Anda di halaman 1dari 37

TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN

OLEH KELOMPOK III:

1. SUTRYANI (P201902015)

2. AMSIDA (P201902002)

3. ILA FITRIANI BASRI (P201902047)

4. HERA YULIANINGSI TRI (P201902008)

5. MUH. AGUNG MANGGALA (P201902004)

6. MADANI (P201902030)

7. INDRIANI (P201902023)

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES MANDALA WALUYA KENDARI

T.A. 2019/2020

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena atas rahmat dan
hidayah_Nya kami dapat menyelesaikan makalah Psikososial dengan judul
“Transkultural Dalam Keperawatan” dengan sebaik-baiknya.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas


Psikososial. Makalah ini diantaranya berisi definisi keperawatan transkultural,
komponen dalam keperawatan transkultural, paradigma transcultural nursing, proses
keperawatan transcultural nursing serta literatur-literatur yang berhubungan dengan
transkulturan dalam keperawatan.

Kami sebagai penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini masih


banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan
bagi kita semua. Amin.

“Lepas dari segala kekurangan yang ada semoga makalah ini dapat
bermanfaat”

Kendari, 30 Oktober 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ...............................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

A. Latar Belakang ................................................................................


B. Tujuan .............................................................................................
C. Manfaat ...........................................................................................

BAB II LITERATURE REVIEW ...........................................................

BAB III PEMBAHASAN .........................................................................

A. Definisi Keperawatan Transkultural ..............................................

B. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural ...............................

C. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup ..................................................

D. Kompetensi budaya .........................................................................

E. Komunikasi lintas budaya ...............................................................

F. Komponen Dalam Keperawatan Transkultural ...............................

G. Paradigma Transcultural Nursing ..................................................

H. Proses Keperawatan Transcultural Nursing ..................................

BAB IV PENUTUP ...................................................................................

A. Kesimpulan .....................................................................................

B. Sasaran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge


yang kuat dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek
keperawatan. Salah satu teori keperawatan adalah transkultural nursing teori.
Teori ini menjabarkan konsep keperawatan didasari oleh pemahaman tentang
perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger
beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya
dan nilai-nilai dalam penerapan askep pada klien. Bila hal tersebut diabaikan
oleh perawat akan mengakibatkan Kultural Shock (Ferry & Makhfudli, 2009).

Kultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana
perawat tidak mampu beradaptasi dengan adanya perbedaan nilai budaya dan
kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan,
ketidakberdayaan, dan beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang
sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengungkapkan rasa nyeripada
beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan
rasa nyeri dengan berteriak atau menangis, tapi karena perawat memiliki
kebiasaan bila nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis
akan dianggap tidak sopan. Maka ketika mendapati klien tersebut menangis atau
berteriak maka perawat meminta untuk bersuara pelan atau berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap mengganggu pasien lainnya. Kebutaan
budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan (Ferry & Makhfudli, 2009).

Untuk itu, penting bagi seorang perawat untuk meningkatkan


pengetahuannya tentang transkultural, dan mengaplikasikannya sehingga tidak
terjadi Kultural Shock. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul
“Transkulturan Dalam Keperawatan”.

B. Tujuan

4
1. Mengetahui definisi keperawatan transkultural

2. Mengetahui tujuan penggunaan keperawatan transkultural

3. Mengetahui nilai-nilai budaya dan gaya hidup

4. Mengetahui kompetensi budaya

5. Mengetahui komunikasi lintas budaya

6. Mengetahui komponen dalam keperawatan transkultural

7. Mengetahui paradigma transcultural nursing

8. Mengetahui proses keperawatan transcultural nursing

C. Manfaat

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang transkultural dalam


keperawatan serta mampu untuk mengaplikasikannya di lapangan, sehingga
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kultural shock.

5
BAB II

LITERATURE REVIEW

NO Author/ Tittle Population Method and Result Conclusion Limitati Benefit


Year / Analysis on For The
Sample Future
1 Festini, Providi 201 Penelitian Perawat melaporkan mengalami kesulitan dalam Persentase Tidak Perawat
Filippo ng perawat menggunakan memberikan perawatan kepada anak-anak asing tinggi perawat secara dapat
et Transcu lingkunga metode deskriptif dan keluarga mereka. Responden melaporkan anak Italia spesifik mengetahu
al/2009 ltural to n di eksploratif yang bahwa mereka mengalami masalah dalam merasakan menjelas i bahwa
Childre Rumah dilakukan d hubungan perawat-pasien. Perawat kesulitan dalam kan penguasaa
n and Sakit Rumah Sakit menggambarkan berbagai masalah ini sebagai memberikan tentang n bahasa
Parents: Anak Anak Meyer masalah komunikasi umum, bahasa dan masalah perawatan kebuday sangatlah
An Meyer. Florence (Italia perbedaan budaya. Masalah ini menjadi rumit kepada anak- aan- penting
Explora Florence, Tengah). ketika perawat ingin menjelaskan terapi di rumah anak imigran kebuday sehingga
tory Italia Kuesioner setelah keluar dari rumah sakit karena kendala dan keluarga aan yang akan
Study dibagikan kepada bahasa. Walaupun memiliki mediator budaya mereka. Yang berbeda merasa
From 201 perawat di sukarela (yang berbicara dalam bahasa asli klien) menarik adalah antara terpacu
Italy Rumah Sakit di Rumah Sakit Italaia namun hal ini belum cukup bahwa lebih dari anak untuk
Anak Meyer, memadai terutama dalam situasi darurat. Perawat 40% perawat asing meningkat
Florence, Italia juga mengaku kesulitan dalam perawatan karena merasa tidak dengan kan
Partisipasi nutrisi dan kebiasaan makan pasien serta nyaman atau anak asli kemampua
bersifat sukarela kebersihan klien asing seperti makanan yang mengalami Italia. n
dan secara pribadi disediakan oleh rumah sakit tidak sesuai untuk perasaan tidak Seperti berbahasa
diusulkan kepada anak dan keluarga asing. Dalam 3,1% kasus, setuju tentang pada nya.
setiap perawat. perawat melaporkan adanya penolakan (oleh kebiasaan, kebersih
Dalam proses ini, orang tua) susu dari bank ASI. Selain nutrisi, kepercayaan, an yang
seorang guru 44,9% perawat yang berpartisipasi melaporkan atau perilaku diangga
bahasa Italia (di terdapat perbedaan sikap anak-anak asing dan klien mereka. p
tingkat sekolah keluarga mereka mengenai nyeri dengan anak- Hambatan menjadi
menengah) anak Italia dan keluarga mereka, menurut perawat, bahasa masalah
membantu beberapa anak asing memiliki toleransi rasa sakit dirasakan oleh tidak

