Anda di halaman 1dari 106

109

109
110

JURNAL GEMA KEPERAWATAN


ISSN : 2088 – 7493
Volume 10, Nomor 2, Desember 2017, Halaman 109 – 204
DAFTAR ISI
Education Try out model Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau Dan Metode 109 – 117
Coaching Terhadap Kelulusan Uji Kompetensi
Halimatussakdiah, Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Banda Aceh

Pemberian Penyuluhan Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Siswa Kelas 118 – 122
VI Menghadapi Bencana Banjir
N.L.K Sulisnadewi, Luh Putu Vidia Darmayanthi Dewi, I Ketut Labir, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Stres Pada Pasien Hipertensi 123 – 129


Ni Made Wedri, V.M. Endang S.P Rahayu, Ni Wayan Ika Ari Astuti, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 130 – 137
I Ketut Labir, Nyoman Ribek, Desita Diah Lestari, Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Denpasar

Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya Dengan Preeklampsia Pada 138 – 142
Ibu Bersalin
I Dewa Ayu Ketut Surinati, Suratiah, Komang Dedi Juliawan, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Budaya “Meboreh” Masyarakat Bali Menurunkan Tingkat Nyeri Tungkai Pada 143 – 147
Ibu Pasca Bersalin
Suratiah, Nyoman Hartati, DA Ketut Surinati, Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar

Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 148 – 153
Putu Susy Natha Astini, Ni Kadek Yuni Indrasari, NLP. Yunianti SC., Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue 154 – 160


I Ketut Gama, Ni Wayan Krisma Andiani, I Gede Widjanegara, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 161 – 168
Ni Nyoman Hartati, Nengah Runiari, Ni Made Mali Rahayu, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Persepsi Dan Sumber Ekonomi Yang Mempengaruhi Rendahnya WUS 169 – 176
Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi
I Dewa Made Ruspawan, I Gusti Ayu Dewi Puspita Rahayu, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

110
111

Developmental Care Menurunkan Respon Nyeri Akut Akibat Pemasangan IV 177 – 182
Line Perifer Pada Bayi
Ni Luh Putu Sukerti, N. L. K. Sulisnadewi, Ni Luh Gede Puspita Yanti, Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 183 – 192


I Nengah Sumirta, I Wayan Candra, Ni Putu Utari Arisanthi, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus 193 – 197


IGA Ari Rasdini, Oktariadi, Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Denpasar

Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 198 – 204
Reproduksi Remaja
Nengah Runiari, Ida Erni Sipahutar, Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar

111
109

EDUCATION TRY OUT MODEL UJI KOMPETENSI DENGAN


KONSEP PEPLAU DAN METODE COACHING TERHADAP
KELULUSAN UJI KOMPETENSI
Halimatussakdiah
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Banda Aceh
Email: atus_halimah@yahoo.com

Abstract: Education Try out Model on Competency Test with Peplau Concept and
Coaching Method toward of Passing Competency Test. This research is aims to see the
effect of Education Try out Model on competency test by applying the Peplau concept
and coaching methods toward the nursing students of Diploma III on the opportunities
of passing a competency test in Banda Aceh in 2016. This research is a Quasi-
experiment study. The research was designed using cross sectional study by collecting
the data (survey) on students who have followed the Education Try out Model on
competency test. This research was conducted in Banda Aceh on 1 to 10 September
2016. The sample consists of 50 students who are determined by consecutive sampling.
Bivariate analysis t-test used to analyze the data. The results of study shows that there
was a mean difference between the first measurement with the second measurement that
was -0.780 where the standard deviation was 0.418 (p value 0.00).
Abstrak: Education Try out Model Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau dan
Metode Coaching terhadap kelulusan Uji Kompetensi. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh Education Model Try Out Uji Kompetensi dengan penerapan
Konsep Peplau dan Metode Coaching Pada Mahasiswa D III Keperawatan terhadap
peluang kelulusan Uji Kompetensi di Banda Aceh Tahun 2016. Penelitian ini adalah
penelitian yang berbentuk quasi eksperimen. Desain penelitian berdasarkan pre dan
posttes desain. Waktu dan tempat penelitian di lakukan di Banda Aceh pada tanggal
1 -10 September 2016. Sampel sebanyak 50 orang yang di tentukan dengan consecutive
sampling. Analisa bivariat dilakukan t test Uji. Hasil penelitian di temukan ada mean
perbedaan pengukuran pertama dan kedua adalah -0.780 dengan standar deviasi 0.418
(P value 0.00).
Kata Kunci: Education, Try out model, Uji Kompetensi

Profesi keperawatan di Indonesia saat ini Uji kompetensi di akhir program


telah di kembangkan sesuai standar Diploma III keperawatan menimbulkan pro
nasional. Pengembangan profesi dan kontra pada mahasiswa, dosen,
keperawatan yang dilakukan mulai dengan pengelola, pimpinan bahkan sampai pada
membenah kurikulum yang berbasis pengambil kebijakan baik di daerah maupun
kompetensi, metode pembelajaran yang di pusat, karena menyebabkan > 50 %
menunjang pencapaian kompetensi dan mahasiswa tidak lulus uji kompetensi
pengadaan sarana/prasarana yang (Permenkes no 1976). Uji kompetensi
dibutuhkan untuk mendukung pencapaian sebagai penilaian terhadap mutu lulusan
kompetensi. Semua kegiataan ini dilakukan suatu institusi pendidikan keperawatan.
secara terpadu pada proses penjamin mutu Karena Sistem akreditasi pada institusi
internal (oleh institusi) dan external (proses pendidikan keperawatan belum menjamin
akreditasi oleh LAM PTKES dan BAN PT kualitas lulusan yang baik, karena
(PPNI, 2005, & AIPViKI, 2010). pelaksanaan penjaminan mutu akreditasi ini
masih banyak mengalami kendala misalnya

109
110 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117

borang akreditasi terlalu general, penerapan menunjukkan perbedaan yang ekstrim


akreditasinya hanya melalui dokumen, dan jumlah kelulusan uji kompetensi mulai
verifikasi fasilitas dilakukan setelah secara tahun 2013 sampai tahun 2015 (AIPDiKI,
dokumen mengakibatkan adanya sebagian 2012).
institusi belum valid dalam penyediaan Model bimbingan persiapan uji
sumber daya pendidikan keperawatan. Hal kompetensi membutuhkan Road Map yang
ini berdampak pada mahasiswa dimana sesuai dengan kaidah-kaidah yang ilmiah.
mahasiswa tidak mendapatkan fasilitas Pengembangan metode, media dan langkah-
sesuai harapan termasuk pembinaan tentang langkah pembelajaran diperlukan yang baku
persiapan uji kompetensi (Shake, 2010 & dan standar. Model ini harus dilakukan uji
AIPDiKI, 2012). coba dalam penelitian agar validitas dan
Program pengembangan yang dilakukan reabilitas model adalah standard dan dapat
pada institusi pendidikan keperwatan di pertanggung jawabkan secara empiris dan
bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan dapat di aplikasikan pada semua institusi
keperawatan dan lulusan yang akan di DIII keperawatan di seluruh Indonesia.
hasilkan institusi tersebut. Lulusannya Standar yang dimaksud adalah model baku
diharapkan dapat bermitra dengan profesi dalam pembelajaran dan bimbingan
kesehatan yang lain, meningkatkan kualitas persiapan uji kompetensi DIII Keperawatan
pelayanan kesehatan masyarakat dan (AIPDiKI, 2012).
mengantisipasi efek dibukanya perdagangan Hasil studi yang dilakukan di Hongkong,
bebas ekonomi dan jasa di negara-negara tentang Dimensions of Cultural
Asean (Masyarakat ekonomi Asean/MEA) Competence: Nurse-Client Perspectives,
yang sudah di sepakati pada akhir tahun menemukan bahwa perawat yang bekerja di
2015 yang lalu. Progam Uji Kompetensi komunitas (Public health nurses) skor
yang di prakarsai pemerintah dan organisasi terhadap kompetensi budaya lebih rendah
profesi ini masih menemukan kendala dan dari perawat yang bekerja di rumah
tantangan karena masih di temukannya kesehatan (home health/hospice). Hasil
institusi yang hanya dapat meluluskan penelitian ini menjelaskan juga bahwa
mahasiswanya < 10 % dan bahkan masih kompetensi yang kurang pada perawat di
ada institusi yang belum ada mahasiswa komunitas tersebut karena pengalaman
yang lulus uji kompetensi yang telah individu yang kurang mendapat pelatihan
dilaksanaakan 5 kali mulai Tahun 2013- kompetensi yang peka budaya dan faktor
2015 PPNI, 2005 & AIPDiKI, 2012). bahasa (Sharon, 2008). Hasil penelitian lain
Melihat hasil uji kompetensi yang kurang yang dilakukan di Amerika Serikat dengan
memuaskan atau jauh dari harapan, Institusi judul Identifying Predictors Of Success For
D III Keperawatan di seluruh Indonesia The Computerized Nclex-Rn (National
melakukan bimbingan terhadap persiapan Council Licensure Examination - Registered
uji kompetensi pada masing-masing intitusi Nurse) In Associate Degree Nursing
secara berbeda dan beragam baik metode Graduates menjelaskan bhwa faktor yang
maupun frekwensi bimbingan. Sampai saat berpengaruh pada kesuksesan dan kelulusan
ini belum ada model atau tehnis yang ujian tergantung pada kurikulum, mata
sistematis dan baku dalam persiapan kuliah biologi dan pengusaan sisem kerja
pembelajaran mahasiswa tentang bimbingan komputer (Kline, 2010).
menghadapi uji kompetensi. Hal ini Hasil penelitian lainnya yang dilakukan
berdampak pada jumlah kelulusan uji pada 11 ruang perawatan di 7 rumah sakit di
kompetensi pada semua intitusi DIII Lithuania dengan responden 218 orang,
Keperawatan di seluruh Indonesia menjelaskan, bahwa kompetensi perawat
bervariasi. Data kelulusan DIII Keperawatan berhubungnan dengan sosio demografi
di Indonesia mulai paling rendah 0 % - 99 % seperti pendidikan perawat pengalaman
pada setiap intitusi tersebut. Data ini kerja, pengembangan keterampilan,

110
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 111

kemandirian dan kepuasan kerja. Hasil Try out dan uji kompetensi mulai
Penggunaan simulasi dalam populasi sejak tahun 2012-2015 setiap intitusi
penelitian ini adalah efektif dalam berbeda-beda hasil uji kelulusanya yaitu
pemeliharaan kompetensi dan penyampaian berkisar 20-60%. Hal ini Tergantung
informasi baru (Istomina, 2008 & persiapan dari intitusi atau pengelolanya
Underwood, 2013). Penelitian terkait lain yaitu dalam melatih, membina dan tehnis
tentang Motivasi perawat mengikuti uji belajar kelompok terkait pembahasan
kompetensi dalam rangka peningkatan contoh-contoh soal uji kompetensi. Hasil uji
jenjang karir di rumah sakit di temukan kompetensi tahun 2014 di institusi DIII
memiliki motivasi tinggi sebanyak 72 orang keperawatan di potekkes Aceh jumlah
(73,5%) dan motivasi sedang sebanyak 26 kelulusannya < dari 50 % dari jumlah
orang (26,5%) dan tidak ada perawat yang mahasiswa yang megikuti ujian. Try Out uji
memiliki motivasi rendah (Wahyuningtyas, kompetensi tahun 2015, di temukan hal
2009). Hasil penelitian tentang yang tidak jauh berbeda dengan tahun
Pengembangan Model Jenjang Karir sebelumnya, dimana jumlah peminat Try
Perawat Klinis di Unit Rawat Inap Rumah Out uji kompetensi tidak semua intitusi di
Sakit, menunjukkan sebagian besar perawat Aceh mengikuti kegiatan tersebut. Dari
(96,7%) memiliki latar belakang pendidikan jumlah inititusi DIII Keperawatan di Aceh
DIII keperawatan, belum terdapat pola yang berjumlah 18 buah, hanya 12 institusi
khusus dalam pelaksanaan rotasi dan yang mengikuti Try Out. Namun dari 12
promosi perawat. Hal ini akan berdampak institusi tersebut hanya di ikuti oleh 20-80
Rancangan jenjang karir professional % mahasiswa. Padahal untuk mencapai
perawat (Febi Konela, 2014) kesuksesan dalam kegiatan uji kompetensi
Pendidikan diploma III keperawatan di butuhkan latihan-latihan mengerjakan
merupakan bagian terbesar (61,74 %) dari soal yang situasinya di buat seperti ujian
jenjang pendidikan diploma III di bidang kompetensi sebenarnya.
kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan masih Hasil observasi dan evaluasi pada
banyaknya institusi pendidikan jenjang beberapa kali Try out uji kompetensi di
diploma D III keperawatan di Indonesia. institusi di Aceh nilai pre test uji kompetensi
Berdasarkan data yang diperoleh institusi kelulusan bedasarkan NBL Nasional 45.41
pendidikan DIII Keperawatan di Indonesia hanya sekitar 20-30 %. Setelah pre test
berjumlah 489sumber: data primer hasil diberikan bimbinggan dengan metode
pemetaan institus (AIPViKI, 2014). Tutorial, pembahasan dan simulasi membuat
Provinsi Aceh merupakan provinsi yang soal oleh mahasiswa secara mandiri pada
paling rendah tingkat kelulusan ujian sembilan MA pokok yang di uji pada uji
kompetensi dari tahun 2013-2014 Kompetensi. Kemudian dilanjutkan dengan
dibandingkan provinsi lain di Indonesia. post test atau ujian kedua, hasilnya sangat
Angka kelulusannya hanya mencapai rata- fenomenal yaitu mahasiswa dapat mencapai
rata 10 %. Hal ini merupakan sistuasi yang kelulusan di atas NBL Nasional mencapai
mengharuskan setiap pimpinan institusi dan 90-99 %.
pengelola pendidikan mengevaluasi kenapa Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin
kejadian ini terjadi. Bahkan beberapa menggali secara lebih dalam tentang
institusi sampai 3 tahun terakhir belum ada Pengaruh penerapan Education Model Try
lulusannya satu orangpun dari uji Out Uji Kompetensi dengan penerapan
kompetensi. Fenomena ini bertolak konsep Peplau dan metode coaching pada
belakang dengan beberapa provinsi di mahasiswa d iii keperawatan terhadap
Indonesia seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, peluang kelulusan uji kompetensi di Banda
Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY yang Aceh tahun 2016.
kelulusan mahasiswa Uji kompetensi rata-
rata > 80 % setiap periode (AIPDiKI, 2012).

111
112 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117

METODE angket dengan membagikan kuesioner yang


Penelitian ini adalah penelitian yang telah disiapkan pada alumni yang mengikuti
berbentuk quasi eksperimen yang bertujuan Education Model Try Out Uji Kompetensi
untuk melihat pengaruh Education Model dengan penerapan konsep Peplau dan
Try Outuji kompetensi dengan konsep Metode Coaching. Uji statistik yang
peplau dan metode coaching terhadap digunakan adalah Dependent t-test (paired
kelulusan uji kompetensi di Banda Aceh t-test). Pengolahan data dengan komputer,
Tahun 2016. Peneliti membuat desain dengan mencari nilai rata-rata (mean) dari
penelitian dengan pre dan posttest yaitu tiap variabel yang kemudian variabel
melakukan pengumpulan data pada tersebut dikategorikan berdasarkan nilai
mahasiswa sebelum dan sesudah mengikuti rata-rata.
Education Model Try Out Uji Kompetensi.
Populasi dalam penelitian ini adalah HASIL DAN PEMBAHASAN
seluruh alumni D III Keperawatan yang Distribusi frekuensi data demografi
mengikuti Try out uji kompetensi dengan responden
Education Model dengan metode coaching Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa
di Aceh yaitu sebanyak 270 orang sebagian besar responden berasal dari
mahasiswa (Data institusi D III institusi yang terbanyak berasal dari prodi
Keperawatan 2015). Teknik pengambilan keperawatan B. Aceh sebanyak 15 orang (30
sampel dalam penelitian ini dilakukan %). sedangkan jika dilihat dari jenis
dengan menggunakan metode Consecutive kelamin, responden terbanyak adalah
sampling, setiap alumni yang memenuhi perempuan yaitu sebanyak 34 orang (68%).
kriteria penelitian dimasukkan dalam Terkait tempat tinggal jumlah responden
penelitian dalam kurun waktu tertentu paling banyak adalah tinggal bersama orang
(selama 18 hari), sehingga jumlah responden tua sebanyak 27 orang (54 %). Selanjutnya
yang diperlukan terpenuhi. Besar sampel bila di lihat IPK responden paling banyak
dalam penelitian ini adalah 50 orang. berada pada IPK 3.01-3.50 sebanyak 27
Pengumpulan data dilakukan melalui orang (54 %).
Tabel 1. Distribusi frekuensi data demografi responden

No Data Demografi f %
1. Institusi
Akper Kesdam B.Aceh 7 14,0
Akper Abullyatama 7 14,0
Akper Tgk Fakinah 8 16,0
Prodi D3 Keperawatan B.Aceh 15 30,0
Akper Tjoet Nya' Dhien B.Aceh 13 26,0
2. Jeniskelamin
Laki-laki 16 32,0
Perempuan 34 68,0
3. Tempat tinggal
Orang tua 27 54,0
Kos 20 40,0
Asrama 3 6,0
4 (IPK)
IPK 2.56-3.00 4 8,0
IPK 3.01-3.50 27 54,0
IPK>3.50 19 38,0
Total 50 100

112
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 113

Distribusi Motivasi dan Partisipasi katagori sangat baik yaitu 39 orang (78 %),
responden mengikuti bimbingan Uji sedangkan jika dilihat pada angka kelulusan
Kompetensi. pretest secara umum responden paling
banyak belum lulus yaitu 43 orang (86 %).
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa seluruh Namun sebaliknya pada saat di lakukan
responden yang mempunyai motivasi posttest responden paling banyak berada
terbanyak pada katagori baik yaitu 29 orang pada katagori lulus yaitu sebanyak 46 orang
(58 %). Pada variabel partisipasi yang (92 %).
paling banyak respondennya berada pada

Tabel 2. Distribusi frekwensi Motivasi, Partisipasi Pretest dan Posttest responden

No. Variabel f %
1. Motivasi
Baik 29 58,0
Sangat baik 21 42,0
2. Partisipasi
Baik 11 22,0
Sangat baik 39 78,0
3. NilaiPre-test
Tidak lulus 43 86,0
Lulus 7 14,0
4. Nila Post test
Tidak lulus 4 8,0
Lulus 46 92,0

Perbedaan nilai pretest dan posttest standar deviasi 0.418. Hasil uji statistik
didapatkan nilai P value 0.00, alpha 0.05
Pada tabel 3 menunjukkan rata-rata nilai maka terbukti ada perbedaan nilai yang
pretes mahasiswa adalah 1.14 dengan signifikan pada responden antara sebelum
standar deviasi 0.351. Pada pengukuran dan sesudah diberikan bimbingan uji
kedua terdapat rata-rata nilai responden kompetensi dengan dengan penerapan
adalah 1.92 dengan standar deviasi 0.274 Konsep Peplau Dan Metode Coaching
terlihat Mean perbedaan pengukuran pada Mahasiswa D III Keperawatan di
pertama dan kedua adalah -.780 dengan Banda Aceh.

Tabel 3 Rata-rata perbedaan perbedan nilai sebelum dan sedudah diberikan Education Model

MEAN
Waktu Mean SD P Value
SD SE (D)
Pretest 1.14 0.351 0.050 - 0.780 0.418 0.00

Posttest 1.92 0.274 0.039

Pembahasan (Wahyuningtyas, 2009). Hal ini diperkuat


Mahasiswa yang ingin mencapai dengan Sebuah desain studi kasus kualitatif
kelulusan dalam sebuah pembelajaran harus dengan sampel pada 15 alumni sebuah
menggunakan starategi dalam keterampilan institusi dimana diterapkan metode seminar
pemecahana masalah dan berpikir kritis selama 3 hari yang berfokus pada lisensi

113
114 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117

yang efektif, persiapan strategi pengetahuan sangat diperlukan untuk


pembelajaran untuk membangun dan melakukan tugas secara profesional dan
mempertahankan dan pencapaian tingkat naluriah (Benner, 2001 & Wright, 2006).
lulus National Council Licensure Seorang filosuf ilmu pengetahuan
Examination –Registered Nurse (NCLEX- metafisika dan matematika logis,
RN) menjadi lebih tinggi. Penelitian tersebut menegaskan bahwa individu akan dengan
menjelaskan bahwa sekitar sepertiga dari mudah mengambil terus menerus informasi
semuamahasiswa di Amerika Serikat dari memori, namun kebutuhan kasual
membutuhkan beberapa jenis remedial atau mungkin memerlukan fakta-fakta. Ahli
bantuan agar sukses dalam kursus dan tersebut berpendapat bahwa universitas
program-program mereka. (Ohara, 2013 & mengajarkan prinsip-prinsip yang
O,Sulivan, 2013). membutuhkan kebiasaan mental untuk
Para ahli mengatakan bahwa pada mengingat, dan menegaskan bahwa pikiran
mahasiswa di perlukan teori pembelajaran bereaksi terhadap rangsangan yang
orang dewasa untuk membentuk dasar-dasar memprovokasi sebuah ilustrasi dari suatu
teoritis dalam pembelajaran (Knowles, keadaan. Seorang mahasiswa keperawatan
1990). Mahasiswa keperawatan dalam yang dirangsang untuk belajar
pembelajaran paling tepat menggunakan memungkinkan pengetahuannya
pembelajaran orang dewasa yang berperan berkembang melalui aktivitas mental, bukan
penting dalam konstruksi pengetahuan, pola kebiasaan (O,Sullivan, 2013).
sikap dan keterampilan mereka sendiri Penelitian tersebut menjelaskanbahwa
(Hofler, 2008). Penerapan metode kemungkinan memiliki potensi untuk
pembelajaran sesuai Konsep Peplau dan menambah kekuatan profesi keperawatan
Metode Coaching pada Mahasiswa bagi para pemimpin pendidikan untuk
memberikan implikasi perubahan sosial membantu menghindari kegagalan perawat
yang positif, tidak hanya terbatas pada pemula. Kegagalan awal pada perawat ada
peningkatkan kemampuan pemecahan dan kemungkinan menghancurkan persepsi diri
penerapan strategi berpikir kritis untuk menjadi perawat yang kompeten (Orsini,
masalah mahasiswa tetapi juga berdampak 2005).
positif pada kehidupan dirinya dan Beberapa studi menemukan perbedaan
pelayanan yang akan di berikan pada pasien yang signifikan antara IPK dan kemampuan
saat mereka bekerja. Para mahasiswa perlu individu untuk lulus NCLEX-RN (Johnson,
pendidikan tinggi untuk menjadi sukses 2015). Sementara ahli lain menemukan IPK
dalam dunia yang semakin canggih dalam menjadi prediktor signifikan dari melewati
informasi dan menghadapi era dunia NCLEX-RN. IPK menjadi variabel
berbasis teknologi (Benner, 2001). signifikan dalam membedakan antara
Pelopor dalam penelitian keperawatan, lulus/gagal di NCLEX-RN. Secara umum
menganalisis dan membahas bagaimana para ahli menemukan korelasi yang
perawat melakukan pekerjaan mereka dan signifikan antara pintu masuk IPK dan
mendapatkan keahlian untuk memenuhi keberhasilan NCLEX (n = 146; p <0,001).
kebutuhan pasien tanpa ada kompetensi. Selain itu mereka menemukan bahwa IPK
Mereka mengatakan perlu adanya yang berkorelasi dengan sukses NCLEX (Mason,
mendukung kompetensi dan membentuk 2010).
kepercayaan perawat pemula dan
menetapkan bahwa perawat akan Mahasiswa dan alumni dapat
memajukan profesional mereka dengan menerapkan perubahan profesi melalui
membangun pengetahuan yang di tunjukkan berpikir kritis dalam pekerjaan dalam
dengan IPK (Indeks Prestasi Komulatif). berbagai situasi yang mungkin mereka
Bimbingan menghadapi ujian kompetensi hadapi sebagai perawat. Proses ini akan
sebagai landasan Praktek dan berbasis ditemukan dalam bimbingan menghadapi

114
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 115

ujian kompetensi. Penelitian lain pelayanan karena mengurangi waktu untuk


menetapkan bahwa pembelajaran yang orientasi perawat baru (Poldervaart, 2010).
benar tidak terjadi secara pasif. Siswa Kinerja dan partisipasi yang baik dalam
belajar dan mempertahankan pengetahuan ilmu biologi dan teori keperawatan cukup
yang lebih efektif dengan kegiatan memberikan prediksi keberhasilan uji
kelompok dan dengan aktif bertanya dan kompetensi dan kemungkinan bahwa trends
meneliti untuk menemukan jawaban. ini akan terus sebagai kursus yang
Mahasiswa dan alumni harus memiliki memberikan dasar fundamental untuk
kesempatan untuk menerapkan teori praktik keperawatan (Veal, J. (2012). Hasil
keperawatan dan berlatih menjadi Perawat penelitian menunjukkan hubungan antara
cerdas, pemikir kritis, berprestasi, terampil, variabel akademik di memprediksi
kolaborator aktif, dan orang-orang yang keberhasilan atau kegagalan dalam
sangat berpengetahuan saat memberikan kelulusan uji kompetensi. Sukses dalam uji
pelayanan kepada pasien (O, Sullivan, 2013 kompetensi pada uji tahap pertama
& Wright, 2006). dipengaruhi oleh nilai dan nilai rata-rata
Perubahan profesi melalui penerapan (IPK), nilai ilmu biologi dan analisis
berpikir kritis dalam berbagai situasi yang membaca soal. Ketiga hal tersebut
mungkin mereka hadapi sebagai perawat berkorelasi secara signifikan dalam ujian
(Khosravani, 2005). Proses ini akan kompetensi. Pada penelitian lain, ditemukan
ditemukan dalam bimbingan menghadapi hubungan yang signifikan yang ditemukan
ujian kompetensi. Penelitian lain antara di kursus keperawatan medikal
menetapkan bahwa pembelajaran yang bedah dan sukses di ujian kompetensi di
benar tidak terjadi secara pasif. Siswa Amerika (Carl. 2007)
belajar dan mempertahankan pengetahuan Peneliti lain di Amerika melakukan studi
yang lebih efektif dengan kegiatan kuasi-eksperimental yang melibatkan 60
kelompok dan dengan aktif bertanya dan mahasiswa keperawatan. Studi ini
meneliti untuk menemukan jawaban mengevaluasi dan membandingkan dua
(Fishman, 2013). Mahasiswa harus bisa kelompok laporan klinis mahasiswa
berlatih untuk lulus. Program keperawatan selamaperiode dengan 10 sesi kelompok
harus memiliki struktur yang dapat untuk kelompok eksperimen dan periode
memberikan mahasiswa rasa percaya diri, yang sama untuk kelompok kontrol.
kemampuan untuk mengatur dan Kelompok kontrol memiliki format
memprioritaskan tugas, mengurangi stres pendidikan biasa. Para peneliti
dan meningkatkan kepuasan ketika membandingkan keterampilan berpikir kritis
memasuki dunia kerja (Orsini, 2005). dari kedua kelompok. Para peneliti
Berpikir Kritis sebagai faktor kompetensi mengevaluasi kemampuan berpikir kritis
pendidikan keperawatan yang harus oleh perawat dengan menganalisis situasi
mengeksplorasi mindset mahasiswa tentang klinis dan alternatif kehadiran dengan alasan
skenario yang mungkin timbul di klinik untuk pembuatan keputusan pembuatan.
sebagai perawat pemula di tempat mereka keterampilan berpikir kritis, T-test
bekerja. Mahasiswa belajar untuk mendukung hipotesis bahwa pembelajaran
menerapkan teori dan pengetahuan untuk kooperatif meningkatkan keterampilan
situasi yang realistis. Pendidikan berpikir kritis (Istomina, 2008). Berpikir
keperawatan di intitusi yang baik akan kritis adalah kebiasaan keterampilan sikap
mengurangi stres mahasiswa untuk yang dikombinasikan dengan pengetahuan
mengenali berbagai fasilitas perawatan yang dapat meningkatkan rasa percaya diri,
kesehatan. Hal ini untuk memberikan refleksi, dan keingintahuan perawat (Doult,
arahan tentang prosedur dan kebijakan pada B. (2007). Pola berpikir kritis adalah setara
prosedur yang relevan. Pengaturan ini yang dengan proses keperawatan. Proses ini
di harapkan oleh konsumen penerima meliputi analisis dan penalaran untuk

115
116 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 109 - 117

menentukan aplikasi pengetahuanutuk (p Value 0.180). kemudian juga ditemukan


intervensi kepada pasien (Khosravani, pengaruh partisipasi terhadap peluang lulus
2005). uji kompetensi menunjukkan hubungan ( r=-
Menurut asumsi peneliti hasil penelitian 0.021) dan berpola positif (p Value 0.883).
ini berhubungan kuat hubungannya dengan
nilai peluang kelulusan (posttest) karena DAFTAR RUJUKAN
sebaran peserta yang mengikuti bimbingan
ini lebih setengahnya mempunyai IPK ≥ AIPDiKI.(2012). Kondisi “Exsisting”
3.00 sebanyak 27 orang (54 %) dan faktor Pendidikan D III Keperawatan.
AIPDiKI.
lain seperti motivasi dan partisipasi akan
mempengaruhi hasil menjadi kuat Benner, P. (2001). From novice to expert:
hubungannya. Selain hal IPK karakteristik Excellence and power in clinical
mahasiswa lebih di dominasi oleh jenis nursing practice. Upper Saddle
River, NJ: Prentice-Hall.
kelamin perempuan (sikap feminine), yang
menyebabkan kondisi pembelajaran menjadi Carl, L.C. (2007). Assessment Technology
lebih tertib dan tertata sesuai skenario. Institute Test Scores, Nclex-
Asumsi lain yang ditemukan saat RnPassfail, Nursing Program
Evaluation, And Catastrophic
wawancara dengan pengelola, bahwa alumni Events. Pennsylvania University Of
yang mengikuti Education Model dengan Phoenix. 2008 By Proquest LLC.
metode Peplau dan coaching pada saat
sebagai mahasiswa sangat berperan aktif Doult, B. (2007). Big switch to classroom
training went too far, says RCN
dalam pembelajaran di kelas, laboratorium chief. Nursing Standard, 22(5), 7-7
dan klinik. Hal ini juga kemungkinan
memberikan wawasan yang luas saat Febi. K, Hariyanto, Pusparahaju. A.Jurnal
menjawab soal selama pelatihan ini. Kedokteran Brawijaya, Vol. 28,
Suplemen No. 1 2014: FKM
Selain itu rata-rata peserta yang Universitas Sam Ratulangi
mengikuti pelatihan ini alumni yang terpilih Manado.
dan mempunyai keinginan kuat untuk lulus
uji kompetensi, sehingga rata-rata peserta Fishman, D.C, (2013). Mentoring In
Associate Degree Nursing A
mempunyai visi yang sama dalam mengikuti Mixed-Methods Study For Student
program Education Model dengan metode Success. California State
Peplau dan coaching. Hal ini kemungkinan University,Fullerton. Published By
juga akan mempengaruhi hasil penelitian ProquestLlc 2013.
ini. Hofler, L. (2008). Nursing education and
transition to the work environment:
SIMPULAN A synthesis of national reports.
Hasil penelitian ditemukan ada mean Journal of Nursing Education,
47(1), 5-12
perbedaan pengukuran pertama dan kedua
adalah -.780 dengan standar deviasi Istomina N, et al. (2008). Competence Of
0.418 (P value 0.00,). Analisis regresi Nurses And Factors Associated
ditemukan hubungan IPK dengan peluang with
it.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
lulus uji kompetensi (r =0.267) dan berpola medDipeolehtanggal 28februari
positif (p Value 0.061). selanjutnya regresi 2015.
ditemukan hubungan prestasi akademik
dengan peluang lulus uji kompetensi Johnson, L.J (2015). Student Perceptions of
Effective Learning Strategies for
menunjukkan hubungan (r=-0.138) dan National Council Licensure
berpola positif (p Value 0.339). Analisis Examination Preparation.Walden
regresi pengaruh motivasi terhadap peluang University.Published by ProQuest
lulus uji kompetensi menunjukkan ada LLC.
hubungan (r=0. 0.202) dan berpola positif

116
Halimatussakdiah, Education Tryoutmodel Uji Kompetensi Dengan Konsep Peplau... 117

Khosravani, S., Manoochehri, H., Retention. University Of


&Memarian, R. (2005). Developing Phoenix.By ProquestLlc.
critical thinking skills in nursing
students by group dynamics.The Sepulveda, D.B. (2009) A Leadership
Internet Journal of Advanced Opportunity For Newly Graduated
Nursing Practice,7(2). Nurses: Becoming A Preceptor For
A Student Nurse Department of
Kline, M.T. (2010). Identifying Predictors Nursing California State
Of Success For The Computerized University, Long Beach By
Nclex-RN In Associate Degree ProquestLlc.
Nursing Graduates; An
investigational project submitted in Sharon S.S. (2008).Dimensions of Cultural
partial fulfillment of the Competence: Nurse-Client
requirements for the degree of Perspectives. Published by
Master of Science in Nursing. ProQuest LLC (2013).
Northern Kentucky
University.ProQuest LLC. Shake, E.E (2010). Dedicated Education
Units: Do They Improve Student
Kurikulum Diploma III Keperawatan (2014) Satisfaction? College of
Jakakarta: AIPViKI. Nursing.University of South
Carolina by ProQuest LLC.
Knowles, M. S. (1980) The growth and
development of adult education. In Mason (2010). The Transformative
J. M. Peter (Ed.). Building an Potential Of Transdisciplinarity
effective adult education enterprise. For Nurse Practitioner Students
Jossey-Bass Publications, San And Nurse Educators: A
Francisco: CA. Theoretical Analysis. California
Institute Of Integral Studies San
O'Hara, P.B (2013). The Influence Of Francisco, CA..By Proquest LLC.
Academic Coaching On:
Baccalaureate Nursing Students' Underwood, D.W. (2013). Competence By
Academic Success, Perceptions Of Simulation: The Expert Nurse
The Academic Coaching Continuing. Education Experience
Relationship, Perceived Nclex-Rn Utilizing Simulation. Capella
Readiness And Success On The University. Published by ProQuest
Nclex-Rn Exam. School o f Nursing LLC (2013).
Widener University.Published by
ProQuest LLC. Veal, J. (2012).Academic Success Factors
Influencing Linguistically Diverse
O‟sullivan, C.A.M (2013). Evaluation Of A And Native English Speaking
Successful High Risk Nursing Associate Degree Nursing Students.
Student Assistance Program: One Milwaukee, Wisconsin. Published
Adn Program‟s Journey. Chicago, by ProQuest LLC (2012).
Illinois. Published by ProQuest
LLC. Wahyuningtiyas, T. (2009). Motivasi
Perawat Mengikuti Uji Kompetensi
Orsini, C. (2005). A nurse transition Dalam Rangka Peningkatan
program for orthopaedics: Creating Jenjang Karir Di Rumah Sakit
a new culture for nurturing Mardi Rahayu Kudus. Skripsi.
graduate nurses. Orthopaedic PSIK. Universitas Diponogoro
Nursing, 24(4),240248. Paolilli. Semarang.
PPNI. (2005). Standar Kompetensi Bidang Wright, S. (2006). The wise and therefores.
Keahlian Perawat. Jakarta. Nursing Standard, 20(26), 22-23.
Permenkes/1796/menkes/per/VIII/2011
mengenai registrasi tenaga
kesehatan.
Poldervaart, P.G (2010). A Qualitative Study
Of Nursing Didactic Programs:
Novice Nurses’ Perception Of
Competence, Confidence, And

117
118

PEMBERIAN PENYULUHAN BENCANA BANJIR


TERHADAP KESIAPSIAGAAN SISWA KELAS VI
MENGHADAPI BENCANA BANJIR

N.L.K Sulisnadewi
Luh Putu Vidia Darmayanthi Dewi
I Ketut Labir
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email: dewisulisna@gmail.com

Abstract: The Providing Flood Disaster Counseling Towards Preparedness 6th


Grade Students. The purpose of this research was to know the influence of providing
flood disaster counseling toward 6th grade students’ preparedness facing flood
disaster. This reasearch used Pre-Experimental Design which plans One Group
Pretest-Posttest using simple random sampling. The sample was 80 students from 100
population. The result of the research shows that students preparedness before
conducting counseling most of the students who are ready is only 32 students (40%) and
after counseling students’ preparedness is increased to 38 students (47,5%). The
research was measured by using Wilcoxon statistic test, ρ-value = 0,000 < alpha (0,05),
can be concluded there is influence of flood counseling toward 6 th students
preparedness to face flood disaster at SDN 11 Padangsambian.

Abstrak : Pemberian Penyuluhan Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Siswa


Kelas VI Menghadapi Bencana Banjir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian penyuluhan bencana banjir terhadap kesiapsiagaan siswa kelas VI
menghadapi bencana banjir. Jenis penelitian adalah Pre-Experimental Design dengan
rancangan yang digunakan yaitu One-Group Pretest-Posttest menggunakan simple
random sampling. Jumlah sampel sebanyak 80 orang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesiapsiagaan siswa sebelum diberikan penyuluhan yang paling banyak berada
pada kategori hampir siap yaitu sebanyak 32 orang (40%) dan setelah diberikan
penyuluhan hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kesiapsiagaan pada siswa
dengan hasil paling banyak berada pada kategori siap yaitu sebanyak 38 orang (47,5%).
Hasil penelitian diuji dengan uji statistik wilcoxon, didapatkan nilai ρ-value = 0,000 <
alpha (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian penyuluhan
bencana banjir terhadap kesiapsiagaan siswa kelas VI menghadapi bencana banjir di SD
Negeri 11 Padangsambian.

