Anda di halaman 1dari 25

RANGKUMAN MATERI

KONSEP RECOVERY DAN SUPPORTIVE ENVIRONMENT

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. AFIFAH MEIZAYANI (P05120421003)


2. APRILIA NUR AISIYAH (P0512042108)
3. AULIA PUTRI LATIFAH (P0512042109)
4. HASYYATI AWANIS (P05120421024)
5. MAYA KUMALA SARI (P05120421029)
6. MUHAMMAD WARAN HAPEGINTA (P05120421034)
7. ODI IRAWAN (P05120421038)
8. RICKY ARDIANNSYAH (P05120421044)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI PROFESI NERS KEPERAWATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apa perbedaan antara gangguan jiwa dengan gangguan mental?


Kedua istilah ini sering dipakai secara bergantian. Penelusuran istilah
gangguan jiwa justru akan memunculkan mental illness atau mental
disorder. Mental illness atau sakit jiwa merupakan kondisi gangguan
secara medis berkaitan dengan proses berpikir, suasana hati, kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, dan fungsi sehari-hari sebagai
individu (National Alliance on Mental Illness, 2012). Sedangkan mental
disorder atau gangguan mental menekankan pada permasalahan yang
lebih kompleks dari gangguan individu yakni gangguan dari luar individu
yang mempengaruhi individu seperti: keluarga, budaya, ekonomi, dan
masyarakat. Penggunaan istilah gangguan mental saat ini sering
digunakan karena lebih menekankan pada upaya kesehatan mental (mulai
tahun 1600) yang merupakan upaya penyembuhan, perawatan, dan
pemeliharaan pada permasalahan gangguan mental individu yang
menyangkut permasalahan pribadi maupun di luar diri individu
termasauk keluarga dan masyarakat sekitar.
Ketika mendengar kata gangguan mental maka yang terbersit dalam
pikiran adalah penderitaan atau perilaku aneh.Pemikiran tersebut menjadi
hal yang mudah diterima karena penderita gangguan mental cenderung
menampakkan perilaku aneh yang sulit diterima oleh akal sehat. Individu
yang mengalami gangguan mental cenderung sibuk dengan dirinya
sendiri dan terkadang perkataan atau cara berpikirnya sulit dimengerti
oleh orang-orang di sekitarnya. Penggambaran kondisi yang sulit
dipahami ini menjadikan upaya untuk penyembuhan menjadi tidak
mudah karena beberapa hal.Dalam sejarah perkembangan psikologi
abnormal, pada zaman demonologi, orang yang mengalami gangguan
mental diyakini dipengaruhi oleh kuasa roh jahat atau setan.Pemahaman
menjadikan adanya stigma dalam masyarakat pula bahwa keberadaan
orang yang mengalami gangguan mental sulit atau bahkan tidak bisa
sembuh.

Stigma masyarakat ini berkaitan dengan upaya penyembuhan


terhadap gangguan mental.Perhatian dari kelompok-kelompok tertentu
terhadap upaya penyembuhan gangguan mental membutuhkan
keterlibatan dari beberapa pihak. Penelitian yang dilakukan di Pusat
Pemberdayaan Nasional di Amerika menunjukkan bahwa orang dapat
sepenuhnya pulih dari penyakit mental yang parah. Bahkan wawancara
terhadap pasien skizofrenia menunjukkan bahwa mereka akhirnya
mampu menjalani kehidupan sehari-hari setelah dinyatakan sembuh dari
sakitnya dan tidak lagi tergantung pada obat-obatan. Upaya lanjutan yang
dilakukan setelah proses pengobatan adalah pemulihan gangguan
emosional, dukungan teman sebaya, dan lingkungan (Fisher, 2010). Di
samping itu berdasarkan hasil penelitian lintas budaya ditunjukkan bahwa
tingkat pemulihan penyakit mental parah jauh lebih berhasil di negara-
negara berkembang dibandingkan di negara maju karena adanya
pandangan yang lebih optimis terhadap upaya-upaya pemulihan melalui
pendekatan holistik.
Hal inilah yang kemudian menarik perhatian peneliti untuk
mengadakan penelusuran terhadap para penderita gangguan mental yang
telah dinyatakan sembuh dan mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan
bekerja.
B. Rumusan Masalah

