109
110
Pemberian Penyuluhan Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Siswa Kelas 118 – 122
VI Menghadapi Bencana Banjir
N.L.K Sulisnadewi, Luh Putu Vidia Darmayanthi Dewi, I Ketut Labir, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 130 – 137
I Ketut Labir, Nyoman Ribek, Desita Diah Lestari, Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Denpasar
Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya Dengan Preeklampsia Pada 138 – 142
Ibu Bersalin
I Dewa Ayu Ketut Surinati, Suratiah, Komang Dedi Juliawan, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Budaya “Meboreh” Masyarakat Bali Menurunkan Tingkat Nyeri Tungkai Pada 143 – 147
Ibu Pasca Bersalin
Suratiah, Nyoman Hartati, DA Ketut Surinati, Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar
Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 148 – 153
Putu Susy Natha Astini, Ni Kadek Yuni Indrasari, NLP. Yunianti SC., Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 161 – 168
Ni Nyoman Hartati, Nengah Runiari, Ni Made Mali Rahayu, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Persepsi Dan Sumber Ekonomi Yang Mempengaruhi Rendahnya WUS 169 – 176
Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi
I Dewa Made Ruspawan, I Gusti Ayu Dewi Puspita Rahayu, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
110
111
Developmental Care Menurunkan Respon Nyeri Akut Akibat Pemasangan IV 177 – 182
Line Perifer Pada Bayi
Ni Luh Putu Sukerti, N. L. K. Sulisnadewi, Ni Luh Gede Puspita Yanti, Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 198 – 204
Reproduksi Remaja
Nengah Runiari, Ida Erni Sipahutar, Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar
111
109
Abstract: Education Try out Model on Competency Test with Peplau Concept and
Coaching Method toward of Passing Competency Test. This research is aims to see the
effect of Education Try out Model on competency test by applying the Peplau concept
and coaching methods toward the nursing students of Diploma III on the opportunities
of passing a competency test in Banda Aceh in 2016. This research is a Quasi-
experiment study. The research was designed using cross sectional study by collecting
the data (survey) on students who have followed the Education Try out Model on
competency test. This research was conducted in Banda Aceh on 1 to 10 September
2016. The sample consists of 50 students who are determined by consecutive sampling.
Bivariate analysis t-test used to analyze the data. The results of study shows that there
was a mean difference between the first measurement with the second measurement that
was -0.780 where the standard deviation was 0.418 (p value 0.00).
Abstrak: Education Try out Model Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau dan
Metode Coaching terhadap kelulusan Uji Kompetensi. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh Education Model Try Out Uji Kompetensi dengan penerapan
Konsep Peplau dan Metode Coaching Pada Mahasiswa D III Keperawatan terhadap
peluang kelulusan Uji Kompetensi di Banda Aceh Tahun 2016. Penelitian ini adalah
penelitian yang berbentuk quasi eksperimen. Desain penelitian berdasarkan pre dan
posttes desain. Waktu dan tempat penelitian di lakukan di Banda Aceh pada tanggal
1 -10 September 2016. Sampel sebanyak 50 orang yang di tentukan dengan consecutive
sampling. Analisa bivariat dilakukan t test Uji. Hasil penelitian di temukan ada mean
perbedaan pengukuran pertama dan kedua adalah -0.780 dengan standar deviasi 0.418
(P value 0.00).
Kata Kunci: Education, Try out model, Uji Kompetensi
109
110 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117
110
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 111
kemandirian dan kepuasan kerja. Hasil Try out dan uji kompetensi mulai
Penggunaan simulasi dalam populasi sejak tahun 2012-2015 setiap intitusi
penelitian ini adalah efektif dalam berbeda-beda hasil uji kelulusanya yaitu
pemeliharaan kompetensi dan penyampaian berkisar 20-60%. Hal ini Tergantung
informasi baru (Istomina, 2008 & persiapan dari intitusi atau pengelolanya
Underwood, 2013). Penelitian terkait lain yaitu dalam melatih, membina dan tehnis
tentang Motivasi perawat mengikuti uji belajar kelompok terkait pembahasan
kompetensi dalam rangka peningkatan contoh-contoh soal uji kompetensi. Hasil uji
jenjang karir di rumah sakit di temukan kompetensi tahun 2014 di institusi DIII
memiliki motivasi tinggi sebanyak 72 orang keperawatan di potekkes Aceh jumlah
(73,5%) dan motivasi sedang sebanyak 26 kelulusannya < dari 50 % dari jumlah
orang (26,5%) dan tidak ada perawat yang mahasiswa yang megikuti ujian. Try Out uji
memiliki motivasi rendah (Wahyuningtyas, kompetensi tahun 2015, di temukan hal
2009). Hasil penelitian tentang yang tidak jauh berbeda dengan tahun
Pengembangan Model Jenjang Karir sebelumnya, dimana jumlah peminat Try
Perawat Klinis di Unit Rawat Inap Rumah Out uji kompetensi tidak semua intitusi di
Sakit, menunjukkan sebagian besar perawat Aceh mengikuti kegiatan tersebut. Dari
(96,7%) memiliki latar belakang pendidikan jumlah inititusi DIII Keperawatan di Aceh
DIII keperawatan, belum terdapat pola yang berjumlah 18 buah, hanya 12 institusi
khusus dalam pelaksanaan rotasi dan yang mengikuti Try Out. Namun dari 12
promosi perawat. Hal ini akan berdampak institusi tersebut hanya di ikuti oleh 20-80
Rancangan jenjang karir professional % mahasiswa. Padahal untuk mencapai
perawat (Febi Konela, 2014) kesuksesan dalam kegiatan uji kompetensi
Pendidikan diploma III keperawatan di butuhkan latihan-latihan mengerjakan
merupakan bagian terbesar (61,74 %) dari soal yang situasinya di buat seperti ujian
jenjang pendidikan diploma III di bidang kompetensi sebenarnya.
kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan masih Hasil observasi dan evaluasi pada
banyaknya institusi pendidikan jenjang beberapa kali Try out uji kompetensi di
diploma D III keperawatan di Indonesia. institusi di Aceh nilai pre test uji kompetensi
Berdasarkan data yang diperoleh institusi kelulusan bedasarkan NBL Nasional 45.41
pendidikan DIII Keperawatan di Indonesia hanya sekitar 20-30 %. Setelah pre test
berjumlah 489sumber: data primer hasil diberikan bimbinggan dengan metode
pemetaan institus (AIPViKI, 2014). Tutorial, pembahasan dan simulasi membuat
Provinsi Aceh merupakan provinsi yang soal oleh mahasiswa secara mandiri pada
paling rendah tingkat kelulusan ujian sembilan MA pokok yang di uji pada uji
kompetensi dari tahun 2013-2014 Kompetensi. Kemudian dilanjutkan dengan
dibandingkan provinsi lain di Indonesia. post test atau ujian kedua, hasilnya sangat
Angka kelulusannya hanya mencapai rata- fenomenal yaitu mahasiswa dapat mencapai
rata 10 %. Hal ini merupakan sistuasi yang kelulusan di atas NBL Nasional mencapai
mengharuskan setiap pimpinan institusi dan 90-99 %.
pengelola pendidikan mengevaluasi kenapa Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin
kejadian ini terjadi. Bahkan beberapa menggali secara lebih dalam tentang
institusi sampai 3 tahun terakhir belum ada Pengaruh penerapan Education Model Try
lulusannya satu orangpun dari uji Out Uji Kompetensi dengan penerapan
kompetensi. Fenomena ini bertolak konsep Peplau dan metode coaching pada
belakang dengan beberapa provinsi di mahasiswa d iii keperawatan terhadap
Indonesia seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, peluang kelulusan uji kompetensi di Banda
Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY yang Aceh tahun 2016.
kelulusan mahasiswa Uji kompetensi rata-
rata > 80 % setiap periode (AIPDiKI, 2012).
111
112 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117
No Data Demografi f %
1. Institusi
Akper Kesdam B.Aceh 7 14,0
Akper Abullyatama 7 14,0
Akper Tgk Fakinah 8 16,0
Prodi D3 Keperawatan B.Aceh 15 30,0
Akper Tjoet Nya' Dhien B.Aceh 13 26,0
2. Jeniskelamin
Laki-laki 16 32,0
Perempuan 34 68,0
3. Tempat tinggal
Orang tua 27 54,0
Kos 20 40,0
Asrama 3 6,0
4 (IPK)
IPK 2.56-3.00 4 8,0
IPK 3.01-3.50 27 54,0
IPK>3.50 19 38,0
Total 50 100
112
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 113
Distribusi Motivasi dan Partisipasi katagori sangat baik yaitu 39 orang (78 %),
responden mengikuti bimbingan Uji sedangkan jika dilihat pada angka kelulusan
Kompetensi. pretest secara umum responden paling
banyak belum lulus yaitu 43 orang (86 %).
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa seluruh Namun sebaliknya pada saat di lakukan
responden yang mempunyai motivasi posttest responden paling banyak berada
terbanyak pada katagori baik yaitu 29 orang pada katagori lulus yaitu sebanyak 46 orang
(58 %). Pada variabel partisipasi yang (92 %).
paling banyak respondennya berada pada
No. Variabel f %
1. Motivasi
Baik 29 58,0
Sangat baik 21 42,0
2. Partisipasi
Baik 11 22,0
Sangat baik 39 78,0
3. NilaiPre-test
Tidak lulus 43 86,0
Lulus 7 14,0
4. Nila Post test
Tidak lulus 4 8,0
Lulus 46 92,0
Perbedaan nilai pretest dan posttest standar deviasi 0.418. Hasil uji statistik
didapatkan nilai P value 0.00, alpha 0.05
Pada tabel 3 menunjukkan rata-rata nilai maka terbukti ada perbedaan nilai yang
pretes mahasiswa adalah 1.14 dengan signifikan pada responden antara sebelum
standar deviasi 0.351. Pada pengukuran dan sesudah diberikan bimbingan uji
kedua terdapat rata-rata nilai responden kompetensi dengan dengan penerapan
adalah 1.92 dengan standar deviasi 0.274 Konsep Peplau Dan Metode Coaching
terlihat Mean perbedaan pengukuran pada Mahasiswa D III Keperawatan di
pertama dan kedua adalah -.780 dengan Banda Aceh.
Tabel 3 Rata-rata perbedaan perbedan nilai sebelum dan sedudah diberikan Education Model
MEAN
Waktu Mean SD P Value
SD SE (D)
Pretest 1.14 0.351 0.050 - 0.780 0.418 0.00
113
114 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117
114
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 115
115
116 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117
116
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 117
117
118
N.L.K Sulisnadewi
Luh Putu Vidia Darmayanthi Dewi
I Ketut Labir
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email: dewisulisna@gmail.com
118
N.L.K Sulisnadewi, dkk. Pemberian Penyuluhan Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan... 119
lain sebagainya. Bencana banjir mengalami dengan melihat gambar yang jelas dan
peningkatan 35% dengan jumalah kejadian sesuai dengan pokok bahasan. Siswa akan
bencana di tahun 2015. Bencana tahun 2016 lebih jelas terhadap suatu pokok bahasan
terdapat 2.342 kejadian bencana diseluruh atau materi yang disampaikan (Zulaekah,
Indonesia yaitu 92% merupakan bencana 2012). Usia sasaran dalam penelitian ini
hidrometeorologi yaitu banjir sekitar 766 adalah anak usia 7- 12 tahun yang duduk di
kejadian bencana banjir mengakibatkan 147 bangku sekolah dasar dimana dalam usia
orang meninggal, 107 orang mengalami tersebut anak sudah dapat menyerap dan
luka, 272 juta orang mengungsi dan 30.699 mempraktekan dengan baik informasi yang
rumah rusak (BNPB, 2016). Data kejadian mereka dapat sehingga diharapkan anak
banjir di Bali menurut (Data dan Informasi dapat mencerna dan memahami betul
Bencana Indonesia (DIBI), 2015) kejadian informasi mengenai perlindungan diri
banjir tersebut mengakibatkan 18.584 orang terhadap bencana ini.
meninggal, 42 orang menghilang, 1.210 Berdasarkan hasil wawancara yang
orang mengalami luka, dan 3.127 orang dilakukan pada Kepala Sekolah SD Negeri
yang mengungsi. 11 Padangsambian, mengatakan bahwa
Penanaman tentang kewaspadaan dan sekolah tersebut merupakan sekolah yang
kesigapsiagaan dapat dimulai sejak dini, sering mengalami banjir hampir setiap tahun
salah satunya di sekolah-sekolah. mengalami banjir karena letak sekolah
Kesiapsiagaan di sekolah menjadi penting, dikelilingi oleh sungai dan berada di daerah
mengingat banyaknya sekolah/madrasah yang rendah dimana sekolah tersebut berada
yang berada di wilayah rawan bencana. Hal di lingkungan perumahan warga. Banjir
ini menjadikan sekolah beresiko tinggi biasanya terjadi dengan kedalaman
untuk jatuhnya korban yang tidak sedikit pinggang orang dewasa. SD Negeri 11
apabila tidak dilakukan upaya pengurangan Padangsambian juga belum ada yang
risiko bencana (BNPB, 2013). Sekolah memberikan penyuluhan akan kesiapsiagaan
dapat berfungsi sebagai media informasi menghadapi banjir. Penelitian ini bertujuan
efektif untuk mengubah pola pikir dan pola untuk mengetahui pengaruh pemberian
perilaku siswa dengan memberikan penyuluhan bencana banjir terhadap
pendidikan pengurangan resiko bencana di kesiapsiagaan siswa kelas VI menghadapi
sekolah. Kesiapsiagaan pengurangan resiko bencana banjir.
bencana sangat diperlukan untuk
menghadapi bencana banjir disebabkan METODE
siswa tingkat sekolah dasar memiliki resiko Penelitian ini merupakan penelitian pre-
bila terjadi bencana banjir, karena kelompok eksperimental design dengan rancangan
ini masih dalam proses penggalian ilmu yang digunakan yaitu One-group pretest-
pengetahuan. Komunitas sekolah, sebagai posttest. Penelitian ini dilakukan di SD
salah satu dari stakeholder utama memiliki Negeri 11 Padangsambian selama satu bulan
peran yang besar dalam penyebaran yaitu dari bulan Maret – April 2017. Sampel
pengetahuan tentang kebencanaan sejak yang digunakan sebayak 80 orang dari
sebelum, saat, hingga setelah terjadinya jumlah populasi sebanyak 100 orang,
bencana, (Hidayati, dkk., 2006). sampel tersebut merupakan siswa yang
Pemberian edukasi berupa metode duduk di bangku kelas VI SD Negeri 11
penyuluhan yang dapat digunakan untuk Padangsambian yang diambil dengan
menarik perhatian siswa yaitu dapat menggunakan teknik simple random
menggunakan gambar yang dimodifikasi sampling. Data dikumpulkan dengan cara
dengan tulisan. Gambar dapat menimbulkan metode wawancara bersama kepala sekolah
kreatifitas siswa yang beragam dalam SD Negeri 11 Padangsambian dan lembar
membahasakan. Keunggulan dengan gambar kuisioner kesiapsiagaan untuk siswa.
dapat memperjelas suatu permasalahan
119
120 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 118 - 122
120
N.L.K Sulisnadewi, dkk. Pemberian Penyuluhan Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan... 121
121
122 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 118 - 122
DAFTAR RUJUKAN
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Mulyadi. 2015. Pengaruh Penyuluhan
(BNPB), 2013, Bencana di Bencana Banjir Terhadap
Indonesia Tahun 2012, (online), Kesiapsiagaan Siswa SMP Katolik
Available : http://dibi.bnpb.go.id, Soegiyo Pranoto Manado
(2016, December 16). Menghadapi Banjir.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/kp
Bakornas, 207, Pengenalan Karakteristik kb/article/download/ (2017, May
Bencana dan Upaya Mitigasinya di 11).
Indonesia, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Jakarta. Zulaekah, S, 2012, Efektivitas Penyuluhan
Gizi Dengan Media Komik Untuk
Dien, Riedel Jiemly. 2015. Pengaruh Meningkatkan Pengetahuan
Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tentang Keamanan Jajanan
Kesiapsiagaan Gempa Bumi Pada Sekolah Siswa Sekolah Dasar,
Siswa SMP Kristen Kakasasen Skripsi, Surakarta : Fakultas Ilmu
Kota Tomohon. (online), Available Kesehatan Universitas
: Muhammadiyah Surakarta (2016,
http://download.portalgaruda.org/ar December 16).
ticle.php?article=331800&val=579
8&title=PENGARUH%20PENYU
LUHAN%20KESEHATAN%20TE
RHADAP%20KESIAPSIAGAAN
%20MENGHADAPI%20BENCA
NA%20GEMPA%20BUMI%20PA
DA%20SISWA%20SMP%20KRIS
TEN%20KAKASKASEN%20KO
TA%20TOMOHON. (2017, May
11)
Dodon, 2013, Indikator dan Perilaku
Kesiapsiagaan Masyarakat Di
Pemukiman Padat Penduduk
Dalam Antisipasi Berbagai Fase
Bencana Banjir, (online), Available
: http://www.sappk.itb.ac.id, (2016,
December 16).
Hidayati, D., dkk, 2006, Kajian
Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Mengantisipasi Bencana Gempa
Bumi dan Tsunami, LIPI-
UNESCO/ISDR, Jakarta.
122
123
Ni Made Wedri
V.M. Endang S.P Rahayu
Ni Wayan Ika Ari Astuti
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email wedri87@gmail.com
Abstract: Stress In Hypertension Patients. The aim is to know the description of stress
level of hypertension patient at Tabanan III Public Health Center 2017. The sampling
technique used is non probability sampling ie purposive sampling, with the number of
respondents is 59 people. Data collection tool used is DASS 42 (Depression Anxiety
Stress Scale) 42 a number of 14 statements. The results showed that most respondents
were 22 people (37.3%) aged> 65 years. The highest percentage by sex was 27 women
(54.2%). Most respondents did not work 17 people (28.8%). Based on the classification
of hypertension most of the respondents 32 people (54.2%) moderate to very severe
hypertension. The picture of stress level that is 29 people (49,2%) have medium to very
heavy stress, 20 people (33,9%) light stress and only 10 people (16,9%) normal.
Sudah lama diketahui bahwa stres atau kasus hipertensi di Indonesia (Saleh dkk,
ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar 2014).