6
memastikan yang lebih tinggi. Terkait agama, 26,3% dari populasi
dijelaska
interpretasi perawat melaporkan bahwa mereka mengalami perawat
n secara Italia
semantik yang masalah dalam memberikan perawatan karena sebagai masalah
rinci
benar dari setiap praktik keagamaan atau kebiasaan klien. Yang utama
perbedaa dalam
kata dan ekspresi paling sering dilaporkan adalah sulit memberi berhubungan
n apa
ketika orang tua kesempatan untuk melaksanakan dengan
yang anak-
mengevaluasi keyakinan mereka selama menjaga anaknya di RS, anak
terjadi dan
mereka untuk termasuk kepatuhan dengan aturan Ramadhan keluarga
pada
homogenitas, untuk pasien Muslim. Hal lain yang terjadi adalah mereka. Perawat
pola
analogi, atau terdapat agama yang tidak mengizinkan italia mengalami
kebersih
kesamaan makna. dilakukannya tranfusi darah. Dalam 43,4% kasus masalah dalam
an antara
perawat melaporkan bahwa mereka pernah perawatan ana
anak
menghadapi situasi perawatan di mana tidak asing
asing karena
setuju dengan perilaku atau kebiasaan orang tua perbedaan
dengan
dari anak-anak asing. budayanya
anak asli
seperti tentang
Italia.
asupan
Tidak
makanan, dan
dijelaska
kebersihan.
n apa
yang
harusnya
dilakuka
n
perawat
Italia
saat
mengha
dapi
masalah-
masalah
tersebut.
2 Wong Nursing 111 Survei deskriptif Sebagian besar responden melaporkan bahwa Sebagian besar Hanya Kita dapat
,celeste Respon perawat di dilakukan dengan ketika mereka merawat seseorang dari budaya responden menggu mengetahu
cang et ses to Kaiser menggunakan yang berbeda mereka menggunakan pengalaman melaporkan nakan i bahwa
7
al/2009 Transcu Permanent kuesioner yang sebelumnya, termasuk pengalaman dengan teman bahwa mereka responde pengalama
ltural e Santa berisi item pilihan dan keluarga, dan pada pendidikan dan pelatihan menggunakan n dari n dan
Encoun Clara ganda, isi kosong, mereka; lebih dari setengahnya juga termasuk pengalaman satu membaca
ters: Medical dan terbuka. pengalaman perjalanan dan informasi yang sebelumnya, tempat dapat
What Center Perawat di Kaiser diperoleh dari Internet atau media berita. termasuk kerja meningkat
Nurses Permanente Santa Responden melaporkan bahwa sumber daya apa pengalaman sehingga kan
Draw Clara Medical yang terbukti membantu merawat pasien dari dengan teman belum kemampua
on Center diundang budaya lain diantaranya juru bahasa, rekan kerja dan keluarga, bisa n perawat
When untuk mengisi yang beragam secara etnis, pasien dan keluarga dan melalui dipastika dalam
Faced kuesioner. Sesuai mereka, telah sangat membantu mereka. 77% (86 pendidikan dan n apakah menyelesa
with a waktu yang responden) melaporkan bahwa mereka pelatihan sebagian ikan
Patient disepakati, 111 menginginkan lebih banyak pelatihan dan mereka, dan besar kasus-
from perawat pendidikan berkelanjutan tentang budaya; 63% lebih dari perawat kasus
Anothe berpartisipasi (71) mengatakan bahwa harus ada lebih banyak setengahnya juga keperawat
r dengan juru bahasa. Responden juga merasa lebih juga termasuk melakuk an
Culture mengembalikan "terpapar budaya yang lebih beragam," serta pengalaman an hal termasuk
kuesioner yang bahan bacaan, karena berpotensi membantu. perjalanan dan yang saat
telah diisi. informasi yang sama menghada
diperoleh saat pi pasien
melalui Internet merawat dengan
dan media klien budaya
berita. dengan yang
budaya berbeda.
yang
berbeda.
Tidak
dijelaska
n secara
rinci apa
saja
yang
harus
dilakuka
n
8
seorang
perawat
saat
merawat
klien
dengan
budaya
yang
berbeda.
3 Kuwan Factors Perawat Menggunakan Faktor-faktor yang mempengaruhi skor otonomi Sensitivitas Tidak Melalui
o, Affecti yang desain deskriptif perawat Jepang ketika merawat pasien Jepang antar budaya dijelaska penelitian
Noriko ng bekerja di cross-sectional. adalah lama pengalaman perawat, dan sensitivitas adalah faktor n secara dapat
et al / Professi 27 rumah Peserta termasuk antar budaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi yang paling rinci diketahui
2019 onal sakit di 238 perawat skor otonomi perawat Jepang ketika merawat berpengaruh masalah- bahwa
Autono Jepang klinis yang pasien non-Jepang adalah lama pengalaman dalam masalah komunikas
my of bekerja di 27 perawat), sensitivitas antar budaya, jumlah pasien menjelaskan yang i sangatlah
Japanes rumah sakit di non-Jepang yang dirawat selama setahun terakhir, otonomi, dihadapi penting
e Jepang. ketersediaan layanan interpretasi dengan bahasa sementara itu, perawat dalam
Nurses Menggunakan yang diperlukan saat dibutuhkan dan persepsi otonomi sangat jepang melakukan
Caring skala Sensitivitas efektivitas layanan interpretasi yang disediakan terkait dengan dalam asuhan
for Antar budaya, dan kegunaan merawat keperawat
Cultura Skala untuk layanan pasien an yang
lly and Otonomi interpretasi. non- baik.
Linguis Profesional dalam Meningkatkan jepang Sehingga
tically Perawatan untuk kesadaran dan dan perawat
Diverse mengukur menghormati tidak dapat
Patients sensitivitas antar keanekaragaman pula meningkat
in a budaya dan budaya dengan dijelaska kan
Hospita otonomi menawarkan n upaya- kesadaran
l profesional. pendidikan upaya dan
Setting Analisis bertahap keperawatan yang menghorm
in berganda transkultural harusnya ati
Japan digunakan untuk melalui rumah dilakuka keanekara
mengidentifikasi sakit dan n gaman
9
faktor-faktor sekolah adalah perawat budaya
paling signifikan elemen penting jepang
yang untuk untuk
mempengaruhi meningkatkan mengata
otonomi sensitivitas antar si hal
profesional budaya. Selain tersebut.
itu, komunikasi
yang efektif
sangat penting
untuk otonomi
perawat Jepang
dalam merawat
pasien non-
Jepang.
4 Chang, Embrac Mahasisw Penelitian ini Mengenai kesulitan yang dirasakan sendiri dalam TNC meningkat Tidak Kita dapat
Luna et ing a semester adalah desain komunikasi bahasa Inggris, 19% dari peserta secara signifikan dirincika mengatahu
al/2018 diversit 4 di salah kuasi- melaporkan kesulitan mendengarkan, 29% dari praktik n materi- i bahwa
y and satu Junior eksperimental. melaporkan kesulitan verbalisasi, dan 16% keperawatan materi mengemba
transcul Perguruan Para peserta melaporkan kesulitan membaca. Di antara para komunitas yang ngkan
tural Tinggi direkrut dari peserta, 33% melaporkan memiliki pengalaman bersama dibawak TNC
society Keperawat mahasiswa bepergian ke luar negeri, 7% melaporkan belajar lokakarya an pada keperawat
through an di semester 4 di di luar negeri untuk periode jangka pendek, dan perawatan saat an, siswa
commu Taiwan suatu Junior 98% melaporkan melakukannya dengan komitmen budaya. Untuk lokakary harus
nity Selata. 46 Perguruan Tinggi untuk keperawatan. Hanya satu variabel mengembangka a, dididik
health orang Keperawatan di demografis, usia, yang berbeda secara signifikan n TNC sehingga dalam
practicu yang Taiwan Selatan. antara kelompok kontrol dan eksperimen, karena keperawatan, kita pengetahu
m terlibat Peserta studi peserta eksperimen menerima survei penelitian siswa harus tidak an
among dalam berpartisipasi setelah peserta kelompok kontrol melakukannya. dididik dalam mengeta transkultur
college kelompok secara sukarela Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pengetahuan hui apa al yang
nursing intervensi dalam survei, dari dalam tiga kategori, pengetahuan transkultural, transkultural saja hal- penting,
student dan 49 46 orang terlibat kesadaran transkultural, dan keterampilan yang penting, hal kesadaran,
s orang dalam kelompok keperawatan transkultural, meningkat secara kesadaran, dan penting dan
dalam intervensi dan 49 signifikan pada kelompok kontrol. Selanjutnya, keterampilan yang keterampil
kelompok orang dalam kelompok eksperimen menunjukkan lebih banyak keperawatan. perlu an
10
kontrol kelompok peningkatan di semua lima kategori kepercayaan Selain itu, diketahu keperawat
kontrol. transkultural. kecakapan i an serta
Para mahasiswa Mengenai periode sebelum implementasi berbahasa mahasis kecakapan
kelompok kurikulum, peserta kelompok kontrol memiliki Inggris dapat wa berhasa
eksperimen kompetensi yang jauh lebih besar dalam membantu siswa keperaw Inggris
terlibat dalam tiga pengetahuan transkultural dan keterampilan untuk mengenali atan bagi
kali lokakarya keperawatan daripada peserta kelompok beragam budaya si author
tentang masalah eksperimen. Namun, menggunakan analisis dalam
kesehatan ANCOVA untuk membandingkan kedua masyarakat
multikultural dan kelompok untuk periode setelah implementasi global. TNC
manajemen kasus kurikulum mengungkapkan bahwa kelompok sangat penting
pasangan asing. eksperimen menunjukkan peningkatan yang lebih untuk
Lokakarya TNC signifikan dalam lima kategori kompetensi budaya menyediakan
terdiri dari kuliah daripada kelompok kontrol lakukan. Ini berarti kebutuhan
interaksi 10 jam. bahwa lokakarya budaya bersama dengan perawatan
kurikulum praktik keperawatan kesehatan kesehatan yang
masyarakat dapat meningkatkan kompetensi seringkali
siswa. Namun, nilai rata-rata pengetahuan kompleks dari
transkultural, kesadaran dan keterampilan pasien, keluarga
keperawatan masih di bawah 3 poin tidak peduli mereka, dan
sebelum atau setelah lokakarya. Itu menunjukkan masyarakat.
beberapa siswa tidak dapat melakukan pelayanan TNC
kesehatan dengan sensitivitas budaya secara mensyaratkan
konsisten. Faktor yang secara signifikan menyediakan
mempengaruhi keterampilan keperawatan layanan
transkultural adalah pengetahuan transkultural, keperawatan
kesadaran, dan kemahiran membaca bahasa dalam situasi
Inggris yang dirasakan sendiri. yang sesuai
dengan budaya
dan peka budaya
di mana masalah
kesehatan
muncul.