1. Apa konsep recovery, supportive dan environment?


2. Bagaimana supportive Therapy itu??
3. Apa saja model pemulihan kesehatan mental dan model pemulihan
dalam perawatan psikiatri?
4. Apa manfaat & bagaimana peran perawat dalam pemberian terapi pada
proses penyembuhan?
5. Apa saja macam-macam terapi generalis?
6. Apa saja macam-macam terapi spesialis?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian recoveri


2. Untuk mengetahui supportive Therapy
3. Untuk mengetahui tentang konsep recoveri dan supportive encironment
4. Untuk mengetahui tentang mental health recovery dan supportive
encironment model & the recovery dan supportive encironment model
in psychiatric nursing
5. Untuk mengetahui apa manfaat & bagaimana peran perawat pada
pemberian terapi pada proses penyembuhan
6. Untuk mengetahui macam-macam terapi generalis
7. Untuk mengetahui macam-macam terapi spesialis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Recovery
Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai kesembuhan
dan transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa
untuk hidup bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai
potensi yang dimilikinya (USDHHS, 2006 dalam Stuart ,2013).

Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup,


bekerja, belajar, dan berpartisipasi secara penuh dalam komunitasnya.
Recovery berimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan gejala secara
keseluruhan. ( Ware et al, 2008 dalam Stuart 2013)

Menurut National Consensus Statement on Mental Health Recovery


– SAMHSA 2006, mental health recovery adalah suatu perjalanan atau
transformasi penyembuhan dari seorang yang mengalami problem jiwa,
menuju kekehidupan yang bermakna didalam komunitas sesuai pilihannya
dengan cara mengupayakannya untuk mencapai seluruh potensinya
(SAMHSA, 2008). Kriteria obyektif rekoveri terutama “dapat hidup
mandiri” menjadi hampir tidak mungkin dicapai jika perumahan (housing)
yang layak tidak tersedia. Housing tidak hanya menjadi kebutuhan dasar
dan fondasi dari stabilitas dalam pencapaian tujuan recovery akan tetapi
juga memungkinkan individu untuk berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat. (O’Hara, 2007; Liberman, 2008).
B. Konsep Recovery

Orang dengan gangguan jiwa berat yang mendapatkan dukungan


tepat dan secara individual, dapat pulih dari penyakitnya dan memiliki
kehidupan yang memuaskan serta produktif. Recovery merupakan suatu
proses perjalanan mencapai kesembuhan dan transformasi yang
memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup bermakna di
komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya
(USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013). Recovery merupakan proses dimana
seseorang mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan berpartisipasi secara
penuh dalam komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap penurunan
atau pengurangan gejala secara keseluruhan (Ware et al, 2008 dalam Stuart
2013).

Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem


recovery yang berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting
dari recovery didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan dari
pemberi layanan kesehatan jiwa dan orangorang yang sangat penting dalam
kehidupannya (Stuart, 2010). Individu menerima dukungan pemulihan
melalui aktivitas yang didefinisikan sebagai rehabilitasi, yang merupakan
proses menolong seseorang kembali kepada level fungsi tertinggi yang
dapat dicapai. Recovery gangguan jiwa merupakan gabungan pelayanan
sosial, edukasi, okupasi, perilaku dan kognitif yang bertujuan pada
pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan kecukupan diri (Stuart,
2013)

Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan


pemulihan meliputi : tritmen asertif komunitas komunitas, dukungan
bekerja, manajemen dan pemulihan penyakit, tritmen terintegrasi untuk
mendampingi kejadian berulang gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat,
psikoedukasi keluarga, manajemen pengobatan. Dukungan pemulihan
dalam asuhan keperawatan jiwa meliputi bekerja dengan tim tritmen
multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial, konselor,
terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat,manajer kasus,
pengacara keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini juga
membutuhkan perawat untuk berfokus pda tiga elemen yaitu : individu,
keluarga dan komunitas (Stuart, 2013).

Orang dengan gangguan jiwa berat yang mendapatkan dukungan


tepat dan secara individual, dapat pulih dari penyakitnya dan memiliki
kehidupan yang memuaskan serta produktif. Recovery merupakan suatu
proses perjalanan mencapai kesembuhan dan transformasi yang
memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup bermakna di
komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya
(USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013). Recovery merupakan proses dimana
seseorang mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan berpartisipasi secara
penuh dalam komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap penurunan
atau pengurangan gejala secara keseluruhan (Ware et al, 2008 dalam Stuart
2013).

Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem


recovery yang berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting
dari recovery didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan dari
pemberi layanan kesehatan jiwa dan orang-orang yang sangat penting dalam
kehidupannya (Stuart, 2010). Individu menerima dukungan pemulihan
melalui aktivitas yang didefinisikan sebagai rehabilitasi, yang merupakan
proses menolong seseorang kembali kepada level fungsi tertinggi yang
dapat dicapai. Recovery gangguan jiwa merupakan gabungan pelayanan
sosial, edukasi, okupasi, perilaku dan kognitif yang bertujuan pada
pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan kecukupan diri (Stuart,
2013).

Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan


pemulihan meliputi : tritmen asertif komunitas komunitas, dukungan
bekerja, manajemen dan pemulihan penyakit, tritmen terintegrasi untuk
mendampingi kejadian berulang gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat,
psikoedukasi keluarga, manajemen pengobatan. Dukungan pemulihan
dalam asuhan keperawatan jiwa meliputi bekerja dengan tim tritmen
multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial, konselor,
terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat,manajer kasus,
pengacara keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini juga
membutuhkan perawat untuk berfokus pda tiga elemen yaitu : individu,
keluarga dan komunitas (Stuart, 2013).

C. Konsep Supportive
1. Defenisi Supportive
Terapi suportif merupakan bentuk terapi yang dapat dilakukan
pada berbagai situasi dan kondisi diantaranya pada individu dengan
masalah isolasi sosial di tatanan rumah sakit. Hasil penelitian
mengindikasikan peer support (dukungan kelompok) berhubungan dengan
peningkatan fungsi secara psikologis dan beban keluarga, sedangkan
mutual support (dukungan yang bermanfaat) adalah suatu proses
partisipasi dimana terjadi aktifitas berbagi berbagai pengalaman (sharing
experiences), situasi dan masalah yang difokuskan pada prinsip memberi
dan menerima, mengaplikasikan keterampilan swabantu (self help) dan
pengembangan pengetahuan (Purwanti, 2017)

2. Supportive Therapy

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor


biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya
menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk.
Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti: mudah cemas,
kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek
sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak
disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan
sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan
dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak
ada kaitannya dengan masa lalu.

Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif,


individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa
yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative
pemecahan masalahnya.

Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi


coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya
menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk
menyiapkan coping klien yang adaptif.
3. Tahapan Terapi Supportive
Tahapan-tahapan terapi suportif terdiri dari tiga tahapan inti.
Ketiga prosedur tersebut dapat dilakukan secara terpisah, bersamaan, atau
secara bertahap.
a) Emotional Ventilation
Tahapan ini merupakan elemen yang penting dari terapi
suportif. Emotional ventilation menekankan bahwa ide dan dorongan
tidak bisa dibuang dari pikiran seseorang dan dapat mengganggu
kehidupan sehari- hari untuk meringankan tekanan ini, subjek perlu
didorong untuk membagi pikirannya kepada terapis dan merasa bebas
untuk mengekspresikan tekanan yang dihadapi. Subjek diyakinkan
bahwa setiap orang mengalami ide atau tekanan yang mengganggu
hidupnya, sehingga tidak perlu merasa ragu-ragu untuk
menyampaikan pada terapis karena terapis akan memahami tanpa
menyalahkan atau menghakimi. Subjek dilatih untuk mematahkan
pandangan negatif terhadap diri sendiri. Fakta bahwa subjek diterima
oleh terapis, walaupun menunjukkan kelemahannya, akan
mendorongnya untuk berpikir ulang mengenai dirinya. Tujuan dari
terapi ini terbatas untuk memulihkan keseimbangan diri tanpa
mengganti perilaku premorbid dan kepribadiannya, sehingga subjek
tidak dipaksa untuk membuka apa yang tidak diinginkan.
b) Reassurance
Sesi reassurance dilakukan dengan cara yang lebih direktif
dengan cara menunjukkan betapa pikiran dan perasaannya tidak
beralasan dan betapa tidak adilnya subjek dalam menghukum dirinya.
Subjek diyakinkan bahwa dirinya tidak sedang berada dalam kondisi
yang buruk dan tidak memiliki harapan untuk menjadi lebih baik.
Selalu ada orang-orang yang sadar dan memahami keadannya,
sehingga pada sesi ini subjek dikuatkan dan dihibur agar tidak
menghukum dirinya sendiri.
c) Persuation
Subjek diyakinkan bahwa dirinya memiliki sesuatu yang dapat
dikembangkan. Peran terapis adalah melarang subjek untuk menahan
dirinya dan mengajak untuk menolak asumsi dan kebiasaan irasional
yang sebenarnya mengganggu kehidupannya selama ini. Sugesti
konkrit dibuat untuk membantu subjek menentukan tujuan, mengusir
kekhawatiran, menguasai berbagai pikiran, meningkatkan
kepercayaan diri, penguasaan terhadap diri sendiri serta menghadapi
berbagai situasi yang tidak menyenangkan dengan sikap objektif.
4. Sikap Terapis saat Melakukan Therapy Supportive