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin Berdasarkan kunjungan rawat jalan
dan memacu jantung berdenyut lebih cepat diseluruh Puskesmas Kabupaten Tabanan
serta kuat sehingga tekanan darah tahun 2015 hipertensi menduduki kasus
meningkat. Jika stres berlangsung cukup tertinggi sebesar 21.204 orang. Tahun 2016
lama tubuh akan berusaha mengadakan hipertensi juga masih menjadi kasus
penyesuaian sehingga dapat menimbulkan tertinggi sebesar 13.767 orang (Dinas
kelainan patologis berupa penyakit Kesehatan Kabupaten Tabanan, 2016).
hipertensi (Gunawan 2001). Tingginya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
insidensi stres di Indonesia juga merupakan gambaran tingkat stres pada pasien
alasan mengapa stres harus diprioritaskan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
penanganannya sebab pada tahun 2008 Tabanan III Tahun 2017.
tercatat sekitar 10 % dari total penduduk
Indonesia mengalami gangguan mental atau
stres hal ini berdampak pada penambahan
123
124 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 123 - 129
124
Ni Made Wedri, dkk. Stres Pada Pasien Hipertensi 125
Tabel 5. Distribusi Tingkat Stres pada tekanan darah akan menjadi semakin
Pasien Hipertensi meningkat (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan jenis kelamin dari 59
Frekuensi responden, sebanyak 32 orang (54,2%)
Tingkat Frekuen Persenta
No Kumulatif berjenis kelamin perempuan dan sebanyak
Stres si (f) se (%)
(%) 27 orang (45,8%) berjenis kelamin laki-laki.
1 Normal 10 16,9 100 Hasil ini didukung oleh penelitian Sedayu,
2 Ringan 20 33,9 83,1 dkk (2015) pasien hipertensi wanita lebih
3 Sedang 18 30,5 49,2 banyak (64,3%) dibandingkan pria (35,7%),
4 Berat 9 15,3 18,7 Riskesdas (2013) prevalensi hipertensi
5 Sangat 2 3,4 3,4 tertinggi pada perempuan sebesar 20,0%
berat sedangkan pada laki-laki lebih rendah yaitu
Jumlah 59 100,0 100 19,9%. Respon stres berkaitan erat dengan
aktivitas Hypothalamus Pituitary Adrenal
Berdasarkan tabel 5 dari 59 responden (HPA axis) yang berhubungan dengan
didapatkan hasil 29 orang (49,2%) pengaturan hormon kortisol dan sistem saraf
mengalami tingkat stres sedang hingga simpatis sehingga mempengaruhi denyut
sangat berat, 20 orang (33,9%) tingkat stres jantung dan tekanan darah.
ringan dan hanya 10 orang (16,9%) normal. Respon HPA dan autonomik ditemukan
Tingkat stres pada pasien hipertensi di lebih tinggi pada laki-laki dibanding
Puskesmas Tabanan III sebesar 83,1 % perempuan sehingga mempengaruhi
berada pada tingakat ringan, sedang, berat performance seseorang dalam menghadapi
dan sangat berat. stresor psikososial. Selain itu, hormon seks
Berdasarkan usia responden terbesar pada perempuan akan menurunkan respon
berusia ˃65 tahun sebanyak 22 orang HPA dan sympathoadrenal yang
(37,3%), dan terkecil pada kelompok usia 35 menyebabkan penurunan feedback negatif
- 45 tahun sebanyak 4 orang (6,8%). Hasil kortisol ke otak menyebabkan perempuan
ini sejalan dengan penelitian Sedayu dkk. mudah mengalami stres.
(2015), Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) Diantara orang dewasa dan setengah
provinsi Bali (2013), Ngurah dan Yahya baya, ternyata kaum laki-laki lebih banyak
(2015). Semakin bertambahnya usia, mengalami hipertensi. Namun hal ini akan
kemungkinan seseorang menderita terjadi sebaliknya setelah berusia 55 tahun
hipertensi juga semakin besar. ketika sebagain besar wanita mengalami
Bertambahnya usia menyebabkan terjadi menopause, hipertensi lebih banyak
perubahan struktur pada pembuluh darah dijumpai pada wanita (Yulianti &
besar sehingga lumen menjadi lebih sempit Sitanggang, 2006). Menurut Apriyanti
dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, (2012), perempuan belum menopause
akibatnya tekanan darah sistolik meningkat dilindungi oleh hormon estrogen yang
(Katerin, 2015). berperan meningkatkan kadar High Density
Semakin tua seseorang pengaturan Lipoprotein (HDL), yang merupakan faktor
metabolisme kalsium terganggu darah lebih pelindung dalam mencegah terjadinya
padat, dan tekanan darah meningkat. proses aterosklerosis. Pada premenopause
Endapan kalsium pada dinding pembuluh perempuan mulai kehilangan sedikit demi
darah (arteriosclerosis) menyebabkan sedikit estrogen, berlanjut sampai dengan
penyempitan dan elastisitas pembuluh darah usia 45-55 tahun. Penurunan hormon
berkurang, akibatnya memacu peningkatan estrogen menyebabkan hipertensi.
tekanan darah. Agar kebutuhan darah dalam Berdasarkan hasil penelitian bahwa
jaringan tercukupi, maka jantung harus perempuan lebih berisiko mengalami
memompa darah lebih kuat sehingga hipertensi karena lebih mudah mengalami
stres dan karena menopause.
125
126 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 123 - 129
Berdasarkan pekerjaan dari 59 responden tekanan darah (Barasi dalam Sukarja &
sebanyak 17 orang (28,8%) tidak bekerja. Noviyanti, 2015).
Hasil ini didukung oleh Riset Kesehatan Berdasarkan penelitian yang telah
Dasar Provinsi Bali tahun 2013, prevalensi dilakukan, diasumsikan bahwa seseorang
tertingggi pada responden yang tidak yang tidak bekerja lebih mudah mengalami
bekerja (23,7%) dan terendah (15,4%) hipertensi dibandingkan dengan seseorang
pegawai (Pranata dkk, 2013). Penelitian ini yang aktif bekerja.
sejalan dengan penelitian oleh Ngurah Gambaran tekanan darah (klasifikasi
&Yahya (2015) di Puskesmas I Denpasar hipertensi) di Wilayah Kerja Puskesmas
Selatan yang menyatakan bahwa dari 45 Tabanan III tahun 2017
responden sebanyak 17 orang (38 %) tidak Berdasarkan data yang telah
bekerja. dikumpulkan dari 59 responden didapatkan
Pekerjaan berpengaruh terhadap aktifitas hasil sebayak 32 orang (54,2%) kategori
fisik seseorang. Orang yang tidak bekerja hipertensi sedang hingga sangat berat.
dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Sebanyak 27 orang (45,8%) memiliki
Secara fisik terutama kardiovasikuler, tekanan darah 140-159/90-99 mmHg yang
aktivitas fisik yang teratur dapat dapat dikategorikan dalam hipertensi ringan.
menguatkan otot jantung dan memperbesar Hal ini sejalan dengan penelitian Sinaga
bilik jantung. Kedua hal ini akan & Hiswani (2011) di Rumah Sakit Vita
meningkatkan efisiensi kerja jantung disertai Insani Pematang Siantar yang menyatakan
dengan peningkatan elastisitas pembuluh bahwa sebagaian besar responden sebanyak
darah. Bekerja dapat membakar lemak 111 orang (85,4%) berada dalam hipertensi
berlebihan dalam sistem dan menghambat sedang hingga berat dan persentase terendah
pembentukan plak lemak di pembuluh darah sebanyak 19 orang (14,6%) berada dalam
(Sutaryo, 2011). Kegiatan fisik penting utuk hipertensi ringan.Penelitian yang dilakukan
mengendalikan tekanan darah tinggi sebab oleh Kurnia (2009) di bagian penyakit
membuat jantung lebih kuat. Jantung dalam RSU Padang Panjang menunjukkan
mampu memompa lebih banyak darah hasil yang berbeda yaitu sebesar 50% pasien
dengan lebih sedikit usaha, makin ringan berada dalam kategori hipertensi sedang.
kerja jantung untuk memompa darah, makin Hipertensi ringan sebanyak 28,8%
sedikit tekanan terhadap arteri (Apriyanti, sedangkan hipertensi berat sebesar 21,2%.
2012). Perbedaan derajat hipertensi disebabkan
Selain hal tersebut seseorang yang tidak karena berbagai faktor, berdasarkan hasil
bekerja dengan aktivitas yang kurang setiap penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja
harinya akan meningkatkan penimbunan Puskesmas Tabanan III, sebagian besar
lemak pada beberapa bagian tubuhnya responden mengalami stres tingkat ringan,
sehingga hal ini akan memicu status gizi sedang, dan berat, serta sebesar 83,1 %
berlebih pada penderita hipertensi. Pada sangat berat sedangkan sebanyak 16,9%
orang dengan status gizi berlebihan terjadi kategori normal. Menurut Smeltzer & Bare
peningkatan penyimpanan glikogen akibat (2002), menyatakan bahwa pemaparan stres
intake kalori yang berlebihan, tubuh akan pada seseorang dalam jangka waktu yang
beradaptasi dengan cara meningkatkan cukup lama dapat meningkatkan risiko
pertukaran glukosa sehingga berakibat terjadinya suatu penyakit. Sebagian orang
hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia bisa mengalami sakit kepala/migren dan
menyebabkan terjadinya gangguan diuresis hipertensi apabila orang tersebut tidak
dan natriuresis, menimbulkan retensi mampu beradaptasi dengan stres. Menurut
natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga Swarth (2004), menyatakan bahwa stres
terjadi peningkatan volume plasma dan yang berkelanjutan membuat tekanan darah
curah jantung akhirnya akan meningkatkan tinggi dan menyebabkan hipertensi.
126
Ni Made Wedri, dkk. Stres Pada Pasien Hipertensi 127
127
128 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 123 - 129
adrenal. ACTH menstimulasi pelepasan sangat berat, 20 orang (33,9%) stres ringan
sekelompok hormon, termasuk kortisol, dan hanya 10 orang (16,9%) normal.
yang meregulasi kadar gula darah. Sebesar 83,1 % pasien hipertensi
Kombinasi berbagai hormon stres yang mengalami stres tingkat ringan, sedang,
dibawa melalui aliran darah ditambah berat dan sangat berat.
aktivitas neural cabang simpatik dari sistem
saraf otonomik berperan dalam respons fight DAFTAR RUJUKAN
or flight (Candra, 2012). Apriyanti. 2012. Meracik Sendiri Obat dan
Meramu Sehat Bagi Penderita
Stres yang bersifat konstan dan terus Darah Tinggi. Yogyakarta: Pustaka
menerus mempengaruhi kerja kelenjar Baru Press.
adrenal dan tiroid dalam memproduksi
hormon. Adrenalin, tiroksin, dan kortisol Candra, W. 2012. Manajemen Stres.
Denpasar: Poltekkes Denpasar
sebagai hormon utama stres akan naik Jurusan Keperawatan.
jumlahnya dan berpengaruh secara
signifikan pada sistem homeostasis. Gunawan, L. 2001. Hipertensi: Tekanan
Adrenalin yang bekerja secara sinergis Darah Tinggi. Yogyakarta:
Kanisius.
dengan sistem saraf simpatis berpengaruh
terhadap kenaikan denyut jantung, dan Khotimah. 2013. Stres Sebagai Faktor
tekanan darah. Tiroksin selain Terjadinya Peningkatan Tekanan
meningkatkan Basal Metabolism Rate Darah Pada Penderita Hipertensi.
EduHealth. 3(2): 79–83. tersedia
(BMR), juga menaikkan denyut jantung dan dalam
frekuensi nafas. Namun, pemaparan stres http://www.journal.unipdu.ac.id/ind
yang ringan atau sementara tidak ex.php/eduhealth/article/view/327/
menyebabkan penyakit sistemik. Ia hanya 293.diakses tanggal 2 Desember
2016.
menyebabkan peningkatan tekanan darah
sebagai proses homeostasis (Subramaniam, Kurnia, R. 2009. Karakteristik Penderita
2015). Stres yang berkelanjutan, membuat Hipertensi yang Dirawat Inap di
tekanan darah dapat tetap tinggi dan Bagian Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang
menyebabkan hipertensi (Swarth, 2004). Sumatera Barat Tahun 2002-2006.
Saat pengisian kuesioner melalui terdedia dalam
wawancara, diperoleh data sebagian repository.usu.ic.id.diakses tanggal
responden mengaku sering marah-marah 5 Juni 2017.
karena hal kecil/ sepele, dan cenderung Muhlisin, A. & Laksono, R.A. 2013.
berlebihan terhadap suatu situasi, sulit untuk Kekambuhan Penderita Hipertensi.
sabar, merasa sulit untuk bersantai, mudah Porsiding Seminar Ilmiah Nasional
tersinggung, merasa mudah gelisah yang Kesehatan, 2004, pp.42–48.
tersedia dalam
ditandai dengan sulit tidur dan sering https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bi
terbangun pada malam hari. Responden tstream/handle/11617/3596/8.
mengakui belum melakukan manajemen ABI.pdf?sequence=1. diakses
stres dengan baik sehingga stres yang tanggal 3 Desember 2016.
dirasakan dapat berlangsung berhari-hari Ngurah, G. & Yahya, C. 2015. Gaya Hidup
atau dalam waktu yang cukup lama dan Penderita Hipertensi. Gema
cenderung membiarkan begitu saja dan Keperawatan. 8.
dianggap sebagai hal yang wajar.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan.
SIMPULAN Jakarta: EGC.
Sebagian besar responden sebanyak 32
orang (54,2%) mengalami hipertensi sedang Pranata, dkk. 2013. Riskesdas Provinsi Bali
2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
hingga sangat berat. Sebanyak 29 orang Pengembangan Kesehatan
(49,2%) mengalami stres sedang hingga Kementerian Kesehatan RI.
128
Ni Made Wedri, dkk. Stres Pada Pasien Hipertensi 129
129
130
Ketut Labir
Nyoman Ribek
Desita Diah Lestari
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
E-Mail : iketutlabir2016@gmail.com
Abstract : Body temperature in patients with fever by using tepid sponge method. The
aim of this research is to know the description of body temperature in patients with
fever by using tepid sponge method. This research is descriptive type with cross-
sectional approach. The sampling technic is nonprobability sampling kind, that is
concecutive sampling. The sample amount is 60 respondents andthis research was
going on April-Mei 2017. The data was taken with participant observation and was
analyze with computer system in frequency-distribution table. The results showed a
decrease in body temperature both immediately after the action and 30 minutes after the
action, with each are 0.70C and 1.20C.
Abstrak : Suhu tubuh pada pasien demam dengan menggunakan metode tepid
sponge. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran suhu tubuh pada
pasien demam dengan menggunakan metode tepid sponge. Metode penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel adalah
nonprobability sampling dengan concecutive sampling. Sampel berjumlah 60 responden
dan waktu pengambilan data dilaksanakan dari April-Mei 2017. Data diperoleh melalui
observasi pertisipatif dan diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk
tabeldistribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan suhu tubuh
baik sesaat setelah tindakan maupun 30 menit setelah tindakan, dengan masing-masing
penurunannya adalah sebesar 0.70C dan 1.20C. Penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan metode tepid sponge dapat membantu menurunkan demam.
130
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 131
total kunjungan (Karyanti, 2014). Hal ini untuk mengurangi demam, mencegah
sejalan dengan Ismoedijanto (2000) dimana kejang dan memberikan rasa nyaman bagi
anak dengan demam memberikan kontribusi anak. Diketahui alasan para perawat
kunjungan sebesar 19-30% dari total memilih metode ini untuk pencegahan
pengobatan. Demam yang suhunya menjadi kejang sebesar 58%, penurunan suhu lebih
semakin tinggi, akan semakin menyebabkan cepat sebesar 56,8%, dan pengobatan
risiko terkena penyakit berat seperti demam tidak responsif terhadap antipiretik
kejadian bakterimia, bila demam berada sebesar 45,6% (Thomas, 1994). Sedangkan
dalam kisaran suhu 41,1 0C. Demam dengan menurut penelitian yang dilakukan di Brazil
suhu yang mencapai 41,1 0C juga mampu tentang tepid sponge beserta pemberian obat
menyebabkan hipertensi patologis dan penurun demam berupa dypirone didapatkan
infeksi saraf pusat sentral (Kliergman, bahwa tepid sponge lebih efektif selama 15
1999). menit pertama dibandingkan jika hanya
Demam yang tinggi dan risiko terjadinya diberikan obat dypirone saja (Alves, 2008).
penyakit berat yang akan berakibat fatal Hasil yang sama juga didapatkan pada
seperti bakterimia, hipertensi patologis penelitian yang dilakukan oleh The
ataupun infeksi susunan saraf pusat sentral Department of Child Health Nursing, India
harus dicegah dengan tindakan penurunan menemukan bahwa pada pemberian obat
suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh dapat penurun panas dengan tepid sponge selama
dilakukan dengan cara farmakologis yaitu 15 hingan 30 menit pertama didapatkan
dengan pemberian obat penurun panas penurunan suhu yang lebih baik bila
seperti dengan memberikanparasetamol dibandingkan dengan hanya memberikan
atau ibuprofen serta dapat pula ditangani obat penurun panas (Thomas, 2009).
dengan tindakan nonfarmakologis. Salah Berdasarkan penelitian yang dilakukan
satu penurunan suhu secara oleh Bartolomeus Maling, metode tepid
nonfarmakologis dapat dilakukan dengan sponge ini dapat dijadikan rekomendasi
cara tepid sponge. Tepid sponge atau dalam penurunana demam anak sehingga
kompres air hangat merupakan suatu anak demam tidak tergantung dengan
kompres sponging dengan air hangat. penggunaan terapi farmakologis. Penelitian
Penggunaan kompres air hangat ini tersebut mendapatkan bahwa tepid sponge
diterapkan di lipat ketiak dan lipat mampu menurunkan demam pada 36 anak
selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit usia satu sampai sepuluh tahun dengan nilai
akan membantu menurunkan panas dengan rata-rata 1,4 0C (Maling, 2012). Hal senada
cara panas keluar lewat pori-pori kulit juga diungkapkan pada penelitian yang
melalui proses penguapan. Penanganan dilakukan oleh Aryanti bahwa metodetepid
dengan metode ini bisa disatukan dengan sponge lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian obat penurun panas untuk kompres hangat untuk penurunan suhu
menurunkan pusat pengatur suhu di susunan tubuh anak, dimana dengan metode tepid
saraf otak bagian hipotalamus, kemudian sponge rata-rata penurunan suhu 0,8 0C
dilanjutkan kompres tepid sponge ini sedangkan dengan kompres hangat rata-rata
(Karyanti, 2014). suhu turun sebesar 0,50C (Wardiyah, 2016).
Penurunan panas dengan metode ini telah Hasil yang didapatkan berdasarkan The
banyak diteliti, baik oleh peneliti di dunia Indonesian Journal Of Health Science
Internasional maupun di Indonesia. Menurut sebesar 0.94 0C suhu dapat turun dengan
penelitian yang dilakukan oleh Thomas dan penggunaan tepid sponge pada anak demam
Riegel pada managemen penanganan anak (Efendi, 2012). Tujuan penelitian ini adalah
dengan demam di unit kegawatdaruratan di untuk mengetahui Gambaran suhu tubuh
United States diketahui bahwa sebanyak pada pasien demam dengan menggunakan
79,8 % perawat memilih memberikan metode tepid sponge
intervensi berupa pemberian tepid sponge
131
132 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 130 - 137
132
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 133
133
134 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 130 - 137
perubahan suhu 30 menit setelah tindakan pada anak yang menggunakan metode ini
dilakukan didapatkan bahwa ada penurunan didapatkan bahwa sebelum tindakan suhu
suhu yang distribusi frekuensinya disajikan tubuh demam ada pada kisaran suhu tubuh
dalam table berikut : demam sedang hingga demam tinggi dan
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Nilai Perubahan didapatkan pula suhu tubuh anak terbanyak
Suhu Tubuh 30 Menit Setelah ada pada kisaran demam sedang yaitu pada
Tindakan Tepid sponge suhu 38.9 0C dan pada dua orang anak
ditemukan memiliki suhu tubuh demam
No Nilai Frekuensi Persentase tinggi mencapai 40 0C.