Kata kunci : Penyuluhan, Bencana Banjir, Kesiapsiagaan

Banjir merupakan kejadian hidrologis dan korban bencana banjir menempati


yang dicirikan dengan debit dan atau muka ururan pertama di dunia yaitu mencapat
air yang tinggi dan dapat menyebabkan 55%. Presentase kejadian banjir di Indonesia
penggenangan pada lahan di sekitar sungai, mencapai 38% dari seluruh kejadian
danau, atau sistem air lainya. Banjir bencana. Kejadian longsor mencapai 18%
biasanya terjadi karena sungai atau saluran dari seluruh kejadian bencana (Bakornas,
tidak mampu mengalirkan air hujan yang 2007).
mengalir diatas permukaan. Aliran Indonesia merupakan negara yang
permukaan dari semua arah dan dari semua memiliki tingkat kerawanan bencana alam
tempat menuju buangan alami dalam bentuk tinggi, seperti letusan gunung api, gempa
sungai atau saluran (Dodon, 2013). Kejadian bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan

118
N.L.K Sulisnadewi, dkk. Pemberian Penyuluhan Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan... 119

lain sebagainya. Bencana banjir mengalami dengan melihat gambar yang jelas dan
peningkatan 35% dengan jumalah kejadian sesuai dengan pokok bahasan. Siswa akan
bencana di tahun 2015. Bencana tahun 2016 lebih jelas terhadap suatu pokok bahasan
terdapat 2.342 kejadian bencana diseluruh atau materi yang disampaikan (Zulaekah,
Indonesia yaitu 92% merupakan bencana 2012). Usia sasaran dalam penelitian ini
hidrometeorologi yaitu banjir sekitar 766 adalah anak usia 7- 12 tahun yang duduk di
kejadian bencana banjir mengakibatkan 147 bangku sekolah dasar dimana dalam usia
orang meninggal, 107 orang mengalami tersebut anak sudah dapat menyerap dan
luka, 272 juta orang mengungsi dan 30.699 mempraktekan dengan baik informasi yang
rumah rusak (BNPB, 2016). Data kejadian mereka dapat sehingga diharapkan anak
banjir di Bali menurut (Data dan Informasi dapat mencerna dan memahami betul
Bencana Indonesia (DIBI), 2015) kejadian informasi mengenai perlindungan diri
banjir tersebut mengakibatkan 18.584 orang terhadap bencana ini.
meninggal, 42 orang menghilang, 1.210 Berdasarkan hasil wawancara yang
orang mengalami luka, dan 3.127 orang dilakukan pada Kepala Sekolah SD Negeri
yang mengungsi. 11 Padangsambian, mengatakan bahwa
Penanaman tentang kewaspadaan dan sekolah tersebut merupakan sekolah yang
kesigapsiagaan dapat dimulai sejak dini, sering mengalami banjir hampir setiap tahun
salah satunya di sekolah-sekolah. mengalami banjir karena letak sekolah
Kesiapsiagaan di sekolah menjadi penting, dikelilingi oleh sungai dan berada di daerah
mengingat banyaknya sekolah/madrasah yang rendah dimana sekolah tersebut berada
yang berada di wilayah rawan bencana. Hal di lingkungan perumahan warga. Banjir
ini menjadikan sekolah beresiko tinggi biasanya terjadi dengan kedalaman
untuk jatuhnya korban yang tidak sedikit pinggang orang dewasa. SD Negeri 11
apabila tidak dilakukan upaya pengurangan Padangsambian juga belum ada yang
risiko bencana (BNPB, 2013). Sekolah memberikan penyuluhan akan kesiapsiagaan
dapat berfungsi sebagai media informasi menghadapi banjir. Penelitian ini bertujuan
efektif untuk mengubah pola pikir dan pola untuk mengetahui pengaruh pemberian
perilaku siswa dengan memberikan penyuluhan bencana banjir terhadap
pendidikan pengurangan resiko bencana di kesiapsiagaan siswa kelas VI menghadapi
sekolah. Kesiapsiagaan pengurangan resiko bencana banjir.
bencana sangat diperlukan untuk
menghadapi bencana banjir disebabkan METODE
siswa tingkat sekolah dasar memiliki resiko Penelitian ini merupakan penelitian pre-
bila terjadi bencana banjir, karena kelompok eksperimental design dengan rancangan
ini masih dalam proses penggalian ilmu yang digunakan yaitu One-group pretest-
pengetahuan. Komunitas sekolah, sebagai posttest. Penelitian ini dilakukan di SD
salah satu dari stakeholder utama memiliki Negeri 11 Padangsambian selama satu bulan
peran yang besar dalam penyebaran yaitu dari bulan Maret – April 2017. Sampel
pengetahuan tentang kebencanaan sejak yang digunakan sebayak 80 orang dari
sebelum, saat, hingga setelah terjadinya jumlah populasi sebanyak 100 orang,
bencana, (Hidayati, dkk., 2006). sampel tersebut merupakan siswa yang
Pemberian edukasi berupa metode duduk di bangku kelas VI SD Negeri 11
penyuluhan yang dapat digunakan untuk Padangsambian yang diambil dengan
menarik perhatian siswa yaitu dapat menggunakan teknik simple random
menggunakan gambar yang dimodifikasi sampling. Data dikumpulkan dengan cara
dengan tulisan. Gambar dapat menimbulkan metode wawancara bersama kepala sekolah
kreatifitas siswa yang beragam dalam SD Negeri 11 Padangsambian dan lembar
membahasakan. Keunggulan dengan gambar kuisioner kesiapsiagaan untuk siswa.
dapat memperjelas suatu permasalahan

119
120 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 118 - 122

Setelah mendapatkan ijin penelitian, Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden


peneliti kemudian melakukan serangkaian Penelitian Berdasarkan Jenis
persiapan kemudian mencari sampel Kelamin
penelitian. Peneliti mengidentifikasi
responden berdasarkan kriterian inklusi dan No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
eksklusi. Kemudian menjelaskan tujuan, (n) (%)
manfaat, prosedur penelitian kepada calon 1 Laki – laki 46 57,5
responden dan memberikan lembar 2 Perempuan 34 42,5
persetujuan sebagai responden penelitian Total 80 100
pada siswa. Sebelum diberikan penyuluhan,
peneliti melakukan pengukuran Berdasarkan tabel 2, menunjukkan
kesiapsiagaan siswa dengan menggunakan karakteristik responden berdasarkan jenis
kuisioner, setelah itu diberikan penyuluhan kelamin sebagian besar berjenis kelamin
mengenai bencana banjir selama 1 x 20 laki-laki sebanyak 46 orang (57,5%) dan
menit dan kemudian dilakukan pengukuran perempuan sebanyak 34 orang (42,5%).
kesiapsiagaan menggunakan kuisioner. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
Setelah data terkumpul maka data Kesiapsiagaan Menghadapi
diberikan skor sesuai dengan kategori Bencana Banjir Sebelum
kesiapsiagaan siswa sebelum dan sesudah Diberikan Penyuluhan Bencana
diberikan penyuluhan, selanjutnya data Banjir
dimasukkan ke dalam tabel frekuensi
distribusi dan diintepretasikan. Untuk Frekuensi Persentase
No Kesiapsiagaan
menganalisis pengaruh pretest dan posttest (n) (%)
digunakan uji statistik Wilcoxon dengan 1 Belum siap 1 1,2
tingkat signifikansi ρ-value < 0,05 dan 2 Kurang siap 6 7,5
tingkat kepercayaan 95%. 3 Hampir siap 32 40
4 Siap 31 38,8
HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Sangat siap 10 12,5
Penelitian dilakukan di SD Negeri 11 Total 80 100
Padangsambian.
Karakteristik responden penelitian yang Berdasarkan tabel 3, hasil penelitian
diidentifikasi antara lain usia dan jenis menunjukkan bahwa kesiapsiagaan siswa
kelamin. kelas VI sekolah dasar yang paling banyak
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berada pada kategori hampir siap yaitu
Berdasarkan Umur sebanyak 32 orang (40%), dan belum siap
sebanyak 1 orang (1,2%).
Frekuensi Persentase Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan
No Umur Kesiapsiagaan Menghadapi
(n) (%)
1 11 tahun 15 18,8 Bencana Banjir Setelah Diberikan
2 12 tahun 51 63,7 Penyuluhan Bencana Banjir
3 13 tahun 11 13,7 Frekuensi Persentase
4 14 tahun 3 3,8 No Kesiapsiagaan
(n) (%)
Total 80 100
1 Belum siap - -
2 Kurang siap - -
Berdasarkan tabel 1, menunjukkan
3 Hampir siap 7 8,8
karakteristik responden berdasarkan umur
4 Siap 38 47,5
sebagian besar yaitu umur 12 tahun
5 Sangat siap 35 43,8
sebanyak 51 orang (63,8%) dan terdapat 3
orang (3,8%) yang berumur 14 tahun. Total 80 100

120
N.L.K Sulisnadewi, dkk. Pemberian Penyuluhan Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan... 121

Berdasarkan tabel 4, hasil penelitian Hasil analisis data kesiapsiagaan setelah


menunjukkan bahwa kesiapsiagaan siswa diberikan penyuluhan membuktikan bahwa
kelas VI sekolah dasar yang paling banyak telah terjadi peningkatan kesiapsiagaan
berada pada kategori siap yaitu sebanyak 38 siswa sekolah dasar setelah diberikan
orang (47,5%), dan terdapat 7 orang (8,8%) penyuluhan bencana banjir dimana sebagian
berada pada kategori hampir siap, tetapi besar siswa berada pada kategori siap. Hasil
tidak ada lagi murid yang berada pada penelitian ini sesuai dengan penelitian
kategori kurang siap dan belum siap. sebelumnya oleh (Dien, 2015) yang
Tabel 5. Pengaruh Pemberian Penyuluhan menunjukan adanya peningkatan
Bencana Banjir Terhadap kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa
Kesiapsiagaan Siswa Kelas VI bumi sebelum dan sesudah diberikan
Menghadapi Bencana Banjir penyuluhan, penelitian tersebut ada
pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
Variabel Mean SD Min- ρ-value F kesiapsiagaan gempa bumi. Menurut teori
Max Benyamin Blum menyatakan, bahwa
pengetahuan atau kognitif merupakan
Pretest 3,54 0,856 1-5 domain yang sangat penting untuk
0,000 80
Posttest 4,35 0,638 3-5 terbentuknya tindakan seseorang. Pemberian
edukasi berupa media penyuluhan yang
Berdasarkan tabel 5, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menarik perhatian
diuji dengan uji statistik wilcoxon dan siswa yaitu dapat menggunakan gambar
didapatkan nilai ρ-value = 0,000 (< alpha : yang dimodifikasi dengan tulisan.
0,05) hal ini berarti hipotesa diterima yang Diberikannya penyuluhan tentang bencana
menunjukkan ada pengaruh pemberian banjir dapat meningkatkan pengetahuan dan
penyuluhan bencana banjir dapat kesiapsiagaan siswa tentang bencana yang
meningkatkan kesiapsiagaan siswa kelas VI terjadi di daerah tersebut, seiring dengan
sekolah dasar dalam menghadapi bencana meningkatnya pengetahuan siswa terhadap
banjir di SD Negeri 11 Padangsambian. bencana banjir maka kesiapsiagaan siswa
Hasil analisis data kesiapsiagaan sebelum akan lebih meningkat.
diberikan penyuluhan membuktikan bahwa
kategori kesiapsiagaan siswa kelas VI SIMPULAN
sekolah dasar masih bervariasi, walaupun Berdasarkan hasil penelitian dapat
sebagian besar siswa berada kategori siap disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
namun masih terdapat satu orang siswa yang pemberian penyuluhan bencana banjir
berada pada kategori belum siap. Hasil terhadap kesiapsiagaan siswa kelas VI
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menghadapi bencana banjir di SD Negeri 11
dilakukan oleh (Mulyadi, 2015) yang Padangsambian. Untuk menyikapi proses
menunjukkan nilai rata-rata sebelum dan hasil pada penelitian ini, maka peneliti
penyuluhan lebih rendah dari nilai rata-rata menyampaikan beberapa saran, yaitu kepada
sesudah penyuluhan. Kesiapsiagaan kepala sekolah dapat meningkatkan dan
dipengaruhi oleh pengetahuan, karena mempertahankan kesiapsiagaan siswa
pengetahuan siswa yang kurang tentang menghadapi bencana banjir dengan
bencana, maka untuk menghadapi bencana memberikan pendidikan dalam bentuk
juga akan kurang siap, itu dikarenakan penyuluhan atau media informasi lainnya
sebelumnya disekolah belum pernah tentang bencana-bencana lainnya agar siswa
diadakan penyuluhan tentang bencana memiliki kesiapsiagaan yang siap untuk
banjir, karena kurangnya pengetahuan, maka menghadapi bencana alam.
akan mempengaruhi tingkat kesiapsiagaan
siswa.

121
122 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 118 - 122

DAFTAR RUJUKAN
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Mulyadi. 2015. Pengaruh Penyuluhan
(BNPB), 2013, Bencana di Bencana Banjir Terhadap
Indonesia Tahun 2012, (online), Kesiapsiagaan Siswa SMP Katolik
Available : http://dibi.bnpb.go.id, Soegiyo Pranoto Manado
(2016, December 16). Menghadapi Banjir.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/kp
Bakornas, 207, Pengenalan Karakteristik kb/article/download/ (2017, May
Bencana dan Upaya Mitigasinya di 11).
Indonesia, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Jakarta. Zulaekah, S, 2012, Efektivitas Penyuluhan
Gizi Dengan Media Komik Untuk
Dien, Riedel Jiemly. 2015. Pengaruh Meningkatkan Pengetahuan
Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tentang Keamanan Jajanan
Kesiapsiagaan Gempa Bumi Pada Sekolah Siswa Sekolah Dasar,
Siswa SMP Kristen Kakasasen Skripsi, Surakarta : Fakultas Ilmu
Kota Tomohon. (online), Available Kesehatan Universitas
: Muhammadiyah Surakarta (2016,
http://download.portalgaruda.org/ar December 16).
ticle.php?article=331800&val=579
8&title=PENGARUH%20PENYU
LUHAN%20KESEHATAN%20TE
RHADAP%20KESIAPSIAGAAN
%20MENGHADAPI%20BENCA
NA%20GEMPA%20BUMI%20PA
DA%20SISWA%20SMP%20KRIS
TEN%20KAKASKASEN%20KO
TA%20TOMOHON. (2017, May
11)
Dodon, 2013, Indikator dan Perilaku
Kesiapsiagaan Masyarakat Di
Pemukiman Padat Penduduk
Dalam Antisipasi Berbagai Fase
Bencana Banjir, (online), Available
: http://www.sappk.itb.ac.id, (2016,
December 16).
Hidayati, D., dkk, 2006, Kajian
Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Mengantisipasi Bencana Gempa
Bumi dan Tsunami, LIPI-
UNESCO/ISDR, Jakarta.

122
123

STRES PADA PASIEN HIPERTENSI

Ni Made Wedri
V.M. Endang S.P Rahayu
Ni Wayan Ika Ari Astuti
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email wedri87@gmail.com

Abstract: Stress In Hypertension Patients. The aim is to know the description of stress
level of hypertension patient at Tabanan III Public Health Center 2017. The sampling
technique used is non probability sampling ie purposive sampling, with the number of
respondents is 59 people. Data collection tool used is DASS 42 (Depression Anxiety
Stress Scale) 42 a number of 14 statements. The results showed that most respondents
were 22 people (37.3%) aged> 65 years. The highest percentage by sex was 27 women
(54.2%). Most respondents did not work 17 people (28.8%). Based on the classification
of hypertension most of the respondents 32 people (54.2%) moderate to very severe
hypertension. The picture of stress level that is 29 people (49,2%) have medium to very
heavy stress, 20 people (33,9%) light stress and only 10 people (16,9%) normal.

Abstrak: Stres Pada Pasien Hipertensi. Tujuannya mengetahui gambaran tingkat


stres pasien hipertensi di Puskesmas Tabanan III Tahun 2017. Teknik sampling yang
digunakan adalah jenis non probability sampling yaitu purposive sampling, dengan
jumlah responden 59 orang. Alat pengumpul data yang digunakan yaitu DASS 42
(Depression Anxiety Stress Scale) 42 sejumlah 14 peryataan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 22 orang (37,3%) berusia > 65
tahun. Persentase tertinggi berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan 27 orang
(54,2%). Sebagian besar responden tidak bekerja 17 orang (28,8%). Berdasarkan
klasifikasi hipertensi sebagian besar responden 32 orang (54,2%) hipertensi sedang
hingga sangat berat. Gambaran tingkat stres yaitu 29 orang (49,2%) mengalami stres
sedang hingga sangat berat, 20 orang (33,9%) stres ringan dan hanya 10 orang (16,9%)
normal.

Kata kunci: Stres, Pasien, Hipertensi

Sudah lama diketahui bahwa stres atau kasus hipertensi di Indonesia (Saleh dkk,
ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar 2014).
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin Berdasarkan kunjungan rawat jalan
dan memacu jantung berdenyut lebih cepat diseluruh Puskesmas Kabupaten Tabanan
serta kuat sehingga tekanan darah tahun 2015 hipertensi menduduki kasus
meningkat. Jika stres berlangsung cukup tertinggi sebesar 21.204 orang. Tahun 2016
lama tubuh akan berusaha mengadakan hipertensi juga masih menjadi kasus
penyesuaian sehingga dapat menimbulkan tertinggi sebesar 13.767 orang (Dinas
kelainan patologis berupa penyakit Kesehatan Kabupaten Tabanan, 2016).
hipertensi (Gunawan 2001). Tingginya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
insidensi stres di Indonesia juga merupakan gambaran tingkat stres pada pasien
alasan mengapa stres harus diprioritaskan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
penanganannya sebab pada tahun 2008 Tabanan III Tahun 2017.
tercatat sekitar 10 % dari total penduduk
Indonesia mengalami gangguan mental atau
stres hal ini berdampak pada penambahan

123
124 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 123 - 129

METODE Berdasarkan tabel 2 menunjukan dari 59


Desain penelitian adalah penelitian orang dengan proporsi 27 orang laki-laki
deskriftif dengan pendekatan cross sectional (45, 8%) dan 32 orang perempuan (54, 2%).
Teknik sampling yang digunakan adalah
jenis non probability sampling yaitu Tabel 3. Karakteristik Responden
purposive sampling dengan jumlah Berdasarkan Pekerjaan
responden sebanyak 59 orang. Penelitian ini
dilakukan Puskesmas Tabanan III.Alat No. Kategori Frekuensi Persentase
pengumpul data yang digunakan yaitu Pekerjaan (f) (%)
DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale) 1 PNS 6 10,2
42 sejumlah 14 peryataan. Hasil uji validitas 2 Pegawai 5 8,5
adalah 0,551-0,975 dari masing-masing swasta
pernyataan sehingga masing-masing 3 Wiraswasta 12 20,3
pernyataan dapat dikatakan valid.Hasil uji 4 Petani/Buruh 15 25,4
reliabilitas sebesar 0,956 sehingga alat ukur 5 Tidak bekerja 17 28,8
yang digunakan dinyatakan reliabel. 6 Lainnya 4 6,8
Teknik analisa data yang dipakai adalah Jumlah 59 100,0
analisa deskritif, disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi. Berdasarkan tabel 3 didapatkan,
persentase terbesar yaitu sebanyak 17 orang
HASIL DAN PEMBAHASAN (28,8%) responden tidak bekerja.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil
bahwa pasien hipertensi di Wilayah Kerja Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden
Puskesmas Tabanan III Karakteristik subjek Berdasarkan Klasifikasi
penelitian seperti tabel berikut: Hipertensi
Tabel 1. Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia Frekuensi Persenta Kumulati
No. Hipertensi
No. Kategori Usia Frekuensi Persentase (f) se (%) f (%)
(f) (%) 1 Ringan 27 45,8 100
1 35-45 Tahun 4 6,8 2 Sedang 20 33,9 54,2
2 46-55 Tahun 15 25,4 3 Berat 11 18,6 20,3
3 56-65 Tahun 18 30,5 4 Sangat 1 1,7 1,7
4 > 65 Tahun 22 37,3 Berat
Jumlah 59 100.0 Jumlah 59 100,0 100.0

Berdasarkan tabel 1 menunjukan dari 59 Interpretasi data pada tabel 4 di atas


responden usia > 65 tahun memiliki yaitu, dari 59 responden didapatkan hasil
persentase hipertensi terbesar yaitu sebanyak 27 orang (45,8%) kategori
sebanyak 22 orang (37,3%). hipertensi ringan. Sebanyak 32 orang
(54,2%) memiliki tekanan darah kategori
Tabel 2. Karakteristik Responden hipertensi sedang hingga sangat berat.
Berdasarkan Jenis Kelamin Gambaran tingkat stres pada pasien
No. Jenis Frekuensi Persentase hipertensi sebagai berikut:
Kelamin (f) (%)
1 Laki-laki 27 45,8
2 Perempuan 32 54,2
Jumlah 59 100.0

124
Ni Made Wedri, dkk. Stres Pada Pasien Hipertensi 125

Tabel 5. Distribusi Tingkat Stres pada tekanan darah akan menjadi semakin
Pasien Hipertensi meningkat (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan jenis kelamin dari 59
Frekuensi responden, sebanyak 32 orang (54,2%)
Tingkat Frekuen Persenta
No Kumulatif berjenis kelamin perempuan dan sebanyak
Stres si (f) se (%)
(%) 27 orang (45,8%) berjenis kelamin laki-laki.
1 Normal 10 16,9 100 Hasil ini didukung oleh penelitian Sedayu,
2 Ringan 20 33,9 83,1 dkk (2015) pasien hipertensi wanita lebih
3 Sedang 18 30,5 49,2 banyak (64,3%) dibandingkan pria (35,7%),
4 Berat 9 15,3 18,7 Riskesdas (2013) prevalensi hipertensi
5 Sangat 2 3,4 3,4 tertinggi pada perempuan sebesar 20,0%
berat sedangkan pada laki-laki lebih rendah yaitu
Jumlah 59 100,0 100 19,9%. Respon stres berkaitan erat dengan
aktivitas Hypothalamus Pituitary Adrenal
Berdasarkan tabel 5 dari 59 responden (HPA axis) yang berhubungan dengan
didapatkan hasil 29 orang (49,2%) pengaturan hormon kortisol dan sistem saraf
mengalami tingkat stres sedang hingga simpatis sehingga mempengaruhi denyut
sangat berat, 20 orang (33,9%) tingkat stres jantung dan tekanan darah.
ringan dan hanya 10 orang (16,9%) normal. Respon HPA dan autonomik ditemukan
Tingkat stres pada pasien hipertensi di lebih tinggi pada laki-laki dibanding
Puskesmas Tabanan III sebesar 83,1 % perempuan sehingga mempengaruhi
berada pada tingakat ringan, sedang, berat performance seseorang dalam menghadapi
dan sangat berat. stresor psikososial. Selain itu, hormon seks
Berdasarkan usia responden terbesar pada perempuan akan menurunkan respon
berusia ˃65 tahun sebanyak 22 orang HPA dan sympathoadrenal yang
(37,3%), dan terkecil pada kelompok usia 35 menyebabkan penurunan feedback negatif
- 45 tahun sebanyak 4 orang (6,8%). Hasil kortisol ke otak menyebabkan perempuan
ini sejalan dengan penelitian Sedayu dkk. mudah mengalami stres.
(2015), Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) Diantara orang dewasa dan setengah
provinsi Bali (2013), Ngurah dan Yahya baya, ternyata kaum laki-laki lebih banyak
(2015). Semakin bertambahnya usia, mengalami hipertensi. Namun hal ini akan
kemungkinan seseorang menderita terjadi sebaliknya setelah berusia 55 tahun
hipertensi juga semakin besar. ketika sebagain besar wanita mengalami
Bertambahnya usia menyebabkan terjadi menopause, hipertensi lebih banyak
perubahan struktur pada pembuluh darah dijumpai pada wanita (Yulianti &
besar sehingga lumen menjadi lebih sempit Sitanggang, 2006). Menurut Apriyanti
dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, (2012), perempuan belum menopause
akibatnya tekanan darah sistolik meningkat dilindungi oleh hormon estrogen yang
(Katerin, 2015). berperan meningkatkan kadar High Density
Semakin tua seseorang pengaturan Lipoprotein (HDL), yang merupakan faktor
metabolisme kalsium terganggu darah lebih pelindung dalam mencegah terjadinya
padat, dan tekanan darah meningkat. proses aterosklerosis. Pada premenopause
Endapan kalsium pada dinding pembuluh perempuan mulai kehilangan sedikit demi
darah (arteriosclerosis) menyebabkan sedikit estrogen, berlanjut sampai dengan
penyempitan dan elastisitas pembuluh darah usia 45-55 tahun. Penurunan hormon
berkurang, akibatnya memacu peningkatan estrogen menyebabkan hipertensi.
tekanan darah. Agar kebutuhan darah dalam Berdasarkan hasil penelitian bahwa
jaringan tercukupi, maka jantung harus perempuan lebih berisiko mengalami
memompa darah lebih kuat sehingga hipertensi karena lebih mudah mengalami
stres dan karena menopause.

125
126 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 123 - 129

Berdasarkan pekerjaan dari 59 responden tekanan darah (Barasi dalam Sukarja &
sebanyak 17 orang (28,8%) tidak bekerja. Noviyanti, 2015).
Hasil ini didukung oleh Riset Kesehatan Berdasarkan penelitian yang telah
Dasar Provinsi Bali tahun 2013, prevalensi dilakukan, diasumsikan bahwa seseorang
tertingggi pada responden yang tidak yang tidak bekerja lebih mudah mengalami
bekerja (23,7%) dan terendah (15,4%) hipertensi dibandingkan dengan seseorang
pegawai (Pranata dkk, 2013). Penelitian ini yang aktif bekerja.
sejalan dengan penelitian oleh Ngurah Gambaran tekanan darah (klasifikasi
&Yahya (2015) di Puskesmas I Denpasar hipertensi) di Wilayah Kerja Puskesmas
Selatan yang menyatakan bahwa dari 45 Tabanan III tahun 2017
responden sebanyak 17 orang (38 %) tidak Berdasarkan data yang telah
bekerja. dikumpulkan dari 59 responden didapatkan
Pekerjaan berpengaruh terhadap aktifitas hasil sebayak 32 orang (54,2%) kategori
fisik seseorang. Orang yang tidak bekerja hipertensi sedang hingga sangat berat.
dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Sebanyak 27 orang (45,8%) memiliki
Secara fisik terutama kardiovasikuler, tekanan darah 140-159/90-99 mmHg yang
aktivitas fisik yang teratur dapat dapat dikategorikan dalam hipertensi ringan.
menguatkan otot jantung dan memperbesar Hal ini sejalan dengan penelitian Sinaga
bilik jantung. Kedua hal ini akan & Hiswani (2011) di Rumah Sakit Vita
meningkatkan efisiensi kerja jantung disertai Insani Pematang Siantar yang menyatakan
dengan peningkatan elastisitas pembuluh bahwa sebagaian besar responden sebanyak
darah. Bekerja dapat membakar lemak 111 orang (85,4%) berada dalam hipertensi
berlebihan dalam sistem dan menghambat sedang hingga berat dan persentase terendah
pembentukan plak lemak di pembuluh darah sebanyak 19 orang (14,6%) berada dalam
(Sutaryo, 2011). Kegiatan fisik penting utuk hipertensi ringan.Penelitian yang dilakukan
mengendalikan tekanan darah tinggi sebab oleh Kurnia (2009) di bagian penyakit
membuat jantung lebih kuat. Jantung dalam RSU Padang Panjang menunjukkan
mampu memompa lebih banyak darah hasil yang berbeda yaitu sebesar 50% pasien
dengan lebih sedikit usaha, makin ringan berada dalam kategori hipertensi sedang.
kerja jantung untuk memompa darah, makin Hipertensi ringan sebanyak 28,8%
sedikit tekanan terhadap arteri (Apriyanti, sedangkan hipertensi berat sebesar 21,2%.
2012). Perbedaan derajat hipertensi disebabkan
Selain hal tersebut seseorang yang tidak karena berbagai faktor, berdasarkan hasil
bekerja dengan aktivitas yang kurang setiap penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja
harinya akan meningkatkan penimbunan Puskesmas Tabanan III, sebagian besar
lemak pada beberapa bagian tubuhnya responden mengalami stres tingkat ringan,
sehingga hal ini akan memicu status gizi sedang, dan berat, serta sebesar 83,1 %
berlebih pada penderita hipertensi. Pada sangat berat sedangkan sebanyak 16,9%
orang dengan status gizi berlebihan terjadi kategori normal. Menurut Smeltzer & Bare
peningkatan penyimpanan glikogen akibat (2002), menyatakan bahwa pemaparan stres
intake kalori yang berlebihan, tubuh akan pada seseorang dalam jangka waktu yang
beradaptasi dengan cara meningkatkan cukup lama dapat meningkatkan risiko
pertukaran glukosa sehingga berakibat terjadinya suatu penyakit. Sebagian orang
hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia bisa mengalami sakit kepala/migren dan
menyebabkan terjadinya gangguan diuresis hipertensi apabila orang tersebut tidak
dan natriuresis, menimbulkan retensi mampu beradaptasi dengan stres. Menurut
natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga Swarth (2004), menyatakan bahwa stres
terjadi peningkatan volume plasma dan yang berkelanjutan membuat tekanan darah
curah jantung akhirnya akan meningkatkan tinggi dan menyebabkan hipertensi.

126
Ni Made Wedri, dkk. Stres Pada Pasien Hipertensi 127

Derajat hipertensi seseorang juga sering yaitu sebanyak 65%. Kekambuhan


dipengaruhi oleh kepatuhan minum obat hipertensi disebabkan karena banyak beban
antihipertensi. Pasien hipertensi yang patuh pikiran, merasa pusing dan sulit tidur.
minum obat anti hipertensi memiliki Berdasarkan distribusi tersebut maka dapat
peluang 11,7 kali lebih besar untuk dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
mencapai tekanan darah yang terkontrol stres maka tingkat kekambuhan hipertensi
dibandingkan mereka yang tidak patuh semakin sering.
minum obat. Semakin tinggi tingkat Sudah lama diketahui bahwa stres atau
kepatuhan minum obat anti hipertensi maka ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa
tekanan darah pada pasien hipertensi marah dendam, rasa takut, rasa bermasalah)
semakin dapat dikontrol dapat merangsang kelenjar anak ginjal
Berdasarkan penelitian yang telah melepaskan hormon adrenalin dan memacu
dilakukan terhadap 59 responden didapatkan jantung berdenyut lebih cepat serta kuat
hasil sebanyak 29 orang (49,2%) mengalami sehingga tekanan darah meningkat. Jika
tingkat stres sedang hingga sangat berat, 20 stres berlangsung cukup lama tubuh akan
orang (33,9%) berada dalam tingkat stres berusaha mengadakan penyesuaian sehingga
ringan dan hanya 10 orang (16,9%) berada dapat menimbulkan kelainan patologis.
pada kategori normal. Data ini menunjukkan Gejala yang timbul dapat berupa penyakit
bahwa pasien hipertensi yang berada di hipertensi (Gunawan 2001).
Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan III tahun Secara fisiologi, situasi stres
2017 mengalami stres sebesar 83,1 % baik mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya
dalam tingakat ringan, sedang, berat dan mengendalikan dua sistem neuroendokrin,
sangat berat. yaitu sistem simpatis dan sistem korteks
Penelitian ini didukung oleh penelitian adrenal. Sistem saraf simpatik berespons
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu
Khotimah (2013), di Dusun Pajaran Desa dengan mengaktivasi berbagai organ dan
Peterongan Kecamatan Peterongan otot polos yang berada di bawah
Kabupaten Jombang menunjukkan bahwa pengendaliannya, sebagai contohnya,
tingkat stres yang dialami pasien hipertensi meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
sebesar 88,4% baik dalam tingkat stres dilatasi pupil (Subramaniam, 2015).
ringan, sedang, berat dan sangat berat Sistem saraf simpatis juga memberi
sedangkan sebesar 11,7% berada pada sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan
kategori normal. epinefrin dan norepinefrin ke aliran
Penelitian mengenai tingkat stres pada darah.Hormon epinefrin menyebabkan
pasien hipertensi juga dilakukan oleh vasodilatasi arteriole dari otot tulang dan
Muhlisin & Laksono (2013) di Puskesmas vasokonstriksi arteriole dari kulit.Sebagai
Bendosari Sukoharjo yang menyatakan stimulus untuk aksi jantung, menambah
bahwa tingkat stres pada responden yang frekuensi dan kontraksi otot jantung, dan
diteliti sebagian besar mengalami stres memperbesar curah jantung.Sementra itu
sedang yaitu sebanyak 53 responden (76 %) norepinefrin berfungsi untuk vasokonstriksi
dan sebanyak 17 responden (24 %) dan hormon ini menyebabkan tekanan darah
mengalami stres berat. Berdasarkan hasil meninggi (Syaifuddin, 2010).Sistem korteks
penelitian tersebut dinyatakan stres yang adrenal diaktivasi jika hipotalamus
dialami oleh pasien hipertensi adalah stres mensekresikan CRF/CRH (Corticotropin
sedang.Hubungan stres terhadap Relasing Faktor/Hormone), suatu zat kimia
kekambuhan pada pasien hipertensi yaitu yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang
stres sedang sebagian besar memiliki terletak tepat di bawah hipotalamus.Kelenjar
kekambuhan kadang-kadang yaitu sebanyak hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon
64%, sedangkan pada tingkat stres berat ACTH (adrenocorticotropic hormone), yang
sebagian besar mengalami kekambuhan dibawa melalui aliran darah ke korteks

127
128 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 123 - 129

adrenal. ACTH menstimulasi pelepasan sangat berat, 20 orang (33,9%) stres ringan
sekelompok hormon, termasuk kortisol, dan hanya 10 orang (16,9%) normal.
yang meregulasi kadar gula darah. Sebesar 83,1 % pasien hipertensi
Kombinasi berbagai hormon stres yang mengalami stres tingkat ringan, sedang,
dibawa melalui aliran darah ditambah berat dan sangat berat.
aktivitas neural cabang simpatik dari sistem
saraf otonomik berperan dalam respons fight DAFTAR RUJUKAN
or flight (Candra, 2012). Apriyanti. 2012. Meracik Sendiri Obat dan
Meramu Sehat Bagi Penderita
Stres yang bersifat konstan dan terus Darah Tinggi. Yogyakarta: Pustaka
menerus mempengaruhi kerja kelenjar Baru Press.
adrenal dan tiroid dalam memproduksi
hormon. Adrenalin, tiroksin, dan kortisol Candra, W. 2012. Manajemen Stres.
Denpasar: Poltekkes Denpasar
sebagai hormon utama stres akan naik Jurusan Keperawatan.
jumlahnya dan berpengaruh secara
signifikan pada sistem homeostasis. Gunawan, L. 2001. Hipertensi: Tekanan
Adrenalin yang bekerja secara sinergis Darah Tinggi. Yogyakarta:
Kanisius.
dengan sistem saraf simpatis berpengaruh
terhadap kenaikan denyut jantung, dan Khotimah. 2013. Stres Sebagai Faktor
tekanan darah. Tiroksin selain Terjadinya Peningkatan Tekanan
meningkatkan Basal Metabolism Rate Darah Pada Penderita Hipertensi.
EduHealth. 3(2): 79–83. tersedia
(BMR), juga menaikkan denyut jantung dan dalam
frekuensi nafas. Namun, pemaparan stres http://www.journal.unipdu.ac.id/ind
yang ringan atau sementara tidak ex.php/eduhealth/article/view/327/
menyebabkan penyakit sistemik. Ia hanya 293.diakses tanggal 2 Desember
2016.
menyebabkan peningkatan tekanan darah
sebagai proses homeostasis (Subramaniam, Kurnia, R. 2009. Karakteristik Penderita
2015). Stres yang berkelanjutan, membuat Hipertensi yang Dirawat Inap di
tekanan darah dapat tetap tinggi dan Bagian Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang
menyebabkan hipertensi (Swarth, 2004). Sumatera Barat Tahun 2002-2006.
Saat pengisian kuesioner melalui terdedia dalam
wawancara, diperoleh data sebagian repository.usu.ic.id.diakses tanggal
responden mengaku sering marah-marah 5 Juni 2017.
karena hal kecil/ sepele, dan cenderung Muhlisin, A. & Laksono, R.A. 2013.
berlebihan terhadap suatu situasi, sulit untuk Kekambuhan Penderita Hipertensi.
sabar, merasa sulit untuk bersantai, mudah Porsiding Seminar Ilmiah Nasional
tersinggung, merasa mudah gelisah yang Kesehatan, 2004, pp.42–48.
tersedia dalam
ditandai dengan sulit tidur dan sering https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bi
terbangun pada malam hari. Responden tstream/handle/11617/3596/8.
mengakui belum melakukan manajemen ABI.pdf?sequence=1. diakses
stres dengan baik sehingga stres yang tanggal 3 Desember 2016.
dirasakan dapat berlangsung berhari-hari Ngurah, G. & Yahya, C. 2015. Gaya Hidup
atau dalam waktu yang cukup lama dan Penderita Hipertensi. Gema
cenderung membiarkan begitu saja dan Keperawatan. 8.
dianggap sebagai hal yang wajar.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan.
SIMPULAN Jakarta: EGC.
Sebagian besar responden sebanyak 32
orang (54,2%) mengalami hipertensi sedang Pranata, dkk. 2013. Riskesdas Provinsi Bali
2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
hingga sangat berat. Sebanyak 29 orang Pengembangan Kesehatan
(49,2%) mengalami stres sedang hingga Kementerian Kesehatan RI.

128
Ni Made Wedri, dkk. Stres Pada Pasien Hipertensi 129

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas 2013). tersedia
dalamhttp://www.depkes.go.id/reso
urces/download/general/HasilRiske
sdas 2013.pdf. diakses tanggal 2
Desember 2016.
Saleh, M. dkk. 2014. Hubungan Tingkat
Stres dengan Derajat Hipertensi
pada Pasien Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Padang
Tahun 2014. Ners Jurnal
Keperawatan, 10(1), pp.166–175.
tersedia dalam
http://jurnal.fkep.unand.ac.id/index.
php/ners/article/download/40/35.
diakses tanggal 3 Desember 2016.
Sedayu, B. Azmi, S. & Rahmatini, 2015.
Karakteristik Pasien Hipertensi di
Bangsal Rawat Inap SMF Penyakit
Dalam RSUP DR . M . Djamil
Padang Tahun 2013. Kesehatan
Andalas, 4(1), pp.65–69. tersedia
dalam
https://doaj.org/article/94e3210211
974c2bbf787b7cd0abe08a.diakses
tanggal 3 Desember 2016.
Sinaga, S. & Hiswani, 2011. Karakteritik
Penderita Hipertensi yang Dirawat
Inap Di Rumah Sakit Vita Insani
Pematangsiantar. Gizi, Kesehatn
Reproduksi dan Epidemiologi, 1.
tersedia dalam
https://jurnal.usu.ac.id.diakses
tanggal 4 Juni 2017.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G., 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
Jakarta: EGC.
Subramaniam, V. 2015. Hubungan Antara
Stres dan Tekanan Darah Tinggi
pada Mahasiswa. Intisari Sains
Medis, 2(1), pp.4 –7. tersedia
dalam
https://doaj.org/article/9f46386102
ec4accb0da3be8bcf9a06b.diakses
tanggal 2 Desember 2016.
Sunaryo. 2015. Psikologi Untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Swarth, J. 2004. Stres dan Nutrisi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Yulianti, S. & Sitanggang. 2006. 30 Ramuan
Penakluk Hipertensi. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka.

129
130

SUHU TUBUH PADA PASIEN DEMAM DENGAN


MENGGUNAKAN METODE TEPID SPONGE

Ketut Labir
Nyoman Ribek
Desita Diah Lestari
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
E-Mail : iketutlabir2016@gmail.com

Abstract : Body temperature in patients with fever by using tepid sponge method. The
aim of this research is to know the description of body temperature in patients with
fever by using tepid sponge method. This research is descriptive type with cross-
sectional approach. The sampling technic is nonprobability sampling kind, that is
concecutive sampling. The sample amount is 60 respondents andthis research was
going on April-Mei 2017. The data was taken with participant observation and was
analyze with computer system in frequency-distribution table. The results showed a
decrease in body temperature both immediately after the action and 30 minutes after the
action, with each are 0.70C and 1.20C.

Abstrak : Suhu tubuh pada pasien demam dengan menggunakan metode tepid
sponge. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran suhu tubuh pada
pasien demam dengan menggunakan metode tepid sponge. Metode penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel adalah
nonprobability sampling dengan concecutive sampling. Sampel berjumlah 60 responden
dan waktu pengambilan data dilaksanakan dari April-Mei 2017. Data diperoleh melalui
observasi pertisipatif dan diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk
tabeldistribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan suhu tubuh
baik sesaat setelah tindakan maupun 30 menit setelah tindakan, dengan masing-masing
penurunannya adalah sebesar 0.70C dan 1.20C. Penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan metode tepid sponge dapat membantu menurunkan demam.

Kata kunci : Suhu tubuh, Demam, Metode tepid sponge

Deman merupakan masalah yang umum pengaturan hipotalamus akibat dari


menjadi keluhan utama dari berbagai mekanisme pengeluaran panas yang
penyakit di berbagai lapisan umur, mulai terganggu karena obat-obatan maupun
dari bayi, anak-anak, dewasa hingga lansia. penyakit. Anak dikatakan mengalami
Ketika tubuh mengalami infeksi umumnya hipertermi atau demam bila ia memiliki
tubuh akan merespon dengan demam. suhu > 37,5 0Celcius.
Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas Bila anak memiliki suhu tubuh > 37,5 0C,
suhu normal, yaitu suhu tubuh di atas 38º orang tua yang khawatir akan memberikan
Celsius. Demam yang terjadi pada anak penanganan pada anaknya yang demam,
menyebabkan 50 % orang tua membawa baik penanganan di rumah maupun
anaknya ke dokter dan sebanyak 20 % orang penanganan dengan membawa anak mereka
tua membawa anaknya ke Unit Gawat untuk mengunjungi unit pelayanan
Darurat (Sears, 2003). Menurut Maita kesehatan baik Puskesmas, praktik dokter,
(2014) demam juga dikatakan sebagai bidan maupun perawat. Menurut Indonesian
hipertermi, dimana hipertermi merupakan Pediatric Society demam merupakan alasan
peningkatan suhu tubuh di atas titik konsultasi tersering dan mencapai 30 % dari

130
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 131

total kunjungan (Karyanti, 2014). Hal ini untuk mengurangi demam, mencegah
sejalan dengan Ismoedijanto (2000) dimana kejang dan memberikan rasa nyaman bagi
anak dengan demam memberikan kontribusi anak. Diketahui alasan para perawat
kunjungan sebesar 19-30% dari total memilih metode ini untuk pencegahan
pengobatan. Demam yang suhunya menjadi kejang sebesar 58%, penurunan suhu lebih
semakin tinggi, akan semakin menyebabkan cepat sebesar 56,8%, dan pengobatan
risiko terkena penyakit berat seperti demam tidak responsif terhadap antipiretik
kejadian bakterimia, bila demam berada sebesar 45,6% (Thomas, 1994). Sedangkan
dalam kisaran suhu 41,1 0C. Demam dengan menurut penelitian yang dilakukan di Brazil
suhu yang mencapai 41,1 0C juga mampu tentang tepid sponge beserta pemberian obat
menyebabkan hipertensi patologis dan penurun demam berupa dypirone didapatkan
infeksi saraf pusat sentral (Kliergman, bahwa tepid sponge lebih efektif selama 15
1999). menit pertama dibandingkan jika hanya
Demam yang tinggi dan risiko terjadinya diberikan obat dypirone saja (Alves, 2008).
penyakit berat yang akan berakibat fatal Hasil yang sama juga didapatkan pada
seperti bakterimia, hipertensi patologis penelitian yang dilakukan oleh The
ataupun infeksi susunan saraf pusat sentral Department of Child Health Nursing, India
harus dicegah dengan tindakan penurunan menemukan bahwa pada pemberian obat
suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh dapat penurun panas dengan tepid sponge selama
dilakukan dengan cara farmakologis yaitu 15 hingan 30 menit pertama didapatkan
dengan pemberian obat penurun panas penurunan suhu yang lebih baik bila
seperti dengan memberikanparasetamol dibandingkan dengan hanya memberikan
atau ibuprofen serta dapat pula ditangani obat penurun panas (Thomas, 2009).
dengan tindakan nonfarmakologis. Salah Berdasarkan penelitian yang dilakukan
satu penurunan suhu secara oleh Bartolomeus Maling, metode tepid
nonfarmakologis dapat dilakukan dengan sponge ini dapat dijadikan rekomendasi
cara tepid sponge. Tepid sponge atau dalam penurunana demam anak sehingga
kompres air hangat merupakan suatu anak demam tidak tergantung dengan
kompres sponging dengan air hangat. penggunaan terapi farmakologis. Penelitian
Penggunaan kompres air hangat ini tersebut mendapatkan bahwa tepid sponge
diterapkan di lipat ketiak dan lipat mampu menurunkan demam pada 36 anak
selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit usia satu sampai sepuluh tahun dengan nilai
akan membantu menurunkan panas dengan rata-rata 1,4 0C (Maling, 2012). Hal senada
cara panas keluar lewat pori-pori kulit juga diungkapkan pada penelitian yang
melalui proses penguapan. Penanganan dilakukan oleh Aryanti bahwa metodetepid
dengan metode ini bisa disatukan dengan sponge lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian obat penurun panas untuk kompres hangat untuk penurunan suhu
menurunkan pusat pengatur suhu di susunan tubuh anak, dimana dengan metode tepid
saraf otak bagian hipotalamus, kemudian sponge rata-rata penurunan suhu 0,8 0C
dilanjutkan kompres tepid sponge ini sedangkan dengan kompres hangat rata-rata
(Karyanti, 2014). suhu turun sebesar 0,50C (Wardiyah, 2016).
Penurunan panas dengan metode ini telah Hasil yang didapatkan berdasarkan The
banyak diteliti, baik oleh peneliti di dunia Indonesian Journal Of Health Science
Internasional maupun di Indonesia. Menurut sebesar 0.94 0C suhu dapat turun dengan
penelitian yang dilakukan oleh Thomas dan penggunaan tepid sponge pada anak demam
Riegel pada managemen penanganan anak (Efendi, 2012). Tujuan penelitian ini adalah
dengan demam di unit kegawatdaruratan di untuk mengetahui Gambaran suhu tubuh
United States diketahui bahwa sebanyak pada pasien demam dengan menggunakan
79,8 % perawat memilih memberikan metode tepid sponge
intervensi berupa pemberian tepid sponge