Beberapa Sikap menurut (Miranti et al., 2019) yang


dilakukan oleh terapis saat melakukan supportive therapy
adalah :

a) Berusaha membangun, mengubah dan menguatkan impuls-impuls


tertentu serta membebaskan diri dari impuls yang mengganggu secara
masuk akal dan sesuai hati nurani.

b) Berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal tentang


realitas yang ada. Topik pembahasan adalah tentang ide dan kebiasaan
pasien yang mengarah pada terjadinya gejala.

D. Konsep Environment Healing

a. Defenisi
Environment atau lingkungan adalah kombinasi antara kondisi
fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi
surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di
dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. (Nabila,
2017)
b. Prinsip Environment Healing

Prinsip-prinsip pada Healing Environment dinilai cocok sebagai


kriteria keputusan desain yang diambil pada perancangan lingkungan yang
direncanakan. Lingkungan menjadi salah satu faktor yang sangat berperan
dalam proses penyembuhan dan penciptaan kesehatan jiwa masyarakat.
Desain pada lingkungan di sekitar sangat mempengaruhi tingkat
kesembuhan pengguna.
Prinsip Healing Environment yang digunakan mengalami
pengembangan yaitu merujuk pada prinsip-prinsip Healing Environment
untuk fasilitas kesehatan jiwa. Pengembangan khusus ini bertujuan untuk
mendapatkan kriteria perancangan yang lebih spesifik dan sesuai dalam
perancangan lingkungan yang memulihkan dan menciptakan suatu
kesehatan khususnya kesehatan mental atau jiwa penggunanya (Zhafran et
al., 2017). Prinsip- prinsip tersebut antara lain adalah:
1. Stimulant (rangsangan)
2. Coherence (kesinambungan)
3. Affordance (keberhasilan)
4. Independence (kebebasan/keleluasaan)
5. Consciousness (kesadaran)
6. Purpose (tujuan)
7. Physical Activities (kegiatan kisik)
8. Restorative (pemulihan)
c. Tujuan Environment Healing

Untuk mengatasi tekanan-tekanan yang muncul pada saat proses


rehabilitasi dan juga menjawab permasalahan yang ada serta untuk
menciptakan suasana yang dapat mengatasi tekanan psikologis pasien
dengan melibatkan unsur alam dan panca indera. (HIDAYAT, 2019).

E. Model Pemulihan Kesehatan Mental Dan Model Pemulihan Dalam


Perawatan Psikiatri

Selama ini kita mengetahui bahwa recovery sama halnya dengan


kembali sehat atau sembuh terhadap suatu penyakit, tetapi dalam kesehatan
jiwa kita sepakati bahwa recovery memiliki arti yang berbeda. Recover
Model pada kesehatan jiwa tidak berfokus pada pengobatan, tetapi sebagai
gantinya lebih menekankan dapat hidup beradaptasi dengan sakit jiwa yang
sifatnya kronis. Pada model ini lebih menekankan kepada hubungan sosial,
pemberdayaan, strategi koping, dan makna hidup.