Perubahan (n) (%) Secara teoritis kenaikan suhu dinilai
Suhu (0C) menguntungkan, oleh karena aliran darah
1. 0.7 2 3.3 % makin cepat sehingga makanan dan
2. 0.8 5 8.3 % oksigenasi makin lancar. Jika suhu terlalu
3. 0.9 7 11.7 % tinggi (di atas 38,5ºC) pasien mulai merasa
4. 1 16 26.7 % tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah
5. 1.1 18 30 % darah untuk mengaliri organ vital (otak,
6. 1.2 12 20 % jantung, paru) bertambah, sehingga volume
Total 60 100 % darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya
ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam
Berdasarkan tabel di atas dari 60 yang tinggi memacu metabolisme yang
responden yang mendapatkan tindakan tepid sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat
sponge didapatkan bahwa setelah 30 menit dan cepat, frekuensi napas lebih cepat.
tidakan pada dua responden (3.3%) suhu Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan
dapat turun sebesar 0.70C, pada lima paru dan disertai dengan ketidakseimbangan
responden (8.3%) suhu dapat turun sebesar elektrolit yang mendorong suhu semakin
0.80C, pada tujuh responden ( 11.7%) suhu tinggi (Ismoedijanto, 2000).
dapat turun sebesar 0.90C, pada 16
responden ( 26.7%) suhu dapat turun Untuk mencegah hal tersebut terjadi
sebesar 10C, pada 18 responden ( 30%) maka demam pada responden harus
suhu dapat turun sebesar 1.10C, dan suhu diturunkan. Salah satu tindakan dalam
dapat turun sebesar 1.20C pada 12 keperawatan untuk penanganan demam
responden (20%) setelah mendapatkan dalam Nursing Intervention Classification
tindakan tepid sponge selama 30 menit. adalah melakukan tepid sponge (North
American Nursing Association, 2015).
Suhu tubuh sebelum tepid sponge Metode tepid sponge merupakan kompres
dilakukan air hangat ditambah dengan menyeka bagian
Pada Ruang Kaswari RSUD Wangaya perut dan dada atau diseluruh badan dengan
didapatkan bahwa pemberian kompres tepid kain. (Basavanthappa, 2004). Studi
sponge sebagai pendamping pemberian obat menemukan pada management penanganan
penurun panas untuk menurunkan demam anak dengan demam di unit
pada anak yang menjalani perawatan sudah kegawatdaruratan di United States diketahui
dilakukan. Hasil penelitian dari 60 bahwa sebanyak 79,8 % perawat memilih
responden didapatkan sebanyak 37 memberikan intervensi berupa pemberian
responden (61.7 %) berjenis kelamin laki- tepid sponge untuk mengurangi demam.
laki dan 23 orang anak (38.3 %) merupakan Diketahui alasan para perawat memilih
responden perempuan yang mengalami metode ini untuk penurunan suhu lebih
demam dimana pada rentang umur 0-5 tahun cepat sebesar 56,8% (Thomas, 1994).
merupakan umur terbanyak dari keseluruhan
responden yang mendapatkan metode ini.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
134
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 135
Suhu tubuh sesaat setelah tepid sponge mampu turun mencapai 10C dan selama 30
dilakukan menit setelah tindakan pada satu orang
Setelah tindakan dilakukan, didapatkan responden suhu mampu turun hingga 1.20C.
bahwa suhu pada 60 responden mengalami Pada penelitian yang dilakukan oleh
penurunan dan didapatkan bahwa suhu Bartolomeus Maling setelah 20 menit
tubuh demam yang sebelumnya ada pada pertama suhu mampu turun hingga sebesar
tingkat demam sedang hingga tinggi, saat ini 1.40C (Maling, 2012).
suhu tubuh responden berubah berada pada
tingkat demam rendah dan sedang. Pengukuran suhu tubuh setelah 30 menit
Penelitian ini menemukan bahwa sebanyak metode diberikan adalah untuk mengkaji
42 responden atau 70 % responden kembali penyesuaian tubuh terhadap metode
memiliki suhu tubuh demam pada kategori ini, karena tubuh membutuhkan waktu
demam rendah dengan rata-rata suhu turun sekitar 30 menit untuk menyesuaikan diri
mampu turun sebesar 0.70C. dengan metode ini (Rosdahl, 2008). Studi
yang dilakukan pada The Department of
Hasil penelian ini mendekati hasil dari Child Health Nursing, India menemukan
penelitian yang dilakukan oleh Aryanti yang bahwa pada pemberian obat penurun panas
mendapatkan bahwa nilai mean pada suhu dengan tepid sponge selama 15 hingan 30
setelah tindakan tepid sponge adalah 0.80C menit pertama didapatkan penurunan suhu
(Wardiyah, 2016). Sedangkan, pada yang lebih baik bila dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Setiawati hanya memberikan obat penurun panas
pada tahun 2015 dalam jurnal keperawatan (Thomas, 2009).
aisyiyah didapatkat rata-rata selisih
penurunan suhu tubuh sebelum dan setelah SIMPULAN
tindakan mencapai 0.97 0C (Setiawati, Berdasarkan hasil penelitian dan
2016). Berdasarkan The Indonesian Journal pembahasan, maka dapat disimpulkan
Of Health Sciencesebesar 0.94 0C suhu bahwa penggunaan metode tepid sponge
dapat turun dengan penggunaan tepid pada anak dengan demam adalah sebagai
sponge pada anak demam (Efendi, 2012). berikut :
Penurunan demam yang terjadi pada Hasil penelitian yang dilakukan pada 60
responden dikarenan pada tepid sponge responden didapatkan bahwa sebelum
pengeluaran suhu tubuh demam tindakan suhu tubuh terbanyak ada pada
dikeluarkan melalui cara penguapan atau suhu 38.9 0C (demam sedang ) dan pada dua
evaporasi. Penggunaan metode tepid sponge orang responden memiliki suhu tubuh
ini selama 10-15 menit akan membantu tertinggi mencapai 40 0C. Hasil penelitian
menurunkan panas dengan cara panas keluar yang dilakukan pada 60 responden
melewati pori-pori kulit melalui proses didapatkan bahwa sesaat setelah tindakan
penguapan (Karyanti, 2014). dilakukan sebanyak 42 responden (70 %)
rmemiliki suhu tubuh yang tergolong
Suhu tubuh setelah 30 menit tepid sponge demam rendah dengan rata-rata suhu turun
dilakukan mampu turun sebesar 0.70C. Hasil penelitian
Setelah 30 menit tindakan didapatkan yang dilakukan pada 60 responden
bahwa suhu tubuh demam mampu turun didapatkan bahwa setelah 30 menit tindakan
dimana jumlah suhu tubuh demam sedang sebanyak 57 responden (95%) memiliki
pada responden bertambah yang pada suhu tubuh yang tergolong demam rendah
sebelumnya hanya berjumlah 42 responden dengan nilai rata-rata suhu tubuh yang
(70%) dari 60 responden saat ini 95% mampu turun mencapai 10C dan pada satu
diantaranya sudah memiliki suhu tubuh orang responden suhu mampu turun hingga
yang berada pada tingkat demam sedang 1.20C.
dengan nilai rata-rata suhu tubuh yang
135
136 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 130 - 137
EfendI, D., 2012. Perbedaan Efektifitas Mukhtar, H.M.E. Mustafa, K.., 2014.
Kompres Hangat Teknik Blok Physical Methods Used by
Aksila Dengan Kompres Hangat Sudanese Mothers in Rural Settings
Tepid Sponge Terhadap Penurunan to Manage a Child With Fever.
Suhu Pada Anak Dengan Demam Sudanese Journal of Paediatric.
Di Ruang Anak Rsd. Dr. Soebandi
Jember Dan Dr. H. Koesnadi Nusi, D. T, Vennetia. R.D, Maya, E.W.M.,
Bondowoso. The Indonesian 2013. Pengukuran Menggunakan
Journal Of Health Science, 3(1), Termometer Air Raksa dan
pp.50–59. Termometer Digital Pada Penderita
Availableat:http://digilib.unmuhje Demam. Jurnal e-Biomedik (eBM),
mber.ac.id/files/disk1/28/umj-1x 1, pp.190–196.
defiefendi-1351-1-5.jurna-i.pdf.
P, Patricia. A, A.N.P., 2005. Buku Ajar
El Radhi. A.S, James. C, N.K., 2009. Fundamental Keperawatan 4th ed.,
Clinical Manual of Fever in Jakarta: EGC.
Children, Berlin: Springer.
Rosdahl, C. B, M.T.K., 2008. Basic Nursing
Handy, F., 2016. A-Z Penyakit Langganan 9th ed., United State: The Point.
Anak 1st ed., Jakarta: Pustaka
Bunda. Sears, W, M. Sears, R. Sears, J.S., 2003. The
Baby Book, Jakarta: PT. Serambi
Hidayat, A.A.A., 2009. Metode Penelitian Ilmu Semesta.
Keperawatan dan Teknik Analisa
Data, Jakarta: Salemba Medika. Setiadi, 2013. Konsep dan Praktik
Inke, N.D.L, Chairuddin, P.L., 2011. Penulisan Riset Keperawatan,
Penanganan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Ilmu, Graha.
Indonesian Pediatric Society, 12
(6). Shevchuk, Y.M., 2013. Fever, Canadian
Paediatric Society. Available at:
Ismoedijanto, 2000. Demam Pada Anak. https://www.pharmacists.ca/cpha-
Pediatri, Sari, 2, pp.103–108. ca/assets/file/store/MA-Fever.pdf.
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,
136
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 137
Bandung: CV Alfabeta.
Syaifuddin, 2011. Anatomi Fisiologi,
Jakarta: EGC.
T, Setiawati. Yeni, R.K., 2016.
PENGARUH TEPID SPONGE
TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH DAN
KENYAMANAN PADA ANAK
YANG MENGALAMI ... Jurnal
Keperawatan Aisyiyah,
2(September), pp.1–9. Available at
:
https://www.researchgate.net/publi
cation /30815297_PENGARUH
_TEPID_SPONGE_
TERHADAP_PENURUNAN
_SUHU_TUBUH_DAN_KENYA
MANAN_PADA_ANAK_YANG_
MENGALAMI_DEMAM.
Thomas. S, C. Vijaykumar, R.N., 2009.
Comparative Effectiveness of
Tepid Sponging and Antipyretic
Drug Versus Only Antipyretic
Drug in the Management of Fever
Among Children: Indian
Pediatrics, 46, pp.133–136.
Available at:
http://medind.nic.in/ibv/t09/i2/ibvt0
9i2p133.pdf.
Thomas, V., 1994. National survey of
pediatric fever management
practices among emergency
department nurses. J Emerg Nurs.
Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/7745904.
Wardiyah, A, Setiawati, U.R., 2016.
Perbandingan EFfektifitas
PEemberian Kompres Hangat dan
Tepid Sponge Terhadap
PEenurunan Suhu Tubuh Anak
Yang Mengalami Demam di Ruang
Alamanda RSUD dr . H . Abdul
Moeloek. Kesehatan Holistik,
10(1), pp.36–44. Available at:
http://malahayati.ac.id/wp-
content/uploads/2016/07/Jurnal-
Aryanti-Setiawati-Umi-
Romayati.pdf.
137
138
AKI di Provinsi Bali tahun 2013 adalah ibu yang tidak memiliki riwayat hipertensi
72,1 per 100.000 kelahiran hidup, namun mengalami kejadian hipertensi dalam
sedangkan pada tahun 2014 mengalami kehamilan yang berjumlah 14 orang (6,8%).
penurunan menjadi 70,5 per 100.000 Mochtar (2012) menyatakan upaya
kelahiran hidup, namun pada tahun 2015 penanganan preeklampsia yaitu memberikan
kembali mengalami peningkatan menjadi informasi dan edukasi kepada masyarakat
83,4 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di bahwa preeklampsia bukanlah penyakit
Provinsi Bali sangat dipengaruhi oleh kemasukan (magis), meningkatkan jumlah
perdarahan, infeksi dan HDK. Jumlah HDK poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil,
di Provinsi Bali pada tahun 2014 yang amati tanda-tanda preeklampsia saat
berhasil tercatat adalah 211 kasus, tahun pemeriksaan kehamilan dan obati sedini
2015 sebanyak 223 kasus sedangkan pada mungkin, serta mengakhiri kehamilan
tahun 2016 sebanyak 285 kasus (Dinas sedapat-dapatnya pada kehamilan 37
Kesehatan Provinsi Bali, 2015). minggu keatas, apabila setelah dirawat inap
Klasifikasi HDK yang dipakai di tanda-tanda preeklampsia tidak menghilang.
Indonesia berdasarkan Report of the Berbagai upaya tersebut telah dilakukan
National High Blood Pressure Education namun masih banyak ditemukan kasus
Program Working Group on High Pressure hipertensi dalam kehamilan khususnya
in Pregnancy yaitu hipertensi kronik, preeklampsia. Di masa yang akan datang
hipertensi gestasional, hipertensi kronik besar kemungkinan AKI disebabkan oleh
dengan superimposed preeklampsia preeklampsia (Manuaba, 2008).
(preeklampsia tidak murni) serta Studi pendahuluan yang peneliti lakukan
preeklampsia dan eklampsia (Wiknjosastro, dengan metode dokumentasi dari laporan
2011). tahunan pada tanggal 16 Januari 2017 di
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali IRD Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar
menyatakan bahwa pada tahun 2014 jumlah memperoleh data yaitu jumlah ibu yang
ibu hamil yang mengalami preeklampsia bersalin pada tahun 2014 sebanyak 1706
sebanyak 156 orang, kemudian tahun 2015 dengan 332 ibu (19,4%) mengalami
naik menjadi 164 orang serta pada tahun preeklampsia. Pada tahun 2015 jumlah ibu
2016 kasus preeklampsia mengalami yang bersalin sebanyak 1588 dengan 286
kenaikan lagi dengan jumlah 226 orang. ibu (18%) mengalami preeklampsia.
Wanita yang memiliki penyakit Sedangkan pada tahun 2016 jumlah ibu
hipertensi kronik memiliki peningkatan bersalin yaitu 1232 dengan jumlah ibu yang
risiko menderita preeklampsia (Sullivan, mengalami preeklampsia sebanyak 308 ibu
2009). Hal ini dapat dibuktikan dengan (25%).
penelitian yang dilakukan oleh Saraswati Berdasarkan latar belakang tersebut,
dan Murdiana (2015) yang mendapatkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
hasil dari 145 responden yang mengalami tentang hubungan riwayat hipertensi pada
preeklampsia, sebanyak 105 responden kehamilan sebelumnya dengan preeklampsia
(70,47%) mempunyai riwayat hipertensi, pada ibu bersalin.
sedangkan dari 145 responden yang tidak
mengalami preeklampsia, sebanyak 101 METODE
responden (71,28%) tidak mempunyai Jenis penelitian ini korelasi dengan
riwayat hipertensi. Radjamuda dan Motolalu pendekatan terhadap subjek penelitian
(2014), dalam penelitiannya juga adalah retrospektif. Subyek penelitian
mendapatkan hasil serupa yaitu jumlah ibu adalah ibu bersalin yang mengalami
hamil yang memiliki riwayat hipertensi preeklampsia di IRD Kebidanan RSUP
kemudian mengalami kejadian hipertensi Sanglah Denpasar pada kurun waktu 01
dalam kehamilan sebanyak 101 orang Januari-31 Desember 2016. Tehnik
(48,8%), lebih banyak dibandingkan dengan sampling yang digunakan adalah purposive
139
140 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 138 - 142
sampling dengan jumlah sampel 174 orang. Tabel 3 menunjukkan bahwa responden
Data didapatkan dari catatan medis pasien. lebih banyak memiliki riwayat hipertensi
Analisis data yang digunakan analisis Chi- pada kehamilan sebelumnya : 96 orang
Square (55,2%). Hal tersebut disebabkan oleh tidak
terdeteksinya riwayat hipertensi yang
HASIL DAN PEMBAHASAN diderita oleh ibu hamil pada saat Ante Natal
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal Care (ANC), selain itu masih banyak ibu
April – Mei 2017 di RSUP Sanglah. yang akan melahirkan belum mendapat
Sebelum hasil penelitian disajikan, akan wawasan tentang bahaya faktor-faktor risiko
disajikan terlebih dahulu karakteristik timbulnya preeklampsia khususnya faktor
subyek penelitian berdasarkan umur, riwayat hipertensi. Faktor yang dapat
pendidikan, pekerjaan, kelahiran anak pada menyebabkan preeklampsia, salah satunya
tabel berikut adalah riwayat hipertensi (Wiknjosastro,
Tabel 1. Distribusi karakteristik responden 2011). Riwayat hipertensi bagi seorang ibu
berdasarkan rata-rata usia Ibu bersalin mempunyai arti bahwa hipertensi
bersalin yang didiagnosa atau yang sudah ada pada
Variabel Mean SD Minimal 95% kehamilan sebelumnya (Cunningham, 2012)
Maksimal CI Penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Rosmiati (2014) menyatakan
Usia 28,09 3,955 21-35 27,50- bahwa dari 133 responden yang mengalami
28,68 preeklampsia, 99 responden mempunyai
riwayat hipertensi. Saraswati dan Mardiana
Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia
(2015) mendapat hasil penelitian dari 145
responden 28,09 tahun,usia termuda 21
responden pada kelompok kasus atau yang
tahun dan usia tertua 35 tahun.
mengalami preeklampsia, 105 responden
Tabel 2. Distribusi karakteristik responden tercatat memiliki riwayat hipertensi pada
berdasarkan Gravida ibu bersalin kehamilan sebelumnya.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan
Gravida N % preeklampsia pada ibu bersalin
Gravida ke II 88 51
No Pre eklamsia f %
Gravida ke III 49 28 1 Superimpoused 32 18,4
Gravida ke IV 37 21 2 Preeklamsia 36 20,7
Total 174 3 Preeklamsia ringan 106 60,9
Preeklamsia berat
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden 174 100
dominan dengan kehamilan yang ke dua 88
orang (51%)
Selanjutnya diuraikan hasil penelitian Tabel 4 menunjukkan bahwa responden
secara rinci sebagai berikut : paling banyak mengalami preeklampsia
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan berat 106 orang (60,9%). Menurut petugas
Riwayat hipertensi pada kehamilan di IRD Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar,
sebelumnya data tersebut disebabkan oleh predikat
RSUP Sanglah yang merupakan rumah sakit
No Riwayat hipertensi f % rujukan nasional, sehingga sebagian besar
1 Ada riwayat 96 55,2 preeklampsia berat dirujuk ke RSUP
2 hipertensi 78 44,8 Sanglah sedangkan preeklampsia ringan dan
Tidak ada riwayat superimposed preeklampsia sudah dapat
hipertensi ditangani di rumah sakit daerah.
