Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat
strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pemerintah telah
bersungguh-sungguh dan terus-menerus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan baik
yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Peran tersebut pada dewasa ini
semakin dituntut akibat adanya perubahan-perubahan epidemiologik penyakit, perubahan
struktur organisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan sosio-ekonomi
masyarakat dan pelayanan yang lebih efektif, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka.
Era reformasi yang sedang kita jalani, telah membawa perubahan yang mendasar dalam
berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan kesehatan. Salah satu perubahan yang
mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan kesehatan. Salah satu
perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah manajemen negara yaitu dari
manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah secara resmi perubahan
manajemen ini diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang
pemerintah daerah yang kemudian diikuti pedoman pelaksanaannya berupa Peraturan Pemeritah
RI Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi konsekuensi
logis dari undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut adalah bahwa efektivitas pelayanan
kesehatan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi sesuai dengan peraturan tersebut
maka disusunlah tugas pokok dan fungsinya yakni; (1) menyelenggarakan, melaksanakan
pelayanan kesehatan meliputi promotif, pemulihan rehabilitasi. (2) penyelenggaraan pelayanan
medik, penyelenggaraan sistem rujukan, penyelenggaraan pelayanan penunjang dan non medik,
penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
serta penelitian dan pengembangan.
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu
diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting
adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 23
Tahun 1999 tentang Pelayanan Kesehatan. Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat
mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya;
tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan
bermutu (Azwar, 1996).
Saat ini, rumah sakit berada dalam iklim persaingan yang sangat ketat. Masyarakat
sebagai pelanggan berada dalam posisi yang lebih kuat karena semakin banyak pilihan rumah
sakit yang dapat melayaninya. Pada saat yang bersamaan, masyarakat juga semakin kritis
terhadap pelayanan kesehatan. Dalam kondisi seperti ini, agar tetap dapat eksis melayani
pelanggannya, rumah sakit harus memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu
aspeknya adalah kemauan dan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang prima. Oleh
karena itu diperlukan paradigma dan sikap mental yang berorientasi melayani, serta pengetahuan
dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan pelayanan yang prima.
1.3. Tujuan
a. Dapat mengetahui konsep pelayanan prima di bidang kesehatan pada rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur kepuasan yang
berefek terhadap keinginan pasien untuk kembali kepada institusi yang memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga dapat
memperoleh kepuasan yang ada pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan pada rumah
sakit melalui pelayanan prima. Melalui pelayanan prima, rumah sakit diharapkan akan
menghasilkan keunggulan kompetitif (competitive advantage) dengan pelayanan bermutu,
efisien, inovatif dan menghasilkan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan pasien.
Bentuk pelayanan yang efektif antara pasien dan pemberi pelayanan (provider) disadari
sering terjadi perbedaan persepsi. Pasien mengartikan pelayanan yang bermutu dan efektif jika
pelayanannya nyaman, menyenangkan dan petugasnya ramah yang mana secara keseluruhan
memberikan kesan kepuasan terhadap pasien. Sedangkan provider mengartikan pelayanan yang
bermutu dan efesien jika pelayanan sesuai dengan standar pemerintah. Adanya perbedaan
persepsi tersebut sering menyebabkan keluhan terhadap pelayanan (Aswar,1996).
Adapun kondisi yang menunjukkan masalah mutu dan keefektifan yang ada di rumah
sakit yakni adanya keluhan yang sering terdengar dari pihak pemakai layanan kesehatan yang
biasanya menjadi sasaran ialah sikap dan tindakan dokter atau perawat, sikap petugas
administrasi, selain itu juga tentang sarana yang kurang memadai, kelambatan pelayanan,
persediaan obat, tarif pelayanan kesehatan, peralatan medis dan lain-lain.
Terdapat beberapa definisi tentang kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh para ahli.