Peplau (1952 dalam Varcarolis 2013) menciptakan teori bahwa


pentingnya hubungan interpersonal terapeutik, model recovery berubah dari
hubungan nurse-patient menjadi nurse-partner. Berdasarkan penelitian
Hanrahan et al (2011 dalam Varcarolis 2013) menyatakan pentingnya
meningkatkan peran individu dan keluarga dalam proses recovery. Caldwell
et al (2010 dalam Varcarolis 2013) menegaskan perawat jiwa harus
mengajarkan tenaga kesehatan lain tentang ko nsep recovery dan
menyarankan cara memberdayakan pasien dan memajukan proses recovery.
Models, Theories, and Therapies in Current Practice
No Theorist Model/Theory Focus of Nursing
1 Dorothy Johnson Behavioral system Membantu pasien kembali pada
keadaan seimbang ketika
mengalami stess melalui
pengurangan atau
menghilangkan sumber stress dan
mendukung proses adaptif
(Johnson, 1980)
2 Imogene King Goal attainment Membangun hubungan
interpersonal dan membantu
pasien untuk mencapai tujuan nya
berdasakan peran nya dalam
konteks sosial (King,
1981)
4 Betty Neuman System Model Membangun hubungan
perawat-pasien untuk
membantu menghadapi respon
stres (1982)
5 Dorothes Orem Self-Care Deficit Mengatasi defisit perawatan
diri dan mendorong pasien
untuk terlibat secara aktif pada
perawatan diri mereka (Orem,
2001)
6 Hildegard Peplau Interpersonal Menggunakan hubungan
Relations interpersonal sebagai alat
terapeutik untuk
menyembuhkan dan
mengurangi kecemasan
(Peplau, 1992)
7 Jean Watson Transpersonal Caring Caring merupakan prosedur
dan tugas penting;
membangun hubungan
perawat-pasien sehingga
menghasilkan Therapeutic
Outcome (Watson, 2007)
F. Manfaat & Bagaimana Peran Perawat Dalam Pemberian Terapi Pada
Proses Penyembuhan

Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penenganan klien


gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku
klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi
perilaku yang adaptif. Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang
dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan dengan
memberikan berbagai macam terapi Generalis maupun Spesialis. Dalam
pemberian terapi perawat seabagai terapis senantiasa berdasarkan pada
kompetensi yang dia miliki dan kondisi pasien yang menjadi titik tolak
terapi atau penyembuhan.

Efektivitas terapi komplementer dan alternatif (CAM) telah banyak


dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik sebagai
terapi tunggal ataupun terapi tambahan dalam terapi konvensional. Terapi
CAM dapat memberi dampak penting dalam praktik keperawatan kesehatan
jiwa. Terapi alternatif telah banyak dirasakan bermanfaat, aman, hemat
biaya, dan mudah dilaksanakan di tatanan kesehtan jiwa. Terapi alternatif
komplementer (CAM) dapat dilakukan oleh perawat (Stuart, 2013).

Keperawatan termasuk dalam posisi yang ideal dalam memberikan


perawatan dengan menggabungkan banyak terapi CAM untuk mengatasi
gejala yang dialami oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu terapi
CAM yang memberdayakan klien dapat memperkuat hubungan antar
perawat dan klien dalam meningkatkan proses pemulihan (Stuart, 2013).
1. Terapi Komplementer
a) Guided Imagery
Guided Imagery merupakan program yang mengarahkan pikiran
dengan memandu imajinasi seseorang terhadap situasi santai, fokus
pada kondisi untuk mengurangi stres dan meningkatkan kenyaman
serta suasana hati (Stuart, 2013). Klien yang menerima GI memiliki
tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dan tingkat depresi, ansietas
dan stres yang lebih rendah dibandingkan dengan klien yang tidak
menerima GI (Apostolo dan Kolcaba, 2009). Selain itu teknik
imagery telah digunakan dalam berbagai kondisi dan populasi. Nyeri
dan kanker adalah dua kondisi di mana teknik imagery telah
membantu baik pada orang dewasa ataupun anak-anak (Lindquist,
2014).
b) Music Intervention
Terapi musik digunakan dengan menerapkan unsur-unsur
penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan spesifik pada individu. Di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia, terapis musik bekerja di
berbagai fasilitas dan perawatan kesehatan. Meskipun terapis musik
secara khusus dilatih untuk menggunakan musik dalam berbagai
cara terapi, ada banyak situasi di mana perawat dapat menerapkan
intervensi musik ke dalam rencana perawatan pasien (Lindquist,
2014).
Musik dan proses fisiologis (detak jantung, tekanan darah,
gelombang otak, suhu tubuh, pencernaan, dan hormon adrenal)
melibatkan irama dan getaran yang terjadi secara rutin, berkala dan
terdiri dari osilasi (Crowe, 2004 dalam Lindquist, 2014). Intervensi
musik memberikan pasien / klien stimulus menghibur yang dapat
membangkitkan sensasi menyenangkan sambil memfokuskan
perhatian individu ke musik bukan pada pikiran stres, nyeri,
ketidaknyamanan, atau rangsangan lingkungan lainnya (Lindquist,
2014).

