan alat kedokteran canggih, program kesehatan olahraga dan lain
sebagainya.
4. Keempat, mengurangi subsidi pemerintah kepada sarana pelayanan kesehatan
yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat miskin, misalnya pembangunan rumah
sakit stroke.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat
baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga
masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik,
mental dan sosial serta harapan berumur panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut
Winslow menetapkan suatu syarat yang sangat penting, yaitu harus ada pengertian,
bantuan dan partisipasi masyarakat secara teratur dan terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

http://staff.blog.ui.ac.id/tyarm/2009/05/20/pembangunan-kesehatan/
Siti Nafsiah, "Prof. Hembing pemenang the Star of Asia Award: pertama di Asia
ketiga didunia", Gema Insani, 2000, 979915703X, 9789799157034."Pengantar
Kesehatan Lingkunagan", EGC, 9794487961, 9789794487969.

Anda mungkin juga menyukai