Dan dari sejumlah definisi tersebut terdapat beberapa kesamaan, yaitu:
1. Kualitas merupakan usaha untuk memenuhi harapan pelanggan
2. Kualitas merupakan kondisi mutu yang setiap saat mengalami perubahan
3. Kualitas itu mencakup proses, produk, barang, jasa, manusia, dan lingkungan
4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Rumah sakit adalah bagian yang amat penting dari suatu sistem kesehatan. Rumah sakit
adalah suatu organisasi yang bersifat padat karya, padat modal, padat tekhnologi dan padat
ketrampilan. Menurut Griffith, definisi struktural rumah sakit adalah suatu fasilitas yang
memberikan perawatan rawat inap dan pelayanan untuk observasi, diagnosis dan pengobatan
aktif untuk individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis dan rehabilitasi
yang memerlukan pengarahan dan pengawasan seorang dokter setiap hari dan definisi
fungsional rumah sakit komunitas adalah suatu institusi dengan tujuan untuk menyelenggarakan
perawatan kesehatan pribadi dengan memanfaatkan sumber yang dimiliki secara efektif untuk
kepentingan masyarakat.
Menurut WHO, rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi
kesehatan dan organisasi sosial, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik
kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan pelayanan
medis serta perawatan. Institusi pelayanan ini juga merupakan pusat latihan personil kesehatan
dan riset kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan RI, rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik. Rumah sakit
mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.
Rumah sakit mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya
rujukan. Untuk menyelenggarakan upaya tersebut rumah sakit umum mempunyai fungsi
menyelenggarakan:
a. Pelayanan medis,
b. Pelayanan penunjang medis,
c. Pelayanan asuhan keperawatan,
d. Pelayanan rujukan,
e. Pendidikan dan pelatihan,
f. Penelitian,
g. Pengembangan, administrasi dan keuangan
Kegiatan pelayanan dalam suatu organisasi mempunyai peranan yang sangat strategis,
terutama pada organisasi yang aktivitas pokoknya adalah pemberian jasa.
Sebelum membahas pengertian pelayanan kesehatan, ada baiknya jika dikemukakan
pengertian efektivitas. Secara umum telah dikemukakan bahwa konsep efektivitas itu sendiri
paling baik jika dari sudut sejauh mana organisasi berhasil mendapatkan sumber daya dalam
usahanya mengejar tujuan strategi dan operasional (Steers, 1985: 205).
Sama halnya yang dikemukakan oleh Georgopoulos dan Tannenbaum (dalam Steers,
1985:50) yang meninjau efektivitas dari sudut pencapaian tujuan, berpendapat bahwa rumusan
keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga
mekanisme mempertahankan diri dan mengejar sasarannya. Dengan lain perkataan, penilaian
efektivitas harus berkaitan dengan masalah sarana maupun tujuan-tujuan organisasi.
S.B. Hari Lubis dan Martani Husaini (1987:54) bahwa pengertian yang memadai mengenai
tujuan ataupun sasaran organisasi merupakan langkah pertama dalam membahas mengenai
efektivitas tersebut seringkali berhubungan sangat erat dengan tujuan maupun sasaran yang ingin
dicapai oleh organisasi. Menurut Amitai Etzioni yang dikutip Lubis dan Husaini (1987:55),
pengertian efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam
usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya. Sedangkan Soewarno Handayaningrat (1983:16)
memberikan defenisi efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya.
Dengan demikian efektivitas merupakan konsep yang sangat penting dalam teori organisasi,
karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai
sasaran atau tujuannya. Oleh karena itu, pengukuran efektivitas organisasi memerlukan ketepatan
tergantung pendekatan yang digunakan
Dari beberapa pengertian efektivitas yang telah dikemukakan, defenisi lain dalam tulisan ini
adalah kesehatan. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 1 ayat 1
menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang produktif secara sosial-ekonomi. Jadi pengertian kesehatan
cakupannya sangat luas, mencakup sehat fisik maupun non fisik (jiwa, sosial, ekonomi)
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan
ataupun masyarakat (Azwar, 1998). Pelayanan oleh Moenir (1995) dirumuskan setiap kegiatan
yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan orang banyak.
Pengertian pelayanan kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani (1995) bahwa pelayanan
kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pencegahan,
pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala.
Berdasarkan rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan
kesehatan tergantung dari beberapa faktor yakni:
1. Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara sendiri atau
bersama-sama sebagai anggota dalam suatu organisasi.