c) Humor
Psikoterapis Steven Sultanoff menjelaskan bahwa perbedaan
utama antara komedi-klub humor dan humor terapi. Tujuan dari
menggunakan humor terapi sebagai terapi komplementer harus jelas
untuk kepentingan klien atau pasien, bukan untuk terapis/perawat
sebagai kepuasan pribadi atau hanya untuk kesenangan "(Steven
Sultanoff, 2012 dalam Lindquist, 2014). Humor terapi telah
didefinisikan sebagai setiap intervensi yang mempromosikan
kesehatan dan kesejahteraan dengan merangsang ekspresi. Intervensi
ini dapat meningkatkan kesehatan, sebagai terapi komplementer,
memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi baik fisik, emosi,
kognitif, sosial, dan spiritual "(AATH, 2000 dalam Lindquist, 2014).
d) Meditation
Meditasi kesadaran (Mindfulness meditation) mengajarkan klien
berfokus pada pengalaman mereka. Klien diajarkan untuk menyadari
sensasi, pikiran dan perasaan yang dialami saat ini yang bertujuan
untuk memungkinkan diri mengamati pengalaman membuat tujuan,
tidak menghakimi, serta menerima cara dan menemukan sifat yang
lebih dalam dari pengalaman (Tusaie dan Edds, 2009 dalam Stuart,
2013). Praktik meditasi harus diawasi pada klien dengan masalah
kesehatan jiwa tertentu karena terapi ini memiliki potensi untuk
menginduksi tingkat kesadaran tertentu. Pendekatan meditasi yang
berbeda dapat menghasilkan efek merangsang yang dapat
membangkitkan mania pada klien bipolar (Stuart, 2013).
e) Prayer
Stabile (2013) mendefinisikan doa sebagai komunikasi antara
manusia dan Tuhan, komunikasi timbal balik yang meliputi berbicara
kepada Tuhan (Lindquist, 2014). Banziger, Van Uden, dan Janssen
(2008) mencatat bahwa orang dapat melihat doa sebagai kerjasama
dengan Tuhan di mana mereka berada dalam kontak dan persekutuan
dengan Tuhan. Doa dapat dilakukan secara individual, dalam suatu
kelompok, atau sebagai bagian dari iman atau komunitas agama
(Lindquist, 2014). Sejumlah penelitian telah mendokumentasikan
efektivitas doa sebagai strategi koping. Dari tinjauan studi tentang
doa, Holywell dan Walker (2009) menyimpulkan bahwa doa adalah
strategi koping yang membantu untuk menengahi antara agama dan
kesejahteraan (Lindquist, 2014).
Perawat dapat menanyakan apakah pasien ingin perawat untuk
bergabung dengan mereka dalam doa. Membaca kitab suci atau
membaca dari kitab suci adalah salah satu cara untuk berdoa dengan
seseorang. Perawat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk berdoa: bermain musik meditasi, mencegah interupsi, dan
memperoleh buku atau perlengkapan yang dibutuhkan bagi orang
untuk berdoa seperti yarmulke untuk seorang Yahudi atau rosario
bagi seseorang dari iman Katolik. Pasien dari iman Yahudi mungkin
ingin membaca Mazmur dan Muslim dapat memilih untuk membaca
doa dari Al-Qur'an (Al-Quran). Perawat perlu menghormati bentuk
apapun atau ritual doa yang dipilih pasien (Lindquist, 2014).
Doa telah digunakan orang yang mempunyai banyak penyakit,
dari semua kelompok usia, dan dari semua budaya. Literatur juga
menunjukkan tentang kemanjuran doa pada individu yang sakit.
Dalam sejumlah survei, doa menjadi yang paling sering digunakan
sebagai pelengkap terapi (Brown, barner, Richards, & Bohman,
2007; King & Pettigrew, 2004). Penelitian telah dilakukan pada
penggunaan doa dengan pasien yang memiliki kondisi kronis. Dalam
sebuah studi dari orang dewasa yang HIV-1-positif dan yang terlibat
dalam kegiatan spiritual seperti doa, subjek memiliki penurunan
risiko kematian (Fitzpatrick et al., 2007). Demikian juga, orang
dengan depresi dan kecemasan yang telah berpartisipasi dalam enam
sesi doa 1 jam mingguan menunjukkan perbaikan dalam depresi dan
kecemasan dibandingkan dengan subyek pada kelompok kontrol
(Boelens, Reeves, Replogle, & Koenig, 2009).
f) Journaling
Istilah journal, buku harian, menulis reflektif, dan menulis
ekspresif sering digunakan secara bergantian. Diari lebih sering fokus
pada rekaman peristiwa dan pertemuan, sedangkan journal berfungsi
sebagai alat untuk merekam proses kehidupan seseorang (Cortright
2008 dalam Lindquist, 2014). Peristiwa dan pengalaman yang dicatat
dalam jurnal berisi refleksi seseorang tentang peristiwa dan makna
pribadi yang pernah dialami mereka. Dalam penulisan jurnal,
interaksi antara sadar dan tidak sadar sering terjadi. Bentuk penulisan
ekspresif seperti puisi, cerita, dan pesan memo adalah metode
individu dapat menggunakan untuk mengeksplorasi perasaan batin
dan pikiran (Lindquist, 2014).
Pada mereka yang baru didiagnosis dengan penyakit kronis,
journal tentang perspektif mereka tentang bagaimana penyakit dapat
mempengaruhi kehidupan mereka serta dapat membantu mereka
mengungkap kekhawatiran sehingga bisa didiskusikan dengan
profesional kesehatan. Perawat dan keluarga dapat menyiapkan
catatan pasien, Kemudian digunakan dalam program tindak lanjut
untuk membantu subjek memperoleh pemahaman tentang waktu
mereka di unit perawatan intensif, termasuk mimpi dan saat-saat
ketika pasien bingung atau tidak sadar. Program ini terbukti berguna
bagi pasien dan staf. Menulis jurnal juga telah digunakan untuk
membantu orang mengembangkan spiritual. Journal juga dapat
membantu dalam berdoa. Tindakan menulis membantu menjaga
seseorang berpusat pada percakapan dengan Tuhan. Seperti yang
disarankan oleh Chittister, sebuah bagian dari kitab suci dapat
menjadi stimulus untuk menggunakan journal untuk berdoa
(Lindquist, 2014).