174 100
140
I Dewa Ayu Ketut Surinati, dkk. Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya Dengan... 141
Hasil penelitian ini sesuai denga hasil mendapatkan hasil p value 0,0001 ( p ≤
penelitian Ika P.,dkk (2015) yang 0,05) dan nilai OR = 6,026 yang berarti ada
menyatakan bahwa dari 60 responden yang hubungan yang signifikan antara riwayat
mengalami preeclampsia 30orang. Hasil hipertensi dengan preeklampsia pada ibu
penelitian Novaliasari (2014) juga hamil dan ibu hamil yang memiliki riwayat
menemukan hasil sebagian besar responden hipertensi sebelumnya mempunyai risiko
mengalami preeklampsia berat sebanyak 6,026 kali mengalami kejadian preeklampsia
111 responden (71,6%). Hasil tersebut dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
menunjukkan bahwa masih banyaknya memiliki riwayat hipertensi.
preeklampsia berat yang terjadi di Indonesia Hasil penelitian Rosmiati (2014) juga
yang dapat membahayakan kondisi ibu mendapatkan hasil yang sama yaitu terdapat
bersalin. Preeklampsia berat apabila tidak hubungan yang signifikan antara riwayat
ditangani dengan baik dapat menyebabkan hipertensi dengan preeklampsia dengan p
komplikasi atau kondisi yang lebih parah value 0,000 dan OR 6,594. Selain itu, hasil
lagi seperti eklampsia, HELLP Syndrome penelitian ini didukung juga oleh hasil
bahkan kematian (Cunningham, 2012) penelitian yang didapat oleh Rahmatika
(2016) yaitu terdapat hubungan yang
Tabel 5. Distribusi hubungan riwayat signifikan antara riwayat hipertensi dengan
hipertensi dengan preeclampsia kejadian preeklamsia dengan nilai p-value
pada ibu bersalin 0.000, serta hasil dari uji regresi logistik OR
6,22 menunjukkan bahwa ibu bersalin yang
Pre PER PEB SP Jml P OR memiliki riwayat hipertensi berisiko
eklamsia value mengalami kejadian preeklamsia sebesar
Riwayat n % n %
6,22 kali dibandingkan ibu bersalin yang
Hipertensi
n % tidak memiliki riwayat hipertensi
Tdk ada Salah satu faktor risiko terjadinya
Riwayat 26 33,3 52 66,7 0 0 78 preeklampsia adalah riwayat hipertensi
0,000 (Wiknjosastro, 2011). Ibu yang mempunyai
2,965 riwayat hipertensi berisiko lebih besar
Ada riwayat 8 8,3 53 52 35 36 96 mengalami preeklampsia, serta dapat
meningkatkan angka morbiditas dan
Jumlah 34 105 35
mortalitas maternal (Bobak et al., 2005).
Bahaya yang spesifik pada kehamilan
Tabel 4 menunjukkan 96 orang
yang disertai oleh hipertensi adalah resiko
diantaranya ada riwayat hipertensi pada
timbulnya preeklampsia berat yang mungkin
kehamilan sebelumnya, dan dilihat dari
hampir dijumpai 25% pada wanita.
klasifikasi preeklampsia, jumlah terbanyak
Hipertensi dapat menyebabkan hipertropi
terjadi pada preeklampsia berat (55,2 %).
ventrikel dan dekompensatio kordis, cedera
Hasil uji chi square memperoleh angka p
serebrovaskular, dan kerusakan intrinsik
value = 0,000 dan OR = 2,065 yang berarti
ginjal. Hal tersebut dapat menyebabkan
hipotesis pada penelitian ini diterima atau
preeklampsia ringan yang dimiliki pada
ada hubungan yang signifikan antara
kehamilan sebelumnya menjadi
riwayat hipertensi dengan preeklampsia
preeklampsia berat pada saat kehamilan
pada ibu bersalin dan ibu yang mempunyai
berikutnya sehingga dapat memicu
riwayat hipertensi pada kehamilan
terjadinya eklampsia (Cunningham, 2012)
sebelumnya dua kali berisiko mengalami
preeklampsia dibandingkan dengan ibu yang
tidak mempunyai riwayat hipertensi pada SIMPULAN
kehamilan sebelumnya. Penelitian ini Sesuai dengan hasil penelitian dan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
oleh Saraswati dan Murdiana (2015) yang Dari 174 responden, sebagian besar
141
142 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 138 - 142
Mochtar, R., 2012, Sinopsis Obstetri : World Health Organization, 2015, Trends
Obstetri Fisiologi Obstetri Patolofi in Maternal Mortality : 1990 to
Edisi III Jilid 2 III., Jakarta: EGC. 2015, (online) Available at:
http://whqlibdoc.who.int/publicatio
Novaliasari,E., 2014, Usia dan Pendidikan ns/2010/9789241500265_eng.pdf,
Dengan Preeklampsi Di RSUD Dr. (2016, December 05)
142
143
Suratiah
Nyoman Hartati
DA Ketut Surinati
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email: tiah_sur@yahoo.com
Abstract : Boreh and the decrease on the level of ankle pain on post partum women.
This study has proven that there is relationship between boreh (Balinese scrub
medicine) and ankle pain on women post partum. This study is qualitative and
quantitative with pre-experimen with one group pretest-posttest design having 10
participants. The result of t test anlysis is 0,000, it means that, there is significant
relationship between boreh and the decrease on the level of ankle pain on post partum
women.
Setiap ibu di dunia ini sangat dapat menyebabkan resiko tinggi adanya
mendambakan hadirnya seorang anak pembentukan trombus selama kehamilan
sebagai pelengkap dan penyempurna dan selama periode postpartum.
kehidupan sebuah keluarga. Anak hanya Masa nifas atau periode post partum
akan didapatkan dari seorang pasangan yang masih merupakan masa yang rentan bagi
sehat secara reproduksi. Ibu dapat kelangsungan hidup ibu. Menurut Afifah,
melahirkan anak ke dunia ini setelah melalui dkk (2011), sebagian besar kematian ibu
suatu tahapan yang panjang dari hamil terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan
hingga melahirkan. Sepanjang kehamilan kesehatan ibu masa nifas berperan penting
dan kelahiran memerlukan dan mendapatkan dalam upaya menurunkan angka kematian
suatu perubahan yang sangat specifik pada ibu. Pelayanan masa nifas diberikan selama
perubahan fisik maupun psikologis ibu. periode 6 jam sampai dengan 42 hari.
Secara fisik akan mengalami perubahan Periode masa nifas yang berisiko terhadap
secara fisiologi untuk beradaptasi terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi
perubahan tubuh pada ibu. pada 3 hari pertama setelah melahirkan.
Adaptasi fisik yang dialami ibu salah Kemudian 7-28 hari menurun dan sampai
satunya adalah adanya perubahan pada 42 hari sangat menurun (Riskesdas,
pembekuan darah oleh sistem fibronosis 2013).
(aktivasi plasminogen dan antitrombin) yang Periode postpartum atau pasca bersalin
menyebabkan penekanan pada zat terjadi peningkatan fibrinogen sehingga
penghancur, sehingga dapat mencegah terjadi peningkatan kemampuan
perdarahan maternal melalui peningkatan penggumpulan darah sehingga cendrung
pembentukan bekuan. Namun disamping itu terjadinya Thromboplebitis akibat
143
144 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 143 - 147
144
Suratiah, dkk. Budaya “Meboreh” Masyarakat Bali Menurunkan Tingkat Nyeri Tungkai Pada Ibu... 145
bersalin, mengidentifikasi tingkat nyeri ibu dapat semakin melancarkan aliran ASI
sebelum menggunakan boreh pada ibu pasca dari alveoli ke duktus laktiferus sehingga
bersalin, mengidentifikasi tingkat nyeri bayi dengan mudah untuk mendapatkan ASI
setelah menggunakan boreh pada ibu pasca saat mengisap puting ibu.
bersalin, mengetahui pengaruh boreh Tabel 1. Skala Nyeri Tungkai Sebelum dan
terhadap penurunan tingkat nyeri tungkai Setelah Menggunakan Boreh pada
pada ibu pasca bersalin. Manfaat yang Ibu Pasca Bersalin
diharapkan adalah meningkatkan
pemanfaatan budaya Meboreh dalam NO SEBELUM SETELAH
RESPONDEN
meningkatkan kesehatan ibu pasca bersalin 1 3 0
tanpa mengkhawatirkan efek samping, 2 4 0
meningkatkan penggunaan pelayanan 3 3 0
kesehatan tradisional jenis ramuan dalam 4 5 0
meningkatkan kesehatan ibu pasca bersalin, 5 6 2
mempertahankan budaya Meboreh sebagai 6 4 1
bagian dari kekayaan budaya Indonesia 7 3 1
8 5 1
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. 9 3 1
10 4 0
METODE
Jenis Penelitian ini adalah Kualitatif dan Tingkat Nyeri Tungkai Sebelum dan
Kuantitatif dengan rancangan penelitian Pra- Setelah Menggunakan Boreh pada Ibu
eksperimen, dengan rancangan One Group Pasca Bersalin.
Pretest-Postest Design. Populasi penelitian Tabel 2. Distribusi Frekwensi Tingkat Nyeri
ini adalah ibu pasca bersalin. Besar sampel Tungkai Sebelum dan Setelah
yang digunakan didasarkan rumus besar Menggunakan Boreh pada Ibu
sampel penelitian analitis kategorik-numerik Pasca Bersalin
berpasangan sebanyak 32 orang. Diambil
dengan Purposive sampel. Uji statistik yang KRITERIA SEBELUM % SETELAH %
digunakan adalah : uji t berpasangan. 0-3 4 40 10 100
4-6 6 60 0 0
7-10 0 0 0 0
HASIL DAN PEMBAHASAN
10 100 10 100
Hasil anamnesa dengan responden
didapatkan semua memberikan respon yang
Dari tabel 2 di atas, nyeri tungkai yang
cukup baik dan sangat merasakan manfaat
dialami oleh ibu pasca bersalin paling
dari boreh yang digunakan. Adapun reaksi
banyak pada tingkat sedang 60% kemudian
yang dirasakan adalah merasakan hangat
ringan 40%.
pada tungkai, memberikan rasa nyaman,
mengurangi nyeri pada tungkai. Hal yang
Pengaruh Boreh Terhadap Penurunan
ditakutkan karena kotor tidak ada yang
Tingkat Nyeri Tungkai Ibu Pasca
menyatakan hal demikian, dikarenakan
Bersalin.
boreh yang diberikan kering tetapi tidak
Untuk mengetahui pengaruh boreh
menyebabkan pengelupasan pada boreh
terhadap penurunan tingkat nyeri tungkai,
yang menyebabkan kotor. Sehingga ibu
kami melakukan uji statistik. Karena data
dengan nyaman dan tidak perlu merasakan
numerik, maka kami lakukan uji normalitas
takut akan kotor dimana-mana.
data dengan Uji Shapiro-Wilk. Didapatkan
Selain itu juga ibu merasa nyaman
hasil 0,074 dimana lebih besar dari 0,05
memberikan ASI kepada bayinya karena
yang artinya data berdistribusi normal.
tidak harus mengkonsumsi obat yang akan
Karena data berdistribusi normal, maka uji
memberikan pengaruh pada bayinya.
statistik yang kami gunakan adalah uji
Dengan rasa nyaman yang dirasakan oleh
145
146 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 143 - 147
146
Suratiah, dkk. Budaya “Meboreh” Masyarakat Bali Menurunkan Tingkat Nyeri Tungkai Pada Ibu... 147
147
148
Abstract: Self Care of Ability in Children With Mental Retardation. The Purpose of
this research to describe self-care abilities in children with mental retardation in SLB
Negeri 1 Gianyar 2017. The research method used is descriptive with cross sectional
approach. The study was conducted in April untill May with respondents as many as
35 people. The sampling technique used type of non probability sampling is total
sampling. Based on the analysis of data, the ability of self-care for children with mental
retardation based on age there were 11 years 11 (31 %), based on gender of
respondents most of them male gender 21 (60 %). The Result show, Self-care ability in
children with mental retardation in SLB 1 Gianyar as many as 17 (49%) of respondents
or mean 55 in the medium category.
Masa anak adalah masa pertumbuhan dan suatu keadaan perkembangan jiwa yang
perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 terhenti atau tidak lengkap, yang terutama
tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), ditandai oleh terjadinya hendaya
pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 keterampilan selama masa perkembangan,
tahun), hingga remaja (11-18 tahun) sehingga berpengaruh pada tingkat
(Hidayat 2009). Orang tua akan merasa kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
senang dan bahagia apabila anak yang kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan
dilahirkan memiliki kondisi fisik dan psikis sosial.
yang sempurna, sebaliknya orang tua akan Anak pada usia 24 bulan atau 2 tahun
merasa sedih apabila anak yang dimiliki sudah dapat melepas pakaiannya seperti
lahir dengan kondisi fisik yang tidak baju, rok, atau celana, juga makan nasi tanpa
sempurna atau mengalami hambatan banyak tumpah (Ridha 2014). Anak- anak
perkembangan, salah satu hambatan pada umumnya mampu menguasai
perkembangan yang dialami oleh seorang keterampilan bantu diri dengan baik secara
anak adalah retardasi mental. Menurut mandiri pada usia enam tahun, namun bagi
Maslim, (2013) retardasi mental adalah anak berkebutuhan khusus seperti anak
148
Putu Susy Natha Astini, dkk. Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 149
dengan retardasi mental yang memiliki usia kecacatan lainnya. World Health
jauh dari usia kronologis mungkin akan Organization (WHO) memperkirakan
mengalami hambatan dalam menguasai jumlah anak retardasi mental di Indonesia
kemampuan merawat diri (Cuchany, 2014). sekitar 7-10% dari total jumlah anak (WHO,
Menurut Ramawati, (2014) anak dengan 2013). Pada tahun 2003 jumlah anak
retardasi mental akan mengalami kesulitan retardasi mental 679.048 atau 11,42%,
dan keterlambatan dalam belajar dengan perbandingan laki-laki 60% dan
keterampilan diri dan membutuhkan perempuan 40%, dengan kategori retardasi
beberapa bantuan baik di rumah maupun di mental sangat berat (idiot) 2,5%, kategori
sekolah. berat 2,8%, retardasi mental cukup berat
Keterbatasan anak retardasi mental (imbisil debil profound) 2,6%, dan retardasi
salah satunya adalah perawatan diri. mental ringan 3,5% (Depkes RI, 2010).
Perawatan diri merupakan hal yang sangat Berdasarkan Pendataan Program
penting karena berkaitan dengan diri sendiri Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011,
dan termasuk dalam kebutuhan dasar anak dengan retardasi mental 30.460 orang
manusia yang paling dasar. Perawatan diri (Kementerian Kesehatan RI 2014). Jumlah
bertujuan merawat diri dengan cara anak retardasi mental meningkat pada tahun
sedemikian rupa sehingga dapat menikmati 2016 yaitu 114.085 orang (Kementerian
hidup ini dengan penuh arti bagi diri sendiri, Pendidikan dan Kebudayaan 2016).
kemandirian sangat dibutuhkan dari masing- Retardasi mental menjadi urutan keempat
masing individu untuk mencapai perawatan pada tahun 2012 pada 10 besar penyakit
diri yang optimal. Keterbatasan anak rawat inap di Rumah Sakit Jiwa di Bali.
dengan retardasi mental dalam perawatan Dinas Sosial Provinsi Bali menyatakan
diri meliputi makan, ke kamar mandi, jumlah anak dengan berkebutuhan khusus
berpakaian, dan berhias (Wong 2008). tahun 2014 sebanyak 2.754 penderita,
Ketergantungan perawatan diri menurut sedangkan pada tahun 2016 jumlah anak
WHO,(2002), sebagai ketidakmampuan retardasi mental sebanyak 1862 orang
untuk melakukan kegiatan harian seperti (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
mempertahankan kebersihan diri, makan, 2016).
dan kesadaran akan bahaya sebagai salah Anak dengan retardasi mental
satu masalah terbesar dalam kesehatan di membutuhkan institusi sekolah baik tingkat
dunia. TK, SD, SMP dan SMA yang bertujuan
Retardasi mental terjadi sekitar 1-3% dari sebagai media untuk memfasilitasi dan
seluruh populasi di Amerika Serikat tahun meningkatkan seluruh kemampuan yang
2010. Menurut hasil studi di Aberdeen dan dimilikinya. Pendirian institusi Sekolah
Scotland tahun 2010 didapatkan prevalensi Luar Biasa (SLB) merupakan upaya
retardasi mental berat adalah 1 dari 300 pemerataan pendidikan disemua lapisan
orang dan 1 dari 77 untuk retardasi mental masyarakat dan setiap warga negara
ringan. Prevalensi retardasi mental pada Indonesia yang memiliki hak yang sama
anak di bawah umur 18 tahun di negara untuk mendapatkan pendidikan.
maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5%, Berdasarkan hasil studi pendahuluan
sedangkan di negara berkembang berkisar yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa
4,6%, angka kejadian retardasi mental di (SLB) Negeri 1 Gianyar, terhadap 10 orang
negara maju berkisar 3-4 kasus baru per anak, tampak anak retardasi mental ringan
1000 anak dalam 20 tahun terakhir, yang belum mampu mengurus dirinya
sedangkan di negara berkembang berkisar sendiri,seperti; kondisi badan tampak
19 kasus per 1000 kelahiran baru (WHO, kusam, rambut tidak rapi, kuku tampak
2013). kotor dan panjang, tampak awal jam
Retardasi mental di Indonesia menempati pembelajaran di sekolah penampilan mereka
urutan ke-4 di antara masalah gangguan tampak rapi, namun setelah jam pulang
149
150 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 148 - 153
penampilan mereka tampak kurang rapi setara dengan perkembangan anak usia 6
seperti rambut tidak rapi, baju tampak tahun ketika ia berusia 9 tahun secara
kurang rapi. kronologis, dan akan berusia 12 tahun
Berdasarkan uraian diatasmaka tujuan secara mental ketika ia berusia 18 tahun
dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui secara kronologis. (Semiun, 2006).