11
5 Naraya The Mahasisw Penelitian Mayoritas perawat terdaftar (76%; n = 74) dan Temuan Tidak Penelitian
nasamy, ACCES a tahun ke tindakan bersifat perawat mahasiswa (74%; n = 51) menunjukkan keseluruhan dari dipapark ini
Aru/20 S 3 (n = 69) situasional karena bahwa penekanan model pada peningkatan penelitian ini an memberik
15 model: dan berkaitan dengan kesadaran akan variasi dalam respons verbal dan mengkonfirmasi alasan an
a perawat identifikasi non-verbal berguna atau sangat berguna. bahwa model perawat informasi
transcul terdaftar masalah yang Aspek perawatan transkultural ini akan ACCESS dan bahwa
tural (n = 97) terkait dengan meningkatkan peran perawat dalam intervensi menawarkan mahasis ntuk
nursing yang telah konteks tertentu terapeutik dalam perawatan pasien etnis minoritas kerangka kerja wa membangu
practice berpartisip dan ketika menggunakan model ACCESS yang bermanfaat perawat n
framew asi dalam melembagakan bagi perawat mengan hubungan
ork program langkah-langkah yang ggap dalam
pendidika untuk menerapkan bahwa hubungan
n menyelesaikanny praktik model terapeutik,
keperawat a dalam konteks perawatan lintas ACCES perawat
an itu.. Penelitian budaya. S harus
transkultur tindakan ACCESS berguna menggamb
al pra dan menggunakan sebagai akronim arkan rasa
pasca proses kolaboratif memungkinkan hormat
pendaftara dan partisipatif di perawat untuk yang tulus
n mana para menyadari fitur- untuk
berdasarka peneliti dan fitur utamanya pasien
n model peserta bekerja ketika mereka.
ACCESS bersama dengan melakukan Model
bertindak, intervensi ACCESS
mengevaluasi dan keperawatan berfokus
memodifikasi dalam pada aspek
praktik secara perawatan perawatan
terus menerus pasien etnis ini dan
untuk membawa minoritas. menunjuk
perubahan. Proses Model ACCESS kan bahwa
penelitian ini berupaya untuk penghorm
yakni mengeluarkan atan dapat
mengumpulkan kewajiban moral dibangun
data, analisis data, dan etika yang dengan
12
interpretasi, melekat dalam memperla
tindakan profesional yang kukan
(pendidikan peduli. Ini pasien
praktik) dan termasuk sebagai
evaluasi. motivasi untuk individu
peduli, berbelas dengan
kasih, dan kebutuhan
bermanfaat bagi yang
mereka yang dipengaru
berada dalam hi oleh
krisis dan keyakinan
kebutuhan dan nilai-
kesehatan. nilai
Implikasi dari budaya.
model ini adalah Model ini
bahwa ini dapat memungki
menjadi nkan
panduan yang perawat
berguna bagi untuk
perawat yang menyadari
berusaha faktor-
memberikan faktor ini
perawatan yang ketika
sensitif secara melakukan
budaya untuk intervensi
pasien etnis terapeutik.
minoritas.
6 Amerso The 14 lulusan Penelitian ini Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran- Pembelajaran Penelitia Penelitian
n, Influen keperawat menggunakan layanan mempromosikan pertumbuhan sosial layanan n tidak ini
Roxann ce of an, yang studi kasus sambil memberikan kesempatan untuk internasional dilakuka memberi
e /2012 Internat sebelumny kualitatif untuk meningkatkan self-efficacy selama pertemuan memberikan n dengan kita
ional a menjelaskan budaya dengan populasi yang beragam. Lulusan peluang bagi tatap informasi
Service berpartisip bagaimana keperawatan mampu memberikan perawatan yang pertemuan muka bahwa saat
- asi dalam partisipasi dalam kongruen secara budaya sebagai hasil dari budaya yang melaink perawat
13
Learnin perjalanan proyek peningkatan self-efficacy transkultural mereka. memengaruhi an telah
g on internasio pembelajaran dimensi melalui mengabdi/
Transcu nal ke layanan pembelajaran telpon. kerja, akan
ltural Ekuador internasional kompetensi Karenan membuat
Self- atau selama kursus budaya, yang ya waktu perawat
Efficac Guatemala kesehatan memungkinkan yang tersebut
y in masyarakat praktik dalam dibutuhk meningkat
Baccala mempengaruhi menerapkan an lebih kan efikasi
ureate self-efficacy pengetahuan lama. drinya
Nursing transkultural transkultural Jika atau
Graduat mahasiswa dikehidupan menggu kemampua
es and keperawatan nyata. Siswa nakan n diri
their sarjana muda dapat tatap sendiri
Subseq setelah lulus dan mempelajari muka untuk
uent praktik klinis banyak detail hanya mengorga
Practice berikutnya tentang beragam perlut nisir dan
sebagai perawat kelompok etnis 20-30 menggerak
terdaftar. di kelas, tetapi menit kan
Melibatkan 22 keefektifan diri untuk sumber-
siswa yang telah transkultural keseluru sumber
berpartisipasi hanya akan han tindakan
dalam benar-benar namun yang
pengalaman meningkat karena dibutuhka
pembelajaran ketika siswa hanya n.
servicelearning. memiliki melalui
Wawancara kesempatan telepon
telepon dilakukan untuk maka
dengan 14 siswa. mempraktikkan waktu
Wawancara keterampilan ini. yang
telepon semi diperluk
terstruktur dengan an
beberapa adalah
pertanyaan 20-30
demografis dan menit x
14
lima pertanyaan jumlah
terbuka. Durasi dari
wawancara rata- sampel.
rata 20-30 menit.
Setiap wawancara
telepon direkam.