g) Storytelling
Mendongeng/bercerita didefinisikan sebagai seni atau tindakan
bercerita (Dictionary.com, 2013). Sebuah cerita adalah narasi, baik
benar atau fiktif, dalam bentuk prosa atau ayat yang dirancang untuk
menarik, menghibur, atau menginstruksikan pendengar atau
pembaca. Penggunaan cerita di layanan kesehatan, penelitian
kesehatan, dan pendidikan tidak terbatas. Perawat dapat
menggunakan cerita dalam beberapa situasi di masa hidup untuk
berbagai tujuan. Cerita dapat digunakan dalam terapi keluarga dan
dapat membantu anggota dalam memasuki makna dari masa lalu,
sekarang, dan masa depan serta membantu pasien untuk "membuat
makna" dan penyembuhan (Roberts, 1994 dalam Lindquist, 2014).

h) Terapi Relaksasi (Terapi Pijat)


Teknik relaksasi adalah teknik untuk menurunkan respon
relaksasi sebagai mekanisme protektif terhadap stress yang
menurunkan denyut nadi, metabolism laju pernafasan dann tonus
otot. Relaksasi adalah suatu kondisi untuk membebaskan fisik dan
mental dari tekanan atau stress. Teknik relaksasi memberikan
kemapuan kepada individu untuk dapat mengontrol dirinya sendiri
ketika terjadi ketidak nyamanan atau nyeri dan memperbaiki
keadaan fisik dan stress emosional (Potter & Perry, 2002). Salah
satu teknik relaksasi adalah terapi pijat (Sharon et. All, 2000 dikutip
dari Wahyuni, 2002). Terapi pijat adalah terapi relaksasi dengan
memberikan tekanan-tekanan tertentu pada anggota badan.
Dalam terapi relaksasi, perawat menggunakan pijat sebagai
intervensi untuk menghilangkan stres fisiologis dan psikologis dan
mempromosikan relaksasi (Harris & Richards, 2010). Dalam review
dari 22 studi yang pijat telah digunakan, Richards, Gibson dan
Overton- McCoy (2000) menemukan bahwa hasil yang paling sering
dilaporkan adalah pijat dapat pengurangan kecemasan.