131
132 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 130 - 137

METODE Berdasarkan tabel di atas dari 60


Jenis penelitian yang dilakukan peneliti responden sebanyak 47 responden (78.3 %)
adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian berumur 0-5 tahun, 12 responden (20 %)
yang telah dilakukan menggunakan berumur 6-11 tahun satu responden (1.7 %)
pendekatan cross sectional. Penelitian ini berumur 12-16 tahun.
dilaksanakan di Ruang Kaswari RSUD Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran Suhu
Wangaya yang dilaksanakan dari minggu Tubuh Responden Sebelum Tindakan
pertama bulan April sampai minggu Tepid sponge
keempat bulan Mei 2017.
Populasi dalam penelitian ini adalah No Suhu Frekuensi Persentase
semua pasien anak dengan demam pada Tubuh (n) (%)
bulan April sampai bulan Mei tahun 2017 di (0C)
Ruang Kaswari RSUD Wangaya dengan 1. 38.80C 13 21.7%
perkiraan rata-rata populasi setiap bulan 2. 38.9 0C 19 31.7%
tahun 2016 adalah sebanyak 70 orang. 3. 39 0C 14 23.3%
Teknik pengambilan sampel yang digunakan 4. 39.1 0C 6 10 %
dalam penelitian ini adalah nonprobability 5. 39.2 0C 4 6.7 %
sampling dengan concecutive sampling 6. 39.4 0C 1 1.7 %
7. 39.8 0C 1 1.7 %
HASIL DAN PEMBAHASAN 8. 40 0C 2 3.3 %
Karakteristik responden Total 60 100 %
Karakteristik responden dari penelitian
ini adalah berdasarkan jenis kelamin dan Berdasarkan tabel di atas dari 60
umur responden. responden didapatkan sebanyak 13
Tabel 1. Jenis Kelamin Responden yang responden (21.7 %) memiliki suhu tubuh
Menggunakan Metode Tepid sebesar 38.8 0C, 19 responden (31.7 %)
sponge memiliki suhu tubuh sebesar 38.9 0C, 14
responden (23.3 %) memiliki suhu tubuh
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase sebesar 39 0C, 6 responden (10 %) memiliki
(n) (%) suhu tubuh sebesar 39.1 0C, 4 responden
1. Laki-laki (L) 37 61.7% (6.7 %) memiliki suhu tubuh sebesar 39.2
0
2. Perempuan (P) 23 38.3% C, 1 responden (1.7 %) memiliki suhu
Total 60 100 % tubuh sebesar 39.4 0C, 1 responden (1.7 %)
memiliki suhu tubuh sebesar 39.8 0C dan 2
responden (3.3 %) memiliki suhu tubuh
Berdasarkan tabel di atas dari 60
sebesar 40 0C.
responden sebanyak 37 responden (61.7 %)
berjenis kelamin laki-laki dan 23 responden Tabel 4. Distribusi Frekuensi Gambaran
(38.3 %) berjenis kelamin perempuan. Suhu Tubuh Responden Sesaat
Setelah Tindakan Tepid sponge
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Umur Responden
yang Menggunakan Metode Tepid No Suhu Frekuensi Persentase
sponge Tubuh (0C) (n) (%)
0
1. 37.8 C 3 5 %
No Umur Frekuensi Persentase 2. 37.90C 2 3.3%
0
(n) (%) 3. 38 C 6 10 %
1. 0-5 tahun 47 78.3 % 4. 38.10C 11 18.3%
0
2. 6-11 tahun 12 20 % 5. 38.2 C 11 18.3%
3. 12-16 tahun 1 1.7% 6. 38.30C 9 15 %
0
Total 60 100 % 7. 38.4 C 4 6.7%
0
8. 38.5 C 5 8.3%

132
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 133

9. 38.60C 3 5 % Berdasarkan table di atas dari 60


10. 38.70C 3 5 % responden yang mendapatkan tindakan
11. 38.80C 1 1.7% didapatkan bahwa sesaat setelah tidakan
12. 39 0C 1 1.7% pada enam responden ( 10%) suhu dapat
13. 39.20C 1 1.7% turun sebesar 0.40C, pada sembilan
Total 60 100 % responden ( 15%) suhu dapat turun sebesar
0.50C, pada tiga responden ( 5%) suhu dapat
Berdasarkan tabel di atas dari 60 turun sebesar 0.60C pada 14 responden
responden didapatkan bahwa sesaat setelah (23.3%) suhu dapat turun sebesar 0.70C,
tindakan tiga responden (5 %) memiliki pada 12 responden ( 20%) suhu dapat turun
suhu tubuh sebesar 37.8 0C, dua responden sebesar 0.80C, pada enam responden ( 10%)
(3.3%) memiliki suhu tubuh sebesar 37.9 suhu dapat turun sebesar 0.90C, pada enam
0
C, enam responden (10 %) memiliki suhu responden ( 10%) suhu dapat turun sebesar
tubuh sebesar 38 0C, 11 responden (18.3 %) 10C, pada tiga responden ( 5%) suhu dapat
memiliki suhu tubuh sebesar 38.1 0C, 11 turun sebesar 1.10C, dan pada satu
responden (18.3 %) memiliki suhu tubuh responden ( 1.7%) suhu dapat turun sebesar
sebesar 38.20C, sembilan responden (15 %) 1.20C.
memiliki suhu tubuh sebesar 38.30C, empat Tabel 6. Distribusi Frekuensi Gambaran
responden (6.7 %) memiliki suhu tubuh Suhu Tubuh Responden 30 Menit
sebesar 38.40C, empat responden (6.7 %) Setelah Tindakan Tepid sponge
memiliki suhu tubuh sebesar 38.5 0C, tiga
responden (5 %) memiliki suhu tubuh No Suhu Tubuh Frekuensi Persentase
sebesar 38.60C, tiga responden (5 %) (0C) (n) (%)
memiliki suhu tubuh sebesar 38.70C, satu 1. 0
37.6 C 5 8.3%
responden (1.7%) memiliki suhu tubuh 2. 37.80C 20 33.3%
sebesar 38.80C, satu responden (1.7%) 3. 37.90C 5 8.3%
memiliki suhu tubuh sebesar 390C dan satu 4. 38 C 0
15 25 %
responden (1.7 %) memiliki suhu tubuh 5. 38.1 0C 6 10 %
sebesar 39.2 0C. Nilai perubahan suhu sesaat 6. 0
38.2 C 5 8.3%
setelah tindakan dilakukan didapatkan 7. 38.30C 1 1.7%
bahwa ada penurunan suhu yang distribusi 8. 0
38.6 C 1 1.7%
frekuensinya disajikan dalam table berikut :
9. 39 0C 2 3.3%
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Nilai Perubahan
Total 60 100 %
Suhu Tubuh Sesaat Setelah Tindakan
Tepid sponge
Berdasarkan tabel di atas dari 60
No Nilai Frekuensi Persentase responden setelah 30 menit tindakan
Perubahan (n) (%) diberikan didapatkan bahwa lima responden
Suhu (0C) (8.3 %) memiliki suhu tubuh sebesar
1. 0.40C 6 10 % 37.60C, 20 responden (33.3 %) memiliki
2. 0.50C 9 15 % suhu tubuh sebesar 37.8 0C, lima responden
3. 0.6 C0
3 5% (8.3 %) memiliki suhu tubuh sebesar 37.9
0
4. 0.70C 14 23.3 % C, 15 responden (25 %) memiliki suhu
5. 0.80C 12 20 % tubuh sebesar 38 0C, enam responden (10
6. 0.90C 6 10 % %) memiliki suhu tubuh sebesar 38.1 0C,
0 lima responden (8.3 %) memiliki suhu tubuh
7. 1C 6 10 %
0 sebesar 38.2 0C, satu responden (1.7 %)
8. 1.1 C 3 5%
memiliki suhu tubuh sebesar 38.3 0C, satu
9. 1.20C 1 1.7 %
responden (1.7 %) memiliki suhu tubuh
Total 60 100 %
sebesar 38.6 0C dan dua responden (3.3 %)
memiliki suhu tubuh sebesar 39 0C. Nilai

133
134 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 130 - 137

perubahan suhu 30 menit setelah tindakan pada anak yang menggunakan metode ini
dilakukan didapatkan bahwa ada penurunan didapatkan bahwa sebelum tindakan suhu
suhu yang distribusi frekuensinya disajikan tubuh demam ada pada kisaran suhu tubuh
dalam table berikut : demam sedang hingga demam tinggi dan
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Nilai Perubahan didapatkan pula suhu tubuh anak terbanyak
Suhu Tubuh 30 Menit Setelah ada pada kisaran demam sedang yaitu pada
Tindakan Tepid sponge suhu 38.9 0C dan pada dua orang anak
ditemukan memiliki suhu tubuh demam
No Nilai Frekuensi Persentase tinggi mencapai 40 0C.
Perubahan (n) (%) Secara teoritis kenaikan suhu dinilai
Suhu (0C) menguntungkan, oleh karena aliran darah
1. 0.7 2 3.3 % makin cepat sehingga makanan dan
2. 0.8 5 8.3 % oksigenasi makin lancar. Jika suhu terlalu
3. 0.9 7 11.7 % tinggi (di atas 38,5ºC) pasien mulai merasa
4. 1 16 26.7 % tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah
5. 1.1 18 30 % darah untuk mengaliri organ vital (otak,
6. 1.2 12 20 % jantung, paru) bertambah, sehingga volume
Total 60 100 % darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya
ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam
Berdasarkan tabel di atas dari 60 yang tinggi memacu metabolisme yang
responden yang mendapatkan tindakan tepid sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat
sponge didapatkan bahwa setelah 30 menit dan cepat, frekuensi napas lebih cepat.
tidakan pada dua responden (3.3%) suhu Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan
dapat turun sebesar 0.70C, pada lima paru dan disertai dengan ketidakseimbangan
responden (8.3%) suhu dapat turun sebesar elektrolit yang mendorong suhu semakin
0.80C, pada tujuh responden ( 11.7%) suhu tinggi (Ismoedijanto, 2000).
dapat turun sebesar 0.90C, pada 16
responden ( 26.7%) suhu dapat turun Untuk mencegah hal tersebut terjadi
sebesar 10C, pada 18 responden ( 30%) maka demam pada responden harus
suhu dapat turun sebesar 1.10C, dan suhu diturunkan. Salah satu tindakan dalam
dapat turun sebesar 1.20C pada 12 keperawatan untuk penanganan demam
responden (20%) setelah mendapatkan dalam Nursing Intervention Classification
tindakan tepid sponge selama 30 menit. adalah melakukan tepid sponge (North
American Nursing Association, 2015).
Suhu tubuh sebelum tepid sponge Metode tepid sponge merupakan kompres
dilakukan air hangat ditambah dengan menyeka bagian
Pada Ruang Kaswari RSUD Wangaya perut dan dada atau diseluruh badan dengan
didapatkan bahwa pemberian kompres tepid kain. (Basavanthappa, 2004). Studi
sponge sebagai pendamping pemberian obat menemukan pada management penanganan
penurun panas untuk menurunkan demam anak dengan demam di unit
pada anak yang menjalani perawatan sudah kegawatdaruratan di United States diketahui
dilakukan. Hasil penelitian dari 60 bahwa sebanyak 79,8 % perawat memilih
responden didapatkan sebanyak 37 memberikan intervensi berupa pemberian
responden (61.7 %) berjenis kelamin laki- tepid sponge untuk mengurangi demam.
laki dan 23 orang anak (38.3 %) merupakan Diketahui alasan para perawat memilih
responden perempuan yang mengalami metode ini untuk penurunan suhu lebih
demam dimana pada rentang umur 0-5 tahun cepat sebesar 56,8% (Thomas, 1994).
merupakan umur terbanyak dari keseluruhan
responden yang mendapatkan metode ini.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

134
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 135

Suhu tubuh sesaat setelah tepid sponge mampu turun mencapai 10C dan selama 30
dilakukan menit setelah tindakan pada satu orang
Setelah tindakan dilakukan, didapatkan responden suhu mampu turun hingga 1.20C.
bahwa suhu pada 60 responden mengalami Pada penelitian yang dilakukan oleh
penurunan dan didapatkan bahwa suhu Bartolomeus Maling setelah 20 menit
tubuh demam yang sebelumnya ada pada pertama suhu mampu turun hingga sebesar
tingkat demam sedang hingga tinggi, saat ini 1.40C (Maling, 2012).
suhu tubuh responden berubah berada pada
tingkat demam rendah dan sedang. Pengukuran suhu tubuh setelah 30 menit
Penelitian ini menemukan bahwa sebanyak metode diberikan adalah untuk mengkaji
42 responden atau 70 % responden kembali penyesuaian tubuh terhadap metode
memiliki suhu tubuh demam pada kategori ini, karena tubuh membutuhkan waktu
demam rendah dengan rata-rata suhu turun sekitar 30 menit untuk menyesuaikan diri
mampu turun sebesar 0.70C. dengan metode ini (Rosdahl, 2008). Studi
yang dilakukan pada The Department of
Hasil penelian ini mendekati hasil dari Child Health Nursing, India menemukan
penelitian yang dilakukan oleh Aryanti yang bahwa pada pemberian obat penurun panas
mendapatkan bahwa nilai mean pada suhu dengan tepid sponge selama 15 hingan 30
setelah tindakan tepid sponge adalah 0.80C menit pertama didapatkan penurunan suhu
(Wardiyah, 2016). Sedangkan, pada yang lebih baik bila dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Setiawati hanya memberikan obat penurun panas
pada tahun 2015 dalam jurnal keperawatan (Thomas, 2009).
aisyiyah didapatkat rata-rata selisih
penurunan suhu tubuh sebelum dan setelah SIMPULAN
tindakan mencapai 0.97 0C (Setiawati, Berdasarkan hasil penelitian dan
2016). Berdasarkan The Indonesian Journal pembahasan, maka dapat disimpulkan
Of Health Sciencesebesar 0.94 0C suhu bahwa penggunaan metode tepid sponge
dapat turun dengan penggunaan tepid pada anak dengan demam adalah sebagai
sponge pada anak demam (Efendi, 2012). berikut :
Penurunan demam yang terjadi pada Hasil penelitian yang dilakukan pada 60
responden dikarenan pada tepid sponge responden didapatkan bahwa sebelum
pengeluaran suhu tubuh demam tindakan suhu tubuh terbanyak ada pada
dikeluarkan melalui cara penguapan atau suhu 38.9 0C (demam sedang ) dan pada dua
evaporasi. Penggunaan metode tepid sponge orang responden memiliki suhu tubuh
ini selama 10-15 menit akan membantu tertinggi mencapai 40 0C. Hasil penelitian
menurunkan panas dengan cara panas keluar yang dilakukan pada 60 responden
melewati pori-pori kulit melalui proses didapatkan bahwa sesaat setelah tindakan
penguapan (Karyanti, 2014). dilakukan sebanyak 42 responden (70 %)
rmemiliki suhu tubuh yang tergolong
Suhu tubuh setelah 30 menit tepid sponge demam rendah dengan rata-rata suhu turun
dilakukan mampu turun sebesar 0.70C. Hasil penelitian
Setelah 30 menit tindakan didapatkan yang dilakukan pada 60 responden
bahwa suhu tubuh demam mampu turun didapatkan bahwa setelah 30 menit tindakan
dimana jumlah suhu tubuh demam sedang sebanyak 57 responden (95%) memiliki
pada responden bertambah yang pada suhu tubuh yang tergolong demam rendah
sebelumnya hanya berjumlah 42 responden dengan nilai rata-rata suhu tubuh yang
(70%) dari 60 responden saat ini 95% mampu turun mencapai 10C dan pada satu
diantaranya sudah memiliki suhu tubuh orang responden suhu mampu turun hingga
yang berada pada tingkat demam sedang 1.20C.
dengan nilai rata-rata suhu tubuh yang

135
136 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 130 - 137

DAFTAR RUJUKAN Kliergman, R.M., 1999. Ilmu Kesehatan


Alves, J.G.B, N.D.C.M. Almeida, and Anak Nelson 1st ed., Jakarta: EGC.
C.D.C.M.A., 2008. Tepid Sponging
Plus Dipyrone Versus Dipyrone Lee, J.H., 2016. Familial Mediterranean
Alone for Reducing Body fever presenting as fever of
Temperature in Febrile Children. unknown origin in Korea. Korean J
Sao Paulo Med J, 126(2), pp.107– Pediatr, 59(Suppl 1), pp.59–62.
111. Available at:
http://kjp.or.kr/upload/KJP_59_11_
Association, N.A.N.D., 2015. Aplikasi S53_56_20125550597.pdf.
Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA Nic- M, Bartolomeus, S. Haryani, S.A., 2012.
Noc 2nd ed., America: Media Pengaruh KOompres Tepid Sponge
Action. Hangat Terhadap Penuurunan Suhu
Tubuh Pada Anak Umur 1-10
Basavanthappa, 2004. Fundamentals of Tahun dengan HIipertermia ( Studi
Nursing, New Delhi: Jaypee Kasus di RSUD Tugurejo
Brother Medical Publisher. Semarang ). Karya Ilmiah S1
Keperawatan.
Chien, Y., 2015. Science Direct Clinical Availableat:http://id.portalgaruda.o
approach to fever of unknown rg/?ref=browse&mod=view
origin in children. Journal of article&article=183435.
Microbiology, Immunology and
Infection, (1650), pp.6–11. M. Liva, Octa. D.R, S.E.M., 2014. Buku
Available at: Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus,
http://dx.doi.org/10.1016/j.jmii.201 Bayi/ Balita dan Anak Prasekolah
5.08.007. 1st ed., Yogyakarta: Deepublish.

EfendI, D., 2012. Perbedaan Efektifitas Mukhtar, H.M.E. Mustafa, K.., 2014.
Kompres Hangat Teknik Blok Physical Methods Used by
Aksila Dengan Kompres Hangat Sudanese Mothers in Rural Settings
Tepid Sponge Terhadap Penurunan to Manage a Child With Fever.
Suhu Pada Anak Dengan Demam Sudanese Journal of Paediatric.
Di Ruang Anak Rsd. Dr. Soebandi
Jember Dan Dr. H. Koesnadi Nusi, D. T, Vennetia. R.D, Maya, E.W.M.,
Bondowoso. The Indonesian 2013. Pengukuran Menggunakan
Journal Of Health Science, 3(1), Termometer Air Raksa dan
pp.50–59. Termometer Digital Pada Penderita
Availableat:http://digilib.unmuhje Demam. Jurnal e-Biomedik (eBM),
mber.ac.id/files/disk1/28/umj-1x 1, pp.190–196.
defiefendi-1351-1-5.jurna-i.pdf.
P, Patricia. A, A.N.P., 2005. Buku Ajar
El Radhi. A.S, James. C, N.K., 2009. Fundamental Keperawatan 4th ed.,
Clinical Manual of Fever in Jakarta: EGC.
Children, Berlin: Springer.
Rosdahl, C. B, M.T.K., 2008. Basic Nursing
Handy, F., 2016. A-Z Penyakit Langganan 9th ed., United State: The Point.
Anak 1st ed., Jakarta: Pustaka
Bunda. Sears, W, M. Sears, R. Sears, J.S., 2003. The
Baby Book, Jakarta: PT. Serambi
Hidayat, A.A.A., 2009. Metode Penelitian Ilmu Semesta.
Keperawatan dan Teknik Analisa
Data, Jakarta: Salemba Medika. Setiadi, 2013. Konsep dan Praktik
Inke, N.D.L, Chairuddin, P.L., 2011. Penulisan Riset Keperawatan,
Penanganan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Ilmu, Graha.
Indonesian Pediatric Society, 12
(6). Shevchuk, Y.M., 2013. Fever, Canadian
Paediatric Society. Available at:
Ismoedijanto, 2000. Demam Pada Anak. https://www.pharmacists.ca/cpha-
Pediatri, Sari, 2, pp.103–108. ca/assets/file/store/MA-Fever.pdf.
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,

136
I Ketut Labir, dkk. Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Dengan Menggunakan Metode Tepid Sponge 137

Bandung: CV Alfabeta.
Syaifuddin, 2011. Anatomi Fisiologi,
Jakarta: EGC.
T, Setiawati. Yeni, R.K., 2016.
PENGARUH TEPID SPONGE
TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH DAN
KENYAMANAN PADA ANAK
YANG MENGALAMI ... Jurnal
Keperawatan Aisyiyah,
2(September), pp.1–9. Available at
:
https://www.researchgate.net/publi
cation /30815297_PENGARUH
_TEPID_SPONGE_
TERHADAP_PENURUNAN
_SUHU_TUBUH_DAN_KENYA
MANAN_PADA_ANAK_YANG_
MENGALAMI_DEMAM.
Thomas. S, C. Vijaykumar, R.N., 2009.
Comparative Effectiveness of
Tepid Sponging and Antipyretic
Drug Versus Only Antipyretic
Drug in the Management of Fever
Among Children: Indian
Pediatrics, 46, pp.133–136.
Available at:
http://medind.nic.in/ibv/t09/i2/ibvt0
9i2p133.pdf.
Thomas, V., 1994. National survey of
pediatric fever management
practices among emergency
department nurses. J Emerg Nurs.
Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/7745904.
Wardiyah, A, Setiawati, U.R., 2016.
Perbandingan EFfektifitas
PEemberian Kompres Hangat dan
Tepid Sponge Terhadap
PEenurunan Suhu Tubuh Anak
Yang Mengalami Demam di Ruang
Alamanda RSUD dr . H . Abdul
Moeloek. Kesehatan Holistik,
10(1), pp.36–44. Available at:
http://malahayati.ac.id/wp-
content/uploads/2016/07/Jurnal-
Aryanti-Setiawati-Umi-
Romayati.pdf.

137
138

RIWAYAT HIPERTENSI PADA KEHAMILAN SEBELUMNYA


DENGAN PREEKLAMPSIA PADA
IBU BERSALIN
I Dewa Ayu Ketut Surinati
Suratiah
Komang Dedi Juliawan
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email : dwayu.surinati@yahoo.com

Abstract : Hypertension History In Previous Pregnancy With Preeclampsia In


Maternal Mothers. The purpose of this researce is to know the relationship of
hypertension history in previous pregnancy with preeclampsia in maternity mothers.
This researce is quantitative researce that using retrospective design, conduced on 174
maternals who has preeclampsia. The sampling technique is using one of the non-
probability sampling, that is purposive sampling The chi square test result of value p =
0.000 (p value ≤ 0,05) dan Odds Ratio (OR) = 2,065. It means that there is a significant
relationship between hypertension history in previous pregnancy with preeclampsia.

Abstrak : Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya Dengan Preeklampsia


Pada Ibu Bersalin. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat
hipertensi pada kehamilan sebelumnya dengan preeklampsia pada ibu bersalin. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan pendekatan
retrospektif. Tehnik sampling yang digunakan adalah Purposive sampling dengan
jumlah sampel 174 orang. Analisis data dengan uji chi square p value = 0,000 (p value
≤ 0,05) dan angka Odds Ratio (OR) = 2,065. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya dengan
preeklampsia.

Kata Kunci : Riwayat hipertensi, Preeklampsia, Ibu bersalin

Kehamilan adalah saat yang langsung kematian ibu seperti perdarahan


menyenangkan dan dinanti oleh ibu dan (terbanyak pada perdarahan post partum)
keluarga. Semua ibu menginginkan 27,1%, HDK 14%, sepsis atau infeksi 10,7
kehamilan dan persalinannya berjalan % dan penyebab lain seperti komplikasi
dengan aman, lancar, dan nomal. abortus 8% (WHO, 2015). Di Asia Tenggara
Kehamilan fisiologis dapat menjadi (ASEAN) HDK menduduki peringkat ketiga
patologis secara tiba-tiba dan berpotensi sebagai penyebab kematian ibu dengan
mengalami komplikasi kehamilan jumlah 21.000 kasus (14,5%), (Lale, 2014).
(Saminem, 2009). Kematian ibu di seluruh Indonesia pada
Komplikasi dalam kehamilan yang dapat tahun 2015 yang berjumlah 305 per 100.000
menggangu proses persalinan adalah kelahiran hidup masih didominasi oleh tiga
hipertensi dalam kehamilan (HDK). Data penyebab utama yaitu perdarahan, HDK,
dari World Health Organization (WHO) dan infeksi. Namun proporsinya telah
tahun 2015 mengatakan Maternal Mortality berubah, perdarahan dan infeksi cenderung
Ratio (MMR) atau Angka Kematian Ibu mengalami penurunan sedangkan HDK
(AKI) di seluruh dunia sebesar 216 per proporsinya semakin meningkat. Sebesar
100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut 27,1% kematian ibu di Indonesia pada tahun
disebabkan oleh komplikasi dalam 2013 disebabkan oleh HDK (Kementerian
kehamilan yang merupakan penyebab Kesehatan RI, 2016).
138
I Dewa Ayu Ketut Surinati, dkk. Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya Dengan... 139

AKI di Provinsi Bali tahun 2013 adalah ibu yang tidak memiliki riwayat hipertensi
72,1 per 100.000 kelahiran hidup, namun mengalami kejadian hipertensi dalam
sedangkan pada tahun 2014 mengalami kehamilan yang berjumlah 14 orang (6,8%).
penurunan menjadi 70,5 per 100.000 Mochtar (2012) menyatakan upaya
kelahiran hidup, namun pada tahun 2015 penanganan preeklampsia yaitu memberikan
kembali mengalami peningkatan menjadi informasi dan edukasi kepada masyarakat
83,4 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di bahwa preeklampsia bukanlah penyakit
Provinsi Bali sangat dipengaruhi oleh kemasukan (magis), meningkatkan jumlah
perdarahan, infeksi dan HDK. Jumlah HDK poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil,
di Provinsi Bali pada tahun 2014 yang amati tanda-tanda preeklampsia saat
berhasil tercatat adalah 211 kasus, tahun pemeriksaan kehamilan dan obati sedini
2015 sebanyak 223 kasus sedangkan pada mungkin, serta mengakhiri kehamilan
tahun 2016 sebanyak 285 kasus (Dinas sedapat-dapatnya pada kehamilan 37
Kesehatan Provinsi Bali, 2015). minggu keatas, apabila setelah dirawat inap
Klasifikasi HDK yang dipakai di tanda-tanda preeklampsia tidak menghilang.
Indonesia berdasarkan Report of the Berbagai upaya tersebut telah dilakukan
National High Blood Pressure Education namun masih banyak ditemukan kasus
Program Working Group on High Pressure hipertensi dalam kehamilan khususnya
in Pregnancy yaitu hipertensi kronik, preeklampsia. Di masa yang akan datang
hipertensi gestasional, hipertensi kronik besar kemungkinan AKI disebabkan oleh
dengan superimposed preeklampsia preeklampsia (Manuaba, 2008).
(preeklampsia tidak murni) serta Studi pendahuluan yang peneliti lakukan
preeklampsia dan eklampsia (Wiknjosastro, dengan metode dokumentasi dari laporan
2011). tahunan pada tanggal 16 Januari 2017 di
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali IRD Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar
menyatakan bahwa pada tahun 2014 jumlah memperoleh data yaitu jumlah ibu yang
ibu hamil yang mengalami preeklampsia bersalin pada tahun 2014 sebanyak 1706
sebanyak 156 orang, kemudian tahun 2015 dengan 332 ibu (19,4%) mengalami
naik menjadi 164 orang serta pada tahun preeklampsia. Pada tahun 2015 jumlah ibu
2016 kasus preeklampsia mengalami yang bersalin sebanyak 1588 dengan 286
kenaikan lagi dengan jumlah 226 orang. ibu (18%) mengalami preeklampsia.
Wanita yang memiliki penyakit Sedangkan pada tahun 2016 jumlah ibu
hipertensi kronik memiliki peningkatan bersalin yaitu 1232 dengan jumlah ibu yang
risiko menderita preeklampsia (Sullivan, mengalami preeklampsia sebanyak 308 ibu
2009). Hal ini dapat dibuktikan dengan (25%).
penelitian yang dilakukan oleh Saraswati Berdasarkan latar belakang tersebut,
dan Murdiana (2015) yang mendapatkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
hasil dari 145 responden yang mengalami tentang hubungan riwayat hipertensi pada
preeklampsia, sebanyak 105 responden kehamilan sebelumnya dengan preeklampsia
(70,47%) mempunyai riwayat hipertensi, pada ibu bersalin.
sedangkan dari 145 responden yang tidak
mengalami preeklampsia, sebanyak 101 METODE
responden (71,28%) tidak mempunyai Jenis penelitian ini korelasi dengan
riwayat hipertensi. Radjamuda dan Motolalu pendekatan terhadap subjek penelitian
(2014), dalam penelitiannya juga adalah retrospektif. Subyek penelitian
mendapatkan hasil serupa yaitu jumlah ibu adalah ibu bersalin yang mengalami
hamil yang memiliki riwayat hipertensi preeklampsia di IRD Kebidanan RSUP
kemudian mengalami kejadian hipertensi Sanglah Denpasar pada kurun waktu 01
dalam kehamilan sebanyak 101 orang Januari-31 Desember 2016. Tehnik
(48,8%), lebih banyak dibandingkan dengan sampling yang digunakan adalah purposive

139
140 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 138 - 142

sampling dengan jumlah sampel 174 orang. Tabel 3 menunjukkan bahwa responden
Data didapatkan dari catatan medis pasien. lebih banyak memiliki riwayat hipertensi
Analisis data yang digunakan analisis Chi- pada kehamilan sebelumnya : 96 orang
Square (55,2%). Hal tersebut disebabkan oleh tidak
terdeteksinya riwayat hipertensi yang
HASIL DAN PEMBAHASAN diderita oleh ibu hamil pada saat Ante Natal
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal Care (ANC), selain itu masih banyak ibu
April – Mei 2017 di RSUP Sanglah. yang akan melahirkan belum mendapat
Sebelum hasil penelitian disajikan, akan wawasan tentang bahaya faktor-faktor risiko
disajikan terlebih dahulu karakteristik timbulnya preeklampsia khususnya faktor
subyek penelitian berdasarkan umur, riwayat hipertensi. Faktor yang dapat
pendidikan, pekerjaan, kelahiran anak pada menyebabkan preeklampsia, salah satunya
tabel berikut adalah riwayat hipertensi (Wiknjosastro,
Tabel 1. Distribusi karakteristik responden 2011). Riwayat hipertensi bagi seorang ibu
berdasarkan rata-rata usia Ibu bersalin mempunyai arti bahwa hipertensi
bersalin yang didiagnosa atau yang sudah ada pada
Variabel Mean SD Minimal 95% kehamilan sebelumnya (Cunningham, 2012)
Maksimal CI Penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Rosmiati (2014) menyatakan
Usia 28,09 3,955 21-35 27,50- bahwa dari 133 responden yang mengalami
28,68 preeklampsia, 99 responden mempunyai
riwayat hipertensi. Saraswati dan Mardiana
Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia
(2015) mendapat hasil penelitian dari 145
responden 28,09 tahun,usia termuda 21
responden pada kelompok kasus atau yang
tahun dan usia tertua 35 tahun.
mengalami preeklampsia, 105 responden
Tabel 2. Distribusi karakteristik responden tercatat memiliki riwayat hipertensi pada
berdasarkan Gravida ibu bersalin kehamilan sebelumnya.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan
Gravida N % preeklampsia pada ibu bersalin

Gravida ke II 88 51
No Pre eklamsia f %
Gravida ke III 49 28 1 Superimpoused 32 18,4
Gravida ke IV 37 21 2 Preeklamsia 36 20,7
Total 174 3 Preeklamsia ringan 106 60,9
Preeklamsia berat
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden 174 100
dominan dengan kehamilan yang ke dua 88
orang (51%)
Selanjutnya diuraikan hasil penelitian Tabel 4 menunjukkan bahwa responden
secara rinci sebagai berikut : paling banyak mengalami preeklampsia
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan berat 106 orang (60,9%). Menurut petugas
Riwayat hipertensi pada kehamilan di IRD Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar,
sebelumnya data tersebut disebabkan oleh predikat
RSUP Sanglah yang merupakan rumah sakit
No Riwayat hipertensi f % rujukan nasional, sehingga sebagian besar
1 Ada riwayat 96 55,2 preeklampsia berat dirujuk ke RSUP
2 hipertensi 78 44,8 Sanglah sedangkan preeklampsia ringan dan
Tidak ada riwayat superimposed preeklampsia sudah dapat
hipertensi ditangani di rumah sakit daerah.
174 100

140
I Dewa Ayu Ketut Surinati, dkk. Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya Dengan... 141

Hasil penelitian ini sesuai denga hasil mendapatkan hasil p value 0,0001 ( p ≤
penelitian Ika P.,dkk (2015) yang 0,05) dan nilai OR = 6,026 yang berarti ada
menyatakan bahwa dari 60 responden yang hubungan yang signifikan antara riwayat
mengalami preeclampsia 30orang. Hasil hipertensi dengan preeklampsia pada ibu
penelitian Novaliasari (2014) juga hamil dan ibu hamil yang memiliki riwayat
menemukan hasil sebagian besar responden hipertensi sebelumnya mempunyai risiko
mengalami preeklampsia berat sebanyak 6,026 kali mengalami kejadian preeklampsia
111 responden (71,6%). Hasil tersebut dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
menunjukkan bahwa masih banyaknya memiliki riwayat hipertensi.
preeklampsia berat yang terjadi di Indonesia Hasil penelitian Rosmiati (2014) juga
yang dapat membahayakan kondisi ibu mendapatkan hasil yang sama yaitu terdapat
bersalin. Preeklampsia berat apabila tidak hubungan yang signifikan antara riwayat
ditangani dengan baik dapat menyebabkan hipertensi dengan preeklampsia dengan p
komplikasi atau kondisi yang lebih parah value 0,000 dan OR 6,594. Selain itu, hasil
lagi seperti eklampsia, HELLP Syndrome penelitian ini didukung juga oleh hasil
bahkan kematian (Cunningham, 2012) penelitian yang didapat oleh Rahmatika
(2016) yaitu terdapat hubungan yang
Tabel 5. Distribusi hubungan riwayat signifikan antara riwayat hipertensi dengan
hipertensi dengan preeclampsia kejadian preeklamsia dengan nilai p-value
pada ibu bersalin 0.000, serta hasil dari uji regresi logistik OR
6,22 menunjukkan bahwa ibu bersalin yang
Pre PER PEB SP Jml P OR memiliki riwayat hipertensi berisiko
eklamsia value mengalami kejadian preeklamsia sebesar
Riwayat n % n %
6,22 kali dibandingkan ibu bersalin yang
Hipertensi
n % tidak memiliki riwayat hipertensi
Tdk ada Salah satu faktor risiko terjadinya
Riwayat 26 33,3 52 66,7 0 0 78 preeklampsia adalah riwayat hipertensi
0,000 (Wiknjosastro, 2011). Ibu yang mempunyai
2,965 riwayat hipertensi berisiko lebih besar
Ada riwayat 8 8,3 53 52 35 36 96 mengalami preeklampsia, serta dapat
meningkatkan angka morbiditas dan
Jumlah 34 105 35
mortalitas maternal (Bobak et al., 2005).
Bahaya yang spesifik pada kehamilan
Tabel 4 menunjukkan 96 orang
yang disertai oleh hipertensi adalah resiko
diantaranya ada riwayat hipertensi pada
timbulnya preeklampsia berat yang mungkin
kehamilan sebelumnya, dan dilihat dari
hampir dijumpai 25% pada wanita.
klasifikasi preeklampsia, jumlah terbanyak
Hipertensi dapat menyebabkan hipertropi
terjadi pada preeklampsia berat (55,2 %).
ventrikel dan dekompensatio kordis, cedera
Hasil uji chi square memperoleh angka p
serebrovaskular, dan kerusakan intrinsik
value = 0,000 dan OR = 2,065 yang berarti
ginjal. Hal tersebut dapat menyebabkan
hipotesis pada penelitian ini diterima atau
preeklampsia ringan yang dimiliki pada
ada hubungan yang signifikan antara
kehamilan sebelumnya menjadi
riwayat hipertensi dengan preeklampsia
preeklampsia berat pada saat kehamilan
pada ibu bersalin dan ibu yang mempunyai
berikutnya sehingga dapat memicu
riwayat hipertensi pada kehamilan
terjadinya eklampsia (Cunningham, 2012)
sebelumnya dua kali berisiko mengalami
preeklampsia dibandingkan dengan ibu yang
tidak mempunyai riwayat hipertensi pada SIMPULAN
kehamilan sebelumnya. Penelitian ini Sesuai dengan hasil penelitian dan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
oleh Saraswati dan Murdiana (2015) yang Dari 174 responden, sebagian besar

141
142 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 138 - 142

memiliki riwayat hipertensi pada kehamilan Abdoer Rahem Situbondo, (online),


sebelumnya yaitu 96 orang (55%). Dan Available at:
http://repository.poltekkesmajapahi
sebagian besar mengalami preeklampsia t.ac.id/index.php/PUBKEP/article/v
berat yaitu 106 orang (60,9%). iew/267, (2017, May 10)
Hasil anlisis diperoleh hasil terdapat
hubungan yang signifikan antara riwayat Radjamuda, N., 2014, Faktor-Faktor Risiko
Yang Berhubungan Dengan
hipertensi pada kehamilan sebelumnya Kejadian Hipertensi Pada Ibu
dengan preeklampsia pada ibu bersalin di Hamil Di Poli Klinik Obs-Gin
IRD Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
Tahun 2017 serta ibu yang mempunyai Ratumbuysang Kota Manado., 2,
pp.33–40, (online), Available at:
riwayat hipertensi pada kehamilan ejurnal.poltekkesmanado.ac.id/inde
sebelumnya dua kali berisiko mengalami x.php/jib/article/download/217/232,
preeklampsia dibandingkan dengan ibu yang (2016, December 10)
tidak mempunyai riwayat hipertensi pada
Rahmatika, 2016, Hubungan Usia, Gravida,
kehamilan sebelumnya (p value = 0,000 dan Dan Riwayat Hipertensi Dengan
OR = 2,065). Kejadian Kehamilan Preeklamsia
Di RSUD Wonosari Tahun 2015,
DAFTAR RUJUKAN (online), Availabel at:
Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005, http://opac.unisayogya.ac.id/2065/,
Keperawatan Maternitas 4th ed. R. (2016, December 11)
Komalasari, ed., Jakarta: EGC.
Rosmiyati, 2014, Faktor Faktor Yang
Cunningham, F., 2006, Obstetri Williams Berhubungan Dengan Kejadian
21st ed., Jakarta: EGC. Pre Eklampsia Di Rumah Sakit
Umum Daerah Menggala
Cunningham, F.G., 2012, Obstetri Williams Kabupaten Tulang Bawang Tahun
23rd ed., Jakarta: EGC. 2013, (online), Available at:
http://malahayati.ac.id/?p=35556,
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015, Profil (2016, December 14
Kesehatan Provinsi Bali 2015
Saminem, H., 2009, Kehamilan Normal :
Ika P.,dkk (2015), Hubungan paritas dengan Seri Asuhan Kebidanan M. Ester,
kejadian preeklamsiapada ibu ed., Jakarta: EGC.
hamil di RSUD Wonosari, Skripsi,
Stikes Aisyiah Yogyakarta (online), Saraswati, N. & Murdiana, 2015, Faktor
Available Risiko Yang Berhubungan Dengan
at:http://diglib.unisayogya.ac.id(12 Kejadian Preeklampsia Pada Ibu
November 2017) Hamil (Studi Kasus Di RSUD
Kabupaten Brebes Tahun 2014).
Kementerian Kesehatan RI, 2016, Profil (online), Available at:
Kesehatan Indonesia 2015, http://journal.unnes.ac.id/sju/index.
php/ujph, (2016, December 10)
Lale, S., 2014, Global causes of maternal
death: A WHO systematic analysis. Sullivan, A., 2009, Panduan Pemeriksaan
2(6). Antenatal M. Ester, ed., Jakarta:
EGC.
Manuaba, C., 2008, Gawat-Darurat
Obstetri-Ginekologi & Obstetri- Wiknjosastro, 2011, Ilmu Kebidanan
Ginekologi Sosial untuk Profesi Sarwono Prawirohardjo, Jakarta:
Bidan Ester Monica, ed., Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
EGC. Prawirohardjo.

Mochtar, R., 2012, Sinopsis Obstetri : World Health Organization, 2015, Trends
Obstetri Fisiologi Obstetri Patolofi in Maternal Mortality : 1990 to
Edisi III Jilid 2 III., Jakarta: EGC. 2015, (online) Available at:
http://whqlibdoc.who.int/publicatio
Novaliasari,E., 2014, Usia dan Pendidikan ns/2010/9789241500265_eng.pdf,
Dengan Preeklampsi Di RSUD Dr. (2016, December 05)

142
143

BUDAYA “MEBOREH” MASYARAKAT BALI MENURUNKAN


TINGKAT NYERI TUNGKAI PADA IBU PASCA BERSALIN

Suratiah
Nyoman Hartati
DA Ketut Surinati
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email: tiah_sur@yahoo.com

Abstract : Boreh and the decrease on the level of ankle pain on post partum women.
This study has proven that there is relationship between boreh (Balinese scrub
medicine) and ankle pain on women post partum. This study is qualitative and
quantitative with pre-experimen with one group pretest-posttest design having 10
participants. The result of t test anlysis is 0,000, it means that, there is significant
relationship between boreh and the decrease on the level of ankle pain on post partum
women.

Abstrak : Budaya “Meboreh” Masyarakat Bali Menurunkan Tingkat Nyeri


Tungkai Pada Ibu Pasca Bersalin. Tujuan yang diharapkan dari boreh tersebut adalah
menurunkan nyeri pada tungkai dengan menghambat pembentukan pembekuan darah.
Penelitian ini adalah Kualitatif dan Kuantitatif dengan Pra-eksperimen dengan
rancangan One Group Pretest-Postest Design. Jumlah sampel 10 orang. Hasil Uji
t- berpasangan yang didapatkan adalah 0,000 yang artinya ada pengaruh penggunaan
boreh untuk menurunkan tingkat nyeri tungkai pada ibu pasca bersalin.