Gambaran kemampuan perawatan diri pada Hasil penelitian menunjukkan sebagian
anak dengan Retardasi Mental di SLB I besar anak retardasi mental di SLB Negeri 1
Gianyar. Gianyar adalah berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 21 (60%) responden. Menurut
METODE Sandra (2010), jenis kelamin laki-laki lebih
Penelitian ini menggunakan desain banyak dijumpai pada anak retardasi mental
deskriptif, dengan pendekatan Cross dibandingkan jenis kelamin perempuan,
Sectional. Penelitian dilaksanakan di sebanyak 1,5 kali besar. Penelitian yang
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 pernah dilakukan oleh Preodita (2008) pada
Gianyar, pada bulan April sampai Mei 2017. 61 anak di SLB Negeri Semarang, hasil
Teknik pengambilan sampel menggunakan yang diperoleh anak berjenis kelamin laki-
non probability sampling yaitu total laki sebanyak 85,2% dan perempuan 14,8%.
sampling. Sampel dalam penelitian ini Sejalan dengan penelitian Ramawati (2011),
adalah anak dengan Retardasi Mental memperoleh hasil dari 65 sampel ditemukan
Ringan, yang memenuhi kriteria inklusi; 35 40 responden berjenis kelamin laki-laki
responden. Instrumen penelitian yang (61,5%).
digunakan adalah kuesioner yang telah diuji Retardasi mental yang diakibatkan oleh
validitas dan reliabilitas dengan taraf abnormalitas genetis, menyebabkan
signifikan 0,05 didapatkan hasil r hitung = retardasi mental 1 berbanding 1000-1500
0,708-0,989, kuesioner dinyatakan valid pada pria dan hambatan mental 1
sedangkan hasil uji realibilitas adalah 0,988- berbanding 2000-2500 pada perempuan.
0989 dan kuesioner dinyatakan reliabel. Perempuan biasanya memiliki dua
kromosom X sementara laki-laki hanya satu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada perempuan, memiliki dua kromosom X
Jumlah responden sesuai dengan kriteria tampaknya memberikan perlindungan dari
inklusi adalah 35 responden. Karakteristik gangguan ini, bila kerusakan terjadi pada
responden adalah siswa-siswi SD dengan salah satunya. Hal ini dapat menjelaskan
Retardasi Mental Ringan yang Sekolah mengapa gangguan ini umumnya akan
diSLB Negeri 1 Gianyar, yang diidentifikasi berdampak akan lebih parah pada laki-laki
berdasarkan umur dan jenis kelam dari pada perempuan. Sindroma Fragile X
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan adalah penyebab paling umum retardasi
di SLB Negeri 1 Gianyar, jumlah responden mental yang diwariskan. Ditemukan sekitar
usia 11 tahun adalah 11 (31%) responden 1 dari 4000 kelahiran pada laki-laki dan 1
dari 35 responden. Usia pada anak retardasi dari 8000 kelahiran pada perempuan.
mental tidak dapat disamakan dengan usia Sindroma Fragile X disebabkan oleh mutasi
perkembangan pada anak normal. Usia anak pada bagian lengan panjang kromosom X.
retardasi mental lebih ditekankan pada Mutasi ini berada pada gen yang saat ini
perkembangan mentalnya yang setara disebut Fragile X Mental Retardation Gene
dengan 8 bulan per tahun kalender. Ketika (FMR1). Perempuan lebih sedikit terkena
anak retardasi mental berusia 6 tahun maka sindrom ini dibandingkan laki-laki karena
usia mentalnya baru setara dengan hanya satu kromosom X yang aktif dalam
perkembangan anak usia 4 tahun, sehingga setiap sel. Karena perempuan mempunyai
anak tidak dapat dipaksakan untuk belajar dua kromosom, sebuah kromosom X dengan
seperti anak lain seusianya. Anak retardasi sebuah gen FMR1 normal mungkin menjadi
mental baru akan mencapai usia mental atau aktif dalam banyak sel yang juga terdapat
150
Putu Susy Natha Astini, dkk. Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 151
sebuah kromosom X dengan sebuah gen sel dengan kromosom X dengan gen FRM1
FMR1 termutasi, sehingga sel mereka lebih yang termutasi akan menjadi rusak (Semiun,
sedikit rusak, dibandingkan laki-laki yang 2006)
hanya mempunyai satu kromosom X, semua
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Retardasi
Mental
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Retardasi
Mental Berdasarkan Jenis Perawatan Diri
151
152 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 148 - 153
152
Putu Susy Natha Astini, dkk. Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 153
153
154
I Ketut Gama
Ni Wayan Krisma Andiani
I Gede Widjanegara
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email : gama_bali@yahoo co.id
Indonesia adalah negara yang memiliki sebagai tempat yang baik bagi
iklim tropis.Kondisi iklim ini tidak hanya perkembangan penyakit terutama penyakit
membuat Indonesia menjadi tempat yang yang dibawa oleh vektor. Salah satu
baik bagi kehidupan hewan dan tumbuhan, penyakit di Negara Indonesia yang
namun hal ini juga menjadikan Indonesia ditularkan oleh vektor adalah penyakit
154
I Ketut Gama, dkk. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue 155
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tercapai pada tahun 2015 (Kementerian
ditularkan melalui vektor nyamuk (Waris Kesehatan RI, 2016).
dan Yuana, 2013). Permasalahan pada Rendahnya ABJ secara nasional otomatis
pengendalian penyakit DBD dapat berdampak pada peningkatan jumlah kasus
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan DBD di Indonesia. Dapat dijabarkan jumlah
serta perilaku dan sosialisasi pemerintah penderita DBD di Indonesia yang tercatat
tentang upaya pengendalian DBD (Bahtiar, pada tahun 2013 sebanyak 112.511 kasus
2012). dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR)
Menurut KEPMENKES No =45,85 per 100.00 penduduk, tahun 2014
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang tercatat sebanyak 100.347 kasus dengan
Kebijakan Nasional pengendalian DBD, jumlah kematian sebanyak 907 orang
pemberantasan DBD dapat dilakukan (Angka kesakitan/IR=39,80 per 100.00
melalui peningkatan ilmu pengetahuan serta penduduk dan angka kematian/Case Fatality
peningkatan perilaku hidup sehat dan Rate (CFR)=0,9%) dan jumlah penderita
kemandirian dalam pengendalian DBD DBD pada tahun 2015 yang tercatat
(Kementerian Kesehatan RI, 2011). sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh kematian sebanyak 1.071 orang (Angka
Waris dan Yuana (2013) yang menyatakan kesakitan/IR=50,75 per 100.000 penduduk
bahwa perilaku masyarakat dalam dan angka kematian/CFR=0,83%). Target
melakukan pencegahan 3M Plus cenderung Renstra Kementerian Kesehatan untuk
negatif, ini dapat dilihat dari 100 responden angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar
yang memiliki pengetahuan baik dengan <49 per 100.000 penduduk, dengan
perilaku baik pula sejumlah 25 responden demikian Indonesia belum mencapai target
(61%), sedangkan pengetahuan baik dengan Renstra 2015. Provinsi dengan angka
perilaku kurang sejumlah 16 responden kesakitan DBD tertinggi pada tahun 2015
(39%). Ini artinya pelaksanaan 3M di yaitu Bali sebesar 259,1, Kalimantan Timur
kalangan masyarakat belum berjalan sesuai sebesar 188,46, dan Kalimantan Utara
harapan yang diprogramkan oleh Dinas sebesar 112,00 per 100.000 penduduk
Kesehatan. (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Keberhasilan program pencegahan DBD Perkembangan kasus DBD di Bali Tahun
melalui kegiatan 3M Plus dipengaruhi oleh 2013 dilaporkan sebanyak 7.077 kasus
beragamnya tingkat pengetahuan, sikap, dan (Angka kesakitan/IR=174,5 per 100.000 dan
perilaku masyarakat (Kementerian angka kematian/CFR= 0,11%), tahun 2014
Kesehatan RI, 2011). Berdasarkan penelitian jumlah penderita DBD yang dilaporkan
yang dilakukan oleh Handayati dalam Dewi sebanyak 8.629 kasus dengan jumlah
(2015) di Kota Pekanbaru Riau menyatakan kematian 17 orang (Angka Kesakitan/IR=
bahwa perilaku masyarakat akan sangat 210,2 per 100.000 penduduk dan angka
menentukan tingkat kesehatan dari kematian/CFR =0,2%) (Dinas Kesehatan
masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat Provinsi Bali, 2015), dan tahun 2015 jumlah
yang baik akan memberikan dampak yang penderita DBD yang dilaporkan sebanyak
baik bagi kesehatan, dan sebaliknya perilaku 10.759 kasus dengan jumlah kematian 29
masyarakat yang tidak baik akan berdampak orang (Angka Kesakitan/IR= 259,1 per
tidak baik juga bagi kesehatannya. 100.000 penduduk dan angka
Buruknya perilaku masyarakat dalam kematian/CFR=0,3%). Tiga kabupaten/kota
pencegahan DBD di Indonesia dapat dilihat di Bali dengan kasus DBD tertinggi pada
dari rendahnya Angka Bebas Jentik (ABJ) tahun 2015 adalah Kabupaten Gianyar
secara nasional yaitu sebesar 54,24%. dengan 2.198 kasus, kedua Kabupaten
Sedangkan ABJ yang ditargetkan oleh Badung dengan 2.178 kasus dan yang ketiga
pemerintah pada tahun 2015 sebesar ≥95%, Kabupaten Buleleng dengan 2.007 kasus
dengan demikian target tersebut belum (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2016).
155
156 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 154 - 160
Salah satu kabupaten di Bali dengan Nyamuk (PSN) yang merupakan suatu
angka kejadian DBD yang terus mengalami kegiatan untuk memberantas telur, jentik,
peningkatan tiap tahunnya adalah dan kepompong nyamuk Aedes aegyptidan
Kabupaten Gianyar. Tahun 2013 tercatat Aedes albopicus. Pemberantasan Sarang
sebanyak 808 kasus (Angka Nyamuk DBD dilakukan dengan cara 3M
kesakitan/IR=165,4 per 100.000 penduduk), Plus yaitu menguras tempat-tempat
tahun 2014 sebanyak 1763 kasus (Angka penampungan air sekurang-kurangnya
kesakitan/IR=357,8 per 100.000 penduduk), seminggu sekali, menutup rapat-rapat
tahun 2015 sebanyak 2.198 kasus (Angka tempat penampungan air dan menguburkan
kesakitan/IR=442,3 per 100.000 penduduk) barang yang tidak terpakai/barang bekas,
dan pada tahun 2016 sebanyak 3.673 kasus serta ditambah dengan kegiatan plus yaitu
dengan kematian sebanyak 15 orang. pencegahan gigitan nyamuk, menaburkan
Kabupaten Gianyar memiliki 13 puskesmas atau meneteskan larvasida pada tempat
yang tersebar di 7 kecamatan. Kasus DBD penampungan yang sulit dibersihkan,
di Gianyar pada tahun 2015 tercatat paling menghindari kebiasaan menggantung
tinggi terjadi di wilayah kerja Puskesmas pakaian di dalam rumah yang dapat menjadi
Ubud I dengan angka kejadian sebanyak 507 tempat istirahat nyamuk, pengurangan
kasus, yang kedua wilayah kerja UPT tempat perkembangbiakan dan tempat
Kesmas Sukawati I dengan angka kejadian peristirahatan nyamuk penular penyakit
sebanyak 451 kasus dan yang ketiga wilayah DBD. Berdasarkan studi pendahuluan yang
kerja Puskesmas Gianyar I dengan angka dilakukan pada bulan Januari 2017 melalui
kejadian sebanyak 395 kasus (Dinas wawancara dengan Pengelola Program P2
Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2016). DBD di UPT Kesmas Sukawati I, beliau
Perkembangan kasus DBD di Wilayah kerja mengatakan bahwa pencegahan DBD sudah
UPT Kesmas Sukawati I mengalami dilakukan di masing-masing banjar yang
peningkatan yang signifikan dari tahun 2013 menjadi wilayah kerja UPT Kesmas
sampai tahun 2015. Pada tahun 2013 tercatat Sukawati I melalui berbagai cara salah
angka kejadian DBD sebanyak 195 kasus, satunya dengan melakukan PSN yang
tahun 2014 sebanyak 305 kasus, tahun 2015 dilakukan secara periodik oleh masyarakat
sebanyak 451 kasus (Angka dalam bentuk kegiatan 3M Plus, namun
Kesakitan/IR=0,73 per 100.000 penduduk) walaupun demikian kasus DBD masih saja
terjadi penurunan pada tahun 2016 yaitu terjadi khususnya di Banjar Puseh.
sebanyak 298 kasus namun terdapat angka Berdasarkan permasalahan dari latar
kematian sebanyak empat orang. Kasus belakang di atas peneliti tertarik untuk
DBD tertinggi di wilayah kerja UPT melalukan penelitian tentang Perilaku
Kesmas Sukawati I pada tahun 2015 adalah Masyarakat Dalam Mencegah DBD di
Desa Ketewel dengan angka kejadian DBD Banjar Puseh Desa Ketewel.
sebanyak 164 kasus, yang kedua Desa
Batuan sebanyak 100 kasus dan ketiga Desa METODE
Sukawati sebanyak 75 kasus. Kasus DBD Penelitian ini menggunakan jenis
tertinggi di Desa Ketewel pada tahun 2015 penelitian deskriptif, yaitu suatu metode
berada di Banjar Puseh dengan angka penelitian yang dilakukan dengan tujuan
kejadian sebanyak 48 kasus, kedua Banjar utama untuk membuat gambaran tentang
Pasekan dan Banjar Rangkan dengan 18 suatu keadaan secara objektif dengan jenis
kasus dan ketiga Banjar Pamesan dengan 16 pendekatan yang digunakan adalah cross
kasus (UPT Kesmas Sukawati I, 2016). sectional, yaitu jenis penelitian yang
Upaya pencegahan terhadap penularan menekankan pada waktu pengukuran atau
DBD dilakukan dengan pemutusan rantai observasi data variable hanya satu kali pada
penularan dengan cara pengendalian vektor satu saat (Setiadi, 2013).Penelitian
melalui kegiatan Pemberantasan Sarang dilaksanakan di Banjar Puseh wilayah kerja
156
I Ketut Gama, dkk. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue 157
157
158 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 154 - 160
158
I Ketut Gama, dkk. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue 159
dengan pengetahuan baik yakni sebanyak 55 Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
orang atau 58,5% dan sebagian kecil oleh Andani (2015) di banjar Pegok
responden dengan pengetahuan kurang Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar
yakni sebanyak 14 orang atau 14,9%. Selatan tentang tindakan keluarga dalam
Berbeda dengan hasil penelitian yang pencegahan DBD menyatakan bahwa
dilakukan oleh Waris dan Yuana (2013) sebagian besar tindakan dalam kategori
tentang pengetahuan dan perilaku cukup yakni sebanyak 83 responden atau
masyarakat terhadap DBD di Kecamatan 56% dan sebagian kecil tindakan dalam
Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, kategori kurang yakni sebanyak 16
Provinsi Kalimantan Selatan menyatakan responden atau 11%.
bahwa secara umum pengetahuan
masyarakat tentang penyakit DBD kurang. SIMPULAN
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian dan
merupakan hasil tahu yang terjadi setelah pembahasan dari 94 responden yang diteliti
seseorang melakukan pengindraan terhadap didapatkan perilaku masyarakat dalam
suatu objek tertentu dan pengetahuan pencegahan demam berdarah dengue dari
dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, segi pengetahuan sebagian besar responden
usia, dan sumber informasi. Perbedaan hasil dengan pengetahuan baik yakni sebanyak 55
penelitian ini mungkin dipengaruhi oleh orang atau 58,5%, dari segi sikap sebagian
perbedaan karakteristik responden yang besar responden dengan sikap baik yakni
diteliti meliputi usia, pendidikan dan sebanyak 45 responden atau 47,9% dan dari
pekerjaan. segi tindakan sebagian besar responden
Perilaku responden dalam pencegahan dengan tindakan cukup yakni sebanyak 40
DBD didapatakan hasil bahwa dari 94 orang atau 42,6%.
responden yang diteliti, sebagian besar
responden dengan sikap baik yakni DAFTAR RUJUKAN
sebanyak 45 responden atau 47,9% dan Andani, N.K.S.T. 2015. Tindakan Keluarga
dalam Pencegahan Penyakit
sebagian kecil responden dengan sikap Demam Berdarah Dengue di Banjar
kurang yakni sebanyak 13 orang atau Pegok Wilayah Kerja Puskesmas I
13,8%. Sejalan dengan penelitian yang Denpasar Selatan Tahun 2015. KTI.
dilakukan oleh Indah, dkk (2011) tentang Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Denpasar.
studi pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat Aceh dalam Pencegahan demam Bahtiar, Y. 2012. Hubungan Pengetahuan
berdarah dengue menyatakan bahwa hampir dan Sikap Tokoh Masyarakat
seluruh responden memiliki sikap yang baik dengan Perannya dalam
Pengendalian Demam Berdarah di
terhadap pencegahan DBD. Menurut Wilayah Puskesmas Kawalu Kota
Notoatmodjo (2010) sikap adalah suatu Tasikmalaya. 4(1):73–84.
reaksi atau respon seseorang yang tertutup
terhadap stimulus atau objek tertentu yang Dewi, N.P. 2015. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Praktik
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi Pemberantasan Sarang Nyamuk
yang bersangkutan (senang-tidak senang, Demam Berdarah Dengue (PSN
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan lain- DBD) Keluarga Di Kelurahan
lain) Mulyoharjo Kecamatan Jepara
Kabupaten Jepara.