2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan pemulihan kesehatan.
3. Sasaran pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Suparto,
1994)
Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan
pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus berupaya memuaskan
pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat kebutuhannya.
Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau non medis,
dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas
kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).
Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, akurat,
dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan
rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup
pelayanan medik dan penunjang medik.
Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis
pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus
memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan
tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.
2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh
masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan
dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh
masyarakat (dari sudut lokasi).
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau oleh
masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya.
Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang
dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta
standar yang telah ditetapkan.
Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa pelayanan
memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan
melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien
bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu.
Menurut Snook, rawat inap merupakan komponen dari pelayanan rumah sakit. Kapasitas itu
diukur dengan jumlah tempat tidur. Dalam dekade terakhir telah terjadi perubahan yang berarti,
pemanfaatan tempat tidur untuk penyakit dalam dan bedah menurun, sedangkan tempat tidur
untuk perawatan intensif semakin meningkat, tetapi rumah sakit tetap menggunakan jumlah
tempat tidur sebagai ukuran bagi tingkat hunian, pelayanan dan keuangan, meskipun hanya 10
% dari seluruhnya yang membutuhkan pelayanan memerlukan rawat inap.
Suatu institusi dikategorikan sebagai rumah sakit apabila paling sedikit memiliki 6 tempat tidur
untuk merawat orang sakit dengan lama perawatan di rumah sakit di atas 24 jam setiap kali
admisi. Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap untuk keperluan
observasi, diagnosis dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit
kronis atau rehabilitasi dan memerlukan pengawasan dokter setiap hari.
Rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur
untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik
lainnya.
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta yang menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang
telah ditetapkan dengan menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien
dan efektif serta diberikan secara aman, dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum,
dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
masyarakat konsumen.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pasien walaupun merupakan nilai subyektif, tetapi
tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis
waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi
jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan
hubungan interpersonal.
Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta
memutuskan bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal
ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan
kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien.
Ware dan Snyder telah melakukan desain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
pelayanan kesehatan sebagai berikut:
Asuhan keperawatan sendiri merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan oleh tenaga keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan bantuan yang diberikan
karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan
untuk melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
Menjadi harapan dari setiap pasien sebagai konsumen dari layanan jasa rumah sakit bahwa
perawat akan dapat memberikan bantuan dan pertolongan kepada mereka. Pasien atau klien
cenderung menilai bahwa asuhan keperawatan itu bermutu atau tidak lebih banyak didasarkan
atas pengalaman atau persepsi subyektif, system nilai yang berlaku, latar belakang sosial,
pendidikan dan banyak faktor lagi yang terkait pada masyarakat atau individu yang terkait
dengan jasa pelayanan itu sendiri.
Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam
penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. John Griffith
menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan
klinik dan manajemen keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari:
Standar Praktek Keperawatan di Indonesia disusun oleh Depkes RI yang terdiri dari beberapa
standar. Menurut JCHO: Joint Commission on Accreditationof Health care Organisation (1999)
terdapat 8 standar tentang asuhan keperawatan yang meliputi:
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM dari Henderson):
a. Oksigen
b. Cairan dan elektrolit
c. Eliminasi
d. Keamanan
e. Kebersihan dan kenyamanan fisik
f. Istirahat dan tidur
g. Gerak dan jasmani
h. Spiritual
i. Emosional
j. Komunikasi
k. Mencegah dan mengatasi resiko psikologis
l. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
m. Penyuluhan
n. Rehabilitasi
1. Model fungsional
a. Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan
b. Perawat melaksanakan tugas / tindakan tertentu berdasar jadwal
kegiatan yang ada
c. Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia
kedua
d. Kelebihan model fungsional
1. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik.
2. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
3. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawatan
pasien diserahkan kepada perawat yunior
dan atau belum berpengalaman.
e. Kelemahan model fungsional
1. Tidak memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat
2. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan
3. Persepsi pasien cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan ketrampilan saja
2. Model Kasus
a. Berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan
b. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan pasien tertentu
c. Rasio 1:1 perawat pasien
d. Pasien dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh perawat yang sama
pada hari berikutnya. Umumnya dilakukan untuk perawat privat atau
untuk perawatan khusus seperti: isolasi, intensif care.
e. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
f. Kelebihan manajemen kasus
1. Perawat lebih memahami kasus per kasus
2. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi mudah
g. Kelemahan manajemen kasus
1. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
2. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama
3. Model Tim
a. Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan
b. Enam tujuh perawat profesional dan perawat associate bekerja sebagai suatu tim
yang disupervisi oleh ketua tim
c. Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbedabeda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang
saling bekerja sama.
d. Kelebihan model keperawatan tim
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim
e. Kelemahan model keperawatan tim
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk
melaksanakan pada waktu-waktu sibuk
f. Konsep metode tim
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan
2. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
3. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
4. Peran kepala ruangan penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik
bila didukung oleh kepala ruangan
g. Tanggung jawab anggota tim
1. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung
jawabnya
2. Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
3. Memberikan laporan
h. Tanggung jawab ketua tim
1. Membuat perencanaan
2. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi
3. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
4. Mengembangkan kemampuan anggota
5. Menyelenggarakan konferensi
i. Tanggung jawab kepala ruang
1. Perencanaan
a. Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing masing
b. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan persiapan
pulang bersama ketua tim
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
f. Mengikuti visit dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
1. Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
2. Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai
asuhan keperawatan
3. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
4. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang
baru masuk rumah sakit
h. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
i. Membantu membimbing peserta didik keperawatan
j. Mewujudkan visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
2. Pengorganisasian
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b. Merumuskan metode penugasan
c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim
d. Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi dua
ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan membuat
proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h. Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di tempat kepada tim
i. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
j. Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
k. Identifikasi masalah dan cara penanganan
3. Pengarahan
a. Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b. Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan
tugas dengan baik
c. Memberikan motivasi dalam memberikan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap
d. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
asuhan keperawatan klien
e. Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan
f. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
4. Pengawasan
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien
b. Melalui supervisi
1. Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri
atau melalui laporan langsung lisan
2. Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir
ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan
serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperawatan dilaksanakan, mendengarkan laporan ketua
tim tentang pelaksanaan tugas
3. Evaluasi yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang sudah
disusun bersama ketua tim
4. Audit keperawatan
4. Model Primer
a. Berdasarkan pada tindakan komprehensif dari filosofi keperawatan
b. Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
c. Ratio 1:4 / 1:5 (perawat:pasien) dan penugasan metode kasus
d. Kelebihan model keperawatan primer
1. Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil
dan diri
3. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah
sakit. Keuntungan yang diperoleh adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu asuhan yang diberikan berkualitas dan tercapai pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan
advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer
karena selalu mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang
selalu diperbaharui dan komprehensif.
e. Kelemahan model keperawatan primer
Hanya dapat dilakukan oleh perawat berpengalaman dan
berpengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction , kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta
mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.
f. Konsep dasar model keperawatan primer
1. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2. Ada otonomi
3. Ketertiban pasien dan keluarga
g. Tugas perawat primer
1. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien
2. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama dinas
4. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain
5. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
6. Menerima dan menyesuaikan rencana
7. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
8. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial di masyarakat
9. Membuat jadwal perjanjian klinik
10. Mengadakan kunjungan rumah
h. Peran Kepala Ruang/Bangsal dalam Metode Primer
1. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
2. Orientasi dan merencanakan karyawan baru
3. Menyusun jadwal dinas dan memberikan penugasan pada perawat
asisten
4. Evaluasi kerja
5. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf
6. Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan
yang terjadi
i. Ketenagaan Model Keperawatan Primer
1. Setiap perawat primer adalah perawat bed side
2. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat
3. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
4. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non
profesional sebagai perawat asisten
j. Keuntungan utama
Memuakan pasien dan perawat
2.9. Persepsi Pasien / Klien
Dari beberapa pendapat mengenai persepsi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang
lingkungannya, melalui indera dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti yang berbeda.
Beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda dalam melihat suatu obyek yang sama,
hal ini dipengaruhi oleh:
Sementara itu faktor pihak pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti sikap,
motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Variabel lain yang ikut
menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya,
lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu.
Faktor pemersepsi:
a. Sikap, motivasi
b. Kepentingan
c. Pengalaman
d. Pengharapan
Faktor situasi:
a. Waktu
b. Keadaan / situasi
c. Keadaan sosial
d. Persepsi
Faktor Target:
a. Hal baru
b. Gerakan
c. Bunyi
d. Ukuran
e. Latar belakang
f. Kedekatan
Persepsi setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda-beda, oleh karena itu persepsi
mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi memorinya. Semua apa yang telah
memasuki indra dan mendapat perhatiannya akan disimpan dalam memorinya dan akan
digunakan sebagai referensi untuk menanggapi stimuli baru. Dengan demikian proses persepsi
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya yang tersimpan dalam memori.
Pelanggan adalah orang yang membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan.
Pelanggan tersebut merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses
menghasilkan produk. Pelanggan adalah seorang atau sekelompok orang yang menggunakan
atau menikmati produk berupa barang atau jasa dari suatu organisasi atau anggota organisasi
tertentu, yang dikelompokkan menjadi pelanggan internal yaitu mitra kerja dalam organisasi
yang membutuhkan produk barang atau jasa seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi
itu dan pelanggan eksternal yaitu semua orang atau sekelompok orang di luar organisasi yang
membutuhkan produk barang atau jasa suatu organisasi.
Kepuasan pelanggan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan
psikologis. Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk
yang dimanfaatkan, sedangkan kepuasan psikologis merupakan kepuasan yang diperoleh dari
atribut yang bersifat tidak terwujud dari produk.
Kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan dari
rumah sakit kepada konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan pasien. Oleh karena itu,
berbagai faktor seperti subyektifitas yang dipersepsikan pasien dan pemberi jasa pelayanan
kesehatan, maka jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan yang dipersepsikan
konsumen.
Kepuasan pasien dalam mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan cenderung bersifat subyektif,
setiap orang bergantung pada latar belakang yang dimilikinya, dapat menghasilkan tingkat
kepuasan yang berbeda untuk satu pelayanan kesehatan yang sama. Untuk menghindari adanya
subyektifitas individual yang dapat mempersulit pelaksanaan pelayanan kesehatan perlu adanya
pembatasan derajat kepuasan pasien, antara lain:
Lama hari rawat pada rawat inap terdahulu berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
Sistem yang pernah dialami pasien pada rawat inap sebelumnya akan mengurangi rasa
kecemasan. Jadi semakin tinggi derajat kesinambungan pelayanan semakin tinggi pula kepuasan
pasien.
Setelah mendapatkan pelayanan, pelanggan akan memberikan reaksi terhadap hasil pelayanan
yang diberikan, apabila pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan / keinginan pelanggan
maka akan menimbulkan kepuasan pelanggan, namun sebaliknya apabila pelayanan yang
diberikan tidak sesuai dengan harapan / keinginan pelanggan maka akan menimbulkan
ketidakpuasan pelanggan atau keluhan pelanggan.
2.12.Landasan Teori
Kepuasan pasien/klien akan mutu pelayanan asuhan keperawatan tergantung pada persepsi
pelanggan terhadap mutu pelayanan asuhan keperawatan, dimana persepsi pelanggan
dipengaruhi oleh:
1. Faktor yang terdiri dari tingkat pengetahuan, pendidikan, umur, sosial
ekonomi (pendapatan dan pekerjaan), sikap, motivasi, kepentingan,
pengalaman, pengharapan ;
2. faktor situasi yang terdiri dari waktu, keadaan/situasi, keadaan sosial dan
3. faktor target yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan
kedekatan.
Apabila persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan asuhan keperawatan sesuai dengan
keinginan dan harapan pelanggan maka pelanggan akan puas, namun apabila persepsi pelanggan
tidak sesuai dengan harapan pelanggan maka akan menimbulkan ketidakpuasan
pelanggan terhadap perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Pelayanan kesehatan yang buruk memberikan banyak dampak negtif. Seperti merugikan pasien
dan keluarga pasien. Selain merugikan pasien dan keluarganya, pelayanan yang buruk juga
mengakibatkan image rumah sakit yang buruk, sehingga masyarakat yang sakit lebih memilih
rumah sakit lain yang kualitas pelayanannya tinggi. Hal ini mengakibatkan rumah sakit akan
kehilangan pasien. Sehingga mempengaruhi tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut.