Kata kunci : Meboreh, Nyeri Tungkai, Pasca bersalin

Setiap ibu di dunia ini sangat dapat menyebabkan resiko tinggi adanya
mendambakan hadirnya seorang anak pembentukan trombus selama kehamilan
sebagai pelengkap dan penyempurna dan selama periode postpartum.
kehidupan sebuah keluarga. Anak hanya Masa nifas atau periode post partum
akan didapatkan dari seorang pasangan yang masih merupakan masa yang rentan bagi
sehat secara reproduksi. Ibu dapat kelangsungan hidup ibu. Menurut Afifah,
melahirkan anak ke dunia ini setelah melalui dkk (2011), sebagian besar kematian ibu
suatu tahapan yang panjang dari hamil terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan
hingga melahirkan. Sepanjang kehamilan kesehatan ibu masa nifas berperan penting
dan kelahiran memerlukan dan mendapatkan dalam upaya menurunkan angka kematian
suatu perubahan yang sangat specifik pada ibu. Pelayanan masa nifas diberikan selama
perubahan fisik maupun psikologis ibu. periode 6 jam sampai dengan 42 hari.
Secara fisik akan mengalami perubahan Periode masa nifas yang berisiko terhadap
secara fisiologi untuk beradaptasi terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi
perubahan tubuh pada ibu. pada 3 hari pertama setelah melahirkan.
Adaptasi fisik yang dialami ibu salah Kemudian 7-28 hari menurun dan sampai
satunya adalah adanya perubahan pada 42 hari sangat menurun (Riskesdas,
pembekuan darah oleh sistem fibronosis 2013).
(aktivasi plasminogen dan antitrombin) yang Periode postpartum atau pasca bersalin
menyebabkan penekanan pada zat terjadi peningkatan fibrinogen sehingga
penghancur, sehingga dapat mencegah terjadi peningkatan kemampuan
perdarahan maternal melalui peningkatan penggumpulan darah sehingga cendrung
pembentukan bekuan. Namun disamping itu terjadinya Thromboplebitis akibat

143
144 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 143 - 147

peningkatan kemampuan penggumpalan (aman dilakukan sendiri) dan merupakan


darah. Thromboplebitis adalah suatu kondisi warisan turun temurun yang dengan
atau keadaan ibu setelah bersalin yang demikian sangat mudah untuk diterima dan
disebabkan karena terbentuknya bekuan dilakukan oleh ibu dan keluarga itu sendiri.
dalam vena sekunder akibat inflamasi/ Cara alternatif yang ditawarkan dan
trauma dinding vena ataupun obstruksi vena sering dilakukan di masyarakat khususnya
sebagian (Pillitteri, 2007). Tromboplebitis masyarakat Bali adalah dengan
biasanya terdapat pada kaki atau lengan, menggunakan boreh. Meboreh atau
namun paling sering mempengaruhi vena menggunakan boreh adalah menggunakan
superficial di kaki dan sampai pada vena suatu racikan dari umbi-umbian yang
superficial di paha. Tromboplebitis diracik sedemikian rupa sehingga
femoralis mengenai vena pada tungkai yaitu memberikan rasa hangat pada tubuh yang
vena femoralis, vena poplitea dan vena dilumuri boreh tersebut. Rasa hangat dari
safena dan sering terjadi sekitar hari ke-10 boreh tersebut dapat menurunkan
pasca partum (Saifudin, dkk, 2006). Sensasi kemungkinan pembentukan pembekuan
yang sering dirasakan oleh ibu adalah rasa darah, sehingga terbebas dari pembentukan
nyeri yang sangat berat dan rasa bengkak trombus sekaligus terbebas dari rasa nyeri
pada tungkai. pada tungkai.
Rasa nyeri yang dirasakan oleh ibu, Boreh sudah dikenal oleh masyarakat
seringkali menyebabkan ibu tidak bisa tidur Bali sejak dahulu yaitu sejak abad ke-13 dan
dan istirahat dengan baik. Sering juga secara turun temurun dibawa oleh keluarga
menyebabkan kelelahan pada tungkai yang bangsawan keturunan Majapahit. Bagi
berakibat pada terbatasnya gerak motorik sebagian orang masyarakat di Bali masih
ibu sehingga ibu pada masa post partum banyak yang menggunakan boreh (meboreh)
tidak maksimal dapat memberikan untuk memberikan kehangatan pada tubuh
perawatan pada bayinya. dan banyak dikembangkan untuk bahan
Untuk mengatasi rasa nyeri yang herbal tradisional Bali. Namun tidak banyak
dirasakan oleh ibu, secara medis biasanya ibu pasca bersalin yang sekarang
diberikan analgesik dan antibiotik. menggunakannya. Bahkan boreh yang sudah
Sedangkan perawatan yang didapatkan dimodifikasi dengan bahan-bahan
adalah ambulasi dini untuk meningkatkan aromaterapi sudah banyak diproduksi dan
sirkulasi, mengatur posisi agar tidak digunakan pada salon-salon kecantikan
berlama-lama menekan tungkai dan untuk mendapatkan situasi yang relaks dan
mencegah adanya tekanan yang kuat pada menyenangkan, sedangkan untuk perawatan
betis, gunakan stocking untuk meningkatkan ibu pasca bersalin belum banyak digunakan
sirkulasi vena dan membantu mencegah dan dimanfaatkan.
kondisi stasis, tirah baring sambil Boreh merupakan bagian dari Pelayanan
meninggikan bagian tungkai, gunakan alat Kesehatan Tradisional (Yankestrad) dari
pemanas atau kompres hangat basah dan jenis ramuan. Hasil survei Riset Kesehatan
pastikan alat kompres tidak menekan kaki (2013), ramuan merupakan jenis
sehingga aliran darah tidak terhambat Yankestrad terbanyak kedua yang
(Pelayanan Maternal Neonatal, 2007). digunakan oleh masyarakat setelah
Alat pemanas atau kompres hangat yang keterampilan tanpa alat. Apakah meboreh
digunakan sangat berisiko untuk menekan dalam masyarakat Bali dapat menurunkan
kulit sehingga akan berisiko juga untuk tingkat nyeri tungkai pada ibu pasca
menghambat aliran darah sehingga berisiko bersalin?
untuk memperberat kondisi ibu apabila Adapun tujuan penelitian ini adalah
dilakukan tidak dengan pengawasan yang untuk mengetahui apakah Meboreh budaya
baik sehingga diperlukan suatu cara dalam masyarakat Bali dapat menurunkan
alternatif yang mudah, tidak berbahaya tingkat nyeri tungkai pada Ibu pasca

144
Suratiah, dkk. Budaya “Meboreh” Masyarakat Bali Menurunkan Tingkat Nyeri Tungkai Pada Ibu... 145

bersalin, mengidentifikasi tingkat nyeri ibu dapat semakin melancarkan aliran ASI
sebelum menggunakan boreh pada ibu pasca dari alveoli ke duktus laktiferus sehingga
bersalin, mengidentifikasi tingkat nyeri bayi dengan mudah untuk mendapatkan ASI
setelah menggunakan boreh pada ibu pasca saat mengisap puting ibu.
bersalin, mengetahui pengaruh boreh Tabel 1. Skala Nyeri Tungkai Sebelum dan
terhadap penurunan tingkat nyeri tungkai Setelah Menggunakan Boreh pada
pada ibu pasca bersalin. Manfaat yang Ibu Pasca Bersalin
diharapkan adalah meningkatkan
pemanfaatan budaya Meboreh dalam NO SEBELUM SETELAH
RESPONDEN
meningkatkan kesehatan ibu pasca bersalin 1 3 0
tanpa mengkhawatirkan efek samping, 2 4 0
meningkatkan penggunaan pelayanan 3 3 0
kesehatan tradisional jenis ramuan dalam 4 5 0
meningkatkan kesehatan ibu pasca bersalin, 5 6 2
mempertahankan budaya Meboreh sebagai 6 4 1
bagian dari kekayaan budaya Indonesia 7 3 1
8 5 1
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. 9 3 1
10 4 0
METODE
Jenis Penelitian ini adalah Kualitatif dan Tingkat Nyeri Tungkai Sebelum dan
Kuantitatif dengan rancangan penelitian Pra- Setelah Menggunakan Boreh pada Ibu
eksperimen, dengan rancangan One Group Pasca Bersalin.
Pretest-Postest Design. Populasi penelitian Tabel 2. Distribusi Frekwensi Tingkat Nyeri
ini adalah ibu pasca bersalin. Besar sampel Tungkai Sebelum dan Setelah
yang digunakan didasarkan rumus besar Menggunakan Boreh pada Ibu
sampel penelitian analitis kategorik-numerik Pasca Bersalin
berpasangan sebanyak 32 orang. Diambil
dengan Purposive sampel. Uji statistik yang KRITERIA SEBELUM % SETELAH %
digunakan adalah : uji t berpasangan. 0-3 4 40 10 100
4-6 6 60 0 0
7-10 0 0 0 0
HASIL DAN PEMBAHASAN
10 100 10 100
Hasil anamnesa dengan responden
didapatkan semua memberikan respon yang
Dari tabel 2 di atas, nyeri tungkai yang
cukup baik dan sangat merasakan manfaat
dialami oleh ibu pasca bersalin paling
dari boreh yang digunakan. Adapun reaksi
banyak pada tingkat sedang 60% kemudian
yang dirasakan adalah merasakan hangat
ringan 40%.
pada tungkai, memberikan rasa nyaman,
mengurangi nyeri pada tungkai. Hal yang
Pengaruh Boreh Terhadap Penurunan
ditakutkan karena kotor tidak ada yang
Tingkat Nyeri Tungkai Ibu Pasca
menyatakan hal demikian, dikarenakan
Bersalin.
boreh yang diberikan kering tetapi tidak
Untuk mengetahui pengaruh boreh
menyebabkan pengelupasan pada boreh
terhadap penurunan tingkat nyeri tungkai,
yang menyebabkan kotor. Sehingga ibu
kami melakukan uji statistik. Karena data
dengan nyaman dan tidak perlu merasakan
numerik, maka kami lakukan uji normalitas
takut akan kotor dimana-mana.
data dengan Uji Shapiro-Wilk. Didapatkan
Selain itu juga ibu merasa nyaman
hasil 0,074 dimana lebih besar dari 0,05
memberikan ASI kepada bayinya karena
yang artinya data berdistribusi normal.
tidak harus mengkonsumsi obat yang akan
Karena data berdistribusi normal, maka uji
memberikan pengaruh pada bayinya.
statistik yang kami gunakan adalah uji
Dengan rasa nyaman yang dirasakan oleh

145
146 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 143 - 147

t-berpasangan. Adapun hasilnya adalah juga berfungsi menghilangkan sensasi rasa


sebagai berikut : sakit karena dapat meningkatkan sel darah
putih secara total dan fenomena reaksi
Tabel 3. Hasil Analisis Statistik Sebelum peradangan serta adanya dilatasi pembuluh
dan Setelah Pemberian Boreh darah yang mengakibatkan peningkatan
pada Ibu Pasca Bersalin sirkulasi darah serta peningkatan tekanan
kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam
Variabel Jumlah t Asymp.Sig. darah akan meningkat sedangkan pH darah
Responden 2 tailed akan mengalami penurunan. Dari penjelasan
Pre-post 10 11,129 0,000 diatas dapat diasumsikan bahwa kompres
panas dapat mengurangi nyeri tungkai pada
Dari tabel 3 di atas, didapatkan nilai ibu pasca bersalin. Untuk mendapatkan hasil
signifikansi lebih kecil dari 0,05 yang yang terbaik, boreh ini dapat digunakan
artinya hipotesa penelitian diterima yaitu dilakukan selama lebih dari 4 jam dengan 1
ada pengaruh pemberian boreh terhadap kali pemberian dan pengukuran intensitas
penurunan tingkat nyeri tungkai pada ibu nyeri dilakukan dari jam ke 5 selama
pasca bersalin. tindakan.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil Namun selama pelaksanaan penelitian ini
bahwa ada pengaruh pemberian boreh ada yang membuat ibu krang nyaman yaitu
terhadap penurunan tingkat nyeri tungkai jatuhnya serpihan boreh dimana-mana. Hal
pada ibu pasca bersalin. Secara nyata boreh ini perlu diantispasi oleh ibu dengan
terbuat dari bahan-bahan umbi-umbian menyiapkan stoking halus.
herbal yang memberikan efek hangat pada
tubuh. Efek hangat diketahui sangat efektif SIMPULAN
dalam melebarkan pembuluh darah. Apabila Skala nyeri tungkai pada ibu pasca
pembuluh darah melebar maka aliran darah bersalin yang mengalami pembengkakan
akan semakin lancar. Dengan lancarnya pada tungkai dan mengeluh nyeri sebelum
aliran darah maka oksigen dapat diberikan boreh berada pada skala 3-6.
tersampaikan ke seluruh tubuh terutama Skala nyeri tungkai pada ibu pasca bersalin
pada tungkai yang pembuluh darahnya yang mengalami pembengkakan pada
paling jauh dari jantung. tungkai dan mengeluh nyeri setelah
Potter & Perry (2005) menjelaskan diberikan boreh berada pada skala 0-2.
bahwa kompres hangat merupakan salah Hasil analisis pengaruh pemberian boreh
satu tindakan yang efektif untuk mengurangi pada tungkai ibu pasca bersalin yang
nyeri. Pemberian kompres hangat melalui mengalami nyeri didapatkan P = 0,000
boreh ini selain biayanya murah juga mudah dimana lebih kecil dari α 0,05 yang berarti
dilakukan oleh setiap wanita serta tidak ada pengaruh pemberian boreh terhadap
mempunyai efek samping apabila dilakukan penurunan tingkat nyeri tungkai pada ibu
dengan benar. Efek dari pemberian kompres pasca bersalin.
hangat ini akan terjadi pelebaran pembuluh
darah sehingga meningkatkan aliran darah DAFTAR RUJUKAN
ke bagian yang nyeri, menurunkan Afifah. 2011. Pemeliharaan dan
Pelestarian Pengetahuan
ketegangan otot dimana akan meningkatkan radisional. Jakarta. EGC
relaksasi otot atau mengurangi nyeri akibat
spasme atau kekakuan sehingga Carpenito. 2000. Buku Saku Diagnosa
meningkatkan proses penyembuhan. Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Kompres hangat dengan boreh yang
digunakan ini berfungsi untuk melebarkan Benzon. 2005. The Assesment of Pain in
pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi Essential of Pain Medicine and
darah, dan mengurangi kekakuan. Selain itu,

146
Suratiah, dkk. Budaya “Meboreh” Masyarakat Bali Menurunkan Tingkat Nyeri Tungkai Pada Ibu... 147

Regional Anasthesia, 2ed, Rahayu, S. 2010. Skripsi Pengaruh


Philadelphia Kompres Hangat Terhadap
Dismenore. Universitas
Dahlan, Sopiyudin. 2009. Statistik untuk Muhammadiyah Semarang
Kedokteran dan Kesehatan
Deskriptif, Bivariat, dan Saifuddin, 2006. Pelayanan Kesehatan
Multivariat. Jakarta. Salemba Maternal dan Neonatal. Jakarta.
Medika. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Depkes, 2007. Pelayanan Maternal
Neonatal, Jakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung : CV. Alfa
Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Beta.
Jakarta
Hamilton. 2003. Dasar-dasar Keperawatan
Maternitas. Edisi 6. Jakarta. EGC
Jembawan, 2015. Kalsium Pada Ibu
Hamil, Univ. Udayana. Denpasar.
Lumoet, R. 2009. Stimulasi Kulit dengan
Teknik Kompres Hangat dan
Kompres Dingin dalam
http://ryrilumoet.blogspot.com/201
2/06/kompres-hangat-dan-
dingin.html diakses pada tanggal
24 Juni 2012
Mochtar. 2001. Sinopsis Obstetri. Obstetri
Fisiologi. Obstetri Patologi. Edisi
2. Jilid1. Jakarta : EGC
Pilletteri, A.2007. Buku Saku Perawatan
Ibu dan Anak. Jakarta. EGC
Potter & Perry, 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Edisi
keempat, Jakarta: EGC.
Prawiroharjo, S. 2006. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatural. Jakarta.
EGC
Prawiroharjo, S. 2007. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatural. Jakarta.
EGC
Prawiroharjo, S. 2009. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatural. Jakarta.
EGC
Priharjo. 2003. Perawatan Nyeri
Pemenuhan Aktivitas Istirahat
Pasien. Jakarta. EGC.
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta. EGC.

147
148

KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI PADA ANAK


DENGAN RETARDASI MENTAL

Putu Susy Natha Astini


Ni Kadek Yuni Indrasari
NLP Yunianti SC
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email : susynathaastini@gmail.com

Abstract: Self Care of Ability in Children With Mental Retardation. The Purpose of
this research to describe self-care abilities in children with mental retardation in SLB
Negeri 1 Gianyar 2017. The research method used is descriptive with cross sectional
approach. The study was conducted in April untill May with respondents as many as
35 people. The sampling technique used type of non probability sampling is total
sampling. Based on the analysis of data, the ability of self-care for children with mental
retardation based on age there were 11 years 11 (31 %), based on gender of
respondents most of them male gender 21 (60 %). The Result show, Self-care ability in
children with mental retardation in SLB 1 Gianyar as many as 17 (49%) of respondents
or mean 55 in the medium category.

Abstrak: Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Retardasi Mental.


Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri pada anak
dengan retardasi mental di SLB Negeri 1 Gianyar tahun 2017. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan
pada bulan April sampai bulan Mei 2017 dengan jumlah responden sebanyak 35 orang.
Teknik pengambilan sampel menggunakan jenis non probability sampling yaitu total
sampling. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan jumlah anak Retardasi Mental
menurut usia, pada umumnya berusia 11 tahun, sejumlah 11 (31 %), menurut jenis
kelamin sebagian besar berjenis kelamin laki-laki 21 (60 %), sedangkan kemampuan
perawatan diri pada anak dengan Retardasi Mental di SLB Negeri 1 Gianyar sebagian 17
(49%) responden, dengan nilai mean 55 menunjukkan katagori sedang.

Kata kunci: Perawatan diri, Anak, Retardasi mental

Masa anak adalah masa pertumbuhan dan suatu keadaan perkembangan jiwa yang
perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 terhenti atau tidak lengkap, yang terutama
tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), ditandai oleh terjadinya hendaya
pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 keterampilan selama masa perkembangan,
tahun), hingga remaja (11-18 tahun) sehingga berpengaruh pada tingkat
(Hidayat 2009). Orang tua akan merasa kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
senang dan bahagia apabila anak yang kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan
dilahirkan memiliki kondisi fisik dan psikis sosial.
yang sempurna, sebaliknya orang tua akan Anak pada usia 24 bulan atau 2 tahun
merasa sedih apabila anak yang dimiliki sudah dapat melepas pakaiannya seperti
lahir dengan kondisi fisik yang tidak baju, rok, atau celana, juga makan nasi tanpa
sempurna atau mengalami hambatan banyak tumpah (Ridha 2014). Anak- anak
perkembangan, salah satu hambatan pada umumnya mampu menguasai
perkembangan yang dialami oleh seorang keterampilan bantu diri dengan baik secara
anak adalah retardasi mental. Menurut mandiri pada usia enam tahun, namun bagi
Maslim, (2013) retardasi mental adalah anak berkebutuhan khusus seperti anak

148
Putu Susy Natha Astini, dkk. Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 149

dengan retardasi mental yang memiliki usia kecacatan lainnya. World Health
jauh dari usia kronologis mungkin akan Organization (WHO) memperkirakan
mengalami hambatan dalam menguasai jumlah anak retardasi mental di Indonesia
kemampuan merawat diri (Cuchany, 2014). sekitar 7-10% dari total jumlah anak (WHO,
Menurut Ramawati, (2014) anak dengan 2013). Pada tahun 2003 jumlah anak
retardasi mental akan mengalami kesulitan retardasi mental 679.048 atau 11,42%,
dan keterlambatan dalam belajar dengan perbandingan laki-laki 60% dan
keterampilan diri dan membutuhkan perempuan 40%, dengan kategori retardasi
beberapa bantuan baik di rumah maupun di mental sangat berat (idiot) 2,5%, kategori
sekolah. berat 2,8%, retardasi mental cukup berat
Keterbatasan anak retardasi mental (imbisil debil profound) 2,6%, dan retardasi
salah satunya adalah perawatan diri. mental ringan 3,5% (Depkes RI, 2010).
Perawatan diri merupakan hal yang sangat Berdasarkan Pendataan Program
penting karena berkaitan dengan diri sendiri Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011,
dan termasuk dalam kebutuhan dasar anak dengan retardasi mental 30.460 orang
manusia yang paling dasar. Perawatan diri (Kementerian Kesehatan RI 2014). Jumlah
bertujuan merawat diri dengan cara anak retardasi mental meningkat pada tahun
sedemikian rupa sehingga dapat menikmati 2016 yaitu 114.085 orang (Kementerian
hidup ini dengan penuh arti bagi diri sendiri, Pendidikan dan Kebudayaan 2016).
kemandirian sangat dibutuhkan dari masing- Retardasi mental menjadi urutan keempat
masing individu untuk mencapai perawatan pada tahun 2012 pada 10 besar penyakit
diri yang optimal. Keterbatasan anak rawat inap di Rumah Sakit Jiwa di Bali.
dengan retardasi mental dalam perawatan Dinas Sosial Provinsi Bali menyatakan
diri meliputi makan, ke kamar mandi, jumlah anak dengan berkebutuhan khusus
berpakaian, dan berhias (Wong 2008). tahun 2014 sebanyak 2.754 penderita,
Ketergantungan perawatan diri menurut sedangkan pada tahun 2016 jumlah anak
WHO,(2002), sebagai ketidakmampuan retardasi mental sebanyak 1862 orang
untuk melakukan kegiatan harian seperti (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
mempertahankan kebersihan diri, makan, 2016).
dan kesadaran akan bahaya sebagai salah Anak dengan retardasi mental
satu masalah terbesar dalam kesehatan di membutuhkan institusi sekolah baik tingkat
dunia. TK, SD, SMP dan SMA yang bertujuan
Retardasi mental terjadi sekitar 1-3% dari sebagai media untuk memfasilitasi dan
seluruh populasi di Amerika Serikat tahun meningkatkan seluruh kemampuan yang
2010. Menurut hasil studi di Aberdeen dan dimilikinya. Pendirian institusi Sekolah
Scotland tahun 2010 didapatkan prevalensi Luar Biasa (SLB) merupakan upaya
retardasi mental berat adalah 1 dari 300 pemerataan pendidikan disemua lapisan
orang dan 1 dari 77 untuk retardasi mental masyarakat dan setiap warga negara
ringan. Prevalensi retardasi mental pada Indonesia yang memiliki hak yang sama
anak di bawah umur 18 tahun di negara untuk mendapatkan pendidikan.
maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5%, Berdasarkan hasil studi pendahuluan
sedangkan di negara berkembang berkisar yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa
4,6%, angka kejadian retardasi mental di (SLB) Negeri 1 Gianyar, terhadap 10 orang
negara maju berkisar 3-4 kasus baru per anak, tampak anak retardasi mental ringan
1000 anak dalam 20 tahun terakhir, yang belum mampu mengurus dirinya
sedangkan di negara berkembang berkisar sendiri,seperti; kondisi badan tampak
19 kasus per 1000 kelahiran baru (WHO, kusam, rambut tidak rapi, kuku tampak
2013). kotor dan panjang, tampak awal jam
Retardasi mental di Indonesia menempati pembelajaran di sekolah penampilan mereka
urutan ke-4 di antara masalah gangguan tampak rapi, namun setelah jam pulang

149
150 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 148 - 153

penampilan mereka tampak kurang rapi setara dengan perkembangan anak usia 6
seperti rambut tidak rapi, baju tampak tahun ketika ia berusia 9 tahun secara
kurang rapi. kronologis, dan akan berusia 12 tahun
Berdasarkan uraian diatasmaka tujuan secara mental ketika ia berusia 18 tahun
dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui secara kronologis. (Semiun, 2006).
Gambaran kemampuan perawatan diri pada Hasil penelitian menunjukkan sebagian
anak dengan Retardasi Mental di SLB I besar anak retardasi mental di SLB Negeri 1
Gianyar. Gianyar adalah berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 21 (60%) responden. Menurut
METODE Sandra (2010), jenis kelamin laki-laki lebih
Penelitian ini menggunakan desain banyak dijumpai pada anak retardasi mental
deskriptif, dengan pendekatan Cross dibandingkan jenis kelamin perempuan,
Sectional. Penelitian dilaksanakan di sebanyak 1,5 kali besar. Penelitian yang
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 pernah dilakukan oleh Preodita (2008) pada
Gianyar, pada bulan April sampai Mei 2017. 61 anak di SLB Negeri Semarang, hasil
Teknik pengambilan sampel menggunakan yang diperoleh anak berjenis kelamin laki-
non probability sampling yaitu total laki sebanyak 85,2% dan perempuan 14,8%.
sampling. Sampel dalam penelitian ini Sejalan dengan penelitian Ramawati (2011),
adalah anak dengan Retardasi Mental memperoleh hasil dari 65 sampel ditemukan
Ringan, yang memenuhi kriteria inklusi; 35 40 responden berjenis kelamin laki-laki
responden. Instrumen penelitian yang (61,5%).
digunakan adalah kuesioner yang telah diuji Retardasi mental yang diakibatkan oleh
validitas dan reliabilitas dengan taraf abnormalitas genetis, menyebabkan
signifikan 0,05 didapatkan hasil r hitung = retardasi mental 1 berbanding 1000-1500
0,708-0,989, kuesioner dinyatakan valid pada pria dan hambatan mental 1
sedangkan hasil uji realibilitas adalah 0,988- berbanding 2000-2500 pada perempuan.
0989 dan kuesioner dinyatakan reliabel. Perempuan biasanya memiliki dua
kromosom X sementara laki-laki hanya satu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada perempuan, memiliki dua kromosom X
Jumlah responden sesuai dengan kriteria tampaknya memberikan perlindungan dari
inklusi adalah 35 responden. Karakteristik gangguan ini, bila kerusakan terjadi pada
responden adalah siswa-siswi SD dengan salah satunya. Hal ini dapat menjelaskan
Retardasi Mental Ringan yang Sekolah mengapa gangguan ini umumnya akan
diSLB Negeri 1 Gianyar, yang diidentifikasi berdampak akan lebih parah pada laki-laki
berdasarkan umur dan jenis kelam dari pada perempuan. Sindroma Fragile X
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan adalah penyebab paling umum retardasi
di SLB Negeri 1 Gianyar, jumlah responden mental yang diwariskan. Ditemukan sekitar
usia 11 tahun adalah 11 (31%) responden 1 dari 4000 kelahiran pada laki-laki dan 1
dari 35 responden. Usia pada anak retardasi dari 8000 kelahiran pada perempuan.
mental tidak dapat disamakan dengan usia Sindroma Fragile X disebabkan oleh mutasi
perkembangan pada anak normal. Usia anak pada bagian lengan panjang kromosom X.
retardasi mental lebih ditekankan pada Mutasi ini berada pada gen yang saat ini
perkembangan mentalnya yang setara disebut Fragile X Mental Retardation Gene
dengan 8 bulan per tahun kalender. Ketika (FMR1). Perempuan lebih sedikit terkena
anak retardasi mental berusia 6 tahun maka sindrom ini dibandingkan laki-laki karena
usia mentalnya baru setara dengan hanya satu kromosom X yang aktif dalam
perkembangan anak usia 4 tahun, sehingga setiap sel. Karena perempuan mempunyai
anak tidak dapat dipaksakan untuk belajar dua kromosom, sebuah kromosom X dengan
seperti anak lain seusianya. Anak retardasi sebuah gen FMR1 normal mungkin menjadi
mental baru akan mencapai usia mental atau aktif dalam banyak sel yang juga terdapat

150
Putu Susy Natha Astini, dkk. Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 151

sebuah kromosom X dengan sebuah gen sel dengan kromosom X dengan gen FRM1
FMR1 termutasi, sehingga sel mereka lebih yang termutasi akan menjadi rusak (Semiun,
sedikit rusak, dibandingkan laki-laki yang 2006)
hanya mempunyai satu kromosom X, semua

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Retardasi
Mental

Kemampuan perawatan diri


Kategori
F %
Rendah 11 31
Sedang 17 49
Tinggi 7 20
Total 35 100

Tabel 2. Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Retardasi Mental


Variabel Mean Median Modus
Kemampuan perawatan diri 55 59 30

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Retardasi
Mental Berdasarkan Jenis Perawatan Diri

Jenis Perawatan Diri


Responden Personal Hygiene Toileting Berhias Makan
F % F % F % F %
Rendah 6 17 0 0 10 29 13 37
Sedang 24 69 28 80 20 57 11 31
Tinggi 5 14 7 20 5 14 11 31

Menurut hasil penelitian mengenai sebanyak 24 (69 %), Toileting sebagian


gambaran kemampuan perawatan diri pada besar dalam kategori sedang sebanyak 28
anak dengan retardasi mental di SLB Negeri (80%) responden, dalam berhias juga dalam
1 Gianyar tahun 2017 menunjukkan bahwa kategori sedang sebanyak 20 (57%)
nilai mean(rata-rata) kemampuan perawatan responden, dan kemampuan makan dari 35
diri anak retadasi mental adalah 55, dapat responden 13 ( 37%) responden dalam
dikatakan skor 55 dalam kategori sedang. kategori rendah. Penelitian ini menunjukkan
Penelitian yang dilakukan oleh Arfandi bahwa dari empat jenis perawatan diri,
(2013), hasilnya tidak jauh berbeda dengan kemampuan makan anak retardasi mental di
penelitian yang peneliti lakukan, dimana SLB Negeri 1 Gianyar dikategorikan
sebagian besar kemampuan perawatan diri rendah.Karakteristik anak retardasi mental
anak retardasi mental di SLB Negeri salah satunya adalah mengalami kesulitan
Ungaran dalam kategori cukup yaitu 29 dalam melakukan perawatan diri (Sandra,
(56,9%) 2010). Menurut Anggraeni (2010), retardasi
Hasil penelitian mengenai jenis mental memiliki kekurangan dalam motorik
perawatan diri anak retardasi mental kasar maupun motorik halus, keadaan
menunjukkan pada Personal Hygiene tersebut yang menyebabkan memiliki
sebagian besar dalam kategori sedang

151
152 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 148 - 153

masalah dalam kemampuan menolong diri DAFTAR RUJUKAN


sendiri. Anggraeni, M. (2010). Kemampuan
Anak yang mengalami gangguan kognitif Menolong Diri Sendiri pada Anak
Tuna Grahita. Skripsi. Semarang:
lahir, orang tua membutuhkan bantuan Universitas Negeri Semarang.
dalam meningkatkan keterampilan
perkembangan normal anak yang hampir Cuchany, F. 2014. Program Pelatihan Pola
secara otomatis dipelajari oleh anak lain. Asuh Orang Tua Untuk
Meningkatkan Keterampilan
Hal ini meliputi keterampilan perawatan Merawat Dirsiswa Tunagrahita
diri, seperti makan, ke kamar mandi, Sedang di SLBN Surade.
berpakaian, dan berhias. Sebagai contoh, Universitas Pendidikan Indonesia.
anak dengan intelegensi di bawah rata-rata
Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Provinsi
tidak diharapkan untuk berpakaian sendiri Jawa Tengah tahun 2010, 2011 dan
sedini anak yang lebih muda dengan 2013. Available at:
intelegensi rata-rata (Wong, 2008). http://www.gizikia.depkes.go.id/wp
Menurut Semiun (2006), menyatakan -. diakses tanggal 20 Februari 2017.
bahwa anak retardasi mental dengan Hidayat, A. A. A. 2009. Pengantar Ilmu
kemampuan intelektual yang rendah dapat Keperawatan Anak I. Jakarta:
menguasai keterampilan-keterampilan hidup Salemba Medika.
sederhana seperti perawatan diri dan
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buletin
kegiatan rumah tangga bila diajarkan secara Jendela Data dan Informasi
terus menerus dan konsisten. Kemampuan Kesehatan Situasi Penyandang
perawatan diri kategori sedang dan rendah Disabilitas.
memerlukan bantuan untuk melakukan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
perawatan diri. Berdasarkan hasil penelitian 2016. Ringkasan Statistik
ini, dapat dilihat bahwa kemampuan Pendidikan Indonesia 2015/2016,
perawatan diri anak retardasi mental pada Jakarta: MoEC.
kategori sedang dan rendah membutuhkan
Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis
adanya bimbingan dan pelatihan Gangguan Jiwa. Jakarta: PT Nuh
berkesinambungan baik dari orang tua, guru Jaya.
di sekolah, atau tenaga kesehatan yang dapat
membimbing atau membantu anak retardasi Ramawati, D. 2011. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kemampuan
mental untuk mengembangkan kemampuan Perawatan Diri Anak Tuna Grahita
perawatan dirinya. di Kabupaten Banyumas Jawa
Pengembangan kemampuan merawat diri Tengah.
di sekolah dan di rumah juga tidak dapat di
Ramawati, D. 2014. Self-Care Management
pisahkan. Agar kemampuan merawat diri Training Meningkatkan
anak dapat berkembang secara optimal Pengetahuan Orang tua Dan
maka guru dan orangt tua harus bekerja Kemampuan Perawatan Diri Anak
sama dalam upaya pengembangannya. Guru Retardasi Mental.
http://download.portalgaruda.org/ar
bertanggungjawab mengembangkan ticle.php?article=356779&val=426
kemampuan merawat diri anak selama di &title=Self-Care Management
sekolah, sedangkan orang tua Training Meningkatkan
bertanggungjawab untuk mengembangkan Pengetahuan Orang tua Dan
Kemampuan Perawatan Diri Anak
kemampuan merawat diri selama anak Retardasi Mental diakses tanggal
berada di luar jam sekolah. Upaya 29 Desember 2016.
melibatkan orang tua dalam pengembangan
kemampuan perawatan diri anak merupakan Ridha, H. N. 2014. Buku Ajar Keperawatan
Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
suatu yang penting dilakukan, karena
sebagian besar waktu anak dihabiskan di Sandra, M. 2010. Anak Cacat Bukan
rumah bersama dengan orang tua. Kiamat : Metode Pembelajaran dan

152
Putu Susy Natha Astini, dkk. Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Dengan Retardasi Mental 153

Terapi Untuk Anak Berkebutuhan


Khusus. Yogyakarta: Katahati.
Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 2.
Yogyakarta: Kanisius.
Soetjiningsih. 2013. Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta: EGC.
WHO, 2013. Disability in the South-East
Asia Region.
---------. 2002. Current and Future Longterm
Care Needs: An Analysis Based on
The 1990 WHO Study.
http://www.who.int/chp/knowledge
/publications/ltc_needs.pdf diakses
tanggal 30 Desember 2016.
Wong, D. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC.

153
154

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN DEMAM


BERDARAH DENGUE

I Ketut Gama
Ni Wayan Krisma Andiani
I Gede Widjanegara
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email : gama_bali@yahoo co.id

Abstract : People’s Behavior In The Prevention Of Dengue Hemorrhagic Fever. This


study aims is to find out the behavior of communities in preventing DHF in Banjar
Puseh working area of UPT Kesmas Sukawati I in 2017. The type of research in this
research is descriptive research with cross sectional approach. Type of data collected is
primary data about Characteristics of respondents and description of respondent
behavior in DHF prevention. The population in this study amounted to 1510 after the
calculation using the solving formula obtained by a sample of 94 people with sampling
technique that is systematic random sampling. Data analysis using descriptive
statistical analysis. The results of this study are most respondents aged 26-35 year were
30 people (31,9%), most of the respondents are on high school education were 41
people (43.6%), and most of respondents work as private employees were 32 people
(34.0%). Respondents who have good knowledge were 55 people (58.5%), which has a
good attitude were 45 people (47.9%), which has enough action were 40 people
(42,6%). Respondents with sufficient and less action categories in the prevention of
DHF are expected to increase the implementation of 3M plus activities.

Abstrak : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue.


Tujuan dari penelitian untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam mencegah DBD di
Banjar Puseh wilayah kerja UPT Kesmas Sukawati I Tahun 2017. Penelitian ini berjenis
deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jenis data yang dikumpulkan adalah data
primer yaitu karakteristik responden dan gambaran perilaku responden dalam
pencegahan DBD. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1510 setelah dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus solvin diperoleh sampel sebanyak 94 orang
dengan teknik pengambilan sampel yaitu sistematik random sampling. Teknik analisis
data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian didapatkan
sebagian besar responden berusia 26-35 tahun sebanyak 30 orang (31,9%), sebagian
besar responden berpendidikan SMA sejumlah 41 orang (43,6%), dan sebagian besar
responden bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak 32 orang (34,0%). Dari seluruh
responden yang memiliki pengetahuan baik sejumlah 55 orang (58,5%), yang memiliki
sikap baik sejumlah 45 orang (47,9%) dan sebagian besar memiliki tindakan yang
cukup sejumlah 40 orang (42,6%). Responden dengan kategori tindakan cukup dan
kurang dalam pencegahan DBD diharapkan meningkatkan pelaksanaan kegiatan 3M
plus.

Kata kunci: Perilaku, Masyarakat, Demam berdarah dengue

Indonesia adalah negara yang memiliki sebagai tempat yang baik bagi
iklim tropis.Kondisi iklim ini tidak hanya perkembangan penyakit terutama penyakit
membuat Indonesia menjadi tempat yang yang dibawa oleh vektor. Salah satu
baik bagi kehidupan hewan dan tumbuhan, penyakit di Negara Indonesia yang
namun hal ini juga menjadikan Indonesia ditularkan oleh vektor adalah penyakit

154
I Ketut Gama, dkk. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue 155

Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tercapai pada tahun 2015 (Kementerian
ditularkan melalui vektor nyamuk (Waris Kesehatan RI, 2016).
dan Yuana, 2013). Permasalahan pada Rendahnya ABJ secara nasional otomatis
pengendalian penyakit DBD dapat berdampak pada peningkatan jumlah kasus
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan DBD di Indonesia. Dapat dijabarkan jumlah
serta perilaku dan sosialisasi pemerintah penderita DBD di Indonesia yang tercatat
tentang upaya pengendalian DBD (Bahtiar, pada tahun 2013 sebanyak 112.511 kasus
2012). dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR)
Menurut KEPMENKES No =45,85 per 100.00 penduduk, tahun 2014
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang tercatat sebanyak 100.347 kasus dengan
Kebijakan Nasional pengendalian DBD, jumlah kematian sebanyak 907 orang
pemberantasan DBD dapat dilakukan (Angka kesakitan/IR=39,80 per 100.00
melalui peningkatan ilmu pengetahuan serta penduduk dan angka kematian/Case Fatality
peningkatan perilaku hidup sehat dan Rate (CFR)=0,9%) dan jumlah penderita
kemandirian dalam pengendalian DBD DBD pada tahun 2015 yang tercatat
(Kementerian Kesehatan RI, 2011). sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh kematian sebanyak 1.071 orang (Angka
Waris dan Yuana (2013) yang menyatakan kesakitan/IR=50,75 per 100.000 penduduk
bahwa perilaku masyarakat dalam dan angka kematian/CFR=0,83%). Target
melakukan pencegahan 3M Plus cenderung Renstra Kementerian Kesehatan untuk
negatif, ini dapat dilihat dari 100 responden angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar
yang memiliki pengetahuan baik dengan <49 per 100.000 penduduk, dengan
perilaku baik pula sejumlah 25 responden demikian Indonesia belum mencapai target
(61%), sedangkan pengetahuan baik dengan Renstra 2015. Provinsi dengan angka
perilaku kurang sejumlah 16 responden kesakitan DBD tertinggi pada tahun 2015
(39%). Ini artinya pelaksanaan 3M di yaitu Bali sebesar 259,1, Kalimantan Timur
kalangan masyarakat belum berjalan sesuai sebesar 188,46, dan Kalimantan Utara
harapan yang diprogramkan oleh Dinas sebesar 112,00 per 100.000 penduduk
Kesehatan. (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Keberhasilan program pencegahan DBD Perkembangan kasus DBD di Bali Tahun
melalui kegiatan 3M Plus dipengaruhi oleh 2013 dilaporkan sebanyak 7.077 kasus
beragamnya tingkat pengetahuan, sikap, dan (Angka kesakitan/IR=174,5 per 100.000 dan
perilaku masyarakat (Kementerian angka kematian/CFR= 0,11%), tahun 2014
Kesehatan RI, 2011). Berdasarkan penelitian jumlah penderita DBD yang dilaporkan
yang dilakukan oleh Handayati dalam Dewi sebanyak 8.629 kasus dengan jumlah
(2015) di Kota Pekanbaru Riau menyatakan kematian 17 orang (Angka Kesakitan/IR=
bahwa perilaku masyarakat akan sangat 210,2 per 100.000 penduduk dan angka
menentukan tingkat kesehatan dari kematian/CFR =0,2%) (Dinas Kesehatan
masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat Provinsi Bali, 2015), dan tahun 2015 jumlah
yang baik akan memberikan dampak yang penderita DBD yang dilaporkan sebanyak
baik bagi kesehatan, dan sebaliknya perilaku 10.759 kasus dengan jumlah kematian 29
masyarakat yang tidak baik akan berdampak orang (Angka Kesakitan/IR= 259,1 per
tidak baik juga bagi kesehatannya. 100.000 penduduk dan angka
Buruknya perilaku masyarakat dalam kematian/CFR=0,3%). Tiga kabupaten/kota
pencegahan DBD di Indonesia dapat dilihat di Bali dengan kasus DBD tertinggi pada
dari rendahnya Angka Bebas Jentik (ABJ) tahun 2015 adalah Kabupaten Gianyar
secara nasional yaitu sebesar 54,24%. dengan 2.198 kasus, kedua Kabupaten
Sedangkan ABJ yang ditargetkan oleh Badung dengan 2.178 kasus dan yang ketiga
pemerintah pada tahun 2015 sebesar ≥95%, Kabupaten Buleleng dengan 2.007 kasus
dengan demikian target tersebut belum (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2016).