15
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi Keperawatan Transkultural

Keperawatan transkultural merupakan ilmu budaya dalam keperawatan


untuk mengembangkan landasan pengetahuan ilmiah dan humanistic guna
menyiapkan praktik asuhan keperawatan pada kebudayaan yang spesifik dan
universal meliputi proses belajar dan praktik keperawatan yang berfokus pada
perbedaan dan kesamaan diantara budaya (Nevia, 2018).

Keperawatan transkulturan merupakan ilmu dan kiat yang humanis,


yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk
mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara
fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya (Leininger,1984) (dikutip
dari Ferry & Makhfudli, 2009). Pelayanan keperawatan transkultural diberikan
kepada klien sesuai dengan latar belakang budayannya (Ferry & Makhfudli,
2009)

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya


pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002) (dikutip dari Efy Afifah,
2012).

Tujuan dari keperawatan transkultural adalah untuk mengidentifikasi,


menguji, mengerti dan menggunakan pemahaman keperawatan transkultural
untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan
keperawatan (Efy Afifah, 2012).

16
B. Tujuan Penggunaan Keperawatan Transkultural

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalalh mengembangkan


sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan
pada kebudayaan (kultur) yang spesifik dan universal (Leininger,1978) (dikutip
dari Ferry & Makhfudli, 2009). Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan
dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain
seperti pada suku Osing, Tengger, ataupun Dayak. Sedangkan kebudayaan yang
universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan
dilakukan oleh hampir semua kebudayaan seperti budaya olehraga untuk
mempertahankan kesehatan (Ferry & Makhfudli, 2009).

Negosisasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan


untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya. Perawat membantu kline agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan.
Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan
makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut dapat mengganti
ikan dengan sumber protei nabati yang lain (Ferry & Makhfudli, 2009).

Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki


merugikan status kesehatan klien. Perawat berupaya melakukan strukturisasi
gaya hidup klien yang biasanya merokokmenjadi tidak merokok. Seluruh
perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang
budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap
saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yanglebih menguntungkan
dansesuai dengan keyakinan yang dianut (Ferry & Makhfudli, 2009).

C. Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup

Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenal


apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai budaya adalah
sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budayan yang baik atau
buruk. Sedangkan, norma adalah aturan sosial atau patokan perilaku yang

17
dianggap pantas. Norma budaya merupakan suatu kaidah yang memiliki sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait (Ferry & Makhfudli, 2009).

Nilai dan norma yang diyakini oleh individu tampak di dalam


masyarakat sebagai gaya hidup sehari-hari (Meyer, 2003) (dikutip dari Ferry &
Makhfudli, 2009). Hal-hal yang perlu berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan
gaya hidup adalah posisi atau jabatan, misalnya ketua adat atau direktur, bahasa
yang digunakan, bahasa nonverbal yang sering ditunjukkan klien, kebiasaan
membersihkan diri, kebiasaan makan, pantang terhadap makanan tertentu
berkaitan dengankodisi tubuh yang sakit, saran hiburan yang biasa
dimanfaatkan, serta persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari,
misalnya klien menganggap dirinya sakit apabila sudah terbaring di tempat tidur
dan tidak bisa pergi ke mana pun (Ferry & Makhfudli, 2009).

D. Kompetensi Budaya

Kompetensi budaya adalah seperangkat perilaku, sikap dan kebijakan


yang bersifat saling melengkapi dalam suatu sistem kehidupan sehingga
memungkinkan untuk berinteraksi secara efektif dalam suatu kerangka
berhubungan antarbudaya di dunia. Kompetensi budaya juga merupakan suatu
kemampuan dan sistem nilai yang dimilik individu dalam berspons secara
efektif terhadap semua keduyaan yang dihadapi, kelompok kelas kehidupan, ras,
latar belakang etnik, agama, serta memahami perilaku yang diaktualisasikan,
memahami perbedaan dan kesamaan sistem niali yang dianut individu, keluarga,
komunitas, serta kemampuan meproteksi dan memelihara harga diri siapa pun
yang dihadapi (Ferry & Makhfudli, 2009).

Kompetensi budaya mencakup memahami dan menghormati perbedaan


antara klien dankeluarga mengenai sistem niali yang dianut, diharapkan, dan
pengalaman menerima pelayanan kesehatan. Pada kesempatan yang sama,
perawat perlu mencermati potensi teraktualisasinya praktik keperawatan atau
kesehatan berbasis budaya. Asuhan keperawatan yang berbasis kompetensi
budaya memungkinkan perawat sebagai petugas kesehatan mengelola secara

18
utuh elemen-elemen pelayanan kesehatan di keluarga, termasuk mengelola
hambatan atau tantangan di tingkat institusional (Ferry & Makhfudli, 2009).

Pendekatan transkultural merupakan suatu perspektif yang unik karena


bersifat kompleks dan sistematis secara alamiah yang secara konstektual
melibatkan banyak hal, seperti bahasa yang digunakan, tradis, nilai historis yang
teraktualiasikan, serta ekonomi. Konsekuensinya, perawat sebagai tenaga
kesehatan perlu memahami perbedaan substansi di antara individu, keluarga,
komunitas termasuk organisasi pelayanan kesehata. Misalnya, keluarga yang
tinggal di daerah pantai, pegunungan atau pengungsian, mereka mimiliki
konteks yang berbeda termasuk sistem nilai yang diaktualisasikan. Perawat
keluarga idealnya memiliki kompetensi budaya sehingga asuhan keperawatan
yang diberikan efektif dan bersifat humanis (Ferry & Makhfudli, 2009).

E. Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi antara perawat dengan klien merupakan lintas budaya.


Komunikasi budaya dapat dimulai melalui proses diskusi dan bila perlu dapat
dilakukan identifikasi melalui bagaimana cara masyarakat dari berbegai budaya
di Indonesia berkomunikasi misalnya di suku Jawa, Betawi, Sunda, Padang,
Bengkulu, Osing, Tengger dan sebagainya (Ferry & Makhfudli, 2009).

Komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa


Indonesia sebagai bahasa opengantar atau menggunakan bahasa daerah sebagai
bahasa ibu. Bila tidak memahami bahasa klien, perawat dapat menggunakan
penerjemah. Dalam komunikasi lingas budaya, perawat dapat menjumpai suatu
hal yang pada budaya tertentu bermakna positif, tetapi di budaya lain dapat
bermakna negatif (Ferry & Makhfudli, 2009).

Hal ini harus dipahami oleh perawat sehingga tidak menyebabkan


terputusnya komunikasi. Misalnya, orang Madura yang sedang menjenguk
keluarganya yang akan dibiopsi. Perawat menjelaskan bahwa biopsi merupakan
salah satu tindakan operasi untuk mengetahui lebih jauh tentang status kesehatan
klien. Mendengar kata “operasi”, orang Madura tersebut teringat tetangganya

19
yang terkena tumor dan sembuh setelah di “operasi”. Bila tidak diklarifikasi
maka akan menyebabkan komuniasi karena salah persepsi tersesbut (Ferry &
Makhfudli, 2009).

Hampir sama seperti kasus gizi buruk, perawat perlu berhati-hati jika
hendak mengatakn kepada keluarga bahwa anaknya mendrita gizi buruk, sebab
tidak semua keluarga bisa menerimanya. Mungkin lebih aman bagi perawat
keluarga untuk mengatakan bahwa anak Ibu tersebut berat badannya kurang atau
menurut Kartu Menuju Sehat berada di bawah garis merah (Ferry & Makhfudli,
2009).

Perawat keluarga saat bekerja sama dengan keluarga harus melakukan


komunikasi secara alamiah agar mendapat gambaran budaya keluarga yang
sesungguhnya. Pada saat melakukan asuhan keperawtan kepada keluarga dengan
latar belakang budaya yang berbeda dengan perawat, sebaiknya perawat
mengidentifikasi budaya keluarga agar dapat mengaktualisasikannya ke dalam
kehidupan sehari-hari secara bermakna. Bila perlu, klien tidak sendiri, tetapi
ditemani oleh anggota keluarga lain yang dapat memberikan klarifikasi
perbedaan budaya yang memengaruhi interaksi tersebut. Situasi mayoritas lokal
dan nasional perlu diperhatilkan. Hal ini terkait dengan sistem nilai dan
kepercayaan yang mendasari interaksi dalam pola asuhan keluarga. Misalnya,
secara lokal dan nasional mayoritas muslim, maka sistemnilai dalam pola asuha
keluarga dan interaksi di dalamnya dalap didominasi oleh ajaran Islam (Ferry &
Makhfudli, 2009).