Logikanya jika pasien di suatu rumah sakit berkurang otomatis tenaga kesehatan yang di
butuhkan juga berkurang. Tidak hanya pengurangan lapangan kerja bagi tenaga kesehatan,
pelayanan yang tidak baik akan mempengaruhi lapangan kerja bagi pekerjaan lain seperti
satpam, tukang parkir dan sebagainya.
Selain itu rumah sakit dapat di tuntut jika pelayanan yang diberikan tidak memenuhi standar
pelayanan minimum.
Menurut Fahriadi, SKM, M.KM ada beberapa hal yang harus kita tanamkan dalam pikiran
kita agar bisa memberikan pelayanan yang prima. Yaitu tentang pentingnya pasien bagi para
tenaga kesehatan. Hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelanggan (pasien) adalah tamu kita yang terpenting di tempat kerja, dia tidak tergantung
kepada kita, tapi kitalah yang tergantung kepada mereka.
2. Kita tidak memberikan pertolongan dengan melayaninya, Dialah yang memberikan
pertolongan dengan memberi kesempatan bekerja pada kita yaitu dengan melayani
kepentingannya.
3. Keluhan pasien adalah suatu pemberian hadiah yang harus diterima dengan tulus
(Complaint is a give).
4. Lakukanlah apa yang dapat dilakukan dengan apa yang dimiliki dimanapun berada.
Upaya yang bisa di lakukan oleh pihak rumah sakit adalah membentuk tim untuk
menyelediki bagaimana pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Lalu mengevaluasinya dan
memberikan tindak lanjut.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Rumah sakit di Indonesia yang semula adalah bersifat sosial, dalam proses
selanjutnya mengalami perubahan menjadi badan usaha yang bersifat sosial ekonomi,
sebagai satu badan usaha rumah sakit harus menciptakan dan memperhatikan para
pelanggannya. Dengan memahami pelanggannya maka organisasi akan bertahan hidup
dan meningkatkan keuntungannya. Hampir semua aktivitas dalam rumah sakit di
Indonesia sekarang ini banyak diarahkan kepada program-program untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan.
Indikator berupa dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat membantu pola pikir
dalam menetapkan masalah yang ada untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai
standar dan efektivitas pelayanan kesehatan yang ada. Terdapat lima dimensi silang yang
berhubungan dengan efektivitas pelayanan kesehatan yaitu:
1. Kompetensi dari petugas
2. Kontinuitas dari pelayanan
3. Manajemen informasi yang mendukung kearah pengambilan keputusan.
4. Pendidikan dan pelatihan untuk mutu
5. Akreditasi dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai hasil yang optimal, faktor petugas kesehatan tidak luput dari hal
ini. Seorang petugas kesehatan yang ideal adalah mereka yang memiliki ability
(kemampuan), performance (kinerja), personality (kepribadian), credibility (kepercayaan)
dan maturity (kematangan).
3.2. Saran
4. Salah satu efektivitas Pelayanan Rumah Sakit Umum harus menciptakan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit agar dapat melayani kebutuhan
dan keinginan serta memberikan kepuasan kepada pasien yang penerapannya harus
dilaksanakan oleh semua elemen organisasi rumah sakit secara komprehensif dan
berkelanjutan termasuk pula pasien sebagai pihak pemakai.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Asrul. 2011. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jacobalis, Samsi, 1982. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akreditasi Rumah Sakit,
Jakarta: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres PERSI II.
Moenir, HAS. 1996. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Wijono, Djoko, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol. I, Surabaya, Airlangga,
University Press.
Departemen Kesehatan RI, 1994. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: ditjen Yanmed.
Departemen Kesehatan RI, 1999. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat RSU dan Pendidikan.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1999. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit.
Jakarta.