Tindakan responden dalam pencegahan http://lib.unnes.ac.id/20434/1/6411
DBD didapatakan hasil bahwa dari 94 410081-S.pdf. diakses pada tanggal
responden yang diteliti, sebagian besar 27 November 2016.
responden dengan tindakan cukup yakni
Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. 2016.
sebanyak 40 orang atau 42,6% dan sebagian Profil Kesehatan Kabupaten
kecil responden dengan tindakan kurang Gianyar Tahun 2015. Gianyar:
yakni sebanyak 19 orang atau 20,2%. Dinas Kesehatan Kabupaten
159
160 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 154 - 160
160
161
Ni Nyoman Hartati
Nengah Runiari
Ni Made Mali Rahayu
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email :ninyomanhartati@yahoo.co.id
161
162 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168
162
Ni Nyoman Hartati, Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 163
kehamilannya. Hal ini didukung oleh keluhan itu datang, mereka hanya
penelitian yang dilakukan (Jojor, 2011) membiarkannya dan tetap melakukan
Tentang Perilaku Primigravida dalam aktivitasnya. Dalam upaya mencegah
Mengatasi Mual Muntah Pada Masa dampak buruk pada masa kehamilan, seperti
Kehamilan di Klinik Bersalin Citra II hyperemesis gravidarum, diperlukan
Medan Tahun 2011, dengan jumlah populasi perilaku yang mendukung menuju
sebanyak 85 orang, yaitu di dapatkan tingkat perubahan yang lebih baik, khususnya bagi
pengetahuan baik sebesar 37,7%, ibu primigravida (Manuaba 2008). Perilaku
pengetahuan sedang 54,1%, tingkat adalah tindakan atau perubahan suatu
pengetahuan kurang sebesar 8,2%, penilaian organisme yang dapat diamati dan bahkan
sikap positif sebesar 80%, sikap negatif dapat dipelajari. Oleh sebab itu, perilaku ibu
sebesar 20%, sedangkan untuk tindakan baik dalam mengatasi emesis gravidarum perlu
sebesar 23,6%, tindakan sedang sebesar diketahui mengingat pentingnya hal tersebut
75,3%, dan tindakan kurang kurang sebesar antara lain untuk mencegah atau
1,1%. mengurangi komplikasi yang terjadi pada
saat kehamilan. Penelitian ini bertujuan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
untuk mengetahui Perilaku Ibu Primigravida
yang dilakukan pada tanggal 14 Januari
Trimester I Dalam Mengatasi Emesis
2017 di Puskesmas IV Denpasar Selatan,
Gravidarum.
jumlah kunjungan ibu hamil pada tahun
2016 sebanyak 1868 orang. Jumlah
kunjungan ibu hamil setiap bulannya rata- METODE
Desain penelitian ini yang digunakan
rata sebanyak 155 orang. Berdasarkan data
yaitu deskriptif observasional dengan
sekunder yang diperoleh dari kunjungan ibu
pendekatan cross sectional. Sampel
hamil tahun 2016 ditemukan sebagian besar
berjumlah 32 orang ibu primigravida
ibu hamil 76,95% mengeluh mengalami
trimester I yang berkunjung ke Puskesmas
mual muntah, baik pada ibu primigravida
IV Denpasar Selatan. Sampel didapatkan
maupun ibu multigravida. Dari beberapa ibu
dengan menggunakan teknik sampel jenuh
hamil yang mengalami keluhan mual
yaitu teknik penentu sampel bila semua
muntah terdapat data ibu hamil yang
anggota populasi digunakan sebagai sampel
mengalami mual muntah yang berlebihan
(Setiadi, 2013). Penelitian ini dilaksanakan
(hyperemesis gravidarum) pada tahun 2016
yang dirawat inap di Puskesmas IV di Puskesmas IV Denpasar Selatan,
berdasarkan atas pertimbangan jumlah ibu
Denpasar Selatan, yaitu sebanyak 7 orang
hamil yang berkunjung cukup banyak yaitu
(0,37%). Dari lima orang ibu primigravida
berjumlah 1868 orang pada tahun 2016,
dengan keluhan mual muntah yang berhasil
dengan rata-rata perbulan 155 orang.
diwawancarai selama dua hari, yaitu pada
Pengambilan data dilakukan pada bulan
tanggal 14 dan 15 Januari 2017, lima orang
April sampai dengan bulan Mei 2017
ibu mengatakan kurang tahu tentang
dengan menggunakan kuesioner. Data
pengertian, penyebab, gejala, dan akibat dari
dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu
emesis gravidarum, selain itu ibu juga
dengan persentase tingkat pengetahuan,
memiliki sikap yang kurang mendukung
sikap dan tindakan ibu primigravida
dalam mengatasi mual muntah. Tindakan
trimester I dalam mengatasi emesis
yang ibu lakukan dalam mengatasi mual dan
gravidarum.
muntahnya, yaitu dengan meminum air
putih dan menghentikan aktivitasnya jika
sudah mengganggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Didinkaem (dalam Jojor, 2011)
Wanita hamil yang mengalami mual muntah Hasil penelitian tentang karakteristik
kebanyakan tidak mengetahui cara subyek penelitian didapatkan sebagai
mengatasi keluhan mual muntah. Saat berikut :
163
164 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168
164
Ni Nyoman Hartati, Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 165
Berdasarkan data pada gambar tiga di semakin mudah menerima informasi. Hal ini
atas, dari 32 responden didapatkan bahwa sejalan dengan pendapat Wawan dan Dewi
sebagian responden memiliki tindakan (2010), dimana pendidikan dapat
cukup yaitu sebanyak 22 responden (69%). mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama
dalam motivasi untuk sikap berperan serta
Tingkat pengetahuan ibu primigravida
dalam pembangunan.
trimester I tentang emesis gravidararum
Sementara itu jika dilihat dari segi
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32
pekerjaan, sebagian besar responden sebagai
responden ibu primigravida trimester I
pegawai swasta (44%). Dengan bekerja ibu
didapatkan bahwa tingkat pengetahuan
akan dapat memperoleh pengetahuan yang
responden sebagian memiliki tingkat
lebih luas dan mampu mencermati informasi
pengetahuan cukup yaitu sebanyak 17
yang diterima termasuk juga informasi
responden (53%), tingkat pengetahuan
tentang mual muntah pada masa kehamilan.
kurang sebanyak enam responden (19%)
Hal ini sejalan dengan pendapat Wawan dan
dan tingkat pengetahuan baik sebanyak
Dewi (2010) dimana disebutkan lingkungan
sembilan responden (28%). Hasil penelitian
pekerjaan dapat membuat seseorang
ini menunjukkan hasil yang serupa dengan
memperoleh pengalaman dan pengetahuan
penelitian yang dilakukan Rosiana (2012)
baik secara langsung maupun tidak
dengan judul Tingkat Pengetahuan Ibu
langsung.
Hamil Trimester I Tentang Emesis
Gravidarum Di Bps Mitra Ibu Karanganyar Berdasarkan data hasil penelitian
Sragen. Pada hasil penelitiannya mengenai tingkat pengetahuan tentang
menunjukkan sebagian besar ibu hamil emesis gravidarum di Puskesmas IV
trimester I memiliki tingkat pengetahuan Denpasar Selatan, di dapatkan bahwa
cukup sebanyak 19 responden (63,3%), tingkat pengetahuan responden tentang
tingkat pengetahuan baik sebanyak enam emesis gravidarum sebagian responden
responden (20%), dan tingkat pengetahuan memiliki tingkat pengetahuan yang cukup
kurang sebanyak lima responden (16,7%). yaitu sebanyak 17 responden (53%) dari 32
responden. Hal ini disebabkan karena dilihat
Wawan dan Dewi (2010)
dari program KIA sudah dilakukan
mengungkapkan terdapat dua faktor yang
penyuluhan tentang emesis gravidarum
dapat mempengaruhi pengetahuan yaitu
tetapi sifatnya individu dan perlu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
ditingkatkan dengan menggunakan media,
internal yang mempengaruhi pengetahuan
seperti pemberian leaflet, karena melihat
meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan.
masih ada enam responden (19%) memiliki
Jika dilihat dari segi usia, mayoritas
tingkat pengetahuan yang kurang. Menurut
responden pada rentang usia 20 – 35 tahun
Notoatmodjo (2007) pengetahuan
pada penelitian ini yang berjumlah 30
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
responden (94%). Semakin tinggi usia
setelah orang melakukan pengindraan
seseorang maka semakin tinggi pula tingkat
terhadap suatu obyek tertentu. Dari
pengetahuannya. Hal ini terkait dengan
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
pendapat Mubarak (2007) yang mengatakan
perilaku yang didasari oleh pengetahuan
bahwa semakin dewasa seseorang maka
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
pengalaman hidupnya juga semakin
tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut
bertambah.
Mubarak (2007) Perbedaan tingkat
Dilihat dari segi pendidikan, hampir pengetahuan responden sangat bervariasi.
sebagian responden (53%) dengan Hal ini didukung oleh faktor yang
pendidikan terakhir SMA. Pada umumnya mempengarhuinya yaitu pendidikan,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka pekerjaan, umur, minat dan sumber
165
166 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168
informasi. Dari hal tersebut pemberian yang dapat mempengaruhi sikap yaitu
informasi tentang emesis gravidarum oleh pendidikan dan akses informasi. Dilihat dari
petugas kesehatan kepada ibu hamil segi pendidikan mayoritas responden
khususnya ibu primigravida sangat berpendidikan SMA 17 responden (53%)
diperlukan guna untuk mencegah dampak dan terdapat responden yang berpendidikan
yang ditimbulkan seperti hyperemesis terakhir perguruan tinggi 4 responden (13%)
gravidarum. sehingga hal ini dapat mendukung sikap ibu
yang favorable. Semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh responden
Sikap ibu primigravida trimester I
maka pengetahuannya akan semakin baik,
tentang emesis gravidarum
selain itu semakin banyak informasi yang di
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap dapat oleh responden maka pengetahuannya
32 responden ibu primigravida didapatkan akan semakin luas pula, sehingga akan
bahwa sikap responden terdiri dari dua terbentuk sikap yang favorable (Wawan dan
katagori yaitu sikap favorable, dan sikap Dewi, 2010).
unfavorable. Menurut hasil yang didapatkan
Sikap merupakan kesiapan atau
mayoritas responden memiliki sikap
kesediaan untuk bertindak dan bukan
favorable sebanyak 22 responden (69%),
merupakan pelaksanaan motif tertentu.
sedangkan yang memiliki sikap unfavorable
Dalam kata lain, fungsi sikap belum
sebanyak 10 responden (31%).Hasil
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau
penelitian ini serupa dengan penelitian yang
aktivitas, akan tetapi merupakan
dilakukan Riva (2016) dengan judul
predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi
Gambaran Sikap Ibu Hamil Trimester I
(tertutup) (Notoatmodjo 2007). Sikap ibu
Dalam Menghadapi Emesis Gravidarum Di
yang mendukung (favorable) diharapkan
Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan
menjadi motivasi yang kuat dalam
Yogyakarta. Pada hasil penelitiannya
mengatasi keluhan mual muntah (emesis
menunjukkan mayoritas ibu memiliki sikap
gravidarum). Berdasarkan penilaian sikap
yang favorable sebanyak 21 responden
ditunjukkan oleh ibu primigravida, dapat di
(53,8%), sedangkan yang memiliki sikap
tarik kesimpulan bahwa mayoritas
unfavorable sebanyak 18 responden
responden memiliki sikap yang mendukung
(46,2%).
(favorable).
Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Tindakan ibu primigravida trimester I
Dilihat dari variabel pengetahuan yang dalam mengatasi emesis gravidarum
mana persentase tingkat pengetahuan ibu Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32
primigravida yang cukup 53%, dan baik responden ibu primigravida didapatkan
28%, dapat mendukung sikap ibu bahwa tindakan responden terdiri dari tiga
primigravida terhadap emesis gravidarum. katagori yaitu tindakan baik, tindakan cukup
Persentase tingkat pengetahuan yang kurang dan tindakan kurang. Sebagian responden
juga berpengaruh terhadap sikap ibu
memiliki tindakan cukup yaitu sebanyak 22
primigravida yang tidak mendukung responden (69%), tindakan baik sebanyak
(unfavorable). Hal ini sesuai dengan empat responden (12%) dan tindakan
pendapat Notoatmodjo (2007) yang kurang sebanyak enam responden (19%).
mengatakan bahwa dalam menentukan sikap Berdasarkan hasil penelitian tersebut
seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan, menunjukkan sebagian ibu primigravida
pikiran, keyakinan dan emosi. Selain itu memiliki tindakan cukup dalam mengatasi
terbentuknya sikap responden juga dapat emesis gravidarum. Hal ini disebabkan
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karena ibu belum berpengalaman dalam
yang dikemukakan Azwar (2008) faktor
166
Ni Nyoman Hartati, Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 167
167
168 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168
168
PERSEPSI DAN SUMBER EKONOMI YANG MEMPENGARUHI
RENDAHNYA WUS MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT
KONTRASEPSI
Abstract : Perceptions and Economic Sources Affecting the Low WUS Selecting
Implants as a Contraception. This study aims to determine the perception and
economic sources that affect the low WUS choose implant as a means of contraception
In the work area of Puskesmas I West Denpasar in 2017. The design used in this study
is descriptive with a large sample of 132 people. Instruments in this study include
interviews that include questions of economic factors, perception factors and Implant
installation procedures. The results of the study showed that respondents from the
economic source of Implant cost of expensive 105 respondents (80%) had perceptions of
fear of implantation 98 people (74%), complicated implantation procedure 107
respondents (81%). Each factor still affect the unwillingness of WUS in using
contraceptive devices Implant.
Pertumbuhan penduduk terus meningkat maka akan terjadi lonjakan besar yang tidak
merupakan salah satu masalah bagi negara- hanya menurunkan kualitas kehidupan
negara di dunia, khususnya negara manusia, namun juga dapat mengancam
berkembang. Secara sederhana dapat lingkungan hidup dan kehidupan sehat
disebutkan bahwa penduduk akan terus (News Center, 2015).
bertambah selama jumlah kelahiran Indonesia adalah negara berkembang
melebihi dari jumlah yang meninggal. dengan jumlah penduduk terbesar keempat
Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) di dunia dengan penduduk 237,6 juta jiwa.
memproyeksikan bahwa populasi dunia Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar
pada tahun 2015 mencapai 7,5 milyar dan 1,49% dan jumlahnya akan terus bertambah
akan mencapai angka 9,7 milyar pada tahun sekitar 3,5 juta jiwa setiap tahunnya
2050 yang didorong oleh pertumbuhan (BKKBN, 2015). Meningkatnya laju
penduduk di negara-negara berkembang. pertambahan penduduk di Indonesia
Meningkatnya populasi penduduk di dunia pemerintah terus berupaya untuk menekan
169
170 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176
170
I Dewa Made Ruspawan, dkk. Persepsi Dan Sumber Ekonomi Yang Mempengaruhi Rendahnya... 171
belum mencapai cakupan yang diharapkan tinggi. Penggunaan alat kontrasepsi implant
untuk pencapaian peserta KB aktif MKJP masih rendah dikarenakan adanya perasaan
sebesar 80%. Serta cakupan pencapaian takut dalam menggunakan alat kontrasepsi
MKJP di tahun 2014 dan 2015 masih implan. Perasaan takut tersebut merupakan
rendah, hanya 37,7% dan 36,3%.Implan faktor psikologis dari persepsi seseorang,
sebagai salah satu jenis MKJP yang hanya dimana persepsi itu merupakan sebuah
berkontribusi sebesar 1,2% terhadap proses yang didahului oleh penginderaan.
cakupan pencapaian peserta KB aktif MKJP. Dari segi prosedur pemasangannya juga
Penggunaan MKJP di Bali masih sangat dipandang rumit, karena membutuhkan
rendah jika dibandingkan dengan di daerah pembedahan pada daerah pemasangan KB.
lain, salah satunya di Banyuwangi. Di Pandangan yang rumit dapat mempengaruhi
Banyuwangi, angka pencapaian penggunaan Ibu untuk tidak menggunakan KB Implant
kontrasepsi implan sebesar 17% dengan (Walgito, 2009). Penelitian yang dilakukan
target yg ditetapkan 9,89% (Nuzula, 2015). oleh Ariyani (2005) mengatakan bahwa
Menurut Ely, dkk (2011) faktor-faktor yang semakin positif persepsi seseorang terhadap
mempengaruhi rendahnya penggunaan KB KB maka semakin tinggi pula motivasi
implant adalah karena kurangnya menjadi akseptor KB, sebaliknya jika
pengetahuan responden tentang kontrasepsi semakin negatif persepsi seseorang terhadap
tersebut, selain itu juga kurangnya informasi KB maka semakin rendah motivasi menjadi
dari tenaga kesehatan. akseptor KB. Penelitian lain juga
Dari hasil penelitian, faktor-faktor yang mengatakan bahwa terdapat hubungan
mempengaruhi rendahnya minat Ibu antara persepsi ibu mengenai program KB
terhadap pemakaian alat kontrasepsi Implant dengan penggunaan kontrasepsi (Maryam,
di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2013 2014).
menyatakan bahwa mayoritas minat Dilihat dari data jumlah WUS di wilayah
responden tidak menggunakan alat kerja puskesmas I Denpasar Barat yaitu
kontrasepsi Implant masuk ke dalam 31.456 orang.Dari data yang dilihat, jumlah
klasifikasi pengetahuan cukup yaitu 49 WUS yang menggunakan KB implan sangat
responden (57%) dan minoritas minat rendah dibandingkan dengan pemakaian KB
responden tidak menggunakan alat IUD, Suntik dan pil. Di wilayah kerja
kontrasepsi jenis Implant berada dalam Puskesmas I Denbar terdapat lima desa, di
klasifikasi pengetahuan kurang sebanyak 5 setiap Desa terdapat ±6.000 WUS.
responden (6%). Sekolah dasar ada 46 orang Kunjungan WUS di luar pengguna KB
(53%) sehingga responden tidak implan ke Puskesmas atau BPS di wilayah
menggunakan alat kontarsepsi. Segi sumber kerja Puskesmas I Denpasar Barat setiap
ekonomi (keuangan) cukup sebanyak 55 bulannya mencapai 400 WUS, pada bulan
orang (63%) untuk tidak memasang KB Desember 2016 jumlah kunjuungan WUS di
karena secara umum mereka menyatakan luar pengguna KB Implan yaitu 198 orang.
KB itu mahal, dari 4(5%) responden segi Menurut data yang diperoleh di Puskesmas I
sumber ekonomi baik yang menyatakan Denpasar Barat, WUS sedikit memilih
sekiranya mereka disuruh memilih beras dan implan sebagai alat kontrasepsi dikarenakan
pil KB, 4 responden memilih beras dengan banyak faktor.WUS banyak memandang
alasan beras merupakan kebutuhan pokok pemasangan KB implan itu rumit dan mahal
(primer) dan 28 responden menyatakan yaitu 500.000 – 750.000.
ingin KB gratis. Berdasarkan paparan di atas, maka
Penelitian lain yang dilakukan oleh penulis tertarik untuk melakukan penelitian
Nuzula (2015) di Kabupaten Banyuwangi tentang “Gambaran Persepsi dan Sumber
menunjukkan bahwa semakin tinggi Ekonomi yang Mempengaruhi Rendahnya
pengetahuan tentang kontrasepsi implan, WUS Memilih Implant Sebagai Alat
maka pemakaian kontrasepsi implansemakin
171
172 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176
173
174 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176
174
I Dewa Made Ruspawan, dkk. Persepsi Dan Sumber Ekonomi Yang Mempengaruhi Rendahnya... 175
Handayani, S. (2010). Buku Ajar Pelayanan Th. Endang, P. (2015). Panduan Materi
Keluarga berencana. Yogyakarta: Kesehatan Reproduksi dan
Pustaka Rihana.
175
176 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176
176
177
Angka kematian bayi adalah salah satu Tingginya angka kejadian asfiksia dan
indikator untuk melihat derajat kesehatan gawat nafas pada bayi prematur
masyarakat. Penurunan angka kematian bayi memerlukan tindakan resusitasi yang cepat
adalah salah satu dari target Sustainable dan tepat serta berkelanjutan. Perawatan
Development Goals (SDGs). Berdasarkan lanjutan yang lebih intensif menyebabkan
laporan SDKI 2012 angka kematian bayi neonatus dirawat di ruang neonatus intensif
32/1000 kelahiran hidup dan angka care unit (NICU) dalam jangka waktu yang
kematian neonatal 19/1000 kelahiran cukup lama serta memerlukan tindakan
hidup.Laporan perkembangan pencapaian invasif.
tujuan pembangunan milenium Indonesia Lima tahun terakhir tercatat sebanyak
2015 mencatat bahwa 80 persen kematian rata–rata 258 orang neonatus, memerlukan
neonatal terjadi pada minggu pertama ruang intensif dimana 27,6 % merupakan
kehidupan. Penyebab kematian bayi baru kasus rujukan dengan rata rata hari rawat
lahir adalah prematuritas dan berat badan yang cukup lama (12,18 hari) dan jumlah
lahir rendah, infeksi, asfiksia, dan trauma pasien yang di rawat per bulan sebanyak 20-
lahir. 25 bayi (RSUP Sanglah, 2015).