Praktik memeprtahankan kesehatan atau menyembuhkan anggota


keluarga dari gangguan kesehatan dapa didasarkan pada kepercayaan yang
dianut tersebut. Di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, terdapa peraturan yang
mewajibkan para wanita untuk memaki jilbab, aturan ini tentunya berbeda di
provinsi lain. Para wanita muslimah juga lebih senang jika pertolongan
persalinan ditolong oleh bidan atau dokter perempuan. Secara lokal dan
nasional, masyarakat Indonesia masih menghargai seseorang yang usianya lebih

20
tua. Kokmpetensi komunikasi lintas budaya ini perlu menjadi perhatian khusus
perawat (Ferry & Makhfudli, 2009).

Komunikasi nonverbal acap kali menjadi lebih bermakna dibanding


komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal meliputi mimik wajah, sorot mata,
bentuk bibir, jarak, gerakkan anggota tubuh dan posisi tubuh, tekanan suara,
objek yang selalu diperhatikan, serta sentuhan. Mimik waja dapat menunjukkan
emosi seseorang secara universal (Andrews dan Boyle, 1995) (dikutip dari Ferry
& Makhfudli, 2009). Sorot mata dapat menunjukkan sikap bersahabat atau
marah. Untuk dapat memahami bahasa nonverbal, perawat harus berlatih secara
optimal. Pada kepercayaan Islam, bersalaman dan berpelukan dengan sesam
jenis menunjukkan keakreban dan rasa penghormatan (Ferry & Makhfudli,
2009).

Bahasa yang digunakan pada komunikasi lintas budaya perlu mendapat


perhatian khusus. Bahasa di tanah Jawa umumnya bertingkat-tingkat bergantug
pada lawan bicara yang dihadapi. Dalam bahasa Jawa dan Sunda dikenal
tingkatan bahasa kelas bawah, menenga, dan kromo inggil. Bla kita
memerhatikan suku Jawa atau suku Madura sendang berbicara dengan lawa
bicaranya, kita akan tahu dari bahasa yang digunakan. Bila sesorang
menggunakan bahasa yang kasar, biasanya posisinya secara sosial lebih
terhormat, sedangkan yang menggunakan bahasa kromo inggil lebih rendah
karena menghormati orang yang posisinya lebih tinggi atau lebih dituakan. Pada
suku Bali tradisional juga terdapat beberapa tingkatan pemakaina bahasa, hal ini
lain lagi jika berhadapan dengan suku Betawi yang tidak memandang
pembagian pola bahasa tersebut (Ferry & Makhfudli, 2009).

Budaya dan makanan memiliki hubungan yang sangat erat. Makanan


berfungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi tubuh. Konsumsi
dan penyajian makanan berkaitan dengan budaya individu, keluarga dan
komunitas setempat. Misalnya dalam suku Jawa, porsi makanan antara anak
dengan orang tua berbeda. Orang tua sebagai pencari nafkah mendapat jatah

21
makan lebih banyak terutam lauk pauknya. Sedangkan, si anak hanya mendapat
sisa atau bagian yang gizinya kurang. Contoh lain, budaya makan nasi pada saat
panen padi dan meninggalkan makan sayur-sayuran (wortel) di daerah Cianur
pada era tahun 70-an ternyata menyebabkan angka rabun senja meningkat saat
musim padi dan menurun saat musim tanam padi (Sudiharto,2007) (dikutip dari
Ferry & Makhfudli, 2009).

Kondisi tersebut dapat dialami oleh berbagai suku yang akan dijumpai
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Setiap suku acap kali
mengaktualisasikannya secara berbeda. Kondisi ini harus dipahami betul oleh
perawat. Contoh lain, di Lumajang, Jawa Timur, daun kelor muda digunakan
untuk disayur dan dimakan, tetapi di Jakrta digunakan untuk memandikan mayat
dan tidak dimakan. Suku Padang tidak terbiasa makan sayur atau lalapan seperti
suku Sunda. Budaya makan suku Padang yang terlalu banyak mengonsumsi
lemak dan santan mengakibatkan tingginya prevalensi kejadian stroke atau
penyakit vaskular lain. Sementara, budaya makan suku Sunda yang sedikit
mengonsumsi lemak dan banyak sayur-sayuran berisiko menimbulkann
defisiensi vitamin A karena vitamin A larut dalam lemak dan lemak yang
tersedia di struktur otot suku Sunda tidak optimal untuk menyimpan vitamin A
(Ferry & Makhfudli, 2009).

Budaya memengaruhi individu dan keluarga dalam menentukan


makanan yang dikonsumsi. Masyarakt Islam tidak akan memakan daging anjing,
babi atau hewan yang dianggap yang disembelih tanpa menyebut nama Allah.
Masyarakat Kristen boleh memakan daging babi atau anjing, sementara
masayarakat Hindu tidak mengonsumsi daging sapi walaupun agama lain boleh
(Ferry & Makhfudli, 2009).

Perawat salah satunya harus memahami dan menyadari jeinis makanan


dan pola diet yang dilakukang kelurga dan melakukan asuhan keperawatan
transkulturan.

22
F. Komponen Dalam Keperawatan Transkultural

Teori keperawatan terdiri dari beberapa komponen (Leininger dalam Andrews &
Boyle, 2003) (dikutip dari Nevia, 2018)

1. Care

Suatu abstrak yang menunjukkan kejadian yang berhubungan dengan


bantuan, dukungan, memfasilitasi sesuai kebutuhan atau mengantisipasi
kebutuhan guna meningkatkan kesehata, keadaan manusia, cara hidup
bahkan menghadapi kematian.

2. Culture

Suatu pandangan hidup seseorang individu atau kelompok yang mengacu


pada nilai-nilai, keyakinan atau norma, pola dan prakti yang dipelajari,
dibagikan dan diwariskan antar generasi.

3. Culture care

Kebudayaan yang berasal dari tindakan membantu, mendukung individu


atau kelompok dengan kebutuhan guna mengantisipasi masalah yang
membutuhkan pedoman dalam pengambilan keputusan

4. Culture care diversity

Beragam budaya dalam mengartikan perawatan, pola, nilai-nilai, simbol,


dan adat istiadat pada suatu budaya

5. Worlview

Cara individu atau kelompok dalam memahami duni mereka dalam


memberikan penilaian terhadap sikap, gambar, atau perspektif tentang
kehidupan mereka.