155
156 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 154 - 160

Salah satu kabupaten di Bali dengan Nyamuk (PSN) yang merupakan suatu
angka kejadian DBD yang terus mengalami kegiatan untuk memberantas telur, jentik,
peningkatan tiap tahunnya adalah dan kepompong nyamuk Aedes aegyptidan
Kabupaten Gianyar. Tahun 2013 tercatat Aedes albopicus. Pemberantasan Sarang
sebanyak 808 kasus (Angka Nyamuk DBD dilakukan dengan cara 3M
kesakitan/IR=165,4 per 100.000 penduduk), Plus yaitu menguras tempat-tempat
tahun 2014 sebanyak 1763 kasus (Angka penampungan air sekurang-kurangnya
kesakitan/IR=357,8 per 100.000 penduduk), seminggu sekali, menutup rapat-rapat
tahun 2015 sebanyak 2.198 kasus (Angka tempat penampungan air dan menguburkan
kesakitan/IR=442,3 per 100.000 penduduk) barang yang tidak terpakai/barang bekas,
dan pada tahun 2016 sebanyak 3.673 kasus serta ditambah dengan kegiatan plus yaitu
dengan kematian sebanyak 15 orang. pencegahan gigitan nyamuk, menaburkan
Kabupaten Gianyar memiliki 13 puskesmas atau meneteskan larvasida pada tempat
yang tersebar di 7 kecamatan. Kasus DBD penampungan yang sulit dibersihkan,
di Gianyar pada tahun 2015 tercatat paling menghindari kebiasaan menggantung
tinggi terjadi di wilayah kerja Puskesmas pakaian di dalam rumah yang dapat menjadi
Ubud I dengan angka kejadian sebanyak 507 tempat istirahat nyamuk, pengurangan
kasus, yang kedua wilayah kerja UPT tempat perkembangbiakan dan tempat
Kesmas Sukawati I dengan angka kejadian peristirahatan nyamuk penular penyakit
sebanyak 451 kasus dan yang ketiga wilayah DBD. Berdasarkan studi pendahuluan yang
kerja Puskesmas Gianyar I dengan angka dilakukan pada bulan Januari 2017 melalui
kejadian sebanyak 395 kasus (Dinas wawancara dengan Pengelola Program P2
Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2016). DBD di UPT Kesmas Sukawati I, beliau
Perkembangan kasus DBD di Wilayah kerja mengatakan bahwa pencegahan DBD sudah
UPT Kesmas Sukawati I mengalami dilakukan di masing-masing banjar yang
peningkatan yang signifikan dari tahun 2013 menjadi wilayah kerja UPT Kesmas
sampai tahun 2015. Pada tahun 2013 tercatat Sukawati I melalui berbagai cara salah
angka kejadian DBD sebanyak 195 kasus, satunya dengan melakukan PSN yang
tahun 2014 sebanyak 305 kasus, tahun 2015 dilakukan secara periodik oleh masyarakat
sebanyak 451 kasus (Angka dalam bentuk kegiatan 3M Plus, namun
Kesakitan/IR=0,73 per 100.000 penduduk) walaupun demikian kasus DBD masih saja
terjadi penurunan pada tahun 2016 yaitu terjadi khususnya di Banjar Puseh.
sebanyak 298 kasus namun terdapat angka Berdasarkan permasalahan dari latar
kematian sebanyak empat orang. Kasus belakang di atas peneliti tertarik untuk
DBD tertinggi di wilayah kerja UPT melalukan penelitian tentang Perilaku
Kesmas Sukawati I pada tahun 2015 adalah Masyarakat Dalam Mencegah DBD di
Desa Ketewel dengan angka kejadian DBD Banjar Puseh Desa Ketewel.
sebanyak 164 kasus, yang kedua Desa
Batuan sebanyak 100 kasus dan ketiga Desa METODE
Sukawati sebanyak 75 kasus. Kasus DBD Penelitian ini menggunakan jenis
tertinggi di Desa Ketewel pada tahun 2015 penelitian deskriptif, yaitu suatu metode
berada di Banjar Puseh dengan angka penelitian yang dilakukan dengan tujuan
kejadian sebanyak 48 kasus, kedua Banjar utama untuk membuat gambaran tentang
Pasekan dan Banjar Rangkan dengan 18 suatu keadaan secara objektif dengan jenis
kasus dan ketiga Banjar Pamesan dengan 16 pendekatan yang digunakan adalah cross
kasus (UPT Kesmas Sukawati I, 2016). sectional, yaitu jenis penelitian yang
Upaya pencegahan terhadap penularan menekankan pada waktu pengukuran atau
DBD dilakukan dengan pemutusan rantai observasi data variable hanya satu kali pada
penularan dengan cara pengendalian vektor satu saat (Setiadi, 2013).Penelitian
melalui kegiatan Pemberantasan Sarang dilaksanakan di Banjar Puseh wilayah kerja

156
I Ketut Gama, dkk. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue 157

UPT Kesmas Sukawati I dengan waktu Tabel 2. Karakteristik Responden


pelaksanaan padatanggal 26 Maret – 30 Berdasarkan Pendidikan
April 2017.
Populasi dalam penelitian ini adalah Frekuensi Persentase
No Pendidikan
seluruh masyarakat yang ada di Banjar (f) (%)
Puseh Wilayah Kerja UPT Kesmas 1 SD 22 23,4
Sukawati I yang berjumlah 1.510 jiwa. 2 SMP 19 20,2
Sampel dalam penelitian ini adalah 94 3 SMA 41 43,6
masyarakat yang ada di Banjar Puseh 4 Perguruan
Wilayah Kerja UPT Kesmas Sukawati I 12 12,8
Tinggi
yang memenuhi kriteria inklus.Teknik Total 94 100,0
pengambilan sampel yang digunakan adalah
probability sampling yang merupakan Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa
teknik pengambilan sampel yang dari 94 responden yang diteliti sebagian
memberikan peluang/kesempatan yang sama besar responden berpendidikan SMA yakni
bagi setiap unsur atau anggota populasi sebanyak 41 responden atau 43,6%.
untuk dipilih menjadi sampel. Teknik
probability sampling yang digunakan yaitu Tabel 3. Karakteristik Responden
sistematis random sampling atau Berdasarkan Pekerjaan
pengambilan sampel acak sistematik
merupakan modifikasi dari simple random Frekuensi Persentase
sampling (Setiadi, 2013).Data yang NO Pekerjaan
(f) (%)
dikumpulkan dari sampel penelitian adalah 1 Tidak
data primer yang diperoleh langsung dari 11 11,7
Bekerja
responden pada saat penelitian yang 2 PNS 5 5,3
merupakan hasil pengukuran menggunakan 3 Karyawan
kuesioner. 32 34,0
Swasta
4 Wiraswasta 26 27,7
HASIL DAN PEMBAHASAN
5 Petani/Buru
Adapun karakteristik responden yang 20 21,3
h
telah diteliti adalah sebagai berikut:
Total 94 100,0
Tabel 1. Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa
Berdasarkan Usia
dari 94 responden yang diteliti sebagian
besar responden bekerja sebagai karyawan
No Usia Frekuensi (f) Persentase (%)
swasta yakni sebanyak 32 responden atau
1 17-25 17 18.1
34,0 %.
2 26-35 30 31.9
3 36-45 18 19.1 Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Responden
4 46-55 23 24.5
5 56-65 6 6.4 No Tingkat Frekuensi Persentase
Total 94 100.0 Pengetahuan (f) (%)
1 Baik 55 58,5
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa 2 Cukup 25 26,6
dari 94 responden yang diteliti, sebagian 3 Kurang 14 14,9
besar responden berusia 26-35 tahun yakni Total 94 100,0
sebanyak 30 responden atau 31,9%.
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa
dari 94 responden yang diteliti sebagian

157
158 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 154 - 160

besar responden dengan pengetahuan baik individu mempunyai kemampuan mental


yakni sebanyak 55 orang atau 58,5%. untuk mempelajari dan menyesuaikan diri
pada situasi baru, seperti mengingat hal-hal
Tabel 5. Distribusi Sikap Responden yang pernah dipelajari, penalaran analogis,
berpikir kreatif serta belum terjadi
Frekuensi Persentase penurunan daya ingat.
No Sikap
(f) (%) Karakteristik responden berdasarkan
1 Baik 45 47,9 pendidikan didapatakan hasil bahwa dari 94
2 Cukup 36 38,3 responden yang diteliti, sebagian besar
3 Kurang 13 13,8 responden berpendidikan SMA yakni
Total 94 100,0 sebanyak 41 responden atau 43,6% dan
sebagian kecil responden berpendidikan
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa perguruan tinggi yakni 12 responden atau
dari 94 responden yang diteliti sebagian 12,8%. Sejalan dengan penelitian yang
besar responden dengan sikap baik yakni dilakukan oleh Purba, dkk. (2014) yang
sebanyak 45 responden atau 47,9%. menyatakan bahwa dari 84 responden
didapatkan hasil sebagian besar responden
Tabel 6. Distribusi Tindakan Responden berpendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak
35 orang atau 41,67%. Menurut Ratnawati,
Frekuensi Persentase dkk (2013) faktor yang mempengaruhi
No Tindakan gambaran perilaku keluarga terhadap
(f) (%)
1 Baik 35 37,2 pencegahan DBD adalah faktor tingkat
2 Cukup 40 42,6 pendidikan. Sunaryo (2004) mengatakan
3 Kurang 19 20,2 pendidikan mencakup seluruh proses
Total 94 100,0 kehidupan individu. Proses-proses kegiatan
pendidikan pada dasarnya melibatkan
masalah perilaku individu maupun
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa
kelompok.
dari 94 responden yang diteliti sebagian
Karakteristik responden berdasarkan
besar responden dengan tindakan cukup
pekerjaan didapatakan hasil bahwa dari 94
yakni sebanyak 40 orang atau 42,6%.
responden yang diteliti, sebagian besar
Pada penelitian ini didapatkan hasil
bahwa dari 94 responden yang diteliti, responden bekerja sebagai karyawan swasta
yakni sebanyak 32 orang atau 34,0% dan
sebagian besar responden berusia 26-35
sebagian kecil responden bekerja sebagai
tahun yakni sebanyak 30 responden atau
PNS yakni sebanyak 5 orang atau 5,3%.
31,9%. Berbeda dengan penelitian yang
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
dilakukan oleh Andani (2015) di banjar
oleh Andani (2015) di banjar Pegok
Pegok Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar
Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar
Selatan tentang tindakan keluarga dalam
Selatan tentang tindakan keluarga dalam
pencegahan DBD menyatakan bahwa
pencegahan DBD menyatakan bahwa dari
sebagaian besar responden berusia 31-40
149 responden sebagian besar tidak bekerja
tahun. Perbedaan hasil penelitian tersebut
yakni sebanyak 56 orang atau 38%. Menurut
dapat disebabkan karena perbedaan sumber
Notoatmodjo (2010) pekerjaan memiliki
dalam penglompokan usia yang
pengaruh pada pengetahuan seseorang,
dipergunakan oleh peneliti. Menurut Depkes
lingkungan pekerjaan dapat menjadikan
RI (2009) rentang usia 26-35 tahun disebut
seseorang memperoleh pengalaman dan
dengan masa dewasa awal. Menurut
pengetahuan baik secara langsung maupun
Sunaryo (2014) usia dewasa awal
tidak langsung
merupakan periode penyesuaian diri
Tingkat pengetahuan dari 94 responden
terhadap pola-pola kehidupan baru dan
yang diteliti, sebagian besar responden
dikenal dengan masa kreatif dimana

158
I Ketut Gama, dkk. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue 159

dengan pengetahuan baik yakni sebanyak 55 Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
orang atau 58,5% dan sebagian kecil oleh Andani (2015) di banjar Pegok
responden dengan pengetahuan kurang Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar
yakni sebanyak 14 orang atau 14,9%. Selatan tentang tindakan keluarga dalam
Berbeda dengan hasil penelitian yang pencegahan DBD menyatakan bahwa
dilakukan oleh Waris dan Yuana (2013) sebagian besar tindakan dalam kategori
tentang pengetahuan dan perilaku cukup yakni sebanyak 83 responden atau
masyarakat terhadap DBD di Kecamatan 56% dan sebagian kecil tindakan dalam
Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, kategori kurang yakni sebanyak 16
Provinsi Kalimantan Selatan menyatakan responden atau 11%.
bahwa secara umum pengetahuan
masyarakat tentang penyakit DBD kurang. SIMPULAN
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian dan
merupakan hasil tahu yang terjadi setelah pembahasan dari 94 responden yang diteliti
seseorang melakukan pengindraan terhadap didapatkan perilaku masyarakat dalam
suatu objek tertentu dan pengetahuan pencegahan demam berdarah dengue dari
dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, segi pengetahuan sebagian besar responden
usia, dan sumber informasi. Perbedaan hasil dengan pengetahuan baik yakni sebanyak 55
penelitian ini mungkin dipengaruhi oleh orang atau 58,5%, dari segi sikap sebagian
perbedaan karakteristik responden yang besar responden dengan sikap baik yakni
diteliti meliputi usia, pendidikan dan sebanyak 45 responden atau 47,9% dan dari
pekerjaan. segi tindakan sebagian besar responden
Perilaku responden dalam pencegahan dengan tindakan cukup yakni sebanyak 40
DBD didapatakan hasil bahwa dari 94 orang atau 42,6%.
responden yang diteliti, sebagian besar
responden dengan sikap baik yakni DAFTAR RUJUKAN
sebanyak 45 responden atau 47,9% dan Andani, N.K.S.T. 2015. Tindakan Keluarga
dalam Pencegahan Penyakit
sebagian kecil responden dengan sikap Demam Berdarah Dengue di Banjar
kurang yakni sebanyak 13 orang atau Pegok Wilayah Kerja Puskesmas I
13,8%. Sejalan dengan penelitian yang Denpasar Selatan Tahun 2015. KTI.
dilakukan oleh Indah, dkk (2011) tentang Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Denpasar.
studi pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat Aceh dalam Pencegahan demam Bahtiar, Y. 2012. Hubungan Pengetahuan
berdarah dengue menyatakan bahwa hampir dan Sikap Tokoh Masyarakat
seluruh responden memiliki sikap yang baik dengan Perannya dalam
Pengendalian Demam Berdarah di
terhadap pencegahan DBD. Menurut Wilayah Puskesmas Kawalu Kota
Notoatmodjo (2010) sikap adalah suatu Tasikmalaya. 4(1):73–84.
reaksi atau respon seseorang yang tertutup
terhadap stimulus atau objek tertentu yang Dewi, N.P. 2015. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Praktik
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi Pemberantasan Sarang Nyamuk
yang bersangkutan (senang-tidak senang, Demam Berdarah Dengue (PSN
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan lain- DBD) Keluarga Di Kelurahan
lain) Mulyoharjo Kecamatan Jepara
Kabupaten Jepara.
Tindakan responden dalam pencegahan http://lib.unnes.ac.id/20434/1/6411
DBD didapatakan hasil bahwa dari 94 410081-S.pdf. diakses pada tanggal
responden yang diteliti, sebagian besar 27 November 2016.
responden dengan tindakan cukup yakni
Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. 2016.
sebanyak 40 orang atau 42,6% dan sebagian Profil Kesehatan Kabupaten
kecil responden dengan tindakan kurang Gianyar Tahun 2015. Gianyar:
yakni sebanyak 19 orang atau 20,2%. Dinas Kesehatan Kabupaten

159
160 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 154 - 160

Gianyar. Setiadi. 2013. Konsep dan Penulisan Riset


Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2015. Profil Ilmu.
Kesehatan Provinsi Bali Tahun
2014. Denpasar: Dinas Kesehatan Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk
Provinsi Bali. Keperawatan. Jakarta: EGC.
--------. 2016. Profil Kesehatan Provinsi UPT Kesmas Sukawati I. 2016. Profil UPT
Bali Tahun 2015. Denpasar: Dinas Kesmas Sukawati I Tahun 2015.
Kesehatan Provinsi Bali. Gianyar: UPT Kesmas Sukawati I.
Indah, R., Nurjannah, Dahlia, dan Waris, L. dan Yuana, W.T. 2013.
Hermawati, D. (2011). Studi Pengetahuan dan Perilaku
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Demam
Masyarakat Aceh Dalam Berdarah Dengue di Kecamatan
Pencegahan Demam Berdarah Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu
Dengue, ISSN. 34–39. Provinsi Kalimantan Selatan.
Epidemiologi dan Penyakit
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Bersumber Binatang, 4(3): 144–
Pengendalian Demam Berdarah 149.
Dengue. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
---------. 2016. Kemenkes Keluarkan Surat
Edaran Pemberantasan Sarang
Nyamuk Dengan 3M Plus dan
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
http://www.depkes.go.id/pdf.php?i
d=16121400002. diakses pada
tanggal 15 Desember 2016.
--------. 2016. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2015. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
---------. 2010. Promosi Kesehatan Teori
dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.

160
161

PERILAKU IBU PRIMIGRAVIDA TRIMESTER I DALAM


MENGATASI EMESIS GRAVIDARUM

Ni Nyoman Hartati
Nengah Runiari
Ni Made Mali Rahayu
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email :ninyomanhartati@yahoo.co.id

Abstract : Primigravida First Trimester Behavior In Dealing With Emesis


Gravidarum. To prevent the adverse effects that occur in the mother and fetus is
required behaviors that support. The purpose of this study is to describe the behavior of
primigravida first trimester In Overcoming morningsickness. This study used a
descriptive approach to thedesign cross-sectionalusing saturation sampling technique
on a sample of 32 respondents to the questionnaire as a data collection tool. The results
showed that the level of knowledge the majority of respondents have a level of
knowledge pretty much as 17 respondents (53%), on the attitude of the majority of
respondents have an attitude that is favorable as many as 22 respondents (69%), and on
the actions of the majority of respondents have enough action as much as 22
respondents ( 69%).

Abstrak : Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis


Gravidarum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan Perilaku Ibu
Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum. Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriftif dengan rancangan cross-sectional menggunakan
teknik sampling jenuh pada sampel sebanyak 32 responden dengan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan responden sebagian responden memiliki tingkat pengetahuan cukup
sebanyak 17 responden (53%), pada sikap mayoritas responden memiliki sikap yang
favorable sebanyak 22 responden (69%), dan pada tindakan sebagian responden
memiliki tindakan yang cukup sebanyak 22 responden (69%).

Kata kunci : Perilaku, Ibu Primigravida Trimester I, Emesis Gravidarum

Kehamilan adalah kondisi yang suatu pencegahan dan perawatan (Janiwarty,


menimbulkan perubahan fisik maupun 2013).
psikososial seorang wanita karena Trimester pertama sering dianggap
pertumbuhan dan perkembangan alat sebagai periode penyesuaiaan. Pada bulan –
reproduksi dan janinnya. Banyak faktor bulan pertama kehamilan, terdapat perasaan
yang mempengaruhi kehamilan dari dalam mual, hal ini mungkin dikarenakan kadar
maupun dari luar yang dapat menimbulkan estrogen yang meningkat. Setiap wanita
masalah terutama bagi wanita yang pertama hamil akan mengalami proses penyesuaian
kali hamil (Sulistyawati, 2009). Perubahan tubuh terhadap kehamilannya sesuai dengan
sistem didalam tubuh ibu terjadi dalam tahap trimester yang sedang ia jalani.
proses kehamilan yang semuanya Trimester pertama merupakan awal
membutuhkan suatu adaptasi, baik fisik trimester yang menimbulkan berbagai
maupun psikologis. Di dalam proses respon pada ibu hamil. Respon yang paling
adaptasi tersebut ibu akan mengalami berpengaruh pada ibu hamil adalah mual
ketidaknyamanan yang merupakan suatu hal dan muntah. Mual dan muntah pada
yang fisiologis namun tetap perlu diberikan kehamilan disebut dengan Emesis

161
162 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168

Gravidarum. Emesis Gravidarum studi yang dilakukan oleh Hollyer et al


merupakan keluhan umum yang menunjukkan bahwa 50% wanita pekerja
disampaikan pada kehamilan muda yang dilaporkan mengalami penurunan efisiensi
terjadi akibat peningkatan hormon estrogen, dalam bekerja akibat mual dan muntah
progesteron, dan dikeluarkannya human selama kehamilan, sedangkan 25-66%
chorionic gonadothoropine plasenta wanita hamil lainnya berhenti bekerja akibat
(Manuaba, 2010). Gejala emesis gravidarum gejala mual dan muntah tersebut.
sering terjadi pada umur kehamilan 9-10 Apabila mual muntah tidak ditangani
minggu. Kejadian ini makin berkurang dan dengan baik maka pekerjaan sehari-hari
selanjutnya diharapkan berakhir pada usia menjadi terganggu dan keadaan umum
kehamilan 12-14 minggu. Sebagian kecil menjadi buruk sehingga terjadi mual muntah
dapat berlanjut sampai usia kehamilan 20-24 yang berlebihan (Hyperemesis Gravidarum).
minggu (Manuaba, 2008). Emesis Mual muntah yang berlebihan dapat
gravidarumterjadi pada 60%-80% menyebabkan cairan tubuh semakin
primigravida dan 40%-60% multigravida. berkurang dan terjadi hemokonsentrasi yang
Pada sebagian besar primigravida belum dapat memperlambat peredaran darah
mampu beradaptasi dengan hormon estrogen sehingga dapat mempengaruhi tumbuh
dan Human Chrorionic Gonadothropin kembang janin, dan juga dapat mengganggu
(hCG) sehingga lebih sering mengalami aktivitas kehidupan sehari-hari dan
keluhan emesis gravidarum. Pada menyebabkan kekurangan cairan,
multigravida dan grandemultigravida sudah terganggunya keseimbangan elektrolit
mampu beradaptasi dengan hormon estrogen (Wiknjosastro, 2005; Manuaba, 2010)
dan hCG karena sudah memiliki Upaya yang dapat dilakukan agar tidak
pengalaman terhadap kehamilan dan terjadi keadaan yang berbahaya bagi ibu dan
melahirkan (Wiknjosastro, 2005). Mual dan janinnya, dapat dilakuan dengan
muntah paling sering terjadi pada trimester I penanganan farmakologis dan
kehamilan, namun sekitar 12% ibu hamil nonfarmakologis. Penanganan farmakologis
masih mengalami hingga 9 bulan (Sarwono, seperti pemberian vitamin B kompleks, dan
2008). Mual biasanya terjadi pada pagi hari vitamin B6 (Manuaba, 2010). Penanganan
tetapi dapat pula timbul setiap saat pada nonfarmakologis dilakukan dengan cara
malam hari. Keluhan mual muntah pemberian penyuluhan kepada ibu dengan
merupakan hal yang fisiologis, akan tetapi tujuan dapat melakukan penanganan emesis
apabila keluhan ini tidak segera diatasi maka gravidarum dan dapat mencegah terjadinya
akan menjadi hal yang patologis. Mual dan dampak yang berkelanjutan seperti
muntah sering kali diabaikan karena hyperemesis gravidarum.
dianggap sebagai sebuah konsekuensi Berdasarkan penelitian yang dilakukan
normal diawal kehamilan tanpa mengetahui Vera (2013) Tentang Analisa Perilaku
dampak hebat yang ditimbulkan Tiran Mengatasi Neusea Vomiting Pregnancy di
(dalam Yulia dan Dewi, 2006). BPM Ika Rofiati Ds. Bancangan Kec.
Tiran (dalam Yulia & Dewi, 2006) Sambit Kab. Ponorogo tahun 2013 dengan
mengutip studi prospektif Lacroix et alpada jumlah responden 32 orang, di dapatkan
tahun 2000 yang menemukan bahwa 1,8% sebagian besar ibu mempunyai perilaku
ibu hamil mengalami mual pada pagi hari, negatif 62% dari 20 responden dan perilaku
sedangkan pada 80% penderita mual dapat positif sebesar 38% dari 12 responden. Hal
berlangsung sepanjang hari. Menurut tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan ibu
Hollyer et al (dalam Yulia & Dewi, 2006), tentang emesis gravidarum yang dalam
secara psikologis, mual dan muntah selama katagori rendah. Pengetahuan ibu
kehamilan mempengaruhi lebih dari 80% merupakan salah satu faktor yang dapat
wanita hamil serta menimbulkan efek mempengaruhi sikap dan tingkah laku
signifikan terhadap quality of life. Sebuah dalam melakukan perawatan terhadap

162
Ni Nyoman Hartati, Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 163

kehamilannya. Hal ini didukung oleh keluhan itu datang, mereka hanya
penelitian yang dilakukan (Jojor, 2011) membiarkannya dan tetap melakukan
Tentang Perilaku Primigravida dalam aktivitasnya. Dalam upaya mencegah
Mengatasi Mual Muntah Pada Masa dampak buruk pada masa kehamilan, seperti
Kehamilan di Klinik Bersalin Citra II hyperemesis gravidarum, diperlukan
Medan Tahun 2011, dengan jumlah populasi perilaku yang mendukung menuju
sebanyak 85 orang, yaitu di dapatkan tingkat perubahan yang lebih baik, khususnya bagi
pengetahuan baik sebesar 37,7%, ibu primigravida (Manuaba 2008). Perilaku
pengetahuan sedang 54,1%, tingkat adalah tindakan atau perubahan suatu
pengetahuan kurang sebesar 8,2%, penilaian organisme yang dapat diamati dan bahkan
sikap positif sebesar 80%, sikap negatif dapat dipelajari. Oleh sebab itu, perilaku ibu
sebesar 20%, sedangkan untuk tindakan baik dalam mengatasi emesis gravidarum perlu
sebesar 23,6%, tindakan sedang sebesar diketahui mengingat pentingnya hal tersebut
75,3%, dan tindakan kurang kurang sebesar antara lain untuk mencegah atau
1,1%. mengurangi komplikasi yang terjadi pada
saat kehamilan. Penelitian ini bertujuan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
untuk mengetahui Perilaku Ibu Primigravida
yang dilakukan pada tanggal 14 Januari
Trimester I Dalam Mengatasi Emesis
2017 di Puskesmas IV Denpasar Selatan,
Gravidarum.
jumlah kunjungan ibu hamil pada tahun
2016 sebanyak 1868 orang. Jumlah
kunjungan ibu hamil setiap bulannya rata- METODE
Desain penelitian ini yang digunakan
rata sebanyak 155 orang. Berdasarkan data
yaitu deskriptif observasional dengan
sekunder yang diperoleh dari kunjungan ibu
pendekatan cross sectional. Sampel
hamil tahun 2016 ditemukan sebagian besar
berjumlah 32 orang ibu primigravida
ibu hamil 76,95% mengeluh mengalami
trimester I yang berkunjung ke Puskesmas
mual muntah, baik pada ibu primigravida
IV Denpasar Selatan. Sampel didapatkan
maupun ibu multigravida. Dari beberapa ibu
dengan menggunakan teknik sampel jenuh
hamil yang mengalami keluhan mual
yaitu teknik penentu sampel bila semua
muntah terdapat data ibu hamil yang
anggota populasi digunakan sebagai sampel
mengalami mual muntah yang berlebihan
(Setiadi, 2013). Penelitian ini dilaksanakan
(hyperemesis gravidarum) pada tahun 2016
yang dirawat inap di Puskesmas IV di Puskesmas IV Denpasar Selatan,
berdasarkan atas pertimbangan jumlah ibu
Denpasar Selatan, yaitu sebanyak 7 orang
hamil yang berkunjung cukup banyak yaitu
(0,37%). Dari lima orang ibu primigravida
berjumlah 1868 orang pada tahun 2016,
dengan keluhan mual muntah yang berhasil
dengan rata-rata perbulan 155 orang.
diwawancarai selama dua hari, yaitu pada
Pengambilan data dilakukan pada bulan
tanggal 14 dan 15 Januari 2017, lima orang
April sampai dengan bulan Mei 2017
ibu mengatakan kurang tahu tentang
dengan menggunakan kuesioner. Data
pengertian, penyebab, gejala, dan akibat dari
dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu
emesis gravidarum, selain itu ibu juga
dengan persentase tingkat pengetahuan,
memiliki sikap yang kurang mendukung
sikap dan tindakan ibu primigravida
dalam mengatasi mual muntah. Tindakan
trimester I dalam mengatasi emesis
yang ibu lakukan dalam mengatasi mual dan
gravidarum.
muntahnya, yaitu dengan meminum air
putih dan menghentikan aktivitasnya jika
sudah mengganggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Didinkaem (dalam Jojor, 2011)
Wanita hamil yang mengalami mual muntah Hasil penelitian tentang karakteristik
kebanyakan tidak mengetahui cara subyek penelitian didapatkan sebagai
mengatasi keluhan mual muntah. Saat berikut :

163
164 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168

Tabel1. Distribusi Responden Berdasarkan


Usia, Pendidikan, Pekerjaan

No Karakteristik Frekuensi Persentase


(%)
(f)
1 Usia
a. <20 2 6%
b. 20-35 30 94% Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Responden
Total 32 100% Tentang Emesis Gravidarum
2 Pendidikan Berdasarkan data pada gambar satu
terakhir tersebut, dari 32 responden didapatkan
a. SD bahwa sebagian responden memiliki tingkat
3 9%
pengatahuan cukup yaitu sebanyak 17
b. SMP 8 25% responden (53%).
c. SMA 17 53%
d. PT 4 13%
Total 32 100%
3 Pekerjaan
a. Tidak 12 37%
bekerja
b. PNS 1 3%
c. Pegawai 14 44% Gambar 2. Sikap Responden Tentang
swasta
Emesis Gravidarum
d. Wiraswasta
5 16%
Berdasarkan data pada gambar dua di
Total 32 100% atas, dari 32 responden didapatkan bahwa
mayoritas responden memiliki sikap
favorable tentang emesis gravidarum
Berdasarkan pada tabel diatas sebanyak 22 responden (69%).
menunjukkan bahwa dari 32 responden
didapatkan hampir seluruh responden pada
rentang usia 20 – 35 tahun yaitu sebanyak
30 responden (94%). Dilihat dari
karakteristik pendidikannya hampir
sebagian responden dengan pendidikan
akhir SMA sebanyak 17 responden (53%)
dan sebagian responden sebagai pegawai
swasta yaitu sebanyak 14 responden (44%).

Gambar 3. Tindakan Responden Dalam


Mengatasi Emesis Gravidarum

164
Ni Nyoman Hartati, Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 165

Berdasarkan data pada gambar tiga di semakin mudah menerima informasi. Hal ini
atas, dari 32 responden didapatkan bahwa sejalan dengan pendapat Wawan dan Dewi
sebagian responden memiliki tindakan (2010), dimana pendidikan dapat
cukup yaitu sebanyak 22 responden (69%). mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama
dalam motivasi untuk sikap berperan serta
Tingkat pengetahuan ibu primigravida
dalam pembangunan.
trimester I tentang emesis gravidararum
Sementara itu jika dilihat dari segi
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32
pekerjaan, sebagian besar responden sebagai
responden ibu primigravida trimester I
pegawai swasta (44%). Dengan bekerja ibu
didapatkan bahwa tingkat pengetahuan
akan dapat memperoleh pengetahuan yang
responden sebagian memiliki tingkat
lebih luas dan mampu mencermati informasi
pengetahuan cukup yaitu sebanyak 17
yang diterima termasuk juga informasi
responden (53%), tingkat pengetahuan
tentang mual muntah pada masa kehamilan.
kurang sebanyak enam responden (19%)
Hal ini sejalan dengan pendapat Wawan dan
dan tingkat pengetahuan baik sebanyak
Dewi (2010) dimana disebutkan lingkungan
sembilan responden (28%). Hasil penelitian
pekerjaan dapat membuat seseorang
ini menunjukkan hasil yang serupa dengan
memperoleh pengalaman dan pengetahuan
penelitian yang dilakukan Rosiana (2012)
baik secara langsung maupun tidak
dengan judul Tingkat Pengetahuan Ibu
langsung.
Hamil Trimester I Tentang Emesis
Gravidarum Di Bps Mitra Ibu Karanganyar Berdasarkan data hasil penelitian
Sragen. Pada hasil penelitiannya mengenai tingkat pengetahuan tentang
menunjukkan sebagian besar ibu hamil emesis gravidarum di Puskesmas IV
trimester I memiliki tingkat pengetahuan Denpasar Selatan, di dapatkan bahwa
cukup sebanyak 19 responden (63,3%), tingkat pengetahuan responden tentang
tingkat pengetahuan baik sebanyak enam emesis gravidarum sebagian responden
responden (20%), dan tingkat pengetahuan memiliki tingkat pengetahuan yang cukup
kurang sebanyak lima responden (16,7%). yaitu sebanyak 17 responden (53%) dari 32
responden. Hal ini disebabkan karena dilihat
Wawan dan Dewi (2010)
dari program KIA sudah dilakukan
mengungkapkan terdapat dua faktor yang
penyuluhan tentang emesis gravidarum
dapat mempengaruhi pengetahuan yaitu
tetapi sifatnya individu dan perlu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
ditingkatkan dengan menggunakan media,
internal yang mempengaruhi pengetahuan
seperti pemberian leaflet, karena melihat
meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan.
masih ada enam responden (19%) memiliki
Jika dilihat dari segi usia, mayoritas
tingkat pengetahuan yang kurang. Menurut
responden pada rentang usia 20 – 35 tahun
Notoatmodjo (2007) pengetahuan
pada penelitian ini yang berjumlah 30
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
responden (94%). Semakin tinggi usia
setelah orang melakukan pengindraan
seseorang maka semakin tinggi pula tingkat
terhadap suatu obyek tertentu. Dari
pengetahuannya. Hal ini terkait dengan
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
pendapat Mubarak (2007) yang mengatakan
perilaku yang didasari oleh pengetahuan
bahwa semakin dewasa seseorang maka
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
pengalaman hidupnya juga semakin
tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut
bertambah.
Mubarak (2007) Perbedaan tingkat
Dilihat dari segi pendidikan, hampir pengetahuan responden sangat bervariasi.
sebagian responden (53%) dengan Hal ini didukung oleh faktor yang
pendidikan terakhir SMA. Pada umumnya mempengarhuinya yaitu pendidikan,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka pekerjaan, umur, minat dan sumber

165
166 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168

informasi. Dari hal tersebut pemberian yang dapat mempengaruhi sikap yaitu
informasi tentang emesis gravidarum oleh pendidikan dan akses informasi. Dilihat dari
petugas kesehatan kepada ibu hamil segi pendidikan mayoritas responden
khususnya ibu primigravida sangat berpendidikan SMA 17 responden (53%)
diperlukan guna untuk mencegah dampak dan terdapat responden yang berpendidikan
yang ditimbulkan seperti hyperemesis terakhir perguruan tinggi 4 responden (13%)
gravidarum. sehingga hal ini dapat mendukung sikap ibu
yang favorable. Semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh responden
Sikap ibu primigravida trimester I
maka pengetahuannya akan semakin baik,
tentang emesis gravidarum
selain itu semakin banyak informasi yang di
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap dapat oleh responden maka pengetahuannya
32 responden ibu primigravida didapatkan akan semakin luas pula, sehingga akan
bahwa sikap responden terdiri dari dua terbentuk sikap yang favorable (Wawan dan
katagori yaitu sikap favorable, dan sikap Dewi, 2010).
unfavorable. Menurut hasil yang didapatkan
Sikap merupakan kesiapan atau
mayoritas responden memiliki sikap
kesediaan untuk bertindak dan bukan
favorable sebanyak 22 responden (69%),
merupakan pelaksanaan motif tertentu.
sedangkan yang memiliki sikap unfavorable
Dalam kata lain, fungsi sikap belum
sebanyak 10 responden (31%).Hasil
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau
penelitian ini serupa dengan penelitian yang
aktivitas, akan tetapi merupakan
dilakukan Riva (2016) dengan judul
predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi
Gambaran Sikap Ibu Hamil Trimester I
(tertutup) (Notoatmodjo 2007). Sikap ibu
Dalam Menghadapi Emesis Gravidarum Di
yang mendukung (favorable) diharapkan
Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan
menjadi motivasi yang kuat dalam
Yogyakarta. Pada hasil penelitiannya
mengatasi keluhan mual muntah (emesis
menunjukkan mayoritas ibu memiliki sikap
gravidarum). Berdasarkan penilaian sikap
yang favorable sebanyak 21 responden
ditunjukkan oleh ibu primigravida, dapat di
(53,8%), sedangkan yang memiliki sikap
tarik kesimpulan bahwa mayoritas
unfavorable sebanyak 18 responden
responden memiliki sikap yang mendukung
(46,2%).
(favorable).
Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Tindakan ibu primigravida trimester I
Dilihat dari variabel pengetahuan yang dalam mengatasi emesis gravidarum
mana persentase tingkat pengetahuan ibu Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32
primigravida yang cukup 53%, dan baik responden ibu primigravida didapatkan
28%, dapat mendukung sikap ibu bahwa tindakan responden terdiri dari tiga
primigravida terhadap emesis gravidarum. katagori yaitu tindakan baik, tindakan cukup
Persentase tingkat pengetahuan yang kurang dan tindakan kurang. Sebagian responden
juga berpengaruh terhadap sikap ibu
memiliki tindakan cukup yaitu sebanyak 22
primigravida yang tidak mendukung responden (69%), tindakan baik sebanyak
(unfavorable). Hal ini sesuai dengan empat responden (12%) dan tindakan
pendapat Notoatmodjo (2007) yang kurang sebanyak enam responden (19%).
mengatakan bahwa dalam menentukan sikap Berdasarkan hasil penelitian tersebut
seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan, menunjukkan sebagian ibu primigravida
pikiran, keyakinan dan emosi. Selain itu memiliki tindakan cukup dalam mengatasi
terbentuknya sikap responden juga dapat emesis gravidarum. Hal ini disebabkan
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karena ibu belum berpengalaman dalam
yang dikemukakan Azwar (2008) faktor

166
Ni Nyoman Hartati, Perilaku Ibu Primigravida Trimester I Dalam Mengatasi Emesis Gravidarum 167

mengatasi emesis gravidarum. Selain itu kriteria inklusi sebanyak 32 responden,


informasi tentang emesis gravidarum dapat disimpulkan bahwa gambaran perilaku
kepada petugas kesehatan perlu ditingkatkan ibu primigravida trimester I dalam
sehingga ibu dapat mengatasi emesis mengatasi emesis gravidarum di Puskesmas
gravidarum dengan baik. IV Denpasar Selatan Tahun 2017 sebagai
berikut : Sebagian responden memiliki
Pemberian KIE tentang emesis
tingkat pengetahuan cukup tentang emesis
gravidarum sangat berguna bagi ibu agar
gravidarum yaitu sejumlah 17 responden
ibu dapat mengatasi mual dan muntahnya
(53%). Dilihat dari sikap, didapatkan hasil
dengan baik. Hal ini sejalan dengan
penelitian bahwa mayoritas responden
pendapat Tiran (dalam Jojor, 2011) yang
memiliki sikap favorable atau sikap yang
menyatakan dimana penyuluhan tentang
mendukung yaitu sejumlah 22 responden
mual muntah pada masa kehamilan sangat
(69%). Dilihat dari tindakan ibu
berhubungan dengan tindakan yang
primigravida trimester I dalam mengatasi
dilakukan ibu dalam mengatasi mual dan
emesis gravidarum di dapatkan sebagian
muntahnya. Selain itu karakteristik ibu yang
besar ibu mempunyai tindakan yang cukup
meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan juga
yaitu 22 responden (69%)
dapat mempengaruhi tindakan ibu dalam
mengatasi emesis gravidarum. Hal ini sesuai DAFTAR RUJUKAN
dengan penelitian yang dilakukan oleh Azwar Saifpuddin, 2008. Sikap Manusia
Zaerotun dan Rejeki (2014) dengan judul Teori dan Pengukurannya,
Hubungan Karakteristik, Paritas dan Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pengetahuan Dengan Upaya Mengatasi Iqbal Mubarak., Wahit dkk, 2007. Promosi
Mual Muntah Pada Kehamilan Trimester I Kesehatan : Sebuah Pengantar
Dengan Hyperemesis Gravidarum Di RS Proses Belajar Mengajar dalam
PKU Muhammadiyah Gubug Kabupaten Pendidikan, Yogyakarta: Graha
Grobogan berdasarkan hasil penelitiannya Ilmu.
menunjukkan terdapat hubungan yang Janiwarty, B., 2013. Pendidikan Psikologi
bermakna antara umur, pendidikan dan Untuk Bidan, Jakarta: Andi
pekerjaan dengan upaya mengatasi mual Publiser.
muntah. Jojor, 2011. Perilaku Primigravida Dalam
Suatu sikap belum otomatis terwujud Mengatasi Mual Muntah Pada
dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan Masa Kehamilan Di Klinik
Bersalin Citra II Medan, Available
sikap menjadi suatu perbuatan nyata at:
diperlukan faktor pendukung atau suatu http://respository.usu.ac.id/handle/1
kondisi yang memungkinkan, antara lain 23456789/24663. diakses pada
fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga tanggal 14 Januari 2017
diperlukan faktor pendukung (support) Manuaba, I.B., 2008. Buku Ajar Patologi
(Notoatmodjo 2007). Jadi dapat disimpulkan Obstetri Untuk Mahasiswa
dilihat dari faktor yang mempengaruhi Kebidanan, Jakarta: EGC.
tindakan support dari suami atau keluarga Manuaba, I.B., 2010. Ilmu Kebidanan,
sangat diperlukan ibu dalam mengatasi Penyakit Kandungan, dan KB,
emesis gravidarum. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan
& Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka
SIMPULAN Cipta.
Berdasarkan hasil penelitian yang
Riva, F., 2016. Gambaran Sikap Ibu Hamil
dilakukan di Puskesmas IV Denpasar Trimester I Dalam Menghadapi
Selatan dengan subyek penelitian ibu Emesis Gravidarum di Wilayah
primigravida trimester I yang memenuhi Kerja Puskesmas Kalasan

167
168 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 161 - 168

Yogyakarta. Available at:


http://repository.stikesayaniyk.ac.id
/494/ . diakse pada tanggal 20
Januari 2017
Rosiana, H., 2012. Tingkat Pengetahuan Ibu
Hamil Trimester I Tentang Emesis
Gravidarum di BPS Mitra Ibu
Karanganyar Sragen. Available at:
http://digilib.stikeskusumahusada.a
c.id/files/disk1/2/01-gdl-hestyrosia-
90-1-hestyro-i.pdf . diakses pada
tanggal 20 Januari 2017
Sarwono, P., 2008. Ilmu Kebidanan, Jakarta:
FKUI.
Setiadi, 2013. Konsep dan Praktik
Penulisan Riset Keperawatan Edisi
Kedua., Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sulistyawati, A., 2009. Asuhan kebidanan
pada masa kehamilan, Jakarta:
Selemba Medika.
Vera, B., 2013. Analisa Perilaku Mengatasi
Neusea Vomiting Pregnancy.
Available at:
http://eprints.umpo.ac.id/2110/1/jk
ptumpo-gdl-verabeutyd-502-1-
abstrac,-y.pdf. diakses pada tanggal
10 Januari 2017
Wawan, A. dan Dewi M., 2010. Teori Dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap,
dan Perilaku Manusia, Yogyakarta:
Nuha Medika.
Wiknjosastro, H., 2005. Ilmu Kebidanan,
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiharjo.
Yulia, S. & Dewi, I., 2006. EFEKTIFITAS
Minuman Jahe d a l a m
Mengurangi Emesis. , pp.1–10.
Available at:
http://download.portalgaruda.org/ar
ticle.php?article=32276&val =
2290. diakses pada tanggal 20
Januari 2017
Zaerotun dan Rejeki, 2014. Hubungan
Karakteristik, Paritas Dan
Pengetahuan Dengan Upaya
Mengatasi Mual Muntah Pada
Kehamilan Trimester I Dengan
Hyperemesis Gravidarum Di RS
PKU Muhammadiyah Gubug
Kabupaten Grobogan. Available at:
digilib.unimus.ac.id. diakses pada
tanggal 23 Juni 2017

168
PERSEPSI DAN SUMBER EKONOMI YANG MEMPENGARUHI
RENDAHNYA WUS MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT
KONTRASEPSI

I Dewa Made Ruspawan


I Gusti Ayu Dewi Puspita Rahayu
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email : ruspawan.dm@gmail.com

Abstract : Perceptions and Economic Sources Affecting the Low WUS Selecting
Implants as a Contraception. This study aims to determine the perception and
economic sources that affect the low WUS choose implant as a means of contraception
In the work area of Puskesmas I West Denpasar in 2017. The design used in this study
is descriptive with a large sample of 132 people. Instruments in this study include
interviews that include questions of economic factors, perception factors and Implant
installation procedures. The results of the study showed that respondents from the
economic source of Implant cost of expensive 105 respondents (80%) had perceptions of
fear of implantation 98 people (74%), complicated implantation procedure 107
respondents (81%). Each factor still affect the unwillingness of WUS in using
contraceptive devices Implant.

Abstrak : Persepsi dan Sumber Ekonomi yang Mempengaruhi Rendahnya WUS


Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran persepsi dan sumber ekonomi yang mempengaruhi rendahnya
WUS memilih implant sebagai alat kontrasepsidi wilayah kerja Puskesmas I Denpasar
Barat tahun 2017. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
besar sampel sebanyak 132 orang. Instrumen dalam penelitian ini berupa wawancara
yang meliputi pertanyaan dari faktor ekonomi, faktor persepsi dan prosedur pemasangan
Implant. Hasil penelitian menunjukkan responden yang mengatakan dari sumber
ekonomi biaya pemasangan Implant mahal 105 responden (80%), memiliki persepsi
takut terhadap pemasangan Implant 98 orang responden (74%), prosedur pemasangan
Implant rumit 107 orang responden (81%). Setiap faktor masih mempengaruhi
ketidakmauan WUS dalam menggunakan alat kontrasepsi Implant.