177
178 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 177 - 182
178
Ni Luh Putu Sukerti, dkk. Developmental Care Menurunkan Respon Nyeri Akut Akibat... 179
180
Ni Luh Putu Sukerti, dkk. Developmental Care Menurunkan Respon Nyeri Akut Akibat... 181
181
182 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 177 - 182
182
183
183
184 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192
184
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 185
185
186 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis dan Lama Penggunaan NAPZA
Faktor yang paling dominan sebagai status pekerjaan responden yaitu sebanyak
penyebab relapse pada responden adalah 32 orang (76.19%)
Relapse
Total
Usia 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
12-25 th 24 57.14 5 12.0 1 2.38 30 71.52
26-45 th 8 19.05 3 7.15 - - 11 26.20
46-59 th 1 2.38 - - - - 1 2.38
Jumlah 33 78.57 8 19.15 1 2.38 42 100
Tabel 7 menunjukkan bahwa usia yang 12-25 tahun dengan angka kejadian relapse
cenderung mengalami relapse yaitu usia satu kali yaitu sebanyak 24 orang (57.14%).
186
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 187
Relapse
Total
Pendidikan 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Dasar 7 16.67 4 9.52 - - 11 26.19
Menengah 20 47.62 4 9.52 1 2.38 25 59.52
Tinggi 6 14.29 - - - - 6 14.29
Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100
Tabel 8 menunjukkan sebagian besar kejadian relapse satu kali yaitu sebanyak 20
responden berpendidikan menengah dengan orang (47.62%).
Relapse Total
Pekerjaan 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Bekerja 32 76.19 5 11.9 - - 37 88.0
Tidak bekerja 1 2.38 3 7.15 1 2.38 5 12.0
Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100
Tabel 10. Distribusi Jenis Dan Lama Penyalahgunaan NAPZA Responden Sebagai Faktor
Penyebab Relapse
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian sampai tiga tahun yaitu sebanyak 28 orang
besar responden mengalami relapse satu (66.67%).
kali dan mengonsumsi narkotika selama satu
187
188 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192
Relapse Total
Motivasi 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Tinggi 8 19.05 - - - - 8 19.05
Sedang 10 23.80 4 9.52 - - 14 33.33
Rendah 15 33.33 4 9.52 1 2.38 20 47.62
Relapse Total
Sikap 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Baik 12 28.57 2 4.76 - - 14 33.33
Cukup 5 11.9 1 2.38 - - 6 14.29
Kurang 16 38.09 5 12.0 1 2.38 22 52.38
Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100
Relapse Total
Peer
group 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Tabel 13 menunjukkan bahwa peer group relapse satu kali yaitu sebanyak 16 orang
responden cenderung tinggi pada kejadian (38.09%)
188
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 189
Berdasarkan hasil penelitian faktor yang Remaja sangat mudah terjerumus kepada
paling dominan yang menyebabkan hal-hal seperti ini diakibatkan oleh secara
responden di klinik pratama BNN Provinsi kejiwaan di usia remaja baik itu remaja awal
Bali mengalami relapse adalah faktor maupun remaja akhir seseorang cenderung
pekerjaan yaitu sebanyak 32 orang masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
(76.19%). Namun menurut penelitian yang lingkungan, mulai melepaskan diri dari
dilakukan Hawari (2003) tentang faktor keluarganya, sedang mencari identitas diri
penyebab kekambuhan pada pengguna serta sedang memasuki kehidupan kelompok
NAPZA di RS Indah Medika, RS Agung, yang haus akan pengakuan (Yusuf, 2004)
RS MM Abadi, RS MH. Thamrin Berdasarkan hasil penelitian responden
memperoleh hasil bahwa sekitar 58,36% yang sedang menjalani rehabilitasi sebagian
pasien yang mengalami kekambuhan besar mengalami relapse satu kali dengan
dipengaruhi oleh faktor teman. Faktor ini latar belakang pendidikan menengah
merupakan faktor yang paling (SMA/SMK) yaitu sebanyak 20 orang
mempengaruhi terjadinya kekambuhan. (47.62%). Hal ini sejalan dengan hasil
Sedangkan menurut Lubis (2012) faktor penelitian Kholik, Mariamu, & Zainab
umur, pekerjaan, motivasi, lama dan jenis (2014) menunjukkan bahwa pendidikan
NAPZA yang digunakan, dan teman sebaya penyalahguna NAPZA sebagian besar
merupakan faktor dominan penyebab termasuk kategori tingkat pendidikan
kekambuhan kembali. Bahkan motivasi menengah (44%). Semakin rendah
adalah variabel yang paling berhubungan pengetahuan seseorang maka kemungkinan
dengan kekambuhan. Sejalan dengan itu untuk mengonsumsi narkoba lagi dan lagi
menurut (Putra, 2011) motivasi mutlak semakin besar sehingga berpotensi relapse
diperlukan dalam menangani seseoran ketika mencoba untuk berhenti.
dengan ketergantungan NAPZA sehingga Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor
memegang peranan penting untk terbebas pendidikan. Pendidikan yang tinggi
dari NAPZA. mengakibatkan orang tersebut memiliki
Responden yang sedang menjalani pengetahuan yang semakin luas. Informasi
rehabilitasi menurut hasil penelitian yang yangbenar tentang narkoba dan bahayanya
dilakukan cenderung mengalami relapse apabila disampaikan serta diterima dengan
satu kali dengan rentang usia 12-25 tahun baik oleh seseorang, maka akan dapat
sebanyak 24 orang (57.14%). Hal tersebut mencegah seseorang untuk
sejalan dengan hasil penelitian yang menyalahgunakannya (Notoatmodjo, 2003).
dilakukan oleh Saragih (2009) dimana Seseorang yang berpengetahuan
proporsi penyalahguna NAPZA yang buruktentang NAPZA berpeluang 4,52kali
mengalami relapse tertinggi berada pada lebih besar untuk menyalahgunakan
kelompok umur 21-25 tahun yaitu sebanyak NAPZA kembali (relapse) dibanding
70% dari total responden. Selain itu Raharni seseorang yang pengetahuannya baikdengan
et al. (2002) juga menyebutkan dalam variabel yang lain konstan (Raharni et al.,
penelitiannya bahwa sebesar 46,1% 2002).
penyalahguna NAPZA berusia remaja yaitu Berdasarkan hasil penelitian Responden
antara 12-18 tahun. Hal ini karena untuk sebagian besar memiliki pekerjaan dan
memuaskan rasa ingin tahunya serta cenderung mengalami kejadian relapse satu
memperoleh pengakuan dari lingkungan kali yaitu sebanyak 32 orang (76.19%). Hal
sekitarnya remaja yang kurang pengawasan ini sesuai dengan survey yang dilakukan
atau salah pergaulan akan cenderung untuk oleh BNN tahun 2014 dengan responden
melakukan hal-hal yang melanggar norma yang bekerja sebanyak 80% dan yang tidak
seperti mengonsumsi miras, tawuran serta bekerja termasuk mahasiswa dan pelajar
mengonsumsi NAPZA. sekolah sebanyak 20%. Sejalan dengan itu
menurut Kepala BNN Provinsi Bali, tren
189
190 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192
pada tahun 2016 penyalaguna narkoba normalnya karena dosis yang sama tidak
adalah sebagian besar dari kelompok lagi berpengaruh (Martono & Joewana,
karyawan swasta terutama sopir dan guide 2006). Narkotika golongan I adalah zat
akibat perkembangan dunia pariwisata yang yang paling cepat menimbulkan
sangat pesat di Bali serta pekerjaan- ketergantungan dan bila di hentikan maka
pekerjaan lainnya dengan beban kerja yang akan mengakibatkan gejala putus zat yang
berat baru kemudian disusul oleh kelompok hebat salah satu cotohnya adalah heroin
mahasiswa dan pelajar. Kondisi dengan (Martono & Joewana, 2006).
beban kerja yang tinggi menuntut karyawan Berdasarkan hasil penelitian responden
untuk memberikan energi yang lebih besar yang sedang menjalani rehabilitasi sebagian
daripada biasanya dalam menyelesaikan besar mengalami relapse satu kali memiliki
pekerjannya, namun tidak semua karyawan motivasi yang rendah untuk sembuh yaitu
memiliki tingkat ketahanan terhadap sebanyak 15 orang (33.33%). Menurut
tekanan dari beban kerja yang sama Mustikallah & Dulakhir (2013) sebanyak
(Sujarwanto, 2016). Beban kerja inilah yang 31,1% penyalahguna NAPZA di Rumah
mengakibatkan seseorang mengalami stress Sakit Ketergantungan Obat Jakarta Timur
kerja yang nantinya akan menimbulkan memiliki motivasi yang rendah untuk
tindakan menyimpang seperti merokok, sembuh sehingga cenderung kembali
konsumsi miras dan narkoba (Lutfiyah, menyalahgunakan NAPZA (relapse).
2011). Menurut Husin (2008) motivasi memiliki
Responden yang sedang menjalani hubungan yang signifikan dengan terjadinya
rehabilitasi cenderung mengalami relapse kekambuhan. Motivasiakan mendorong
satu kali dan mengonsumsi narkoba jenis seseorang untuk terlepas dari
nakotika dengan lamanya satu sampai tiga ketergantungan terhadap NAPZA.
tahun yaitu sebanyak 28 orang (66.67%). Motivasi untuk sembuh adalah sesuatu
Hal ini sejalan dengan penelitian yang yang mendorong dan memperkuat perilaku
dilakukan Saragih (2009), jenis zat yang serta memberikan arahan pada individu
paling banyak dipakai penyalahguna dengan tujuan agar dapat mencapai taraf
NAPZA adalah ganja yaitu sebesar 49,1% , kesembuhan pada pengguna NAPZA.
shabu-shabu 35,2% dimana kedua zat ini Menurut Hawari (2003) pemulihan
adalah golongan narkotika dan yang paling penyalahguna NAPZA merupakan
sedikit adalah ecstacy 4,4% masuk dalam perjalanan yang panjang dan sering kali
golongan psikotropika. Menurut penelitian membutuhkan beberapa episode perawatan.
yang dilakukan oleh Habibi, Basri, & Jadi motivasi untuk sembuh dibutuhkan
Rahmadhani (2016) bahwa ada hubungan sebagai kunci utama untuk hidup bersih
yang signifikan antarajenis NAPZA yaitu tanpa narkoba.
narkotika golongan I dengan kekambuhan Berdasarkan hasil penelitian responden
(relapse). yang sedang menjalani rehabilitasi sebagian
Lama penyalahgunaan zat juga besar mengalami relapse satu kali memiliki
mempengaruhi kekambuhan. Semakin lama sikap yang kurang terhadap rehabilitasi dan
seseorang menyalahgunakan narkoba maka pengobatan terkait yaitu sebanyak 16 orang
dirinya akan mengalami adiksi atau (38.09%). Hal ini sejalan dengan penelitian
kecanduan.Makin tinggi dosis dan makin yang dilakukan oleh Andayani (2006) yaitu
lama pemakaian maka gejala putus zat rata-rata sikap penyalahguna NAPZA
makin hebat dan sakit. Gejala inilah yang cenderung rendah yaitu sebanyak 75%
sering mengakibatkan terjadi relapse karena sehingga kemungkinan untuk menggunakan
pengguna tidak tahan akan sakit akibat putus narkoba kembali cukup besar.
zat dan cenderung akan mengonsumsi zat Pecandunarkoba yang mengalami relapse
tersebut lagi namun dalam dosis yang lebih cenderung memiliki sikap yang kurang
tinggi (toleransi) untuk kembali ke keadaan akibat penyerahan atau pembiaran terhadap
190
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 191
hal terkait dengan rehabilitasi sehingga (2016) peer attachment merupakan sebuah
kerap kali muncul kegagalan pengendalian ikatan yang melekat yang terjadi antara
diri. Oleh karena itu dibutuhkan sikap yang seseorang dengan teman-temannya, baik
baik terhadap rehabilitasi serta tindakan dengan seseorang maupun dengan kelompok
pengobatan terkait untuk mencegah sebayanya.
terjadinya relapse atau kekambuhan.
Sikap adalah reaksi atau respon SIMPULAN
seseorang yang masih tertutup terhadap Berdasarkan hasil penelitian dapat
suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, disimpulkan bahwa faktor yang
2012). Sikap yang konsisten juga kerap menyebabkan seseorang mengalami relapse
dikaitkan dengan kemampuan seseorang adalah usia remaja (57.14%), latar belakang
untuk memonitor dirinya sendiri terhadap pendidikan menengah (47.62%), beban
kesembuhan atau kepatuhan dalam pekerjaan tinggi (76.19%), mengonsumsi
menjalankan rehabilitasi yang membuat NAPZA jenis narkotika selama kurang dari
individu dapat berfokus untuk mencapai tiga tahun (66.67%), motivasi untuk sembuh
suatu tujuan yaitu terbebas dari NAPZA yang rendah (33.33%), sikap yang kurang
(Perwitasari, 2016). Menurut Indratmoko terhadap rehabilitasi (38.09%), memiliki
(2013) terdapat hubungan antara sikap dan pengaruh peer group yang tinggi dan masih
motivasi. bergaul dengan sesama pengguna NAPZA
Berdasarkan hasil penelitian responden (38.09%). Faktor yang paling dominan
sebagian besar mengalami relapse atau terhadap kekambuhan (relapse) adalah
kambuh kembali sebanyak satu kali faktor pekerjaan.
memiliki pengaruh faktor teman (peer
group) yang tinggi yaitu sebanyak 16 orang DAFTAR RUJUKAN
(38.09%). Hal ini senada dengan penelitian Andayani, M. 2006. Gambaran
Pengetahuan Dan Sikap Pengguna
yang dilakukan oleh Marlatt dan Gordon Narkoba Terhadap
(1985) yang menyebutkan bahwa teman Penyalahgunaan Narkoba Di
sebagai faktor penyebab kekambuhan R.S.K.O Halmahera House
sebesar 34%. Hasil penelitian ini juga sesuai Therapeutic Community Cibubur.
Universits Kristen Maranatha.
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hawari (2003) tentang faktor penyebab Aprilia, T. 2016. Hubungan Keterikatan
kekambuhan pada pengguna NAPZA yang Kelompok Teman Sebaya (Peer
memperoleh hasil bahwa sekitar 58,36% Group) Dengan Perilaku Bullying
Pada Remaja Di SMP N 2
pasien yang mengalami kekambuhan Gamping. Universitas
dipengaruhi oleh faktor teman. Faktor ini Muhammadiyah Yogyakarta.
merupakan faktor yang paling
mempengaruhi terjadinya kekambuhan. Aztri, S. 2013. Rasa Berharga Dan Pelajaran
Hidup Mencegah Kekambuhan
Selain itu menurut Aztri (2013) aspek yang Kembali Pada Pecandu Narkoba
dapat mengantarkan seseorang mengalami Studi Kualitatif Fenomenologis.
kecanduan adalah kelompok teman sebaya Jurnal Psikologi,Volume 9.
(peer group) yang negatif.
BNN. 2015. Laporan Kinerja BNN 2015.
Menurut Raharni et al. (2002) Jakarta: BNN RI.
penyalahguna NAPZA yang sedang
rehabilitasi dan masih bergaul dengan teman Habibi, Basri, S., & Rahmadhani, F. 2016.
sebayayang menggunakan NAPZA Faktor - Faktor yang Berhubungan
dengan Kekambuhan Pengguna
berpeluang 5.55 kali lebihbesar untuk Narkoba pada Pasien Rehabilitasi
menyalahgunakan NAPZA kembali di Balai Rehabilitasi Badan
dibanding penyalahguna yang tidak pemah Narkotika Nasional Baddoka
bergaul dengan teman yangmenggunakan Makassar Tahun 2015, 8, 1–11.
NAPZA. Menurut Neufeld dalam Aprilia
191
192 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192
192
193
Abstract : The Blood Sugar Content In Diabetes Mellitus Patient. The goal of this
study is to describe of blood sugar levels of patients with diabetes mellitus use
descriptive research method with cross-sectional approach. The study was conducted in
May where 79 people as respondents obtained using consecutive sampling. Data
collection of blood sugar levels in diabetic patients observation results of recent blood
sugar brought on diabetes patients as controls. The results obtained that the average
value of fasting blood sugar levels of 79 respondents was 139,91 mg/dl, while the
average value of blood sugar levels 2 hours pp of 79 respondents was 206,38 mg/dl.
From the results it can be described, the average value of fasting blood sugar levels and
2 hours pp DM patients categorized as poor.
Abstrak : Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus. Tujuan penelitian ini
adalah ingin mengetahui gambaran kadar gula darah pasien Diabetes Melitus, design
penelitian deskriptif dengan pendekatan crossecsional. Penelitian dilaksanakan pada
bulan mei dengan sampel sebanyak 79 orang dengan tehnik consekutive sampling. Data
gula darah pasien DM adalah yang kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 79 orang.
Rata-rata nilai kadar gula darah puasa dari 79 responden adalah 139,91 mg/dl , dan
nilai kadar gula darah 2 jam pp dari 79 responden adalah 206,38 mg/dl. Melihat hasil
penelitian ini, rata-rata nilai kadar gula darah puasa pada pasien DM termasuk kategori
buruk dan rata-rata nilai kadar gula darah 2 jam pp pada pasien DM termasuk kategori
buruk.
193
194 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 193 - 197
194
IGA Ari Rasdini, dkk. Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus 195
Pada tabel di atas dapat diuraikan bahwa 359 mg/dl serta mempunyai standar deviasi
rata-rata nilai kadar gula darah puasa dari 79 54,01. Dari hasil estimasi interval dapat
responden adalah 139,91 mg/dl dengan nilai disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
kadar gula darah terendah adalah 59 mg/dl nilai kadar gula darah puasa berada pada
dan nilai kadar gula darah tertinggi adalah selang 127,81 mg/dl sampai 152,01 mg/dl.