23
6. Cultural and social structure dimension

Suatu pola budaya yang berhubungan dengan agama atau spiritualitas,


keluarga atau sosial, peraturan dan kebijakan, pendidikan, ekonomi, nilai-
nilai budaya, bahasa dan faktor ethnohistory dalam perbedaan budaya

7. Environment context

Gabungan peristiwa atau pengalaman hidup terkait yang memberikan


makna dan untuk membimbing pernyataan dan keputusan manusia, tertama
dalam lingkungan maupun wilayah geografis

8. Ethnohistory

Rangkaian peristiwa dar watu ke waktu yang disaksikan oleh orang-orang


yang mempelajarinya

9. Emic

Mengacu pada pandangan lokal atau pandangan dari dalam dan nilai-nilai
tentang peristiwa

10. Etic

Mengacu pada pandangan luar dan nilai-nilai tentang peristiwa

11. Health

Negara yang sehat diketahui dari budaya yang ditetapkan, dinilai dan
dipraktikan oleh individu maupun kelompok yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.

12. Nursing

Mempelajari humanistic berdasarkan keilmiahan yang dilakukan pada


perawatan budaya, pengetahuan holistic dan kompetensi untuk membantu
individu atau kelompok dalam mempertahankan kesehatan mereka,

24
kesejahteraan yang berhubungan dengan kehidupan manusia dan kematian
yang bermakna denga baik

13. Culture care prevention and or maintenance

Bantuan, dukungan, fasilitas tindakan profesional dan keputusan yang


membantu orang guna mempertahankan dan atau melestarikan nilai-nilai
perawatan yang relevan sehingga mereka dapat mempertahankan
kesejahteraan mereka, sembuh dari penyakit. Tindakan keperawatan
diberikan sesuai dengan nilai yang relevan sehingga status keseahatan
mereka mencapai optimal

14. Culture care accomodation and/or negotiations

Bantuan, dukungan, fasilitas tindakan professionall dan keputusan yang


membantu orang dari budaya yang ditunjuk untu beradaptasi atau
bernegosiasi untuk hasil kesehatan yang lebih menguntungkan

15. Culture care repatterning and/or restrcturing

Bantuan, dukungan, fasilitas tindakan profesional dan keputusan


yangmembantu oran guntuk mengubah atau memodifikasi pandangan hidup
mereka dalam pola kesehatan yang baru, berbeda dan menguntungkan
namun masih menghormati nilai budaya dan keyakinan

16. Culture competent nursing care

Kompetensi keperawatan budaya yang digunakan berdasarkan perawatan


budaya dan pengetahuan tentang kesehatan dan kebiasaan yang berarti
memutuskan kebiasaan hidup untuk menghadapi kesakitan, cacat atau
kematian bagi individu maupun kelompok.

25
G. Paradigma Transcultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural


sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan
dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995) (dikutip dari Asriwati & Irawati.
2019).).

Berikut penjelasan dari keempat konsep sentral (dikutip dari Asriwati


& Irawati. 2019). :

1. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai


dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada.

2. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi


kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat
diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai
tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif.

3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang


mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan
dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan
budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik,

26
sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau
diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir
tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat
yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan
individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup,
bahasa dan atribut yang digunakan.

4. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada


praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan
individu sesuai dengan budaya klien.

H. Proses Keperawatan Transcultural Nursing

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam


menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam
bentuk matahari terbit (Sunrise Model) (dikutip dari Efy Afifah, 2012). Geisser
(1991) (dikutip dari Efy Afifah, 2012) menyatakan bahwa proses keperawatan
ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (dikutip dari Efy Afifah, 2012).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi


masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger

27
and Davidhizar, 1995) (dikutip dari Nevia, 2018). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" (dikutip dari
Nevia, 2018).

a. Faktor teknologi

Faktor teknologi dapat berupa akses pada teknologi informasi, akses


dalam komunikasi, akses pada media pers, akses pada alat elektronik di
lingkungan, akses pada pelayanan kesehatan. Dalam hal ini lansia dapat
mencari akses informasi terkait kesehatan di lingkungan sekitar dan
pelayanan kesehatan terdekat dengan mudah di era globalisasi serta
memanfaatkan perkembangan teknologi guna memperoleh alat untuk
menunjang kesehatan

b. Faktor keyakinan dan falsafah hidup

Faktor keyakinak dan filosofi dapat berupa prakti religious, konsultasi


pada terapis tradisional, arti hidup, kekuatan individu, kepercayaan,
spiritualitas dan kesehata, nilai personal, norma dan kepercayaan
religious. Metode pengobatan dan keyakinan yang dianut oleh individu
lansia dapat berdampak positif atau negatif terhadap status kesehatan.

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga

Faktor sosial dan keterikatan keluarga berupa struktur keluarga,


kerukunan dalam keluarga, nilai keluarga, peran keluarga, komposis
keluarga, tugas perkembangan keluarga, status sosial, penyakit keluarga
serta situasi emosional seperti dukungan keluarga. Sedangkan
dukungan sosial diklasifikasikan menjadi:

1) Dukungan emosional

Dukungan berupa empati, kepedulian, dan perhatian terhadap


orang bersangkutan

28
2) Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan dapat terjadi melalui rassa ungkapan


hormat atau penghargaan positif untuk orang lain, dorongan maju
atau persetujuan dengan pendapat individu dan perbandingan
positif antar individu.

3) Dukungan instrumental

Mencakup bantuan lang

4) Dukungan informatif

Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta


petunjuk dalam pencarian metode pengobatan yang akan
dikehendaki sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu
(Nursalam & Kurniawati,2007) (dikutip dari Nevia, 2018).

d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh


penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri serta keputusan dalam pengobatan.

e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku

Kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam keperawatan transkurtural


adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam
asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995) (dikutip
dari Nevia, 2018). Faktor ini meliputi akses keamanan publik
(keamanan kesehatan, pendidikan, lingkungan, pekerjaan, transportasi,

29
sosial), akses keadilan, kenegaraan, partisipasi politik, kebebasan
berpikir dan berekspresi, komunikasi intra institusional, komunikasi
inter sektor, komunikasi inter institusional.

f. Faktor ekonomi

Ekonomi adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan


materialnya dari sumber yang terbatas. Individu yang membutuhkan
perawatan memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi perlu dikaji
seorang perawat antara lain pemasukan dalam keluarga, sumber
penghasilan lain, asuransi kesehatan, dampak penghasilan terhadap
kesehatan.

g. Faktor pendidikan

Faktor pendidikan dapat berupa pengetahuan, akses ke pendidikan,


literasi (membaca dan menulis), kebiasaan membaca dan menuliss,
akses ke informasi, penyelesaian masalah dan performa intelektual.
Menurut Notoatmodjo (2005) (dikutip dari Nevia, 2018) beberapa
faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain
pendidikan bai formal maupun non formal, media massa, tradisi dan
budaya, lingkungan, pengalaman dari orang tersebut.