Kata Kunci : Persepsi, Implant, alat kontrasepsi

Pertumbuhan penduduk terus meningkat maka akan terjadi lonjakan besar yang tidak
merupakan salah satu masalah bagi negara- hanya menurunkan kualitas kehidupan
negara di dunia, khususnya negara manusia, namun juga dapat mengancam
berkembang. Secara sederhana dapat lingkungan hidup dan kehidupan sehat
disebutkan bahwa penduduk akan terus (News Center, 2015).
bertambah selama jumlah kelahiran Indonesia adalah negara berkembang
melebihi dari jumlah yang meninggal. dengan jumlah penduduk terbesar keempat
Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) di dunia dengan penduduk 237,6 juta jiwa.
memproyeksikan bahwa populasi dunia Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar
pada tahun 2015 mencapai 7,5 milyar dan 1,49% dan jumlahnya akan terus bertambah
akan mencapai angka 9,7 milyar pada tahun sekitar 3,5 juta jiwa setiap tahunnya
2050 yang didorong oleh pertumbuhan (BKKBN, 2015). Meningkatnya laju
penduduk di negara-negara berkembang. pertambahan penduduk di Indonesia
Meningkatnya populasi penduduk di dunia pemerintah terus berupaya untuk menekan
169
170 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176

laju pertumbuhan dengan program Keluarga wanita yang memakainya. Tingkat


Berencana (KB). Program KB pertumbuhan kegagalan implan lebih sedikit apabila
pendudukakan terkontrol dan keluarga kecil dibandingkan dengan KB IUD dengan
yang berkualitas akan meningkat. Untuk tingkat kegagalan 1-3 kehamilan pada 100
mewujudkan program pengendalian wanita pertahun. Selain itu, keuntungan
pertumbuhan penduduk tersebut pemerinah penggunaan KB implan yaitu tidak
menyusun beberapa kebijakan diantaranya memerlukan pemeriksaan keuntungan yang
yaitu peningkatan pemakaian kontrasepsi baik dan dapat bekerja dengan
yang lebih efektif serta efisien untuk jangka efektifitasnya, oleh karena itu penggunaan
waktu panjang. Sasaran program KB adalah KB implan sangat penting dalam
Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih mendukung program KB. Pemerintah
dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia mencanangkan cakupan peserta KB aktif di
Subur (WUS). Salah satu strategi dari Provinsi Bali sebesar 80%, dimana cakupan
pelaksanaan program KB sendiri seperti yang diharapkan untuk pencapaian peserta
tercantum dalam Rencana Pembangunan KB aktif MKJP sebesar 70% (Dinkes Kota
Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015-2019 Denpasar, 2015). Berdasarkan data Dinas
yaitu meningkatnya penggunaan metode Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014 bahwa
kontrasepsi jangka panjang (MKJP). diperoleh 6.932.05 pasangan usia subur
Berdasarkan lama efektivitasnya kontrasepsi (PUS). Dimana 8,01% adalah peserta KB
dibagi menjadi dua metode yaitu MKJP baru dan 83,87% adalah peserta KB aktif.
(Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) jenis Persentase peserta KB aktif menurut metode
Implan/susuk, IUD (Intra Uterine Device), kontrasepsi yang digunakan pada tahun
MOP (metode operasi pria), MOW (metode 2014 adalah akseptor IUD sebesar 248.020
operasi wanita). Sedangkan Non MKJP (42,7%), suntikan 219.947 (37,6%), pil
dengan jenis kondom, pil, suntik, dan 55.752 (9,6%), MOW 21.753 (3,7%),
metode lainnya yang tidak termasuk ke kondom 20.174 (3,5%), implan 12.420 (2,1
dalam MKJP. Program kontrasepsi yang %), MOP 3.347 (0,6%).
digalakkan adalah metode kontrasepsi Berdasarkan data di atas dapat dilihat
jangka panjang (MKJP) dengan bahwa keikutsertaan pasangan usia subur
implanmerupakan salah satu metode terhadap penggunaan KB implan tergolong
unggulannya (BKKBN, 2015). rendah apabila dibandingkan dengan keikut
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sertaan KB suntikan dan IUD (Dinkes Prov.
oleh Gebremariam & Addissie (2014) Bali, 2015). Puskesmas I Denpasar Utara
mengatakan bahwa MKJP implan (susuk) adalah salah satu Puskesmas dengan jumlah
dinilai merupakan metode kontrasepsi yang akseptor KB aktif terendah bila
paling efektif dari segi kegunaan, biaya dan dibandingkan dengan Puskesmas lainnya
tingkat keberhasilan mencapai 99%. Namun yang berada di Kota Denpasar. Pada tahun
kenyataannya persentase penggunaan 2014, jumlah WUS sebesar 10.987, dimana
implan di Bali masih sangat rendah peserta KB aktif yang menggunakan IUD
dibandingkan dengan metode MKJP sebanyak 3.638 (33,1%), MOW 377 (3,4%),
lainnya. Implan atau yang dikenal dengan MOP 8 (0,1%), Implan 178 (1,1%), suntik
istilah “KB Susuk” merupakan alat 4.056 (37%), pil 1.176 (10,7%), kondom
kontrasepsi jangka panjang yang digunakan 485 (4,4%). Sejak tahun 2015 jumlah WUS
pasangan usia subur serta dipasang di bawah yaitu 6.695 penduduk dengan penggunaan
kulit lengan atas bagian dalam yang IUD sebanyak 1.890 (31%), MOW 233
mempunyai efektivitas cukup tinggi (3,8%), MOP 20 (0,3%), implan 96 (1,2%),
(Manuaba, 2010). Apabila dipasang dengan suntik 1.197 (19,6%), pil 537 (8,8%),
benar, metode kontrasepsi implan kondom 371 (6%). Total pencapaian peserta
mempunyai efektivitas cukup tinggi dengan KB aktif tahun 2014 dan 2015 yaitu masing-
tingkat kegagalan hanya < 1 setiap 100 masing 89,8% dan 70,7%, angka ini masih

170
I Dewa Made Ruspawan, dkk. Persepsi Dan Sumber Ekonomi Yang Mempengaruhi Rendahnya... 171

belum mencapai cakupan yang diharapkan tinggi. Penggunaan alat kontrasepsi implant
untuk pencapaian peserta KB aktif MKJP masih rendah dikarenakan adanya perasaan
sebesar 80%. Serta cakupan pencapaian takut dalam menggunakan alat kontrasepsi
MKJP di tahun 2014 dan 2015 masih implan. Perasaan takut tersebut merupakan
rendah, hanya 37,7% dan 36,3%.Implan faktor psikologis dari persepsi seseorang,
sebagai salah satu jenis MKJP yang hanya dimana persepsi itu merupakan sebuah
berkontribusi sebesar 1,2% terhadap proses yang didahului oleh penginderaan.
cakupan pencapaian peserta KB aktif MKJP. Dari segi prosedur pemasangannya juga
Penggunaan MKJP di Bali masih sangat dipandang rumit, karena membutuhkan
rendah jika dibandingkan dengan di daerah pembedahan pada daerah pemasangan KB.
lain, salah satunya di Banyuwangi. Di Pandangan yang rumit dapat mempengaruhi
Banyuwangi, angka pencapaian penggunaan Ibu untuk tidak menggunakan KB Implant
kontrasepsi implan sebesar 17% dengan (Walgito, 2009). Penelitian yang dilakukan
target yg ditetapkan 9,89% (Nuzula, 2015). oleh Ariyani (2005) mengatakan bahwa
Menurut Ely, dkk (2011) faktor-faktor yang semakin positif persepsi seseorang terhadap
mempengaruhi rendahnya penggunaan KB KB maka semakin tinggi pula motivasi
implant adalah karena kurangnya menjadi akseptor KB, sebaliknya jika
pengetahuan responden tentang kontrasepsi semakin negatif persepsi seseorang terhadap
tersebut, selain itu juga kurangnya informasi KB maka semakin rendah motivasi menjadi
dari tenaga kesehatan. akseptor KB. Penelitian lain juga
Dari hasil penelitian, faktor-faktor yang mengatakan bahwa terdapat hubungan
mempengaruhi rendahnya minat Ibu antara persepsi ibu mengenai program KB
terhadap pemakaian alat kontrasepsi Implant dengan penggunaan kontrasepsi (Maryam,
di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2013 2014).
menyatakan bahwa mayoritas minat Dilihat dari data jumlah WUS di wilayah
responden tidak menggunakan alat kerja puskesmas I Denpasar Barat yaitu
kontrasepsi Implant masuk ke dalam 31.456 orang.Dari data yang dilihat, jumlah
klasifikasi pengetahuan cukup yaitu 49 WUS yang menggunakan KB implan sangat
responden (57%) dan minoritas minat rendah dibandingkan dengan pemakaian KB
responden tidak menggunakan alat IUD, Suntik dan pil. Di wilayah kerja
kontrasepsi jenis Implant berada dalam Puskesmas I Denbar terdapat lima desa, di
klasifikasi pengetahuan kurang sebanyak 5 setiap Desa terdapat ±6.000 WUS.
responden (6%). Sekolah dasar ada 46 orang Kunjungan WUS di luar pengguna KB
(53%) sehingga responden tidak implan ke Puskesmas atau BPS di wilayah
menggunakan alat kontarsepsi. Segi sumber kerja Puskesmas I Denpasar Barat setiap
ekonomi (keuangan) cukup sebanyak 55 bulannya mencapai 400 WUS, pada bulan
orang (63%) untuk tidak memasang KB Desember 2016 jumlah kunjuungan WUS di
karena secara umum mereka menyatakan luar pengguna KB Implan yaitu 198 orang.
KB itu mahal, dari 4(5%) responden segi Menurut data yang diperoleh di Puskesmas I
sumber ekonomi baik yang menyatakan Denpasar Barat, WUS sedikit memilih
sekiranya mereka disuruh memilih beras dan implan sebagai alat kontrasepsi dikarenakan
pil KB, 4 responden memilih beras dengan banyak faktor.WUS banyak memandang
alasan beras merupakan kebutuhan pokok pemasangan KB implan itu rumit dan mahal
(primer) dan 28 responden menyatakan yaitu 500.000 – 750.000.
ingin KB gratis. Berdasarkan paparan di atas, maka
Penelitian lain yang dilakukan oleh penulis tertarik untuk melakukan penelitian
Nuzula (2015) di Kabupaten Banyuwangi tentang “Gambaran Persepsi dan Sumber
menunjukkan bahwa semakin tinggi Ekonomi yang Mempengaruhi Rendahnya
pengetahuan tentang kontrasepsi implan, WUS Memilih Implant Sebagai Alat
maka pemakaian kontrasepsi implansemakin

171
172 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176

Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas I Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan


Denpasar Barat Tahun 2017” Pendidikan WUS
Berdasarkan latar belakang yang
diuraikan di atas, maka rumusan masalah Pendidikan f %
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Tamat SD 3 2,3%
gambaran persepsi dan sumber ekonomi Tamat SMP 14 10,6%
yang mempengaruhi rendahnya WUS Tamat SMA 81 61,4%
memilih implant sebagai alat kontrasepsi ? Perguruan
34 25,8%
Tujuan penelitian ini adalah untuk Tinggi
mengetahui gambaran persepsi dan sumber Total 132 100%
ekonomi yang mempengaruhi rendahnya
WUS memilih implant sebagai alat Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat dari 132
kontrasepsi. responden yang diteliti paling banyak yaitu
81 orang responden (61,4%) yang tingkat
METODE pendidikannya tamat SMA sedangkan
Jenis penelitian menggunakan metode paling sedikit yaitu tidak sekolah sebanyak
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian 0%.
yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
suatu keadaan secara obyektif. Populasi Pekerjaan WUS
dalam penelitian ini adalah semua WUS di
luar pengguna KB implan yang berkunjung Pekerjaan f %
ke Puskesmas dan BPS di Wilayah kerja PNS 22 16,7
Puskesmas I Denpasar Barat. Jumlah sampel Wiraswasta 36 27,3
yang diambil sebanyak 132 responden. Petani 30 22,7
Dalam penelitian ini, model pendekatan Buruh 17 12,9
subyek yang digunakan yaitu Cross Tidak Bekerja 27 20,5
Sectional dengan pengukuran variabelnya Total 132 100,0
dilakukan satu kali dalam satu waktu.
Pada penelitian ini teknik sampling yang Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat dari 132
digunakan Non Propability Sampling responden yang diteliti paling banyak yaitu
dengan teknik Consecutive Sampling, yaitu 36 orang responden (27,3%) sebagai
pemilihan sampel dengan menetapkan wiraswasta, sebagian sebagai petani dan
subyek yang memenuhi kriteria penelitian buruh sedangkan yang paling sedikit ada
dan di masukkan dalam penelitian sampai ABRI 0%.
kurun waktu tertentu sehingga jumlah
sampel yang diperlukan terpenuhi. Jumlah Karakteristik responden berdasarkan
sampel yang harus didapatkan minimal 30 sumber ekonomi / pendapatan WUS
sampel. Status ekonomi atau pendapatan
siuraikan berdasarkan peraturan Gubernur
HASIL DAN PEMBAHASAN Bali Nomor 67 Tahun 2017 tentang upah
Responden dalam penelitian ini adalah minimum kabupaten/kota, UMK Denpasar
WUS yang tidak menggunakan KB Implan adalah Rp. 2.173.000.
yang berkunjung ke Puskesmas 1 Denpasar Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
Barat. Sampel terdiri dari 132 responden. Pendapatan WUS

Karakteristik responden berdasarkan Pendapatan f %


pendidikan WUS di Puskesmas 1 Denpasar <2.173.000 83 62,9 %
Barat. ≥2.173.000 49 37,1%
Total 132 100 %
172
I Dewa Made Ruspawan, dkk. Persepsi Dan Sumber Ekonomi Yang Mempengaruhi Rendahnya... 173

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat Pendapatan berhubungan langsung dengan


penghasilan responden lebih banyak kebutuhan-kebutuhan keluarga, penghasilan
penghasilannya < 2.173.000 yaitu 83 orang yang tinggi dan teratur membawa dampak
responden (62,9%). positif bagi keluarga karena keseluruhan
kebutuhan sandang, pangan, papan dan
Karakteristik responden berdasarkan KB transportasi serta kesehatan dapat terpenuhi.
yang digunakan WUS saat ini di Puskesmas Namun tidak demikian dengan keluarga
1 Denpasar Barat. yang pendapatannya rendah akan
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan mengakibatkan keluarga mengalami
KB yang digunakan WUS saat ini kerawanandalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya yang salah satunya adalah
KB yang pemeliharaan kesehatan (Keraf, 2009).
f %
digunakan
IUD 19 14,4 % Penghasilan atau pendapatan seseorang
Pil 68 51,5% sangat berpengaruh terhadap pemilihan alat
Suntik 31 23,5% kontrasepsi, ini disebabkan oleh mahalnya
Kondom 14 10,6% alat kontrasepsi yang digunakan untuk ber-
Total 132 100% KB, sehingga mereka memilih alat
kontrasepsi yang lebih murah (BKKBN,
Dilihat dari tabel 4 dapat dilihat bahwa 2005). Berdasarkan hasil pengamatan
WUS lebih banyak menggunakan KB PIL didapat bahwa WUS menilai biaya
yaitu 68 orang responden (51 %) sedangkan pemasangan KB Implant dengan biaya
paling rendah yaitu menggunakan Kondom mahal paling tinggi yaitu 105 orang
ada 14 orang responden (10%). responden (80% ), 2 orang responden (1%)
mengatakan dengan biaya murah dan 25
Pembahasan orang responden (19%) mengatakan biaya
Berdasarkan hasil pengamatan yang Implant terjangkau.
dilakukan terhadap 132 responden pada
bulan 12 April – 28 April 2017 di Menurut peneliti, responden penelitian
Puskesmas 1 Denpasar Barat diperoleh hasil dengan status ekonomi atau pendapatan <
sebagai berikut: 2.173.000 akan mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan kebutuhan ber-KB. Kondisi ini
Sumber Ekonomi menyebabkan responden tidak memilih
Implant sebagai alat kontrasepsinya karena
Biaya f % lebih banyak yang memandang pemasangan
Tinggi 105 79,5% Implant itu mahal, harga pemasangan KB
Implant dalam perda tentang KB berkisar
Menengah 2 1,5% 500.000 – 750.000. Sebanding dengan hasil
Rendah penelitian di Kecamatan Medan Marelan
25 18,9%
Tahun 2013 menyatakan bahwa mayoritas
Total 132 100% minat responden tidak menggunakan alat
kontrasepsi Implant masuk ke dalam
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa klasifikasi segi sumber ekonomi (keuangan)
dari 132 responden yang mengatakan biaya cukup sebanyak 55 orang (63%) untuk tidak
pemasangan Implant dengan biaya mahal memasang KB karena secara umum mereka
yaitu 105 responden ( 79,5%) menyatakan KB itu mahal, dari 4 (5%)
responden segi sumber ekonomi baik lebih
Sumber ekonomi adalah jumlah memilih untuk menggunakan pil KB, dan 28
penghasilan seluruh anggota keluarga. responden menyatakan ingin KB gratis.

173
174 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan alat kontrasepsi implant


Persepsi Pemasangan Implant masih rendah dikarenakan adanya perasaan
takut dalam menggunakan alat kontrasepsi
Persepsi implan. Perasaan takut tersebut merupakan
f %
perasaan faktor psikologis dari persepsi seseorang,
Takut 98 74,2% dimana persepsi itu merupakan sebuah
Nyeri/ sakit 34 25,8% proses yang didahului oleh penginderaan
Total 132 100% (Walgito, 2009).
Pemasangan Implant rumit sebanyak 107
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa orang responden (81%), 25 orang responden
dari 132 responden yang memiliki persepsi (19%) mengatakan pemasangan Implant
pemasangan Implant itu WUS merasa takut sederhana. Sebanding dengan hasil
yaitu 98 orang responden penelitian yang dilakukan oleh Nuzula
( 74,2%). (2015) mengatakan bahwa dilihat dari segi
prosedur pemasangannya juga dipandang
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan rumit, karena membutuhkan pembedahan
Pandangan terhadap Pemasangan pada daerah pemasangan KB. Pandangan
Implant yang rumit dapat mempengaruhi Ibu untuk
tidak menggunakan KB Implant (Walgito,
Pandangan WUS 2009).
terhadap Berdasarkan hasil pengamatan didapat
f % bahwa persepsi seseorang/ WUS sangat
pemasangan
Implant berpengaruh dalam pemilihan KB. Dari 132
Rumit 107 81,1% responden 98 orang responden (74%)
Sederhana 25 18,9% memiliki perasaan takut, 34 orang
Total 132 100% responden (26%) mengatkan nyeri/sakit saat
memasang dan melepasnya. Sebanding
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
dari 132 responden yang mengatakan Ariyani (2005) mengatakan bahwa semakin
pemasangan Implant itu rumit yaitu 107 positif persepsi seseorang terhadap KB
orang responden ( 81,1%). maka semakin tinggi pula motivasi menjadi
Persepsi adalah pengalaman tentang akseptor KB, sebaliknya jika semakin
objek, peristiwa atau hubungan – hubungan negatif persepsi seseorang terhadap KB
yang diperoleh dengan menyimpulkan maka semakin rendah motivasi menjadi
informasi dan menafsirkannya akseptor KB. Penelitian lain juga
(Notoadmodjo, 2012). Teori health belief mengatakan bahwa terdapat hubungan
model didasarkan pada pemahaman bahwa antara persepsi ibu mengenai program KB
seseorang akan mengambil tindakan yang dengan penggunaan kontrasepsi (Maryam,
berhubungan dengan kesehatan berdasarkan 2014).
persepsi dan kepercayaan. Terdapat lima Menurut peneliti, responden penelitian
segi pemikiran dalam diri individu, dengan persepsi dari pemasangan KB
pengambilan keputusan dalam diri individu Implant cenderung memiliki perasaan takut
untuk menentukan apa yang baik bagi dalam hal bahaya penggunaan Implant dan
dirinya dapat dipengaruhi oleh : Perceived manfaatnya. Persepsi juga sangat
susceptibility (Kerentanan yang dirasakan), berpengaruh dalam mendukung responden
Perceived severity (Bahaya atau kesakitan untuk mengambil suatu keputusan, jika
yang dirasakan), Perceived benefits persepsi responden sudah merasa takut
(manfaat yang dirasakan), Perceived barrier maka kemauan untuk menggunakan Implant
(hambatan yang dirasakan), Cues to Action sangat rendah. Responden juga memandang
(Isyarat untuk bertindak). prosedur pemasangan Implant itu rumit

174
I Dewa Made Ruspawan, dkk. Persepsi Dan Sumber Ekonomi Yang Mempengaruhi Rendahnya... 175

karena dalam pemasangannya Hartanto, H. (2007). Keluarga Berencana


membutuhkan pembedahan minor. Jika dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar
Harapan.
dinilai prosedur pemasangan KB Implant
rumit maka sangat mempengaruhi minat Hidayat, A. A. A. (2011). Metode Penelitian
responden untuk memilih KB lainnya Keperawatan dan Teknik Analisa
sebagai alat kontrasepsi. Data. Jakarta: Salemba Medika.
Ida Bagus Gde. Prof.dr.DOSG, M. (2010).
SIMPULAN Ilmu Kebidanan, Penyakit
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Kandungan dan KB untuk
dilaksanakan di Puskesmas 1 Denpasar Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Barat dapat ditarik kesimpulan sebagai Lis, S. (2008). Masa Kehamilan dan
berikut : Persalinan. Jakarta: PT Elex Media
Distribusi Responden Berdasarkan Komputido.
Sumber Ekonomi di Puskesmas 1 Denpasar
Notoadmodjo. (2005). pendidikan dan
Barat Tahun 2017 dapat dilihat bahwa dari perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
132 responden yang mengatakan biaya Cipta.
pemasangan Implant dengan biaya mahal
yaitu 105 responden (79,5%). Distribusi Nursalam. (2008b). Konsep dan Penerapan
Metodelogi Penelitian Ilmu
Responden Berdasarkan Persepsi Keperawatan Pedoman Skripsi,
Pemasangan Implant di Puskesmas 1 Tesis, dan Instrumen Penelitian
Denpasar Barat Tahun 2017 dilihat bahwa Keperawatan (Edisi 2). Jakarta:
dari 132 responden yang memiliki persepsi Selemba medika.
pemasangan Implant itu WUS merasa takut Pinem, S. (2012). Kesehatan Reproduksi &
yaitu 98 orang responden (74,2%). Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info
Distribusi Responden Berdasarkan Prosedur Media.
Pemasangan Implant di Puskesmas 1
Robbins, S. P., 2007, Perilaku Organisasi.
Denpasar Barat Tahun 2017 dapat dilihat Jakarta: Salemba Empat
bahwa dari 132 responden yang mengatakan
prosedur pemasangan Implant itu rumit Roesli, U. (2013). Jurnal Maternity and
yaitu 107 orang responden (81,1%). Neonatal Vol 1 No 2 Page 100,
1(2), 100–106.

DAFTAR RUJUKAN Setiadi. (2013b). Konsep dan Praktik


Penulisan Riset Keperawatan
Alex, S. (2009). Psikologi Umum. Bandung: (Edisi Kedu) Yogyakarta: Graha
CV Pustaka Setia. Ilmu.
BKKBN. (2015). Hasil Pelayanan Peserta
KB Baru Pasca Salin. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Dinkes Prov. Bali, 2015. Laporan tahunan Bandung: Alfabeta.
Dinkes 2015
Suharsini, A. (2010). Prosedur Penelitian
Erfandi. (2008). Ilmu Kebidanan dan Suatu Pendekatan praktik (3rd ed.).
Permasalahan Kontrasepsi. Jakarta: Salemba Medika.
Jakarta: Brathara.
Sukarni, I. (2013). Buku Ajar Keperawatan
Feldman, 2012, Pengantar Psikologi, Edisi Maternitas. Yogyakarta: Nuha
10. Jakarta: Salemba Humanika Medika.

Fitria. (2008). Konsep KB dan Kontrasepsi. Sunaryo, 2013. Psikologi untuk


Retrieved from http//www.konsep- Keperawatan, Edisi 2, Jakarta:
kb,html EGC

Handayani, S. (2010). Buku Ajar Pelayanan Th. Endang, P. (2015). Panduan Materi
Keluarga berencana. Yogyakarta: Kesehatan Reproduksi dan
Pustaka Rihana.
175
176 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 169 - 176

Keluarga berencana. Yogyakarta:


Pustaka Baru.
Thoha, M., 2012, Perilaku Organisasi, Edisi
1, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Waidi, 2006, The Art Re-enginering Your
Mind for Success: Kiat mutakhir
dari Penjara Pikiran Melalui NLP,
Jakarta : PT Alex Media
W.I.Sukawana. (2008). Pengantar Statistik
Untuk Perawat. Denpasar:
Poltekkes Jurusan Keperawatan.

176
177

DEVELOPMENTAL CARE MENURUNKAN RESPON NYERI


AKUT AKIBAT PEMASANGAN IV LINE PERIFER PADA BAYI
Ni Luh Putu Sukerti
N. L. K. Sulisnadewi
Ni Luh Gede Puspita Yanti
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Email : p.sukerti@yahoo.com

Abstract : Deveopmental Care reduce to Acute Pain Response Caused by Invasive


Prosedure Peripheral IV Line Insertion in Neonate. The purpose of this study was to
determine the effect of developmental care on acute pain respon of prematur infants.
This study is a Quasi- Experiment non equivalen with control group design, before
and after. Sampling with purposive sampling technique. Twenty premature infants
were divided into intervention group and control group. Data analysis between group
using Independent t test showed value of t=2,324, p value 0.032 (p < 0.05). There is
a significant effect of developmental care to acute pain respon.

Abstrak : Developmental care menurunkan respon nyeri akut akibat


pemasangan IV Line Perifer pada bayi. Tujuan penelitian untuk mengetahui
pengaruh developmental care terhadap respon nyeri akut akibat pemasangan IV Line
Perifer pada bayi. Desain penelitian Quasi Eksperimen non equivalen with control
gruop. Sampling dengan purposive sampling. Sampel adalah 20 orang bayi prematur
yang dibagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisa data pretest
dan posttest tiap kelompok menggunakan Paired t test menunjukkan ada perbedaan
bermakna respon nyeri dengan nilai p=0,000 pada kelompok intervensi dan p=0,003
pada kelompok kontrol. Analisa data pretest dan post test antar kelompok
menggunakan Independent t test. Hasil nilai t 2,324 dengan p 0,032 (p< 0,05). Ada
pengaruh signifikan developmental care terhadap respon nyeri.

Kata kunci: Developmental Care, Respon Nyeri Akut, Bayi

Angka kematian bayi adalah salah satu Tingginya angka kejadian asfiksia dan
indikator untuk melihat derajat kesehatan gawat nafas pada bayi prematur
masyarakat. Penurunan angka kematian bayi memerlukan tindakan resusitasi yang cepat
adalah salah satu dari target Sustainable dan tepat serta berkelanjutan. Perawatan
Development Goals (SDGs). Berdasarkan lanjutan yang lebih intensif menyebabkan
laporan SDKI 2012 angka kematian bayi neonatus dirawat di ruang neonatus intensif
32/1000 kelahiran hidup dan angka care unit (NICU) dalam jangka waktu yang
kematian neonatal 19/1000 kelahiran cukup lama serta memerlukan tindakan
hidup.Laporan perkembangan pencapaian invasif.
tujuan pembangunan milenium Indonesia Lima tahun terakhir tercatat sebanyak
2015 mencatat bahwa 80 persen kematian rata–rata 258 orang neonatus, memerlukan
neonatal terjadi pada minggu pertama ruang intensif dimana 27,6 % merupakan
kehidupan. Penyebab kematian bayi baru kasus rujukan dengan rata rata hari rawat
lahir adalah prematuritas dan berat badan yang cukup lama (12,18 hari) dan jumlah
lahir rendah, infeksi, asfiksia, dan trauma pasien yang di rawat per bulan sebanyak 20-
lahir. 25 bayi (RSUP Sanglah, 2015).

177
178 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 177 - 182

Tindakan invasif yang sangat sering sebelum dan sesudah dilakukan


dilakukan di NICU salah satunya adalah developmental care antara kelompok
pemasangan infus untuk memenuhi intervensi dibandingkan dengan kelompok
kebutuhan neonatus akan cairan dan nutrisi. kontrol.
Berdasarkan catatan perawatan di ruang Berdasarkan gambaran di atas penulis
NICU RSUP Sanglah, rata-rata seorang bayi tertarik untuk mengetahui pengaruh
menerima prosedur invasif pemasangan IV developmental care terhadap respon nyeri
line dalam sehari sebanyak tiga sampai akut akibat prosedur invasif pemasangan IV
empat kali akibat ukuran pembuluh darah line perifer pada bayi yang dirawat di ruang
yang masih kecil. Pemasangan infus perifer NICU RSUP Sanglah Denpasar.
merupakan akses yang paling mudah untuk
memenuhi kebutuhan cairan selama bayi METODE
dalam kondisi kritis, tetapi menjadi Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
frekuensi yang sering bila bayi dengan desain quasi eksperimental non
membutuhkan nutrisi parenteral total atau equivalen with control group, before and
perawatan yang lama. Hal ini menyebabkan after. Respon nyeri bayi dilakukan
bayi merasakan nyeri dan juga berisiko pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan
menimbulkan infeksi. pada kelompok intervensi.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan Tempat penelitian dilaksanakan di Ruang
emosional tidak menyenangkan akibat dari NICU RSUP Sanglah Denpasar. Adapun
kerusakan jaringan yang aktual atau waktu pelaksanaan penelitian yaitu dari
potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Pada tanggal 10 Juni sampai dengan tanggal 23
tahun 1995 the American Pain Society Juli tahun 2016. Populasi dalam penelitian
menamakan nyeri sebagai „tanda vital ini adalah seluruh bayi yang dirawat di
kelima.‟ Nyeri merupakan stimulus yang ruang NICU RSUP Sanglah Denpasar
dapat merusak perkembangan otak bayi dan berjumlah 22 orang. Teknik pengambilan
dapat berdampak pada gangguan belajar dan sampel yang digunakan adalah Purposive
perkembangan di kemudian hari. nyeri sampling dengan jumlah sampel 20 orang
akibat tindakan awal prosedur pada bayi yang dibagi dalam kelompok intervensi dan
prematur sangat berkontribusi bagi kelompok kontrol.
gangguan perkembagan otak (Sussane, at al, Variabel dalam penelitian ini adalah dua
2012). variabel. Variabel bebas (independent
Manajemen nyeri pada bayi berupa non variabel) dalam penelitian ini adalah
farmakologi dan farmakologis. developmental care dan Variabel terikat
Developmental care didefinisikan sebagai (dependent variabel) pada penelitian inii
usaha memodifikasi lingkungan dan adalah respon nyeri.
tindakan strategis yang dirancang untuk Instrument pengumpulan data yang
menurunkan stres pada bayi prematur dan digunakan dalam penelitian ini yaitu
untuk meningkatkan perkembangan Neonatal Pain Assessement Tool (NPAT)
neurobehavior (Sizun, 2005). Penelitian yang dikembangkan oleh Hodgkinson, at al,
Herliana (2011) tentang penurunan respon 1994 yang sudah diadopsi menjadi standar
nyeri akut pada bayi prematur yang prosedur operasional (SPO) RSUP Sanglah
dilakukan prosedur invasif melalui .Item penilaian nyeri terdiri dari faktor fisik,
developmental care menunjukkan data pada fisiologis dan persepsi perawat.
kelompok kontrol mengalami peningkatan Analisa Data yang digunakan untuk
dari respon sebelumnya. Pada kelompok menguji hipotesis dalam penelitian ini
intervensi respon nyeri mengalami adalah Paired t test untuk data pretest dan
penurunan dan didapatkan hasil bahwa posttest masing masing kelompok. Untuk
terdapat perbedaan yang bermakna terhadap analisa data antar kelompok digunakan uji
selisih respon nyeri akut bayi prematur

178
Ni Luh Putu Sukerti, dkk. Developmental Care Menurunkan Respon Nyeri Akut Akibat... 179

statistik Independent t test. dengan derajat Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden


kesalahan 5 %. Berdasarkan Berat Badan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berat N Min- Rata- SD Median
Hasil penelitian yang didapat akan Badan Max rata
diuraikan dalam tabel-tabel di bawah ini: (gr)
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Intervensi 10 900- 1725,00 577, 1650,00
Berdasarkan Usia. 2450 490
Kontrol 10 1030- 1635,00 405, 1530,50
Min 2350 771
Usia (Hari) N Mean SD Median
Max
Intervensi 10 1-10 4,10 3,143 4,00 Tabel 4. menunjukkan rentang berat
Kontrol 10 0-22 6,00 7,303 2,00 badan terendah dan tertinggi adalah
responden pada kelompok intervensi.
Tabel 1. menunjukkan usia pada Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan
kelompok kontrol lebih bervariasi (0-22 Rerata respon Nyeri Akut Sebelum
hari) dibandingkan kelompok intervensi Dilakukan Developmental Care
(1-10 hari). Respon Nyeri N Min- Rata- CI (95%)
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Max rata
Berdasarkan Usia Kehamilan. pre- Intervensi 10 7-12 9,40 8,13-10,67
test Kontrol 10 7-12 9,30 8,18-10,47
Usia Kehamilan Kelompok
Tabel 5 menunjukkan rata-rata respon
(minggu) Intervensi Kontrol nyeri pada kelompok intervensi lebih tinggi
N 10 10 0,10 poin daripada kelompok kontrol.
Min-Max 28-36 30-36 Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan
Mean 32,80 33,00 Rerata Respon Nyeri Akut Sesudah
SD 2,440 2,160 Dilakukan Developmental Care
Median 33,00 33,50
Respon Nyeri N Min- Rata- CI (95%)
Tabel 2. menunjukkan usia kehamilan Max rata
pada kelompok intervensi lebih bervariasi Post Intervensi 10 5-9 6,60 5,63-7,57
(28-36 minggu) dibandingkan kelompok Test Kontrol 10 6-9 7,80 7,18-8,46
kontrol (30-36 minggu).
Tabel 6 menunjukkan rata-rata respon
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden nyeri pada kelompok intervensi lebih rendah
Berdasarkan Jenis Kelamin. daripada kelompok kontrol.
Tabel 7. Perbedaan Respon Nyeri Sebelum
Intervensi Kontrol dan Sesudah Developmental Care
Jenis pada Kelompok Intervensi dan
(n=10) (n=10)
Kelamin Kelompok Kontrol.
F (%) F (%)
Kelompok Intervensi Kontrol
Laki – laki 3 30 5 50
(n=10) (n=10)
Perempuan 7 70 5 50
Respon Nyeri Pre- Post- Pre- Post-
Total 10 100 10 100 test test test test
Mean (SD) 9,40 6,60 9,30 7,80
Tabel 3 menunjukkan responden (1,776) (1,350) (1,567) (0,919)
perempuan pada kelompok intervensi lebih Median (min- 9 6 9,50 7,83
banyak daripada responden laki-laki, max) (7-12) (5-9) (7-12) (6-9)
sedangkan pada kelompok kontrol jumlah Beda Mean 2,800 1,500
responden perempuan dan laki-laki sama
P value 0,000 0,003
banyak.
179
180 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 177 - 182

Tabel 7. Menunjukkan selisih rata-rata sesudah developmental care antar kelompok


respon nyeri sebelum dan sesudah dengan Iindependent t test mendapatkan
developmental care pada kelompok nilai nilai t=2,324 dengan p value 0,032
intervensi lebih besar daripada selisih rata- (p<0,05)) Artinya ada pengaruh
rata kelompok kontrol. developmental care terhadap respon nyeri
bayi .
Tabel 8. Perbedaan Respon Nyeri Sebelum Penelitian ini sejalan dengan penelitian
dan Sesudah Developmental care Herliana (2011). Pada penelitian tersebut
Antara Kelompok Intervensi dan didapatkan respon nyeri pada bayi prematur
Kelompok Kontrol berdasarkan skor PIPP mengalami
peningkatan sebesar 1,57 poin pada
Respon nyeri Pretest Posttest kelompok kontrol dan penurunan sebesar
Kelompok Intervensi Intervensi 2,05 poin pada kelompok intervensi. Hasil
Kontrol Kontrol statistik menunjukkan perbedaan yang
F 0,249 2,550 bermakna antara sebelum dan sesudah
Sig 0,624 0,128 intervensi dengan p value 0,004 pada
T 0,133 2,324 kelompok kontrol dan p value 0.016 pada
P value 0,895 0,032 kelompok intervensi.
Beda mean 0,100 -1,200 Penelitian yang peneliti lakukan
mendapatkan hasil terjadi penurunan respon
Tabel 8. menunjukkan bahwa ada nyeri, tetapi skor nyeri masih berada di atas
perbedaan Respon Nyeri Sebelum dan nilai 5 dari nilai yang diharapkan dibawah 5.
Sesudah Developmental care Antara Skor diatas nilai 5 sesuai dengan panduan
Kelompok Intervensi dan Kelompok NPAT berarti masih memerlukan intervensi
Kontrol dengan nilai t=2,324 dan p value lebih lanjut. Penurunan skor yang masih
0,032 (p<0,05). belum sesuai harapan ini kemungkinan
karena pelaksanaan developmental care
PEMBAHASAN yang terbatas waktunya. Developmental
Berdasarkan penelitian yang peneliti care pada penelitian ini dilaksanakan
lakukan terhadap 20 orang sampel di Ruang selama lima hari. Kemungkinan dampak
NICU RSUP Sanglah Denpasar diperoleh perubahan yang terlihat pada bayi belum
hasil bahwa sebelum developmental care maksimal. Penelitian lebih lanjut waktu
tidak ada perbedaan bermakna antara respon penerapan developmental care berpengaruh
nyeri antara kelompok intervensi dan efektif dalam penurunan respon nyeri masih
kelompok kontrol. Kedua kelompok perlu dilakukan. Hal lain yang juga bisa
mempunyai rentang skor yang sama antara menyebabkan skor nyeri masih tinggi
7-12. Skor rata-rata pada kelompok disebabkan karena bayi umumnya sudah
intervensi 9,40. Lebih tinggi 0,10 poin menerima prosedur yang berulang dalam
daripada kelompok kontrol dengan skor rentang waktu lima hari perawatan.
rata-rata 9,30 poin. Setelah developmental Penusukan berulang menyebabkan
care terjadi penurunan respon nyeri pada kerusakan jaringan yang memicu respon
kelompok intervensi dengan rentang nilai 5- inflamasi. Prosedur-prosedur yang
9, rata-rata 6,60. Hasil uji statistik sebelum menimbulkan nyeri menyebabkan bayi
dan sesudah developmental care dengan menjadi lebih sensitif dan berdampak pada
Paired t test terjadi penurunan rata-rata peningkatan menifestasi perilaku. Memori
2,800 dengan p value 0,000. Pada kelompok nyeri tersimpan dalam sistem saraf bayi dan
kontrol juga terjadi penurunan dengan mempengaruhi reaksi selanjutnya terhadap
rentang nilai 6-9 dan nilai rata-rata 7,80. stimulus nyeri (Kyle, 2014).
Terjadi penurunan rata-rata 1,500 dengan p Developmental care adalah praktek
value 0,003. Hasil uji statistik sebelum dan profesional, edukasi, dan penelitian dimana

180
Ni Luh Putu Sukerti, dkk. Developmental Care Menurunkan Respon Nyeri Akut Akibat... 181

perawat perlu mengekplorasi, mengevaluasi, kelompok intervensi. Bayi yang menerima


dan menemukan secara terus menerus perlakuan developmental care dapat
perubahan teknologi lingkungan di unit beradaptasi terhadap stimulus sensori yang
perawatan intensif neonatal (NICU) diterima dan memperlihatkan perilaku yang
(Couglin, at al 2009). lebih teratur terhadap rangsangan.
Pada penelitian ini strategi developmental Penerapan developmental care mendukung
care yang telah dilakukan adalah perkembangan bayi. Saat developmental
mengurangi rangsang lingkungan care diterapkan, bayi diberikan kesempatan
(mengurangi paparan cahaya) dengan cara untuk tidur yang cukup tanpa gangguan
memasang kain penutup inkubator, yang berlebihan. Denyut jantung menjadi
mengatur posisi tidur bayi miring atau lebih teratur dan oksigenasi ke jaringan
tengkurap (prone) dengan memasang menjadi lebih baik sehingga mengurangi
bantalan di sekeliling bayi untuk respon inflamasi pada bekas penusukan.
mempertahankan posisi tidur bayi (nesting) Pada saat ada stimulus nyeri yang diterima,
dan minimal handling. Tindakan ini bayi bisa beradaptasi terhadap stimulus
setidaknya diberikan selama minimal tiga tersebut. Sehingga energi bisa tersimpan
jam setiap harinya. Ketiga intervensi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
dilakukan dimaksudkan agar bayi prematur Diharapkan bayi menjadi lebih cepat stabil,
mendapatkan lingkungan yang menyerupai bisa dirawat di luar NICU, terjadi
kehidupan di dalam rahim. Dimana di dalam peningkatan berat badan, dan mengurangi
rahim bayi berada dalam keadaan gelap, hari rawat.
hangat dan sunyi serta tidak menerima
stimulus yang berlebihan. Rangsang- SIMPULAN
rangsang tersebut akan menambah stimulus Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat
stres pada bayi di samping berbagai disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
prosedur menyakitkan lainnya yang diterima bermakna respon nyeri akut sebelum dan
selama perawatan (Buonocore dan Bellini, sesudah developmental care pada kelompok
2008). Salah satu cara non farmakologik intervensi (p=0,000) dan kelompok kontrol
yang bisa dilakukan adalah dengan cara (p=0,003). Ada perbedaan bermakna respon
intervensi lingkungan dan pengaturan posisi. nyeri antara kelompok intervensi dan
Menciptakan suasana gelap seperti dalam kelompok kontrol setelah diberikan
kandungan untuk menciptakan lingkungan developmental care dengan nilai t= 2,324
yang nyaman bagi bayi, mengurangi stres, dan p value 0,032 (p <0,05). Terdapat
meningkatkan berat badan dan pengaruh developmental care terhadap
perkembangan irama sirkardian (Bounocore respon nyeri akut pada bayi prematur.
dan Bellini, 2008). Pengurangan stres
selama perawatan di ruang NICU diyakini DAFTAR RUJUKAN
secara teoritis dapat mendukung Bonocore dan Bellieni, 2008. Suffering,
pertumbuhan dan perkembangan secara Pain & Risk of Brain Demage in
normal. Gomella menyebutkan seorang bayi The Fetus & New Born. Springer.
bisa mendapatkan prosedur invasif antara Clinical Guideline (Nursing): Neonatal Pain
16-20 kali dalam sehari. Dan peningkatan Assessment. (online),
kejadian hipoksemia dan peningkatan (www.rch.org.au< diakses tanggal
hormon terkait stres pada bayi prematur 30 Maret 2016).
dihubungkan dengan prosedur perawatan Couglin, at al., 2009. Core measures for
rutin yang diterima bayi. developmentally supportive care in
neonatal intensive care units:
Penelitian yang telah peneliti lakukan ini theory, precedence and practice,
mendapatkan hasil bahwa terdapat Journal of Advanced Nursing,
perbedaan yang signifikan setelah Blackwell Publishing Ltd. Diakses
dilakukan developmental care pada 25 Maret 2016

181
182 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 177 - 182

Departemen Kesehatan RI, 2013. Survei


Demografi dan Kesehatan
Indonesia. (online),
www.depkes.go.id. Diakses tanggal
10 Januari 2016.
Gomella, 2009. Neonatology: Management,
Prosedur, On-Call Preoblem, and
Drugs. Sixth Edition, United States
of America. McGraw-Hill Eduction
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium Indonesia,
2016. (online),
indonesiamdgbigoal4 (25
Maret2016)
Lia, Herliana., 2011. Jurnal UI. Pengaruh
Developmental Care terhadap
Respon Nyeri Akut Pada Bayi
Prematur yang Dilakukan
Prosedur Invasif (1 april 2016).
National Perinatal Assossiation, 2008.
Journal of Perinatology “NICU
Developmental Care”. (online),
Available
www.nationalperinatal.org/.../NIC
U+Developmen (1 April 2016).
Sizun, Jaques., 2005. Developmental In The
NICU, John Libbey & Company
Ltd, United Kingdom.
.Smeltzer, Susanne C., 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah
Brunner/ Suddarth. Edisi 8, Jakarta
: EGC.
Sussane, et,al., 2012. Journal List PMC
Canada Author Manuscripts
“Procedural pain and brain
development in premature
newborns”. (online), Available :
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.../PM
C3760843/ (4 April 2016).
Terry Kyle & Susan Carman, 2014. Buku
Ajar Keperawatan Pedriatri, Edisi
2. Jakarta : EGC
World Health Organisation, 2012. Infant
Mortality Rate, (online),
www.who.int/gho.child-infant.
Diakses Juli 2015.