Pada tabel di atas dapat diuraikan bahwa deviasi 72,15. Dari hasil estimasi interval
rata-rata nilai kadar gula darah 2 jam pp dari dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-
79 responden adalah 206,38 mg/dl dengan rata nilai kadar gula darah 2 jam pp berada
nilai kadar gula darah terendah adalah 89 pada selang 190,22 mg/dl sampai 222,54
mg/dl dan nilai kadar gula darah tertinggi mg/dl.
adalah 442 mg/dl serta mempunyai standar
195
196 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 193 - 197
yang benar, olahraga yang teratur, dan obat- 359 mg/dl serta mempunyai standar deviasi
obatan yang diminum atau suntikan insulin. 54,01. Dari hasil estimasi interval dapat
Pada diabetes tipe 1, mutlak memerlukan disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
suntikan insulin setiap hari. Sedangkan pada nilai kadar gula darah puasa berada pada
diabetes tipe 2, dengan diet dan olahraga selang 127,81 sampai 152,01.
gula darah dapat menjadi normal, namun Sedangkan rata-rata nilai kadar gula
umumnya perlu minum obat anti diabetes darah 2 jam pp dari 79 responden adalah
(OAD) secara oral. Pada keadaan tertentu, 206,38 mg/dl dengan nilai kadar gula darah
penderita diabetes tipe 2 memerlukan terendah adalah 89 mg/dl dan nilai kadar
suntikan insulin atau suntikan insulin yang gula darah tertinggi adalah 442 mg/dl serta
dikombinasi dengan tablet (Tandra, 2008). mempunyai standar deviasi 72,15. Dari hasil
Jenis obat-obatan seperti obat hipoglikemik, estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
dapat menurunkan kadar glukosa darah. 95% diyakini rata-rata nilai kadar gula darah
Obat-obatan yang digunakan adalah 2 jam pp pada pasien DM berada pada
pensensitif insulin dan sulfonilurea. Dua tipe selang 190,22 sampai 222,54.
pensensitif yang tersedia adalah metformin Dari hasil penelitian diatas dapat
dan tiazolidinedion. Metformin menurunkan diuraikan bahwa rata-rata nilai kadar gula
produksi glukosa hepatik, menurunkan darah puasa dan rata-rata nilai kadar gula
absorbsi glukosa pada usus, dan darah 2 jam pp pada pasien DM termasuk
meningkatkan kepekaan insulin, khususnya kategori buruk.
di hati. Tiazolidinedion meningkatkan
kepekaan insulin perifer dan menurunkan DAFTAR RUJUKAN
produksi glukosa hepatik (Price, 2006). Aizid, Rizem, 2011, Babat Ragam Penyakit
Paling Sering Menyerang Orang
Faktor diet merupakan awal dari usaha Kantoran, Jogyakarta: Flashbooks.
untuk mengendalikan diabetes. Ikuti diet
rendah gula seumur hidup, sesuai dengan Anggraeni, R., 2010, Hubungan Besar
anjuran dokter atau ahli gizi. Dalam diabetes Lingkar Pinggang pada Penderita
Obesitas Sentral terhadap Kadar
yang perlu diketahui adalah diet ini harus Glukosa Darah Puasa di
dapat memenuhi kebutuhan gula tubuh, Direktorat Samapta Polda Bali.
tetapi tidak boleh berlebihan (Vitahealth, Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar:
2004). Pola makan yang sehat dan sesuai Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas
dengan kondisi pasien sangatlah penting, Udayana.
karena pola makan merupakan salah satu
faktor penyebab timbulnya diabetes melitus. Baradero, M., dkk, 2009, Seri Asuhan
Tidak ada formula khusus untuk mengatur Keperawatan Klien Gangguan
Endokrin, Jakarta: EGC.
pola makan bagi pasien diabetes, yang
terpenting adalah mengenal mana makanan Bastiansyah, Eko., 2008, Panduan Lengkap
yang mengandung karbohidrat, lemak, Membaca Hasil Tes Kesehatan,
protein, kemudian membuat variasi dan Jakarta: Penebar Plus.
mengatur makanan setiap harinya (Tandra, Corwin, J.E., 2009, Buku Saku
2008). Patofisiologis, Jakarta: EGC.
197
198
Masa remaja merupakan keadaan dimana jika tidak disertai dengan pengetahuan yang
individu mengalami kematangan dan tepat dan sesuai. Efek negatif tersebut
pertumbuhan organ-organ reproduksi atau diantaranya perilaku seks bebas yang
yang dikenal dengan masa pubertas (Lubis, berakhir dengan kejadian PMS (Penyakit
2013). Pertumbuhan organ reproduksi Menular Seksual) dan HIV/AIDS,
remaja disertai dengan perubahan emosional kehamilan remaja serta pernikahan dini
dan psikologis. Remaja akan memiliki rasa (Surbakti, 2009).
ingin tahu, mencoba dan bereksperimen Menurut Sutarsa (2009) kehamilan
yang begitu besar. Remaja berusaha mencari remaja dari segi usia yaitu usia 16-20 tahun.
identitas dirinya yang akan menjadi penentu Kehamilan pada remaja terjadi disebabkan
perannya di masyarakat, yaitu identitasnya oleh dua faktor yang mendasari perilaku
dalam bidang seksual sehingga remaja dan seks pada remaja yaitu, harapan untuk
dorongan seksual saling berhubungan serta menikah pada usia yang relatif muda (20
sulit dipisahkan (Lidya dan Satya, 2008). tahun) dan makin berkembangnya arus
Hubungan antara dorongan seksual dan informasi yang menimbulkan rangsangan
remaja ini akan menimbulkan efek negatif seksual, sehingga mendorong remaja
198
Nengah Runiari, dkk. Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 199
melakukan seks pranikah yang berdampak berisiko memiliki prilaku pacaran yang
kehamilan di luar pernikahan pada remaja tidak sehat, antara lain melakukan hubungan
(Manuaba, 2007). Perkembangan media seks pranikah. Alasan remaja melakukan
informasi yang tidak memiliki batasan, hubungan seks pranikah sebagian besar
mengakibatkan remaja mulai mencari karena penasaran ingin tahun (57.5% pria),
jawaban mengenai masalah dorongan terjadi begitu saja (38% perempuan) dan
seksual yang dihadapinya tanpa mengetahui dipaksa oleh pasangan (12,6% perempuan).
ketepatan informasi yang disajikan. Hal ini mencerminkan kurangnya
Akibatnya, remaja saat ini sering terjerumus keterampilan hidup sehat, risiko hubungan
pada pergaulan bebas yang berujung pada seksual dan kemampuan untuk menolak
seks pranikah dan kehamilan (Asfriyati, hubungan yang mereka tidak inginkan
2005). (Kemenkes, 2015).
Angka kejadian kehamilan remaja di
dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Rahyani,
Menurut World Health Organization Utarini, Wilopo dan Hakimi tentang
(WHO) tahun 2013, ditemukan bahwa lebih Perilaku Seks Pranikah Remaja di Bali
dari 7 juta anak perempuan di negara miskin tahun 2012 dengan responden adalah siswa
melahirkan pada usia di bawah 18 tahun sekolah menengah atas level 10 – 11 di kota
setiap tahunnya. Jika hal ini tetap berlanjut, Denpasar menunjukkan bahwa terpapar
jumlah anak perempuan yang melahirkan ponografi cenderung meningkatkan perilaku
pada usia tersebut akan mengalami inisiasi seks pranikah sebesar 5,2 kali
peningkatan sebanyak 3 juta kasus setiap dibandingkan tidak terpapar pornografi
tahunnya hingga mencapai tahun 2030. (95% CI = 1,7 -15,9). Hampir 15%
responden pada survei awal mengaku
Menurut hasil Survei Demografi dan pernah dipaksa atau dirayu oleh pacar untuk
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, melakukan hubungan seks pranikah (data
menyebutkan bahwa angka fertilitas remaja tidak ditampilkan). Sebanyak 29 responden
atau Age Specific Fertility Rate (ASFR) (4,26%) mengaku sudah melakukan
pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai hubungan seks pranikah bersama
48 dari 1.000 kehamilan. Angka rata-rata itu pacar/pasangan dalam satu tahun terakhir
jauh lebih tinggi dibandingkan temuan (1,44% remaja perempuan dan 3,19%
SDKI 2007 yaitu 35 dari 1.000 kehamilan. remaja laki-laki). Responden laki-laki lebih
Data tentang kesehatan reproduksi remaja banyak yang mengaku pernah berhubungan
didapatkan bahwa pengetahuan remaja seks pranikah dibandingkan responden
tentang kesehatan reproduksi belum perempuan. Berdasarkan hasil survei awal di
memadai. Hasil wawancarai remaja usia Bali diperoleh alasan utama responden laki-
15-24 tahun dan belum menikah diperoleh laki usia 14 – 16 tahun mulai berhubungan
hasil hanya 35.3 % remaja perempuan dan seks pranikah, yakni rasa ingin tahu (27,6%)
31.2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun dan merasa khilaf (10,3%). Sebaliknya,
mengetahui bahwa perempuan dapat hamil responden perempuan beralasan tidak tahu
dengan satu kali berhubungan seksual. (6,9%), selain merasa sayang, takut menolak
Begitu pula penyakit menular seksual kemauan pacar, suka sama suka (3,4%).
kurang diketahui oleh remaja. Proporsi
terbesar berpacaran pertama kali usia 15-17 Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
tahun. Sekitar 33.3% remaja perempuan dan adalah kesehatan reproduksi di kalangan
34.5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 remaja. Beberapa pengetahuan dasar tentang
tahun mulai berpacaran saat mereka berusia kesehatan reproduksi yang perlu diketahui
15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan remaja, antara lain pengenalan mengenai
remaja belum mempunyai keterampilan sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi,
hidup yang memadai sehingga mereka bahaya napza (narkotika, alkohol,
200 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 198 - 204
psikotropika, dan zat adiktif) pada kesehatan ada di masyarakat. Sekaa teruna teruni
reproduksi, penyakit menular seksual, HIV (STT) merupakan organisasi sosial
dan AIDS serta dampaknya terhadap pengembangan generasi muda yang tumbuh
kesehatan reproduksi, pendewasaan usia dan berkembang atas dasar kesadaran dan
kawin dan perencanaan kehamilan, tumbuh tanggung jawab sosial. Kumpulan atau
kembang anak dan remaja (akil balig, masa organisasi ini berasal dari, oleh, dan untuk
subur, anemia, dan lain-lain), kehamilan dan masyarakat terutama generasi muda, baik
persalinan. Perlunya remaja memahami laki-laki maupun perempuan di wilayah
kesehatan reproduksinya menurut BKKBN desa/kelurahan atau komunitas adat. Setiap
adalah agar remaja mengenal tubuhnya dan desa di Bali biasanya memiliki STT yang
organ-organ reproduksinya, memahami merupakan paguyuban dari pemuda-pemudi
fungsi dan perkembangan organ di desa tersebut. Setiap pemuda-pemudi
reproduksinya secara benar, memahami diwajibkan mengikuti STT dalam rangka
perubahan fisik dan psikisnya, melindungi membangun kesadaran akan pentingnya
diri dari berbagai risiko yang mengancam tanggung jawab yang harus dipikul setiap
kesehatan dan keselamatannya, pemuda. STT dapat dijadikan sebagai
mempersiapkan masa depan yang sehat dan pendidik sebaya dalam mempromosikan
cerah, serta mengembangkan sikap dan berbagai program kesehatan antara lain
perilaku bertanggung jawab mengenai kesehatan reproduksi remaja.
proses reproduksi (BKKBN, 2010).
Puskesmas IV Denpasar Selatan
Berdasarkan hasil penelitian Agustini dan merupakan salah satu Unit Pelayanan
Arsani tahun 2012 di Buleleng Provinsi Bali Teknis Dinas (UPTD) Kesehatan Kota
tentang Pelayanan Kesehatan Perduli Denpasar yang bertanggung jawab terhadap
Remaja (PKPR) terdapat satu tugas yang pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
belum terlaksana yaitu pelatihan pendidik yaitu di Kelurahan Pedungan yang terdiri
sebaya. Tidak terealisasinya kegiatan ini dari 14 Banjar. Dalam rangka pencapaian
terkait dengan tumpang tindihnya kegiatan target MDG‟s maka prioritas program
pelatihan pendidik yang dilaksanakan oleh adalah pada Kesehatan ibu, Anak dan
Komisi Pemberantasan AIDS (KPA) Remaja sampai Persalinan, salah satunya
Buleleng. Selain itu, pelaksanaan kegiatan adalah melaksanakan Pelayanan Kesehatan
lainnya seperti pemberian informasi dan Perduli Remaja (PKPR). Pelayanan
edukasi, pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan remaja dilakukan terintegrasi
klinis dan rujukan serta konseling dirasakan dengan UKS (usaha Kesehatan sekolah) di
masih belum menjangkau seluruh remaja. beberapa SMP dan SMA. Kegiatan
pelayanan kesehatan yang telah dilakukan
Pendidikan kesehatan oleh pendidik meliputi skrining anemia pada remaja putri
sebaya merupakan salah satu metode di SMA dan SMP di wilayah Pedungan serta
pendidikan kesehatan yang sangat efektif penyuluhan tentang kesehatan reproduksi
pada remaja. Hal ini didukung dengan hasil dan HIV/AIDS. Selain melaksanakan
Survei Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja program kesehatan reproduksi remaja
tahun 2012 menunjukkan bahwa remaja berbasis sekolah, promosi kesehatan
laki-laki dan perempuan paling banyak reproduksi remaja juga melibatkan
berdiskusi dengan teman sebaya tentang organisasi sosial yang ada di masyarakat
kesehatan reproduksi dibandingkan dengan antara lain STT.
orang tua dan guru (Kemenkes, 2015).
Pelatihan pendidik sebaya telah banyak Berdasarkan informasi yang peneliti
dilakukan di sekolah baik pada jenjang SMP peroleh dari penanggungjawab kesehatan
maupun SMA, namun belum banyak Reproduksi di Puskesmas IV Denpasar
memanfaatkan organisasi sosial remaja yang Selatan, disampaikan bahwa selama ini telah
200
Nengah Runiari, dkk. Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 201
sebelum dan sesudah penyuluhan oleh oleh pendidik sebaya dapat dilihat pada
pendidik sebaya. Mean sebelum pelatihan tabel di bawah ini :
16.85 menjadi 18.20. Nilai minimum yang Tabel 4. Hasil Anlisis Sikap Remaja
diperoleh responden ada peningkatan dari Tentang Kesehatan Reproduksi
nilai 11 menjadi nilai 16, walaupun skor
maksimum yang diperoleh responden tetap No Sikap Favorable Unfavorable
sebesar 20.
Sebelum dilakukan uji paired t test, 1 Sebelum 101 109
dilakukan uji normalitas dengan uji Pelatihan (48.1%) (51.9% )
kolmogorov smirnov didapatkan hasil (n=210)
2. Setelah 145 65
pvalue < 0.05 (α=0.05) sehingga data
pelatihan (69.0%) (31.0%)
dinyatakan tidak berdistribusi normal. Uji (n=210)
selanjutnya untuk mengetahui perbedaan
pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan RR (95% P value
penyuluhan oleh pendidik sebaya dilakukan CI) = 3.295 0.000 (<
uji Wilcoxon. (2.575- 0.05)
Tabel 3.Hasil Analisis Pengetahuan 4.217)
Remaja Tentang Kesehatan
Reproduksi
Berdasarkan tabel 4, ada perbedaan nilai
Pengetahuan Baik Cukup sikap tentang kesehatan reproduksi sebelum
No dan sesudah penyuluhan oleh pendidik
1 Sebelum 194 16 sebaya. Sebelum penyuluhan, nilai sikap
Penyuluhan (92.4%) (7.6%) yang mendukung (favorable) berjumlah 101
(n=210) orang (48.1%), sedangkan sesudah
2 Setelah Penyuluhan 210 0 penyuluhan meningkat menjadi 145 orang
(n=210) (100%) (69.0%). Hasil uji chi square menunjukkan
Negatif ranks =0 P value perbedaan sikap remaja sebelum dan setelah
Positiv ranks = 16 0.000
diberikan penyuluhan oleh pendidik sebaya
Ties = 194
dengan pvalue 0.000 (< 0.05), RR 95% CI
(2.575-4.217) artinya ada perbedaan yang
Mengacu pada tabel 3, didapatkan bermakna sikap remaja sebelum dan setelah
perubahan tingkat pengetahuan remaja diberikan penyuluhan oleh pendidik sebaya.
sebelum dan sesudah penyuluhan oleh Terjadi peningkatan sikap remaja yang
pendidik sebaya. Sebelum penyuluhan, favorable setelah diberikan penyuluhan oleh
jumlah remaja dengan tingkat pengetahuan pendidik sebaya.
baik sebanyak 194 orang (92.4%) meningkat Pengetahuan reproduksi pada remaja
menjadi 210 orang (100%) setelah diberikan sangat efektif dalam mempengaruhi dan
penyuluhan. dipengaruhi oleh teman sebaya. Apabila
Hasil uji Wilcoxon didapatkan Pvalue teman sebaya memiliki pengetahuan
sebesar 0.000 (< 0.05) yang artinya ada kesehatan reproduksi yang memadai,
perbedaan pengetahuan remaja yang mereka akan memberikan pengetahuan ini
signifikan sebelum dan sesudah dilakukan kepadanya temannya. Transfer pengetahuan
penyuluhan. Terjadi peningkatan jumlah ini mempunyai harapan agar mereka dapat
remaja yang memiliki tingkat pengetahuan mempengaruhi temannya untuk mengambil
cukup menjadi baik sebanyak 16 orang, keputusan yang sehat dan bertanggung
namun ada yang tetap nilainya sebanyak 194 jawab serta mampu melakukan kontrol.
orang. Sebaliknya, apabila pengetahuan remaja
Sikap Remaja tentang kesehatan tentang kesehatan reproduksi rendah, yang
reproduksi sebelum dan sesudah penyuluhan beredar di kalangan remaja adalah informasi
202
Nengah Runiari, dkk. Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 203
204
205
INDEKS PENGARANG
INDEKS SUBJEK
206
207
Jurnal Gema Keperawatan (JGK) Volume 10, Nomor 1 & 2, Juni & Desember 2017 ini terbit
berkat peran dari mitra bestari.
1. I Gusti Ayu Puja Astuti Dewi, S,Kp., M.Kep.
2. Ni Nengah Runiari, S.Pd., S.Kp., M.Kep., Sp.Mat.
3. K.A. Henny Achjar, SKM., M.Kep., Sp.Kom.
Melalui kesempatan yang baik ini kami mengucapkan terima kasih atas peran mitra bestari
dalam menyunting artikel yang masuk ke JGK. Dengan peran yang demikian maka JGK
terbantu dapat terbit secara berkala. Semoga menjadi semakin baik dan bermanfaat.
208
Buku:
Anderson, D.W.; Vault V.D.; & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead:
Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publishing Co.
208
209
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:
Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1990.Jakarta: PT Armas Duta jaya.
Buku terjemahan:
Ary, D.; Jacobs, L.C.; & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief
Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
13. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan
Karya Tulis Ilmiah (Poltekkes Denpasar, 2010) atau mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam
artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempumakan dan istilah-istilah yang dibakukan oleh Pusat Bahasa.
14. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bebestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting
menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah
atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bebestari atau penyunting.
15. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis oleh Ketua Penyunting.
16. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan
naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi
hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel.
17. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artlikel wajib menjadi pelanggan minimal
selama satu tahun (dua nomor). Penulis yang artikelnya dimuat wajib membayar kontribusi biaya cetak
sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per judul. Penulis menerima nomor bukti pemuatan sebanyak
1 (satu) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 1 (satu) eksemplar.
18. Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis
210
210