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam


menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien,
jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali
(dikutip dari Nevia, 2018).

30
Prinsip-prinsip pengkajian budaya (dikutip dari Nevia, 2018):

a. Jangan menggunakan asumsi

b. Jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal: orang padang pelit,
orang jawa halus

c. Menerima dan memahami metode komunikasi

d. Menghargai perbedaan individual

e. Mengahargai kebutuhan personal dari setiap individu

f. Tidak beleh membeda-bedakan keyakinan klien

g. Menyediakn ptivacy terkait kebutuhan pribadi

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya


yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan.
(Giger and Davidhizar, 1995) (dikutip dari Nevia, 2018).. Terdapat tiga
diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :

a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur

b. Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural

c. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai


yang diyakini.

3. Perencanaan dan pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu


proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan
tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and

31
Davidhizar, 1995) (dikutip dari Nevia, 2018). Ada tiga pedoman yang
ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995)
(dikutip dari Nevia, 2018) yaitu :

a. Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak


bertentangan dengan kesehatan

b. Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang


menguntungkan kesehatan

c. Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan


dengan kesehatan.

Penjelasan dari ketiga pedoman tersebut adalah sebagai berikut (dikutip dari
Nevia, 2018) :

a. Cultural care preservation/maintenance/mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak


bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah
dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga
setiap pagi.

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang


proses melahirkan dan perawatan bayi

2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan


klien

3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan


perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation /negosiasi budaya

32
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.

1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana


kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik

c. Cultual care repartening/reconstruction/restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki


merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.

1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang


diberikan dan melaksanakannya

2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya


kelompok

3) Gunakan pihak ketiga bila perlu

4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan


yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua

33
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya
akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak
memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas
keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.

4. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan


klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,
mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhanan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang klien (dikutip dari Nevia,
2018).

34
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keperawatan transkultural merupakan ilmu budaya dalam keperawatan


untuk mengembangkan landasan pengetahuan ilmiah dan humanistic guna
menyiapkan praktik asuhan keperawatan pada kebudayaan yang spesifik dan
universal meliputi proses belajar dan praktik keperawatan yang berfokus pada
perbedaan dan kesamaan diantara budaya. Teori keperawatan terdiri dari
beberapa komponen yakni care, culture, culture care, culture care diversity,
worlview, cultural and social structure dimension, environment context,
ethnohistory, emic, etic, health, nursing, culture care prevention and or
maintenance, culture care accomodation and/or negotiations, culture care
repatterning and/or restrcturing dan culture competent nursing care.

B. Saran

1. Diharapkan agar mahasiswa dapat memahami tentang transkurtural dalam


keperawatan dan dapat mengaplikasikannya di lapangan.

2. Diharapkan perawat dan tim kesehatan lainnya selalu memikirkan latar


belakang budaya yang dimiliki pasiennya dalam menentukan intervensi dan
melakukan implementasi sehingga dapat mencegah terjadinya konflik
antara pasien dengan tim kesehatan

3. Diharapkan tim kesehatan mampu berpikir secara kritis dalam menghadapi


setiap masalah dengan pasien yang berhubungan dengan latar belakang
budayanya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Asriwati & Irawati. 2019. Buku Ajar Antropologi Kesehatan Dalam Keperawatan.
Deepublish: Yogyakarta

Efendi, Ferry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta

Jurnal :

Afifah, Efy. Keragaman Budaya dan Perspektif Transkultural dalam Keperawatan.


http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/transkulturalnursing.pdf.Aplic
ation-pdf diakses tanggal 30 Oktober 2019

Amerson, R. (2009). The influence of international service-learning on cultural


competence in baccalaureate nursing graduates and their subsequent nursing
practice, Ph.D., 103. Retrieved from
http://proquest.umi.com.library.capella.edu/pqdweb?did=1951807731&Fmt=7
&clientId=62763&RQT=309&VName=PQD

Cang-Wong, C. (2009). Nursing Responses to Transcultural Encounters: What


Nurses Draw on When Faced with a Patient from Another Culture. The
Permanente Journal, 13(3). https://doi.org/10.7812/tpp/08-101

Chang, L., Chen, S. C., & Hung, S. L. (2018). Embracing diversity and transcultural
society through community health practicum among college nursing students.
Nurse Education in Practice, 31, 156–160.
https://doi.org/10.1016/j.nepr.2018.05.004

Festini, F., Focardi, S., Bisogni, S., Mannini, C., & Neri, S. (2009). Providing
transcultural to children and parents: An exploratory study from Italy. Journal
of Nursing Scholarship, 41(2), 220–227. https://doi.org/10.1111/j.1547-
5069.2009.01274.x

Indriani , Nevia Ratri. 2018. Analisis Faktor Pemanfaatan Kerokan Pada Lansia
Berbasis Keperawatan Transkurtural Di Posyandu Lansia Sukmajaya
Kelurahan Kertajaya Surabaya. Skripsi thesis, Universitas Airlangga.
http://repository.unair.ac.id/id/eprint/85193 diakses tanggal 30 Oktober 2019

36
Kuwano, N., Fukuda, H., & Murashima, S. (2016). Factors Affecting Professional
Autonomy of Japanese Nurses Caring for Culturally and Linguistically Diverse
Patients in a Hospital Setting in Japan. Journal of Transcultural Nursing, 27(6),
567–573. https://doi.org/10.1177/1043659615587588

Narayanasamy, A. (2002). The ACCESS model: a transcultural nursing practice


framework. British Journal of Nursing (Mark Allen Publishing), 11(9), 643–
650. https://doi.org/10.12968/bjon.2002.11.9.10178

37

Anda mungkin juga menyukai