182
183

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RELAPSE PADA


PENYALAHGUNA NAPZA
I Nengah Sumirta
I Wayan Candra
Ni Putu Utari Arisanthi
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email: mirtakumara@gmail.com
Abstract: Factors That Influencing Relapse On Drug Abuser. The purpose of this
study is to determine the factor that causing of relapse to the drug abuser in the Klinik
Pratama BNN Provinsi Bali in 2017. This type of research is descriptive research with
cross sectional method. The sampling technique that researcher used is Consecutive
Sampling with 42 respondents. Based on the analysis, researcher found that drug users
who are undergoing rehabilitation is prone to relapse once and the factors that
influencing that relapse is adolescence (12-25 years) where as many as 24 people
(57.14%), secondary education as many as 20 people (47.62 %), the workload is high
as many as 32 people (76.19%), taking narcotics for less than three years as many as
28 people (66.67%), low motivation to recoverthat as many as 15 people (33.33%), the
attitude is less about the rehabilitation and treatment of as many as 16 people
(38.09%), have a high influence of peer group of 16 people (38.09%). The dominan
factor is job related to te workload.
Abstrak: Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab relapse (kekambuhan) pada
penyalahguna NAPZA di Klinik Pratama BNN Provinsi Bali Tahun 2017. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Consecutive Sampling dengan besar
sampel 42 orang. Berdasarkan hasil analisa, didapatkan responden yang sedang
menjalani rehabiliasi cenderung mengalami relapse satu kali dengan faktor yang
menyebabkan relapse adalah usia remaja (12-25 tahun) dimana sebanyak 24 orang
(57.14%), pendidikan menengah sebanyak 20 orang (47.62%), beban pekerjaan tinggi
yaitu sebanyak 32 orang (76.19%), mengonsumsi NAPZA jenis narkotika selama
kurang dari tiga tahun yaitu sebanyak 28 orang (66.67%), motivasi untuk sembuh yang
rendah yaitu sebanyak 15 orang (33.33%), sikap yang kurang terhadap rehabilitasi dan
pengobatan yaitu sebanyak 16 orang (38.09%), memiliki pengaruh peer group yang
tinggi sebanyak 16 orang (38.09%). Faktor yang paling dominan adalah pekerjaan.
Kata kunci: Faktor penyebab, Relapse, Penyalahguna NAPZA

Perkembangan era globalisasi yang akan menyebabkan ketagihan (Pieter,


semakin pesat membawa dampak yaitu 2011).
semakin memfasilitasi berbagai tindakan Penyalahgunaan NAPZA berdampak
illegal, salah satunya adalah perdagangan sangat luas tidak hanya bagi pemakainya
gelap narkoba. NAPZA (Narkotika, melainkan juga bagi keluarga pihak sekolah,
Psikotropika dan Zat Adiktif) adalah serta masyarakat, bangsa dan negara karena
zat/obat yang berasal dari tanaman atau mengancam ketertiban dan pembangunan
bukan tanaman, sintetis atau semisintetis, (Martono & Joewana, 2006). Menurut
apabila seseorang menggunakannya akan Hawari (2012), mereka yang mengonsumsi
mengalami ketagihan atau ketergantungan, narkoba akan mengalami gangguan mental
karena dalam zat ini terdapat unsur yang dan perilaku, sebagai akibat dari

183
184 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192

terganggunya sistem neurotransmitter (zat dinas pendidikan dan program rehabilitasi


kimia di otak yang menghubungkan antar yang bersuasana bebas obat (BNN, 2015).
sel saraf), maka mengakibatkan adanya Penyalahguna NAPZA yang telah mengikuti
gangguan pada fungsi kognitif (alam program rehabilitasi, memiliki
pikiran), afektif (perasaan) dan psikomotor kecenderungan untuk kambuh dan kembali
sehingga menurunkan produktivitas dan menggunakan NAPZA (relapse). Relapse
tidak mampu membedakan yang baik dan merupakan perilaku penggunaan kembali
buruk. narkoba setelah menjalani penanganan
United Nation Office On Drugs secara rehabilitasi yang ditandai dengan
andCrime (UNODC) mencatat tahun 2012 adanya pemikiran, perilaku, dan perasaan
jumlah penyalahgunakan narkoba mencapai adiktif setelah periode putus zat. (Prabowo,
297 juta jiwa, dengan kelompok usia 15-64 2014).
tahun atau 3,9% dari total penduduk (BNN, Estimasi penyalahguna NAPZA yang
2013). Selain itu Laporan UNODC tahun mengalami relapse adalah sekitar 80%
2013 juga mengatakan bahwa Asia (Lubis, 2012). Sejalan dengan itu Nuzulia
merupakan daerah terbesar kedua sebagai Savitri salah satu Konselor di BNN angka
tempat munculnya narkotika jenis baru yang relapse yang terjadi di Indonesia tergolong
didominasi oleh Asia Timur dan Asia tinggi yaitu sembilan dari sepuluh mantan
Tenggara (Fadhila, 2015) pecandu kembali menjadi pecandu (Savitri,
2015). Terjadinya relapse dapat disebabkan
Jumlah penyalahgunaan narkoba di adanya keinginan yang kuat dari pecandu
Indonesia tiap tahunnya menempati narkoba. Walaupun pecandu memiliki niat
peringkat pertama dikawasan Asia Tenggara 100% untuk pulih, tapi keinginan pecandu
dan masuk dalam kategori gawat darurat untuk menggunakan narkoba kembali
narkoba (Kartaatmaja, 2015). BNN dan mencapai 95%, akhirnya kemungkinan
Puslitkes UI pada Tahun 2015 menyatakan untuk pulih sempurna hanya 5% (Subekti,
angka prevalensi penyalahgunaan narkoba Fitriani, & Aquarisnawati, 2011).
berada pada kisaran 2,20% dari total
populasi penduduk Indonesia atau sekitar Menurut penelitian yang dilakukan oleh
4.098.029 jiwa dengan kisaran usia antara Lubis (2012) terhadap faktor internal dan
10-59 tahun. Hal ini meningkat 0.02% dari faktor eksternal yang berhubungan dengan
tahun sebelumnya yaitu sebesar 2.18% pada kekambuhan kembali pasien penyalahguna
tahun 2014 (BNN, 2015). NAPZA, terdapat beberapa faktor yang
Tercatat tahun 2016 penyalahguna menyebabkan relapse yaitu umur,
narkoba di Bali telah mencapai 61.353 pekerjaan, motivasi, lama pemakaian
orang atau 2,01% dari 3.049.900 total NAPZA, jenis NAPZA yang digunakan,
jumlah penduduk di Bali (Suara Dewata, sikap, pengetahuan dan teman sebaya.
2016). Tingkat prevalensi yang telah Hasilnya motivasi adalah variabel yang
mencapai lebih dari 2% ini membawa Bali paling berhubungan dengan kekambuhan.
menempati peringkat ke-11 di Indonesia Sejalan dengan itu menurut Putra (2011),
sebagai daerah darurat narkoba dan untuk dapat terbebas dari narkoba seorang
mendapat prioritas dalam penanganan secara pengguna narkoba harus memiliki harapan
nasional (BNN, 2016). dan motivasi yang tinggi untuk sembuh
BNN dalam upayanya menanggulangi Berdasarkan tingginya angka
masalah yang ditimbulkan akibat kemungkinan penyalahguna narkoba
penyalahgunaan narkoba telah mengalami relapse karena tidak akan bisa
melaksanakan program P4GN (Pencegahan sembuh 100% maka peneliti tertarik
dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan melakukan penelitian tentang “Faktor-
Peredaran Gelap Narkoba) yang bekerja Faktor Penyebab Relapse Pada
sama dengan berbagai institusi salah satunya Penyalahguna NAPZA”. Tujuan penelitian

184
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 185

ini adalah untuk mengetahui faktor


penyebab relapse pada pasien
ketergantungan NAPZA di Klinik Pratama Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
BNN Provinsi Bali Berdasarkan Usia
METODE Usia frekuensi persentase
Jenis penelitian ini adalah penelitian (f) (%)
deskriptif dengan pendekatan cross 12-25 tahun 30 71.42
sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah penyalahguna NAPZA di Klinik 26-45 tahun 11 20.19
Pratama BNN Provinsi Bali yang memenuhi 46-59 tahun 1 2.38
kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik
sampling menggunakan Non Probability Total 42 100
Sampling yaitu Consecutive Sampling. Jenis
data yang dikumpulkan dari sampel Berdasarkan tabel 6, responden yang
penelitian adalah data primer. Dalam mengalami relapse sebagian besar berusia
penelitian ini data primer didapat melalui 12-25 tahun yaitu sebanyak 30 orang
kuesioner. Penelitian ini dilaksanakan mulai (71.40%).
bulan Januari-Juni 2017. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pendidikan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden diuraikan Pendidikan frekuensi persentase
berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, (f) (%)
pendidikan, jenis dan lama penggunaan Tinggi 6 14.28
NAPZA diuraikan dalam tabel 1,2,3, 4 dan 5 Menengah 25 59.52

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Dasar 11 20.19


Berdasarkan Jenis Kelamin. Total 42 100

Jenis frekuensi persentase


Tabel 3 menunjukkan sebanyak 25 orang
Kelam (f) (%)
(59.52%) responden berpendidikan
in
menengah.
Laki-laki 32 76,19 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden
Perempuan 10 23,81 Berdasarkan Pekerjaan
Total 42 100 Pekerjaan frekuensi (f) Persentase (%)
Bekerja 37 80.09
Tabel 1 menunjukkan responden yang
mengalami relapse sebagian besar berjenis Tidak bekerja 5 19.01
kelamin laki-laki sebanyak 32 orang Total 42 100
(76,19%).
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar
responden memiliki pekerjaan yaitu
sebanyak 37 orang (80.09%).

185
186 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis dan Lama Penggunaan NAPZA

Lama 1-3 tahun 3-6 tahun Total


Jenis
f % f % f %
Narkotika 31 73.80 1 2.38 32 76.19

Psikotropika 5 19.01 5 19.01 10 23.80


Jumlah 36 85.71 6 14.28 42 100

Tabel 5 menunjukkan sebanyak 31 orang penggunaan napza, motivasi, sikap dan


(73.80%) responden mengkonsumsi pengaruh peer group disajikan dalam tabel
narkotika selama satu sampai tiga tahun. 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan 13.
Kejadian relapse berdasakan usia,
pendidikan, pekerjaan, lama dan jenis

Tabel 6. Distribusi Faktor Dominan Penyebab Relapse

Faktor Frekuens (f) Persentase (%)


Pekerjaan 32 76.19
Jenis dan lama pengguunaan NAPZA 28 66.67
Usia 24 57.14
Pendidikan 20 47.62
Peer group 16 38.09
Sikap 16 38.09
Motivasi 15 33.33

Faktor yang paling dominan sebagai status pekerjaan responden yaitu sebanyak
penyebab relapse pada responden adalah 32 orang (76.19%)

Tabel 7. Distribusi Usia Responden Sebagai Faktor Penyebab Relapse

Relapse
Total
Usia 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
12-25 th 24 57.14 5 12.0 1 2.38 30 71.52
26-45 th 8 19.05 3 7.15 - - 11 26.20
46-59 th 1 2.38 - - - - 1 2.38
Jumlah 33 78.57 8 19.15 1 2.38 42 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa usia yang 12-25 tahun dengan angka kejadian relapse
cenderung mengalami relapse yaitu usia satu kali yaitu sebanyak 24 orang (57.14%).

186
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 187

Tabel 8 Distribusi Pendidikan Responden Sebagai Faktor Penyebab Relapse

Relapse
Total
Pendidikan 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Dasar 7 16.67 4 9.52 - - 11 26.19
Menengah 20 47.62 4 9.52 1 2.38 25 59.52
Tinggi 6 14.29 - - - - 6 14.29
Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100

Tabel 8 menunjukkan sebagian besar kejadian relapse satu kali yaitu sebanyak 20
responden berpendidikan menengah dengan orang (47.62%).

Tabel 9. Distribusi Pekerjaan Responden Sebagai Faktor Penyebab Relapse

Relapse Total
Pekerjaan 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Bekerja 32 76.19 5 11.9 - - 37 88.0
Tidak bekerja 1 2.38 3 7.15 1 2.38 5 12.0
Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100

Tabel 9 menunjukkan bahwa responden besar bekerja yaitu sebanyak 32 orang


yang mengalami relapse satu kali sebagian (76.19%).

Tabel 10. Distribusi Jenis Dan Lama Penyalahgunaan NAPZA Responden Sebagai Faktor
Penyebab Relapse

Jenis dan lama Relapse Total


1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Narkotika
1-3 tahun 28 66.67 2 4.76 1 2.38 31 73.81
3-6 tahun - - 1 2.38 - - 1 2.38
Psikotropika
1-3 tahun 2 4.76 3 7.15 - - 5 12.0
3-6 tahun 3 7.15 2 4.76 - - 5 12.0

Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian sampai tiga tahun yaitu sebanyak 28 orang
besar responden mengalami relapse satu (66.67%).
kali dan mengonsumsi narkotika selama satu

187
188 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192

Tabel 11. Distribusi Motivasi Responden Sebagai Faktor Penyebab Relapse

Relapse Total
Motivasi 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Tinggi 8 19.05 - - - - 8 19.05
Sedang 10 23.80 4 9.52 - - 14 33.33
Rendah 15 33.33 4 9.52 1 2.38 20 47.62

Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100

Tabel 11 menunjukkan sebagian besar rendah yaitu sebanyak 15 orang (33.33%)


responden yang mengalami relapse dengan kejadian relapse satu kali.
memiliki motivasi untuk sembuh yang

Tabel 12. Distribusi Sikap Responden Sebagai Faktor Penyebab Relapse

Relapse Total
Sikap 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %
Baik 12 28.57 2 4.76 - - 14 33.33
Cukup 5 11.9 1 2.38 - - 6 14.29
Kurang 16 38.09 5 12.0 1 2.38 22 52.38
Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100

Tabel 12 menunjukkan sikap relapse satu kali cenderung kurang yaitu


penyalahguna NAPZA yang mengalami sebanyak 16 orang (38.09%).

Tabel 13. Distribusi Peer GroupSebagai Faktor Penyebab Relapse

Relapse Total
Peer
group 1 kali 2 kali 3 kali
f % f % f % N %

Tinggi 16 38.09 8 19.05 1 2.38 25 59.52


Sedang 9 21.43 - - - - 9 21.43
Rendah 8 19.05 - - - - 8 19.05
Jumlah 33 78.57 8 19.05 1 2.38 42 100

Tabel 13 menunjukkan bahwa peer group relapse satu kali yaitu sebanyak 16 orang
responden cenderung tinggi pada kejadian (38.09%)

188
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 189

Berdasarkan hasil penelitian faktor yang Remaja sangat mudah terjerumus kepada
paling dominan yang menyebabkan hal-hal seperti ini diakibatkan oleh secara
responden di klinik pratama BNN Provinsi kejiwaan di usia remaja baik itu remaja awal
Bali mengalami relapse adalah faktor maupun remaja akhir seseorang cenderung
pekerjaan yaitu sebanyak 32 orang masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
(76.19%). Namun menurut penelitian yang lingkungan, mulai melepaskan diri dari
dilakukan Hawari (2003) tentang faktor keluarganya, sedang mencari identitas diri
penyebab kekambuhan pada pengguna serta sedang memasuki kehidupan kelompok
NAPZA di RS Indah Medika, RS Agung, yang haus akan pengakuan (Yusuf, 2004)
RS MM Abadi, RS MH. Thamrin Berdasarkan hasil penelitian responden
memperoleh hasil bahwa sekitar 58,36% yang sedang menjalani rehabilitasi sebagian
pasien yang mengalami kekambuhan besar mengalami relapse satu kali dengan
dipengaruhi oleh faktor teman. Faktor ini latar belakang pendidikan menengah
merupakan faktor yang paling (SMA/SMK) yaitu sebanyak 20 orang
mempengaruhi terjadinya kekambuhan. (47.62%). Hal ini sejalan dengan hasil
Sedangkan menurut Lubis (2012) faktor penelitian Kholik, Mariamu, & Zainab
umur, pekerjaan, motivasi, lama dan jenis (2014) menunjukkan bahwa pendidikan
NAPZA yang digunakan, dan teman sebaya penyalahguna NAPZA sebagian besar
merupakan faktor dominan penyebab termasuk kategori tingkat pendidikan
kekambuhan kembali. Bahkan motivasi menengah (44%). Semakin rendah
adalah variabel yang paling berhubungan pengetahuan seseorang maka kemungkinan
dengan kekambuhan. Sejalan dengan itu untuk mengonsumsi narkoba lagi dan lagi
menurut (Putra, 2011) motivasi mutlak semakin besar sehingga berpotensi relapse
diperlukan dalam menangani seseoran ketika mencoba untuk berhenti.
dengan ketergantungan NAPZA sehingga Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor
memegang peranan penting untk terbebas pendidikan. Pendidikan yang tinggi
dari NAPZA. mengakibatkan orang tersebut memiliki
Responden yang sedang menjalani pengetahuan yang semakin luas. Informasi
rehabilitasi menurut hasil penelitian yang yangbenar tentang narkoba dan bahayanya
dilakukan cenderung mengalami relapse apabila disampaikan serta diterima dengan
satu kali dengan rentang usia 12-25 tahun baik oleh seseorang, maka akan dapat
sebanyak 24 orang (57.14%). Hal tersebut mencegah seseorang untuk
sejalan dengan hasil penelitian yang menyalahgunakannya (Notoatmodjo, 2003).
dilakukan oleh Saragih (2009) dimana Seseorang yang berpengetahuan
proporsi penyalahguna NAPZA yang buruktentang NAPZA berpeluang 4,52kali
mengalami relapse tertinggi berada pada lebih besar untuk menyalahgunakan
kelompok umur 21-25 tahun yaitu sebanyak NAPZA kembali (relapse) dibanding
70% dari total responden. Selain itu Raharni seseorang yang pengetahuannya baikdengan
et al. (2002) juga menyebutkan dalam variabel yang lain konstan (Raharni et al.,
penelitiannya bahwa sebesar 46,1% 2002).
penyalahguna NAPZA berusia remaja yaitu Berdasarkan hasil penelitian Responden
antara 12-18 tahun. Hal ini karena untuk sebagian besar memiliki pekerjaan dan
memuaskan rasa ingin tahunya serta cenderung mengalami kejadian relapse satu
memperoleh pengakuan dari lingkungan kali yaitu sebanyak 32 orang (76.19%). Hal
sekitarnya remaja yang kurang pengawasan ini sesuai dengan survey yang dilakukan
atau salah pergaulan akan cenderung untuk oleh BNN tahun 2014 dengan responden
melakukan hal-hal yang melanggar norma yang bekerja sebanyak 80% dan yang tidak
seperti mengonsumsi miras, tawuran serta bekerja termasuk mahasiswa dan pelajar
mengonsumsi NAPZA. sekolah sebanyak 20%. Sejalan dengan itu
menurut Kepala BNN Provinsi Bali, tren

189
190 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192

pada tahun 2016 penyalaguna narkoba normalnya karena dosis yang sama tidak
adalah sebagian besar dari kelompok lagi berpengaruh (Martono & Joewana,
karyawan swasta terutama sopir dan guide 2006). Narkotika golongan I adalah zat
akibat perkembangan dunia pariwisata yang yang paling cepat menimbulkan
sangat pesat di Bali serta pekerjaan- ketergantungan dan bila di hentikan maka
pekerjaan lainnya dengan beban kerja yang akan mengakibatkan gejala putus zat yang
berat baru kemudian disusul oleh kelompok hebat salah satu cotohnya adalah heroin
mahasiswa dan pelajar. Kondisi dengan (Martono & Joewana, 2006).
beban kerja yang tinggi menuntut karyawan Berdasarkan hasil penelitian responden
untuk memberikan energi yang lebih besar yang sedang menjalani rehabilitasi sebagian
daripada biasanya dalam menyelesaikan besar mengalami relapse satu kali memiliki
pekerjannya, namun tidak semua karyawan motivasi yang rendah untuk sembuh yaitu
memiliki tingkat ketahanan terhadap sebanyak 15 orang (33.33%). Menurut
tekanan dari beban kerja yang sama Mustikallah & Dulakhir (2013) sebanyak
(Sujarwanto, 2016). Beban kerja inilah yang 31,1% penyalahguna NAPZA di Rumah
mengakibatkan seseorang mengalami stress Sakit Ketergantungan Obat Jakarta Timur
kerja yang nantinya akan menimbulkan memiliki motivasi yang rendah untuk
tindakan menyimpang seperti merokok, sembuh sehingga cenderung kembali
konsumsi miras dan narkoba (Lutfiyah, menyalahgunakan NAPZA (relapse).
2011). Menurut Husin (2008) motivasi memiliki
Responden yang sedang menjalani hubungan yang signifikan dengan terjadinya
rehabilitasi cenderung mengalami relapse kekambuhan. Motivasiakan mendorong
satu kali dan mengonsumsi narkoba jenis seseorang untuk terlepas dari
nakotika dengan lamanya satu sampai tiga ketergantungan terhadap NAPZA.
tahun yaitu sebanyak 28 orang (66.67%). Motivasi untuk sembuh adalah sesuatu
Hal ini sejalan dengan penelitian yang yang mendorong dan memperkuat perilaku
dilakukan Saragih (2009), jenis zat yang serta memberikan arahan pada individu
paling banyak dipakai penyalahguna dengan tujuan agar dapat mencapai taraf
NAPZA adalah ganja yaitu sebesar 49,1% , kesembuhan pada pengguna NAPZA.
shabu-shabu 35,2% dimana kedua zat ini Menurut Hawari (2003) pemulihan
adalah golongan narkotika dan yang paling penyalahguna NAPZA merupakan
sedikit adalah ecstacy 4,4% masuk dalam perjalanan yang panjang dan sering kali
golongan psikotropika. Menurut penelitian membutuhkan beberapa episode perawatan.
yang dilakukan oleh Habibi, Basri, & Jadi motivasi untuk sembuh dibutuhkan
Rahmadhani (2016) bahwa ada hubungan sebagai kunci utama untuk hidup bersih
yang signifikan antarajenis NAPZA yaitu tanpa narkoba.
narkotika golongan I dengan kekambuhan Berdasarkan hasil penelitian responden
(relapse). yang sedang menjalani rehabilitasi sebagian
Lama penyalahgunaan zat juga besar mengalami relapse satu kali memiliki
mempengaruhi kekambuhan. Semakin lama sikap yang kurang terhadap rehabilitasi dan
seseorang menyalahgunakan narkoba maka pengobatan terkait yaitu sebanyak 16 orang
dirinya akan mengalami adiksi atau (38.09%). Hal ini sejalan dengan penelitian
kecanduan.Makin tinggi dosis dan makin yang dilakukan oleh Andayani (2006) yaitu
lama pemakaian maka gejala putus zat rata-rata sikap penyalahguna NAPZA
makin hebat dan sakit. Gejala inilah yang cenderung rendah yaitu sebanyak 75%
sering mengakibatkan terjadi relapse karena sehingga kemungkinan untuk menggunakan
pengguna tidak tahan akan sakit akibat putus narkoba kembali cukup besar.
zat dan cenderung akan mengonsumsi zat Pecandunarkoba yang mengalami relapse
tersebut lagi namun dalam dosis yang lebih cenderung memiliki sikap yang kurang
tinggi (toleransi) untuk kembali ke keadaan akibat penyerahan atau pembiaran terhadap

190
I Nengah Sumirta, dkk. Faktor-Faktor Penyebab Relapse Pada Penyalahguna Napza 191

hal terkait dengan rehabilitasi sehingga (2016) peer attachment merupakan sebuah
kerap kali muncul kegagalan pengendalian ikatan yang melekat yang terjadi antara
diri. Oleh karena itu dibutuhkan sikap yang seseorang dengan teman-temannya, baik
baik terhadap rehabilitasi serta tindakan dengan seseorang maupun dengan kelompok
pengobatan terkait untuk mencegah sebayanya.
terjadinya relapse atau kekambuhan.
Sikap adalah reaksi atau respon SIMPULAN
seseorang yang masih tertutup terhadap Berdasarkan hasil penelitian dapat
suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, disimpulkan bahwa faktor yang
2012). Sikap yang konsisten juga kerap menyebabkan seseorang mengalami relapse
dikaitkan dengan kemampuan seseorang adalah usia remaja (57.14%), latar belakang
untuk memonitor dirinya sendiri terhadap pendidikan menengah (47.62%), beban
kesembuhan atau kepatuhan dalam pekerjaan tinggi (76.19%), mengonsumsi
menjalankan rehabilitasi yang membuat NAPZA jenis narkotika selama kurang dari
individu dapat berfokus untuk mencapai tiga tahun (66.67%), motivasi untuk sembuh
suatu tujuan yaitu terbebas dari NAPZA yang rendah (33.33%), sikap yang kurang
(Perwitasari, 2016). Menurut Indratmoko terhadap rehabilitasi (38.09%), memiliki
(2013) terdapat hubungan antara sikap dan pengaruh peer group yang tinggi dan masih
motivasi. bergaul dengan sesama pengguna NAPZA
Berdasarkan hasil penelitian responden (38.09%). Faktor yang paling dominan
sebagian besar mengalami relapse atau terhadap kekambuhan (relapse) adalah
kambuh kembali sebanyak satu kali faktor pekerjaan.
memiliki pengaruh faktor teman (peer
group) yang tinggi yaitu sebanyak 16 orang DAFTAR RUJUKAN
(38.09%). Hal ini senada dengan penelitian Andayani, M. 2006. Gambaran
Pengetahuan Dan Sikap Pengguna
yang dilakukan oleh Marlatt dan Gordon Narkoba Terhadap
(1985) yang menyebutkan bahwa teman Penyalahgunaan Narkoba Di
sebagai faktor penyebab kekambuhan R.S.K.O Halmahera House
sebesar 34%. Hasil penelitian ini juga sesuai Therapeutic Community Cibubur.
Universits Kristen Maranatha.
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hawari (2003) tentang faktor penyebab Aprilia, T. 2016. Hubungan Keterikatan
kekambuhan pada pengguna NAPZA yang Kelompok Teman Sebaya (Peer
memperoleh hasil bahwa sekitar 58,36% Group) Dengan Perilaku Bullying
Pada Remaja Di SMP N 2
pasien yang mengalami kekambuhan Gamping. Universitas
dipengaruhi oleh faktor teman. Faktor ini Muhammadiyah Yogyakarta.
merupakan faktor yang paling
mempengaruhi terjadinya kekambuhan. Aztri, S. 2013. Rasa Berharga Dan Pelajaran
Hidup Mencegah Kekambuhan
Selain itu menurut Aztri (2013) aspek yang Kembali Pada Pecandu Narkoba
dapat mengantarkan seseorang mengalami Studi Kualitatif Fenomenologis.
kecanduan adalah kelompok teman sebaya Jurnal Psikologi,Volume 9.
(peer group) yang negatif.
BNN. 2015. Laporan Kinerja BNN 2015.
Menurut Raharni et al. (2002) Jakarta: BNN RI.
penyalahguna NAPZA yang sedang
rehabilitasi dan masih bergaul dengan teman Habibi, Basri, S., & Rahmadhani, F. 2016.
sebayayang menggunakan NAPZA Faktor - Faktor yang Berhubungan
dengan Kekambuhan Pengguna
berpeluang 5.55 kali lebihbesar untuk Narkoba pada Pasien Rehabilitasi
menyalahgunakan NAPZA kembali di Balai Rehabilitasi Badan
dibanding penyalahguna yang tidak pemah Narkotika Nasional Baddoka
bergaul dengan teman yangmenggunakan Makassar Tahun 2015, 8, 1–11.
NAPZA. Menurut Neufeld dalam Aprilia

191
192 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 183 - 192

Hawari, D. 2003. Penyalahgunaan Dan Jakarta Timur. Jurnal Ilmiah


Ketergantungan NAZA ( Narkotika, Kesehatan, 5.
Alkohol Dan Zat Adiktif ). Jakarta:
FKUI. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Hawari, D. 2012. Penyalahgunaan Dan Rineka Cipta.
Ketergantungan NAZA (2nd ed.).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan
Universitas Indonesia. dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Husin, N. 2008. Faktor yang Mempengaruhi
Mantan Pecandu Untuk Kembali Perwitasari, D. A. 2016. Proses Regulasi
Menyalahgunakan Narkoba Diri Pada Mantan Pecandu
(Relapse). Universitas Indonesia. Narkotika Yang Bekerja Sebagai
Konselor Adiksi. Universitas Sanata
Indratmoko, W. 2013. Pengaruh Dharma.
Pengetahuan, Sikap, Dan Motivasi
Diri Terhadap Perilaku Pieter, H. Z. dkk. 2011. Pengantar
Pencegahan HIV/AIDS Pada Psikopatologi Untuk Keperawatan.
Siswa-Siswi SMA Perkotaan Di Jakarta: Kencana.
Kabupaten Sragen. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi
Asuhan Keperawatan Jiwa.
Kartaatmaja, A. M. 2015. Menuju ASEAN Yogyakarta: Nuha Medika.
Bebas Narkoba 2015: Situasi
Penyalahgunaan Narkoba di Putra, B. S. 2011. Hubungan Antara
Indonesia. Badan Kerjasama Antar Dukungan Sosial Dengan Motivasi
Parlemen (BKSAP) Dewan Untuk Sembuh Pada Pengguna
Perwakilan Republik Indonesia. NAPZA Di Rehabilitasi Madani
Mental Health Care. Universitas
Kholik, S., Mariamu, evi risa, & Zainab. Islam Negeri. Retrieved from
2014. Faktor-Faktor Yang http://repository.uinjkt.ac.id/dspace
Mempengaruhi Penyalahgunaan /bitstream/123456789/4110/1/BAY
Narkoba Pada Klien Rehabilitasi U SUKOCO PUTRA-FPS.PDF
Narkoba Di Poli Napza RSJ
Sambang Lihum. Jurnal Skala Raharni, Ke, N. M., & Evie, M. 2002.
Kesehatan, 5(1). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Penyalahgunaan NAPZA
Lubis, S. N. 2012. Hubungan Faktor Pada Siswa SMUN Kota Bekasi
Internal dan Faktor Eksternal Tahun 2002. Buletin Penelitian
Dengan Kekambuhan Kembali Sistem Kesehatan, 9.
Pasien Penyalahguna NAPZA di Saragih, N. 2009. Karakteristik
Kabupaten Deli Serdang Tahun Penyalahguna Narkotika,
2012. Universitas Sumatera Utara. Psikotropika dan Zat Adiktif
(NAPZA) Di Sibolangit Centre
Lutfiyah. 2011. Analisis Faktor-Faktor Rehabilitation For Drug Addict
Yang Mempengaruhi Stres Kerja Kabupaten Deli Serdang Tahun
Pada Polisi Lalu Lintas. Universita 2004-2007. Universitas Sumatera
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Utara.
Savitri, N. 2015. Relapse Is Not Solution.
Martono, L. H., & Joewana, S. 2006. 16 Retrieved from
Modul Latihan Pemulihan Pecandu http://kepri.bnn.go.id/2014/09/relap
Narkoba Berbasis Masyarakat. se-is-not-solution/
Jakarta: Balai Pustaka. Subekti, E. M. A., Fitriani, N., &
Aquarisnawati, P. 2011. Pengaruh
Mustikallah, O., & Dulakhir. 2013. antara Kematangan Emosi dan
Hubunga Antara Dukungan Sosial Self-eficacy terhadap Craving pada
Keluarga Dengan Motivasi Mantan Pengguna Narkoba. Insan,
Kesembuhan Pasien Napza 13(02), 106–117.
(Narkotika, Alkohol, Psikotropika Sujarwanto. 2016. Pengaruh Motivasi Kerja
Dan Zat Adiktif Lainnya) Di Dan Beban Kerja Terhadap
Rumah Sakit Ketergantungan Obat Kinerja Karyawan Bank BTN
Yogyakarta. UNY.

192
193

KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS


IGA Ari Rasdini
Oktariadi
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan denpasar
Email: rasdiniari@gmail.com

Abstract : The Blood Sugar Content In Diabetes Mellitus Patient. The goal of this
study is to describe of blood sugar levels of patients with diabetes mellitus use
descriptive research method with cross-sectional approach. The study was conducted in
May where 79 people as respondents obtained using consecutive sampling. Data
collection of blood sugar levels in diabetic patients observation results of recent blood
sugar brought on diabetes patients as controls. The results obtained that the average
value of fasting blood sugar levels of 79 respondents was 139,91 mg/dl, while the
average value of blood sugar levels 2 hours pp of 79 respondents was 206,38 mg/dl.
From the results it can be described, the average value of fasting blood sugar levels and
2 hours pp DM patients categorized as poor.

Abstrak : Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus. Tujuan penelitian ini
adalah ingin mengetahui gambaran kadar gula darah pasien Diabetes Melitus, design
penelitian deskriptif dengan pendekatan crossecsional. Penelitian dilaksanakan pada
bulan mei dengan sampel sebanyak 79 orang dengan tehnik consekutive sampling. Data
gula darah pasien DM adalah yang kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 79 orang.
Rata-rata nilai kadar gula darah puasa dari 79 responden adalah 139,91 mg/dl , dan
nilai kadar gula darah 2 jam pp dari 79 responden adalah 206,38 mg/dl. Melihat hasil
penelitian ini, rata-rata nilai kadar gula darah puasa pada pasien DM termasuk kategori
buruk dan rata-rata nilai kadar gula darah 2 jam pp pada pasien DM termasuk kategori
buruk.

Kata kunci : Gula darah, Pasien, Diabetes melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kronis. Gangguan kesehatan komplikasi


kelompok penyakit metabolik dengan akut Diabetes Melitus menurut Budi santosa
karakteristik hiperglikemik yang terjadi dan imar subekti (dalam Penatalaksanaan
karena kelainan sekresi insulin, kerja DM Terpadu, 2009) antara lain Hipoglikemi
insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2006). dan Hiperglikemi. Hipoglikemia adalah
Slamet Suyono (dalam Penatalaksanaan DM keadaan klinik gangguan saraf yang
Terpadu, 2009) menyatakan Diabetes disebabkan penurunan glukosa darah di
Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang bawah 50-60 mg/dl (Smeltzer, 2002).
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh Sedangkan Hiperglikemia merupakan suatu
karena adanya peningkatan kadar glukosa keadaan dimana kadar glukosa darah yang
darah akibat penurunan sekresi insulin yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-
progresif yang dilatar belakangi oleh 160 mg/100 ml darah (Sujono Riyadi dan
resistensi insulin. Peningkatan kadar Sukarmin, 2008).
glukosa dalam tubuh menyebabkan Kesembuhan pada penderita DM
terjadinya Diabetes Melitus yang apabila sebenarnya adalah kadar gula darah yang
tidak ditangani dengan baik akan terkendali, dan ini tergantung pada pasien
berkembang menjadi gangguan yang lebih sendiri, terutama kerja sama antara pasien
parah yang dapat menyebabkan berbagai dan dokter atau petugas medis yang
komplikasi baik yang bersifat akut maupun merawatnya. Perlu adanya kontrol glukosa

193
194 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 193 - 197

darah baik yang dilakukan sendiri dirumah HASIL DAN PEMBAHASAN


maupun kontrol ke pelayanan kesehatan. Karakteristik subyek penelitian
Kemampuan seseorang untuk mengatur Dalam penelitian ini yang menjadi
kadar glukosa plasma darah agar tetap responden adalah pasien diabetes melitus
dalam batas-batas normal dapat ditentukan yang di rawat jalan di Poliklinik Interna
melalui tes kadar glukosa serum puasa dan RSUP Sanglah Denpasar. Besar responden
respons glukosa serum terhadap pemberian yang diperoleh sebanyak 79 orang yang
glukosa (Price, 2006). Kadar gula darah telah memenuhi semua kriteria inklusi
sebagai kriteria diagnosis Diabetes Melitus penelitian. Adapun karakteristik responden
dan gangguan toleransi glukosa darah yang yang telah diteliti sebagai berikut :
disusun WHO, dapat ditegakkan dengan Sebaran Responden Berdasarkan Jenis
mengukur kadar darah waktu puasa dan 2 Kelamin
jam setelah beban glukosa oral (Sudoyo, Tabel 1. Karakteristik Responden
2006). Kadar glukosa darah normal pada Berdasarkan Jenis Kelamin
seseorang yang tidak makan dalam waktu
tiga atau empat jam terakhir adalah sekitar Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
90 mg/dl. Setelah makan makanan yang
Laki-laki 32 40,50%
mengandung banyak karbohidrat sekalipun,
kadar ini jarang melebihi 140 mg/dl kecuali Perempuan 47 59,50%
orang tersebut menderita DM (Guyton, Jumlah 79 100%
2007). Masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah” Bagaimanakah Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa
Gambaran Kadar Gula Darah pada Pasien dari 79 responden jumlah perempuan lebih
Diabetes Melitus di Poliklinik Interna RSUP banyak dari laki-laki yaitu 47 orang
Sanglah Denpasar”. Penelitian ini bertujuan (59,50%) sedangkan laki – laki sebanyak 32
ingin mengetahui gambaran kadar gula orang (40,50%).
darah pasien Diabetes Melitus di Poliklinik
Interna RSUP Sanglah Denpasar. Sebaran Responden Berdasarkan Umur
Tabel 2. Karakteristik Responden
METODE Berdasarkan Umur
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif yaitu suatu metode Umur Frekuensi Persentase
penelitian yang dilakukan dengan tujuan
31 - 40 tahun 4 5,1 %
utama untuk membuat gambaran tentang
41 - 50 tahun 22 27,84 %
suatu keadaan secara objektif, dengan
> 51 tahun 53 67,1 %
pendekatan cross-sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien DM yang Jumlah 79 100%
melakukan kontrol ke Poliklinik Interna
RSUP Sanglah Denpasar. dengan jumlah Dari tabel di atas dapat diketahui dari 79
sampel sebanyak 79 orang dengan kriteria : responden sebagian besar berusia diatas 51
penderita DM yang membawa hasil tahun dengan jumlah 53 orang (67,1 %). 22
pemeriksaan gula darah terakhir (minimal (27,84%) berusia antara 41 - 50 tahun.
hasil pemeriksaan 3 hari sebelum kontrol), Sedangkan 4 orang (5,1%) berumur antara
penderita DM yang menggunakan obat- 31- 40 tahun.
obatan hipoglikemik. Cara pemilihan
sampel dengan consecutive sampling.

194
IGA Ari Rasdini, dkk. Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus 195

Hasil pengamatan terhadap obyek penelitian


Deskripsi kadar gula darah puasa
Tabel 3. Rata-rata Kadar Gula Darah Puasa pada Pasien DM

Kadar gula Nilai


n Mean SD 95% CI
darah Minimal Maximal
Puasa
79 139,91 59 359 54,01 127,81-152,01
(mg/dl)

Pada tabel di atas dapat diuraikan bahwa 359 mg/dl serta mempunyai standar deviasi
rata-rata nilai kadar gula darah puasa dari 79 54,01. Dari hasil estimasi interval dapat
responden adalah 139,91 mg/dl dengan nilai disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
kadar gula darah terendah adalah 59 mg/dl nilai kadar gula darah puasa berada pada
dan nilai kadar gula darah tertinggi adalah selang 127,81 mg/dl sampai 152,01 mg/dl.

Deskripsi nilai kadar gula darah 2 jam pp (post prandial)


Tabel 4. Rata-rata Kadar Gula Darah 2 Jam PP pada Pasien Diabetes Melitus

Kadar gula Nilai


n Mean SD 95% CI
darah Minimal Maximal
2 jam pp
79 206,38 89 442 72,15 190,22-222,54
(mg/dl)

Pada tabel di atas dapat diuraikan bahwa deviasi 72,15. Dari hasil estimasi interval
rata-rata nilai kadar gula darah 2 jam pp dari dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-
79 responden adalah 206,38 mg/dl dengan rata nilai kadar gula darah 2 jam pp berada
nilai kadar gula darah terendah adalah 89 pada selang 190,22 mg/dl sampai 222,54
mg/dl dan nilai kadar gula darah tertinggi mg/dl.
adalah 442 mg/dl serta mempunyai standar

Pembahasan kesehatan serta pemantauan kadar gula


Menurut Tandra (2008) pengobatan darah. Adapun faktor-faktor yang
diabetes terdiri dari 3 bagian yaitu diet yang mempengaruhi kadar gula darah pada pasien
benar, olahraga yang teratur, obat tablet DM adalah aktivitas fisik, obat-obatan
yang diminum maupun suntikan insulin. hipoglikemi dan diet.
Bila hal ini sudah bisa dilakukan secara Aktivitas fisik merupakan salah satu
benar, kadar gula darah akan selalu berada penatalaksanaan diabetes karena efeknya
dalam batas normal atau bisa terkontrol dapat menurunkan kadar glukosa darah
dengan baik. Kadar gula darah penderita dengan meningkatkan pengambilan glukosa
DM sangat dipengaruhi oleh kepatuhan oleh otot dan memperbaiki pemakaian
penderita terhadap diet, keteraturan dalam insulin (Smeltzer, 2002). Bagi penderita
melakukan latihan fisik serta kepatuhan diabetes, olahraga teratur akan lebih banyak
dalam mengkonsumsi obat. Smeltzer (2002) memberi keuntungan. Glukosa dan lemak
menjelaskan menormalkan aktivitas insulin darah menjadi turun, meningkatkan kerja
dan kadar gula darah dalam upaya insulin, peredaran darah menjadi lebih baik,
mengurangi terjadinya komplikasi terdiri tekanan darah lebih stabil, dan berat badan
dari berbagai komponen yaitu latihan fisik, menjadi turun (Tandra, 2008). Pengobatan
diet serta terapi disamping pendidikan diabetes secara menyeluruh mencakup diet

195
196 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 193 - 197

yang benar, olahraga yang teratur, dan obat- 359 mg/dl serta mempunyai standar deviasi
obatan yang diminum atau suntikan insulin. 54,01. Dari hasil estimasi interval dapat
Pada diabetes tipe 1, mutlak memerlukan disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
suntikan insulin setiap hari. Sedangkan pada nilai kadar gula darah puasa berada pada
diabetes tipe 2, dengan diet dan olahraga selang 127,81 sampai 152,01.
gula darah dapat menjadi normal, namun Sedangkan rata-rata nilai kadar gula
umumnya perlu minum obat anti diabetes darah 2 jam pp dari 79 responden adalah
(OAD) secara oral. Pada keadaan tertentu, 206,38 mg/dl dengan nilai kadar gula darah
penderita diabetes tipe 2 memerlukan terendah adalah 89 mg/dl dan nilai kadar
suntikan insulin atau suntikan insulin yang gula darah tertinggi adalah 442 mg/dl serta
dikombinasi dengan tablet (Tandra, 2008). mempunyai standar deviasi 72,15. Dari hasil
Jenis obat-obatan seperti obat hipoglikemik, estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
dapat menurunkan kadar glukosa darah. 95% diyakini rata-rata nilai kadar gula darah
Obat-obatan yang digunakan adalah 2 jam pp pada pasien DM berada pada
pensensitif insulin dan sulfonilurea. Dua tipe selang 190,22 sampai 222,54.
pensensitif yang tersedia adalah metformin Dari hasil penelitian diatas dapat
dan tiazolidinedion. Metformin menurunkan diuraikan bahwa rata-rata nilai kadar gula
produksi glukosa hepatik, menurunkan darah puasa dan rata-rata nilai kadar gula
absorbsi glukosa pada usus, dan darah 2 jam pp pada pasien DM termasuk
meningkatkan kepekaan insulin, khususnya kategori buruk.
di hati. Tiazolidinedion meningkatkan
kepekaan insulin perifer dan menurunkan DAFTAR RUJUKAN
produksi glukosa hepatik (Price, 2006). Aizid, Rizem, 2011, Babat Ragam Penyakit
Paling Sering Menyerang Orang
Faktor diet merupakan awal dari usaha Kantoran, Jogyakarta: Flashbooks.
untuk mengendalikan diabetes. Ikuti diet
rendah gula seumur hidup, sesuai dengan Anggraeni, R., 2010, Hubungan Besar
anjuran dokter atau ahli gizi. Dalam diabetes Lingkar Pinggang pada Penderita
Obesitas Sentral terhadap Kadar
yang perlu diketahui adalah diet ini harus Glukosa Darah Puasa di
dapat memenuhi kebutuhan gula tubuh, Direktorat Samapta Polda Bali.
tetapi tidak boleh berlebihan (Vitahealth, Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar:
2004). Pola makan yang sehat dan sesuai Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas
dengan kondisi pasien sangatlah penting, Udayana.
karena pola makan merupakan salah satu
faktor penyebab timbulnya diabetes melitus. Baradero, M., dkk, 2009, Seri Asuhan
Tidak ada formula khusus untuk mengatur Keperawatan Klien Gangguan
Endokrin, Jakarta: EGC.
pola makan bagi pasien diabetes, yang
terpenting adalah mengenal mana makanan Bastiansyah, Eko., 2008, Panduan Lengkap
yang mengandung karbohidrat, lemak, Membaca Hasil Tes Kesehatan,
protein, kemudian membuat variasi dan Jakarta: Penebar Plus.
mengatur makanan setiap harinya (Tandra, Corwin, J.E., 2009, Buku Saku
2008). Patofisiologis, Jakarta: EGC.

SIMPULAN Guyton, A., 2007, Buku Ajar Fisiologi


Kedokteran, Edisi 11, Jakarta:
Berdasarkan penelitian yang telah EGC.
dilakukan di Poliklinik Interna RSUP
Sanglah pada bulan Mei 2012 diperoleh Hendromartono, 2003, Penatalaksanaan
rata-rata nilai kadar gula darah puasa dari 79 Diabetes Terpadu, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
responden adalah 139,91 mg/dl dengan nilai
kadar gula darah terendah adalah 59 mg/dl Henrikson, 2009, Defenisi Glukosa Darah
dan nilai kadar gula darah tertinggi adalah dan Pengukuran., (online),
available:
196
IGA Ari Rasdini, dkk. Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus 197

(http://respository.usu.ac.od/biststre Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia,


am-glukosa/ chapter II.pdf), (15 Jakarta: EGC.
januari 2012).
Smeltzer, S. C., 2002. Buku Ajar
Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Keperawatan Medikal-Bedah
Metodelogi Penelitian Ilmu Brunner & Suddarth, Edisi 8 Vol.
Keperawatan Pedoman Skripsi, 2. Jakarta: EGC.
Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan Edisi 2, Jakarta: Sudoyo, A. W., 2006, Buku Ajar Ilmu
Salemba Medika. Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV,
Jakarta: FKUI.
Perkeni, 2006, Konsesus Pengelolaan dan
Pencegahan DM Tipe 2 di _---------, 2009, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
Indonesia, Jakarta: PB. Perkeni. II, Edisi V, Jakarta: Interna
Publishing.
Price, S & Wilson, 2006, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Sugiyono, 2010, Metode Penelitian
Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC. Pendidikan Pendekatan Kuantitatif
Kualitatif dan R & D, Bandung :
Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. alfabeta.
Ciptomangunkusumo FKUI, 2009,
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Sukawana, W., 2007, Pengaruh Status Gizi,
Terpadu, Jakarta : Balai Penerbit Kadar Hemoglobin, dan Glukosa
FKUI. Darah terhadap Hasil Belajar
Biologi Siswa SMA 6 Denpasar,
, 2011, Penatalaksanaan Diabetes Tesis tidak diterbitkan, Singaraja:
Melitus Terpadu, Jakarta : Badan Program Pasca sarjana Universitas
Penerbit FKUI. Pendidikan Ganesha.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin., 2008, Tandra, H., 2008, Segala Sesuatu yang
Asuhan Keperawatan Pada Harus Anda Ketahui Tentang
Pasien dengan Gangguan Diabetes Melitus, Jakarta:
Eksokrin dan Endokrin pada Gramedia Pustaka.
Pankreas, Yogyakarta : Graha
Ilmu. Vitahealth, 2004, Diabetes, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

197
198

PEMBERDAYAAN SEKAA TERUNA TERUNI SEBAGAI


PENDIDIK SEBAYA KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Nengah Runiari
Ida Erni Sipahutar
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email : runiarijkp@gmail.com

Abstract: Empowerment Traditional youth organization As Adolescent Reproductive


Health Peer Educators. The purpose of this study was to determine changes in
knowledge and attitudes of adolescents on reproductive health after being given
counseling by peer educators. The study design with methods One Group Pre-Post
test. Selection of the sample with quota sampling. The samples used were as many as
210 teenagers. Knowledge and attitude data collection using questionnaires. Wilcoxon
test results obtained p-value of 0.000 (<0.05), which means there is a significant
increase in knowledge of adolescents after counseling by peer educators. Results
obtained chi-square test there was an increase in teenage attitude favorable after
being given counseling by peer educators with p-value 0.000 (<0.05) in RR 95% CI
(2575-4217).

Abstrak : Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya


Kesehatan Reproduksi Remaja. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan
pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi setelah diberikan
penyuluhan oleh pendidik sebaya. Desain penelitian dengan metode One Group Pre
test-Post test. Pemilihan sampel dengan teknik quota sampling. Sampel yang
digunakan adalah sebanyak 210 remaja. Pengumpulan data pengetahuan dan sikap
dengan menggunakan kuisioner. Hasil uji Wilcoxon didapatkan pvalue sebesar 0.000
(< 0.05) yang artinya ada peningkatan pengetahuan remaja yang signifikan setelah
penyuluhan oleh pendidik sebaya. Hasil uji chi square didapatkan ada peningkatan
sikap remaja yang favorable setelah diberikan penyuluhan oleh pendidik sebaya
dengan p value 0.000 (< 0.05) RR 95% CI (2.575-4.217).

Kata kunci : Sekaa Teruna Teruni, Pendidik Sebaya, Kesehatan Reproduksi

Masa remaja merupakan keadaan dimana jika tidak disertai dengan pengetahuan yang
individu mengalami kematangan dan tepat dan sesuai. Efek negatif tersebut
pertumbuhan organ-organ reproduksi atau diantaranya perilaku seks bebas yang
yang dikenal dengan masa pubertas (Lubis, berakhir dengan kejadian PMS (Penyakit
2013). Pertumbuhan organ reproduksi Menular Seksual) dan HIV/AIDS,
remaja disertai dengan perubahan emosional kehamilan remaja serta pernikahan dini
dan psikologis. Remaja akan memiliki rasa (Surbakti, 2009).
ingin tahu, mencoba dan bereksperimen Menurut Sutarsa (2009) kehamilan
yang begitu besar. Remaja berusaha mencari remaja dari segi usia yaitu usia 16-20 tahun.
identitas dirinya yang akan menjadi penentu Kehamilan pada remaja terjadi disebabkan
perannya di masyarakat, yaitu identitasnya oleh dua faktor yang mendasari perilaku
dalam bidang seksual sehingga remaja dan seks pada remaja yaitu, harapan untuk
dorongan seksual saling berhubungan serta menikah pada usia yang relatif muda (20
sulit dipisahkan (Lidya dan Satya, 2008). tahun) dan makin berkembangnya arus
Hubungan antara dorongan seksual dan informasi yang menimbulkan rangsangan
remaja ini akan menimbulkan efek negatif seksual, sehingga mendorong remaja

198
Nengah Runiari, dkk. Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 199

melakukan seks pranikah yang berdampak berisiko memiliki prilaku pacaran yang
kehamilan di luar pernikahan pada remaja tidak sehat, antara lain melakukan hubungan
(Manuaba, 2007). Perkembangan media seks pranikah. Alasan remaja melakukan
informasi yang tidak memiliki batasan, hubungan seks pranikah sebagian besar
mengakibatkan remaja mulai mencari karena penasaran ingin tahun (57.5% pria),
jawaban mengenai masalah dorongan terjadi begitu saja (38% perempuan) dan
seksual yang dihadapinya tanpa mengetahui dipaksa oleh pasangan (12,6% perempuan).
ketepatan informasi yang disajikan. Hal ini mencerminkan kurangnya
Akibatnya, remaja saat ini sering terjerumus keterampilan hidup sehat, risiko hubungan
pada pergaulan bebas yang berujung pada seksual dan kemampuan untuk menolak
seks pranikah dan kehamilan (Asfriyati, hubungan yang mereka tidak inginkan
2005). (Kemenkes, 2015).
Angka kejadian kehamilan remaja di
dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Rahyani,
Menurut World Health Organization Utarini, Wilopo dan Hakimi tentang
(WHO) tahun 2013, ditemukan bahwa lebih Perilaku Seks Pranikah Remaja di Bali
dari 7 juta anak perempuan di negara miskin tahun 2012 dengan responden adalah siswa
melahirkan pada usia di bawah 18 tahun sekolah menengah atas level 10 – 11 di kota
setiap tahunnya. Jika hal ini tetap berlanjut, Denpasar menunjukkan bahwa terpapar
jumlah anak perempuan yang melahirkan ponografi cenderung meningkatkan perilaku
pada usia tersebut akan mengalami inisiasi seks pranikah sebesar 5,2 kali
peningkatan sebanyak 3 juta kasus setiap dibandingkan tidak terpapar pornografi
tahunnya hingga mencapai tahun 2030. (95% CI = 1,7 -15,9). Hampir 15%
responden pada survei awal mengaku
Menurut hasil Survei Demografi dan pernah dipaksa atau dirayu oleh pacar untuk
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, melakukan hubungan seks pranikah (data
menyebutkan bahwa angka fertilitas remaja tidak ditampilkan). Sebanyak 29 responden
atau Age Specific Fertility Rate (ASFR) (4,26%) mengaku sudah melakukan
pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai hubungan seks pranikah bersama
48 dari 1.000 kehamilan. Angka rata-rata itu pacar/pasangan dalam satu tahun terakhir
jauh lebih tinggi dibandingkan temuan (1,44% remaja perempuan dan 3,19%
SDKI 2007 yaitu 35 dari 1.000 kehamilan. remaja laki-laki). Responden laki-laki lebih
Data tentang kesehatan reproduksi remaja banyak yang mengaku pernah berhubungan
didapatkan bahwa pengetahuan remaja seks pranikah dibandingkan responden
tentang kesehatan reproduksi belum perempuan. Berdasarkan hasil survei awal di
memadai. Hasil wawancarai remaja usia Bali diperoleh alasan utama responden laki-
15-24 tahun dan belum menikah diperoleh laki usia 14 – 16 tahun mulai berhubungan
hasil hanya 35.3 % remaja perempuan dan seks pranikah, yakni rasa ingin tahu (27,6%)
31.2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun dan merasa khilaf (10,3%). Sebaliknya,
mengetahui bahwa perempuan dapat hamil responden perempuan beralasan tidak tahu
dengan satu kali berhubungan seksual. (6,9%), selain merasa sayang, takut menolak
Begitu pula penyakit menular seksual kemauan pacar, suka sama suka (3,4%).
kurang diketahui oleh remaja. Proporsi
terbesar berpacaran pertama kali usia 15-17 Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
tahun. Sekitar 33.3% remaja perempuan dan adalah kesehatan reproduksi di kalangan
34.5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 remaja. Beberapa pengetahuan dasar tentang
tahun mulai berpacaran saat mereka berusia kesehatan reproduksi yang perlu diketahui
15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan remaja, antara lain pengenalan mengenai
remaja belum mempunyai keterampilan sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi,
hidup yang memadai sehingga mereka bahaya napza (narkotika, alkohol,
200 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 198 - 204

psikotropika, dan zat adiktif) pada kesehatan ada di masyarakat. Sekaa teruna teruni
reproduksi, penyakit menular seksual, HIV (STT) merupakan organisasi sosial
dan AIDS serta dampaknya terhadap pengembangan generasi muda yang tumbuh
kesehatan reproduksi, pendewasaan usia dan berkembang atas dasar kesadaran dan
kawin dan perencanaan kehamilan, tumbuh tanggung jawab sosial. Kumpulan atau
kembang anak dan remaja (akil balig, masa organisasi ini berasal dari, oleh, dan untuk
subur, anemia, dan lain-lain), kehamilan dan masyarakat terutama generasi muda, baik
persalinan. Perlunya remaja memahami laki-laki maupun perempuan di wilayah
kesehatan reproduksinya menurut BKKBN desa/kelurahan atau komunitas adat. Setiap
adalah agar remaja mengenal tubuhnya dan desa di Bali biasanya memiliki STT yang
organ-organ reproduksinya, memahami merupakan paguyuban dari pemuda-pemudi
fungsi dan perkembangan organ di desa tersebut. Setiap pemuda-pemudi
reproduksinya secara benar, memahami diwajibkan mengikuti STT dalam rangka
perubahan fisik dan psikisnya, melindungi membangun kesadaran akan pentingnya
diri dari berbagai risiko yang mengancam tanggung jawab yang harus dipikul setiap
kesehatan dan keselamatannya, pemuda. STT dapat dijadikan sebagai
mempersiapkan masa depan yang sehat dan pendidik sebaya dalam mempromosikan
cerah, serta mengembangkan sikap dan berbagai program kesehatan antara lain
perilaku bertanggung jawab mengenai kesehatan reproduksi remaja.
proses reproduksi (BKKBN, 2010).
Puskesmas IV Denpasar Selatan
Berdasarkan hasil penelitian Agustini dan merupakan salah satu Unit Pelayanan
Arsani tahun 2012 di Buleleng Provinsi Bali Teknis Dinas (UPTD) Kesehatan Kota
tentang Pelayanan Kesehatan Perduli Denpasar yang bertanggung jawab terhadap
Remaja (PKPR) terdapat satu tugas yang pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
belum terlaksana yaitu pelatihan pendidik yaitu di Kelurahan Pedungan yang terdiri
sebaya. Tidak terealisasinya kegiatan ini dari 14 Banjar. Dalam rangka pencapaian
terkait dengan tumpang tindihnya kegiatan target MDG‟s maka prioritas program
pelatihan pendidik yang dilaksanakan oleh adalah pada Kesehatan ibu, Anak dan
Komisi Pemberantasan AIDS (KPA) Remaja sampai Persalinan, salah satunya
Buleleng. Selain itu, pelaksanaan kegiatan adalah melaksanakan Pelayanan Kesehatan
lainnya seperti pemberian informasi dan Perduli Remaja (PKPR). Pelayanan
edukasi, pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan remaja dilakukan terintegrasi
klinis dan rujukan serta konseling dirasakan dengan UKS (usaha Kesehatan sekolah) di
masih belum menjangkau seluruh remaja. beberapa SMP dan SMA. Kegiatan
pelayanan kesehatan yang telah dilakukan
Pendidikan kesehatan oleh pendidik meliputi skrining anemia pada remaja putri
sebaya merupakan salah satu metode di SMA dan SMP di wilayah Pedungan serta
pendidikan kesehatan yang sangat efektif penyuluhan tentang kesehatan reproduksi
pada remaja. Hal ini didukung dengan hasil dan HIV/AIDS. Selain melaksanakan
Survei Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja program kesehatan reproduksi remaja
tahun 2012 menunjukkan bahwa remaja berbasis sekolah, promosi kesehatan
laki-laki dan perempuan paling banyak reproduksi remaja juga melibatkan
berdiskusi dengan teman sebaya tentang organisasi sosial yang ada di masyarakat
kesehatan reproduksi dibandingkan dengan antara lain STT.
orang tua dan guru (Kemenkes, 2015).
Pelatihan pendidik sebaya telah banyak Berdasarkan informasi yang peneliti
dilakukan di sekolah baik pada jenjang SMP peroleh dari penanggungjawab kesehatan
maupun SMA, namun belum banyak Reproduksi di Puskesmas IV Denpasar
memanfaatkan organisasi sosial remaja yang Selatan, disampaikan bahwa selama ini telah

200
Nengah Runiari, dkk. Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 201

melakukan penyuluhan kepada STT terkait Tabel 1. Distribusi Remaja berdasarkan


dengan kesehatan reproduksi, namun belum Umur, Jenis Kelamin dan
melibatkan seluruh anggota STT. Dari 14 Pendidikan
STT yang ada di wilayah kerja Puskesmas
IV Denpasar Selatan dipilih empat orang No Karakteristik Jumlah %
untuk mewakili masing-masing STT. Responden (n=210)
Namun belum ada program pemberdayaan 1. Umur
anggota SST yang mengikuti penyuluhan a. Remaja awal 16 7.6
untuk menyebarkan informasi kepada (11-14 tahun)
anggota STT yang atau melatih anggiota b. Remaja 76 36.2
STT menjadi pendidik sebaya /konselor Pertengahan
sebaya. Berdasarkan wawancara peneliti (15-17 tahun)
dengan anggota STT yang telah mengikuti c. Remaja akhir 118 56.2
penyuluhan, selama ini informasi yang 18-20 tahun)
mereka peroleh belum sepenuhnya mereka 2. Pendidikan
bisa sampaikan kepada anggota yang lain . a. Tamat SD 27 12.9
karena mereka belum menguasai tentang b.Tamat SMP 64 30.5
kesehatan reproduksi dan belum percaya diri c.Tamat SMA 103 49.0
untuk memberikan penyuluhan kepada d.Tamat Perguruan 16 7.6
teman sebayanya. Tinggi
Berdasarkan uaian di atas, tujuan 3. Jenis kelamin
penelitian ini adalah mengetahui a. Laki-laki 132 62.9
peningkatan pengetahuan dan sikap remaja b.Perempuan 78 37.1
teman sebaya tentang kesehatan reproduksi
setelah diberikan penyuluhan oleh sekaa
Berdasarkan pada tabel 1, sebagian besar
teruna teruni (STT).
umur responden berada pada rentang usia
remaja akhir usia antara 18-20 tahun
METODE
sebanyak 56.2%, pendidikan tertinggi
Disain penelitian dengan metode One
adalah tamat SMA sebanyak 49.0% dan
Group Pre test-Post test untuk mengukur
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 62.9%.
perubahan pengetahuan dan sikap remaja
Pengetahuan Remaja sebelum dan sesudah
tentang kesehatan reproduksi sebelum dan
penyuluhan oleh pendidik sebaya dapat
sesudah diberikan penyuluhan oleh STT
dilihat pada tabel di bawah ini :
sebagai pendidik sebaya. Populasi penelitian
Tabel 2. Pengetahuan Remaja Sebelum dan
adalah remaja di wilayah Puskesmas IV
Sesudah Diberikan Penyuluhan
Denpasar Selatan. Pemilihan sampel
menggunakan teknik quota sampling.
No Pengetahuan Pengetahuan
Jumlah sampel sebanyak 210 orang. Satu Sebelum Setelah
orang pendidik sebaya akan melakukan Pelatihan Pelatihan
penyuluhan kepada lima orang teman (n=210) (n=210)
sebaya. Media penyuluhan menggunakan 1 Mean 16.85 18.20
booklet. Pengumpulan data dengan 2 Median 17.00 18.00
menggunakan kuisioner pengetahuan dan 3 Modus 17 18
sikap. 4 Std Deviasi 1.482 1.034
5 Range 9 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Minimum 11 16
Distribusi Remaja berdasarkan Umur, 7 Maksimum 20 20
Jenis Kelamin dan Pendidikan dapat dilihat
pada tabel 1. Berdasarkan tabel 2, ada peningkatan
skor rata-rata pengetahuan responden
202 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 198 - 204

sebelum dan sesudah penyuluhan oleh oleh pendidik sebaya dapat dilihat pada
pendidik sebaya. Mean sebelum pelatihan tabel di bawah ini :
16.85 menjadi 18.20. Nilai minimum yang Tabel 4. Hasil Anlisis Sikap Remaja
diperoleh responden ada peningkatan dari Tentang Kesehatan Reproduksi
nilai 11 menjadi nilai 16, walaupun skor
maksimum yang diperoleh responden tetap No Sikap Favorable Unfavorable
sebesar 20.
Sebelum dilakukan uji paired t test, 1 Sebelum 101 109
dilakukan uji normalitas dengan uji Pelatihan (48.1%) (51.9% )
kolmogorov smirnov didapatkan hasil (n=210)
2. Setelah 145 65
pvalue < 0.05 (α=0.05) sehingga data
pelatihan (69.0%) (31.0%)
dinyatakan tidak berdistribusi normal. Uji (n=210)
selanjutnya untuk mengetahui perbedaan
pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan RR (95% P value
penyuluhan oleh pendidik sebaya dilakukan CI) = 3.295 0.000 (<
uji Wilcoxon. (2.575- 0.05)
Tabel 3.Hasil Analisis Pengetahuan 4.217)
Remaja Tentang Kesehatan
Reproduksi
Berdasarkan tabel 4, ada perbedaan nilai
Pengetahuan Baik Cukup sikap tentang kesehatan reproduksi sebelum
No dan sesudah penyuluhan oleh pendidik
1 Sebelum 194 16 sebaya. Sebelum penyuluhan, nilai sikap
Penyuluhan (92.4%) (7.6%) yang mendukung (favorable) berjumlah 101
(n=210) orang (48.1%), sedangkan sesudah
2 Setelah Penyuluhan 210 0 penyuluhan meningkat menjadi 145 orang
(n=210) (100%) (69.0%). Hasil uji chi square menunjukkan
Negatif ranks =0 P value perbedaan sikap remaja sebelum dan setelah
Positiv ranks = 16 0.000
diberikan penyuluhan oleh pendidik sebaya
Ties = 194
dengan pvalue 0.000 (< 0.05), RR 95% CI
(2.575-4.217) artinya ada perbedaan yang
Mengacu pada tabel 3, didapatkan bermakna sikap remaja sebelum dan setelah
perubahan tingkat pengetahuan remaja diberikan penyuluhan oleh pendidik sebaya.
sebelum dan sesudah penyuluhan oleh Terjadi peningkatan sikap remaja yang
pendidik sebaya. Sebelum penyuluhan, favorable setelah diberikan penyuluhan oleh
jumlah remaja dengan tingkat pengetahuan pendidik sebaya.
baik sebanyak 194 orang (92.4%) meningkat Pengetahuan reproduksi pada remaja
menjadi 210 orang (100%) setelah diberikan sangat efektif dalam mempengaruhi dan
penyuluhan. dipengaruhi oleh teman sebaya. Apabila
Hasil uji Wilcoxon didapatkan Pvalue teman sebaya memiliki pengetahuan
sebesar 0.000 (< 0.05) yang artinya ada kesehatan reproduksi yang memadai,
perbedaan pengetahuan remaja yang mereka akan memberikan pengetahuan ini
signifikan sebelum dan sesudah dilakukan kepadanya temannya. Transfer pengetahuan
penyuluhan. Terjadi peningkatan jumlah ini mempunyai harapan agar mereka dapat
remaja yang memiliki tingkat pengetahuan mempengaruhi temannya untuk mengambil
cukup menjadi baik sebanyak 16 orang, keputusan yang sehat dan bertanggung
namun ada yang tetap nilainya sebanyak 194 jawab serta mampu melakukan kontrol.
orang. Sebaliknya, apabila pengetahuan remaja
Sikap Remaja tentang kesehatan tentang kesehatan reproduksi rendah, yang
reproduksi sebelum dan sesudah penyuluhan beredar di kalangan remaja adalah informasi

202
Nengah Runiari, dkk. Pemberdayaan Sekaa Teruna Teruni Sebagai Pendidik Sebaya Kesehatan 203

yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, kesehatan meningkat secara signifikan


termasuk mitos-mitos yang berkaitan setelah intervensi. Sebuah peningkatan yang
dengan kesehatan reproduksi yang signifikan dalam pengetahuan menyeluruh
cenderung menyesatkan. Dalam konteks tentang siklus menstruasi, ovulasi,
kehidupan remaja, peer group merupakan pembuahan & kehamilan dengan 44,5%
institusi sosial kedua setelah keluarga yang tercatat (95% CI = 42.5,46.5; P <0,001);
mempunyai peranan sangat penting bagi pengetahuan tentang kontrasepsi meningkat
kehidupan remaja. Didalam peer group, sangat dari 33,7% menjadi 97,4% (P
terjadi proses belajar sosial, yaitu individu <0,0001); peningkatan yang signifikan
mengadopsi kebiasaan, sikap, ide, dalam pengetahuan tentang penularan &
keyakinan, nilai-nilai dan pola tingkah laku pencegahan PMS tercatat setelah intervensi
dalam masyarakat, serta (P <0,0001). Sebuah program intervensi
mengembangkannya menjadi kesatuan pendidikan kesehatan reproduksi
sistem dalam dirinya. Selain itu, mereka meningkatkan pengetahuan & sikap di
juga bebas mengekspresikan sikap, kalangan remaja perempuan pedesaan
penilaian, serta sikap kritisnya dan belajar tentang kesehatan reproduksi.
mendalami hubungan yang sifatnya personal Secara umum, pendidikan sebaya
(Imron, 2012). didasarkan pada "teori perilaku yang
Dalam konteks peer groups, pendidikan menegaskan bahwa orang-orang melakukan
kesehatan dilakukan melalui pendidik teman perubahan bukan karena bukti ilmiah atau
sebaya (peer educator). Pendidik sebaya kesaksian tetapi karena pertimbangan
adalah orang yang menjadi narasumber bagi subjektif dari dekat, rekan-rekan terpercaya
kelompok sebayanya. Mereka adalah orang yang telah mengadopsi perubahan dan yang
yang aktif dalam kegiatan sosial di bertindak sebagai model peran persuasif
lingkungannya, misalnya di karang taruna, untuk perubahan “ (UNESCO, 2003). Hasil
Pramuka, OSIS, pengajian, PKK, dan penelitian menunjukkan bahwa
sebagainya, yang mampu menjalankan menggunakan pendidikan sebaya di sekolah
perannya sebagai komunikator bagi informal bisa meningkatkan pengetahuan
kelompok sebayanya (BKKBN dan YAI, dan pendekatan terhadap aspek kesehatan
2002) fisik, perilaku seksual, dan perubahan sosial
Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi dan mental antara pada remaja perempuan
peningkatan pengetahuan dan sikap remaja dan dapat diterapkan di pendidikan
yang favorable setelah diberikan kesehatan pengetahuan seseorang dapat
penyuluhan oleh pendidik sebaya. Hasil dipengaruhi oleh faktor pemungkin seperti
penelitian ini sejalan dengan penelitian penggunaan media dalam pendidikan
yang dilakukan oleh Malleshappa, Krishna kesehatan atau pelatihan.
dan Nandini di Kuppam mandal, Chittoor dt, Peningkatan pengetahuan remaja tidak
Andhra Pradesh tentang efektivitas program dapat dilepaskan dari peran media booklet
intervensi pendidikan kesehatan reproduksi yang memiliki berapa kelebihan antara lain
dalam meningkatkan pengetahuan remaja dapat meningkatkan motivasi pada
perempuan berusia antara 14-19 tahun. responden karena dalam problem card berisi
Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan. masalah yang aktual yang patut untuk
Sebanyak 656 anak perempuan di kelompok didiskusikan. Cara ini dapat menciptakan
usia 14-19 tahun dipilih secara acak dari 3 suasana belajar yang efektif karena
sekolah tinggi (kelas X) & 3 perguruan mendorong responden untuk berpikir dalam
tinggi menengah (kelas XI & XII). Paket menjawab pertanyaan dengan mencari
pendidikan kesehatan reproduksi yang informasi sebanyak-banyaknya. Keunggulan
dikembangkan dalam konsultasi dengan media booklet adalah mudah dibawa
orang tua, guru & remaja digunakan untuk kemana-mana, dapat dibaca atau digunakan
mendidik anak-anak. Skor pengetahuan sewaktu-waktu, menggunakan media cetak
204 Jurnal Gema Keperawatan.Volume 10, Nomor 2, Desember 2017. hlm 198 - 204

sehingga biaya yang dikeluarkan lebih


murah dibandingkan dengan media audio BKKBN. (2013). Mantapkan Program
Genre bagi Pengelola Pik-
dan visual. Proses booklet sampai kepada R/M,(online),(http://www.bkkbn.go
obyek bisa sewaktu-waktu. Proses .id/_layouts/mobile/dispform.aspx?
penyampaiannya juga bisa disesuaikan List=9c6767ad-abfe-48e3-9120-
dengan kondisi yang ada, lebih terperinci af89b76d56f4&View=174a5cf7-
357b-4b83-a7ac-
dan jelas. Booklet dapat memuat teks dan be983c5ddb0e&ID=723, diakses
gambar lebih banyak dibanding media 12 November 2014)
promosi kesehatan yang lain, seperti folder,
poster, atau leaflet (Adi :2003 dan Kambaru Efendi, Ferry. (2009). Keperawatan
kesehatan komunitas teori dan
:2004). praktik dalam keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
SIMPULAN
Ada perbedaan pengetahuan remaja yang Lidya, Harlina Martono, dan Joewana,
Satya. (2008). Peran orang tua
signifikan sebelum dan sesudah dilakukan dalam mencegah dan
penyuluhan. Terjadi peningkatan jumlah menanggulangi penyalahgunaan
remaja yang memiliki tingkat pengetahuan narkoba. Jakarta: balai pustaka.
cukup menjadi baik sebanyak 16 orang,
Hatami.M, Kazemi, A & Mehrabi, 2015
namun ada yang tetap nilainya sebanyak 194 Effect of peer education in school
orang. on sexual health knowledge and
Ada perbedaan yang bermakna sikap attitude in girl adolescent. Journal
remaja sebelum dan setelah diberikan of Education and Health Promotion
2015; 4;78 Published online 2015
penyuluhan oleh pendidik sebaya. Terjadi Dec 30. Diakses
peningkatan sikap remaja yang favorable https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
setelah diberikan penyuluhan oleh pendidik articles/PMC4944604/
sebaya.
Kemenkes RI 2015.Situasi Kesehatan
Reproduksi Remaja. Kemenkes RI
DAFTAR RUJUKAN www.depkes.go.id/
Asfriyati. (2005). Masalah Kehamilan download.php?.../ infodatin% 20
Pranikah Pada Remaja Ditinjau reproduksi%20remaja..
dari Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Lubis, NL.2013.Psikologi Kespro : wanita
dan Perkembangan Reproduksinya
Agustini,N.M & Arsani, L.K.A.(2013). Ditinjau Dari Aspek Fisik dan
Remaja Sehat Melalui Pelayanan Psikologis. Jakarta : Kencana
Kesehatan Peduli Remaja di Prenada Media Group.
Tingkat Puskesmas, Jurnal
Kesehatan Masyarakat 9 (1) 2013 Manuaba, Gede. (2007). Pengantar kuliah
66-73 Obstetri. Jakarta: EGC
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.
php/kemas Malleshappa. K, Krishna, S & Nandini
(2011) Knowledge and attitude
Asfiah Udu dan Wiradirani (2014) about reproductive health among
Pengaruh intervensi penyuluhan rural adoles-cent girls in Kuppam
terhadap Pengetahuan dan Sikap mandal: An intervention study
Remaja Tentang Kesehatan Biomedical Research 2011; 22 (3):
Reroduksi. Online 305-310 diakses
http://download.portalgaruda.org/ar http://www.alliedacademies.org/arti
ticle.php?article=332906&val=777 cles/knowledge-and-attitude-about-
5&title=PENGARUH%20INTERV reproductive-health-among-rural-
ENSI%20PENYULUHAN%20TE adolescent-girls-in-kuppam-
RHADAP%20PENGETAHUAN% mandal-an-intervention-study.pdf
20DAN%20SIKAP%20REMAJA
%20TENTANG%20KESEHATAN
%20REPRODUKSI

204
205

INDEKS PENGARANG

Jurnal Gema Keperawatan Volume 10, Nomor 2, Desember 2017

No. Pengarang – Halaman


1 Andiani, Ni Wayan Krisma 154 – 160
2 Arisanthi, Ni Putu Utari 183 – 192
3 Astini, Putu Susy Natha 148 – 153
4 Astuti, Ni Wayan Ika Ari 123 – 129
5 Cakera, NLP. Yunianti Suntari 148 – 153
6 Candra, I Wayan 183 – 192
7 Dewi, Luh Putu Vidia Darmayanthi 118 – 122
8 Gama, I Ketut 154 – 160
9 Halimatussakdiah 109 – 117
10 Hartati, Nyoman 143 – 147, 161 – 168
11 Indrasari, Ni Kadek Yuni 148 – 153
12 Juliawan, Komang Dedi 138 – 142
13 Labir, I Ketut 118 – 122, 130 – 137
14 Lestari, Desita Diah 130 – 137
15 Oktariadi 193 – 197
16 Rahayu, I Gusti Ayu Dewi Puspita 169 – 176
17 Rahayu, Ni Made Mali 161 – 168
18 Rahayu, V.M. Endang S.P 123 – 129
19 Rasdini, IGA Ari 193 – 197
20 Ribek, Nyoman 130 – 137
21 Runiari, Nengah 161 – 168, 198 – 204
22 Ruspawan, I Dewa Made 169 – 176
23 Sipahutar, Ida Erni 198 – 204
24 Sukerti, Ni Luh Putu 177 – 182
25 Sulisnadewi, N.L.K 118 – 122, 177 – 182
26 Sumirta, I Nengah 183 – 192
27 Suratiah 138 – 142, 143 – 147
28 Surinati, I Dewa Ayu Ketut 138 – 142, 143 – 147
29 Wedri, Ni Made 123 – 129
30 Widjanegara, I Gede 154 – 160
31 Yanti, Ni Luh Gede Puspita 177 – 182
206

INDEKS SUBJEK

Jurnal Gema Keperawatan Volume 10, Nomor 2, Desember 2017

No. Subjek – Halaman

1 Alat Kontrasepsi 169 – 176


2 Anak 148 – 153
3 Bayi 177 – 182
4 Bencana Banjir 118 – 122
5 Demam 130 – 137
6 Demam Berdarah Dengue 154 – 160
7 Developmental Care 177 – 182
8 Diabetes Melitus 193 – 197
9 Education 109 – 117
10 Emesis Gravidarum 161 – 168
11 Faktor Penyebab 183 – 192
12 Gula Darah 193 – 197
13 Hipertensi 123 – 129
14 Ibu Bersalin 138 – 142
15 Ibu Primigravida Trimester I 161 – 168
16 Implant 169 – 176
17 Kesehatan Reproduksi 198 – 204
18 Kesiapsiagaan 118 – 122
19 Masyarakat 154 – 160
20 Meboreh 143 – 147
21 Metode Tepid Sponge 130 – 137
22 Nyeri Tungkai 143 – 147
23 Pasca Bersalin 143 – 147
24 Pasien 123 – 129, 193 – 197
25 Pendidik Sebaya 198 – 204
26 Penyalahguna Napza 183 – 192
27 Penyuluhan 118 – 122
28 Peplau 109 – 117
29 Perawatan Diri 148 – 153
30 Perilaku 154 – 160, 161 – 168
31 Persepsi 169 – 176
32 Preeklampsia 138 – 142
33 Relapse 183 – 192
34 Respon Nyeri 177 – 182
35 Retardasi Mental 148 – 153
36 Riwayat Hipertensi 138 – 142
37 Sekaa Teruna Teruni 198 – 204
38 Stres 123 – 129
39 Suhu Tubuh 130 – 137
40 Uji Kompetensi 109 – 117

206
207

Ucapan Terima Kasih

Jurnal Gema Keperawatan (JGK) Volume 10, Nomor 1 & 2, Juni & Desember 2017 ini terbit
berkat peran dari mitra bestari.
1. I Gusti Ayu Puja Astuti Dewi, S,Kp., M.Kep.
2. Ni Nengah Runiari, S.Pd., S.Kp., M.Kep., Sp.Mat.
3. K.A. Henny Achjar, SKM., M.Kep., Sp.Kom.
Melalui kesempatan yang baik ini kami mengucapkan terima kasih atas peran mitra bestari
dalam menyunting artikel yang masuk ke JGK. Dengan peran yang demikian maka JGK
terbantu dapat terbit secara berkala. Semoga menjadi semakin baik dan bermanfaat.
208

Petunjuk bagi (Calon) Penulis


JURNAL GEMA KEPERAWATAN
1. Artikel yang dimuat dalam Jurnal Gema Keperawatan meliputi artikel hasil penelitian dan artikel hasil
telaah di bidang keperawatan. Artikel diketik dengan program Microsoft Word, huruf Times New Roman,
ukuran 12 pts, dengan spasi ganda dalam bentuk kolom (koran), dicetak pada kertas A4 dengan panjang
maksimum 48 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta soft-copy-nya
dalam bentuk CD.
2. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel hasil penelitian adalah judul, nama
penulis, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, simpulan, dan saran, serta
daftar rujukan.
3. Judul artikel dalam Bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 14 kata, sedangkan judul dalam bahasa Inggris
tidak boleh lebih dari 12 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-tengah, dengan ukuran huruf 14
pts.
4. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal, dan ditempatkan di bawah
judul artikel. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau
penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat
korespondensi atau e-mail.
5. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Panjang masing-masing abstrak
75–100 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Abstrak berisi judul, tujuan, metode, dan hasil
penelitian, dengan satu spasi
6. Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan tujuan penelitian.
Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraph-paragraf, dengan
panjang 15-20% dari total panjang artikel.
7. Bagian metode berisi paparan dalam bentuk paragraph tentang rancangan penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan analisis data yang secara nyata dilakukan peneliti, dengan panjang 10-15% dari total
panjang artikel.
8. Bagian hasil penelitian berisi paparan hasil analisis berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Setiap hasil
penelitian harus dibahas. Pembahasan berisi pemaknaan hasil dan perbandingan dengan teori dan/atau hasil
penelitian sejenis. Panjang paparan hasil dan pembahasan 40-60% dari panjang artikel.
9. Bagian simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa
intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraph.
10. Daftar rujukan hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang dirujuk harus
tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan 80% berasal dari sumber primer berupa artikel-artikel
penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi). Artikel yang dimuat di
Gema Keperawatan disarankan untuk digunakan sebagai rujukan.
11. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Pencantuman
sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.
Contoh: (Davis, 2003: 47).
12. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan
kronologis.

Artikel dalam jurnal atau majalah:


Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi
Kebutuhan Dunia Isdustri. Transpor, XX (4): 57-61.

Buku:
Anderson, D.W.; Vault V.D.; & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead:
Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publishing Co.

Buku kumpulan artikel:


Saukah, A & Waseso,M.G. (Eds). 2002. Menulis artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4 cetakan ke-1).
Malang; UM Press.

Artikel dalam buku kumpulan artikel:


Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas
(Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.

208
209

Artikel dalam Koran:


Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm.
4&11.

Tulisan/berita dalam Koran (tanpa nama pengarang):


Jawa Pos. 22April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.

Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:
Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1990.Jakarta: PT Armas Duta jaya.

Buku terjemahan:
Ary, D.; Jacobs, L.C.; & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief
Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.

Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:


Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STMNasional Malang Jurusan
Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa
Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.

Makalah seminar, lokakarya, penataran:


Waseso, M,G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakatya Penulisan
Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus.

Internet (karya individual):


Hitchcock, S.; Carr, L.; & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before
the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html, diakses 12 Juni 1996).

Internet (artikel dalam jurnal online):


Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan.
(Online), Jilid 5, No.4, (http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000).

Internet (bahan diskusi):


Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites. NEITRAIN Discussion List, (Online),
(NETTRAlN@ubvm.cc.buffalo.edu, diakses 22 November 1995).

Internet (e-mail pribadi):


Naga, D.S. (ikip-jkt@indo.net.id). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah
(jippsi@mlg. ywcn.or.id).

13. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan
Karya Tulis Ilmiah (Poltekkes Denpasar, 2010) atau mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam
artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempumakan dan istilah-istilah yang dibakukan oleh Pusat Bahasa.
14. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bebestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting
menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah
atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bebestari atau penyunting.
15. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis oleh Ketua Penyunting.
16. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan
naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi
hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel.
17. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artlikel wajib menjadi pelanggan minimal
selama satu tahun (dua nomor). Penulis yang artikelnya dimuat wajib membayar kontribusi biaya cetak
sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per judul. Penulis menerima nomor bukti pemuatan sebanyak
1 (satu) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 1 (satu) eksemplar.
18. Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis
210

210

Anda mungkin juga menyukai