Perawat dapat melakukan terapi pijat untuk mengatasi kondisi-


kondisi ketidak nyamanan yang dialami paien, diantaranya:
a. Rasa sakit
Pijat sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa pijat dapat
mengurangi rasa sakit. Dalam review penelitian tentang
penggunaan pijat dan aromaterapi pada penderita kanker,
Wang dan Keck (2004) melaporkan berkurangnya rasa sakit
pada pasien pasca operasi, dan Mok dan Woo (2004)
menemukan bahwa pijat juga dapat mengurangi rasa sakit
pada pasien stroke
b. Mengatasi masalah istirahat tidur
Pada pasien dilakukan pijatan sebelum tidur sehingga
meningkatkan relaksasi atau rasa nyaman pada pasien,
sehingga pasien dapat beristirahat dengan tenang
2. Terapi Kelompok
Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena
setiap anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain dengan
pemimpin kelompok. Anggota kelompok berasal dari berbagai latar
belakang dan masing-masing memiliki kesempatan untuk belajar dari
orang lain diluar lingkaran sosialnya.mereka dihadapkan dengan rasa iri
hati, daya tarik, daya saing, dan banyak emosi lainnya dan perasaan yang
diungkapkan oleh orang lain (Yalom,2005).
Kelompok terapiutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok
memiliki tujuan kelompok untuk membantu anggota yang secara
konsisten terlibat dalam engidentifikasi hubungan destruktif dan
mengubah perilaku maladaptive mereka.
Perawat sebagai pemimpin kelompok harus dapat mengkordinir dan
mempelajari kelompok dan berpartisipasi di dalamnya pada waktu
bersamaan. Pemimpin harus selalu memantau kelompok dan bila
diperlukan, membantu kelompok mencapai tujuannya.
Kualitas pemimpin perawat yang efektif merupakan kualitas yang
sama pentingnya dalam hubungan terapiutik, secara khusus kemampuan
perawat meliputi sikap responsive dan aktif berimpati, ketulusan, dan
kemampuan konfrontasi.

3. Terapi Psikofarmakologi

Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan


dalam menangani penyakik-penyakit neurobiologis. Namun, obat tidak
dpat berjalan sendiri dalam menangani masalah personal, social atau
komponen lingkungan klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi-
kondisi tersebut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan
komperensif dalam merawat individudan gangguan jiwa. Peran perawat
dalam psikofarmakologi :

a. Pengkajian Klien
Pada proses kolaborasi pemberian obat sangat penting
melakukan pengkajian dasar klien termvsuk riwayat, kondisi fisik
dan asil laboratorium , evaluasi kesehatan jiwa, pengkajian social
budaya dan yang paling utama adalah riwayat pengobatan untuk
dilengkapi pada setiap klien sebelum diberikan pengobatan.
b. Kordinasi Tritmen Modalitas
Perawat memiliki peran penting dalam merancang program
tritmen yang komprehensif. Pilihan tritmen yang paling tepat pada
setiap klien bersifat individu dan merupakan gambaran dari rencana
tritmen. Kordinasi dalam melakukan perawatan merupakan tanggung
jawab utama perawat yang bersama-sama dengan klien dalam
membina hubungan terapiutik sebagai bagian dari tim pelayanan
kesehatan.
c. Pemberian Obat
Perawat memiliki peran penting terhadap pengealaman klien
dalam mendapatkan pengobatan psikofarmakologi. Pada beberapa
pelayanan perawat bertugas menentukan jadwal dosis berdasarkan
dosis kebutuhan obat seta kebutuhan klien, mengatur pemberian obat
dan selalu waspada terhadap efek serta penanganan efek obat.
d. Monitor Efek Obat
Perawat berperan penting dalam memantau efek obat
psikofarmaka. Peran dalam memantau efek obat seperti membuat
standarisasi pengukuran efek obat terhadap target gejala,
mengevaluasi dan meminimalisasi efek samping, mengatasi reaksi
berlawanan dan mencatat efek obat terhadap konsep diri klien,
kepercayaan serta keyakinannya terhadap perawatan. Obat harus
diberikan sesuai dengan dosis yang direnkomendasikan dan dalam
jumlah yang tepat sebelum menentukan apakah memiliki dampak
terapiutik yang adekuat pada klien.

e. Edukasi Pengobatan
Perawat merupakan pemegan posisi utama dalam memberikan
edukasi pada klien dan keluarga tentang pengobatan. Edukasi
meliputi pemberian informasi lengkap kepada klien dan keluarga
sehingga mereka dapat memahami, mendiskusikan dan
menerimanya. Edukasi tentang obat merupakan kunci penting agar
efektif dan aman dalam mengonsumsi obat-obat psikotropika,
kolaborasi klien dalam merencanakan tritmen dan kepatuhan klien
terhadap regimen terapi obat.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup,


bekerja, belajar, dan berpartisipasi secara penuh dalam komunitasnya.
Recovery berimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan gejala secara
keseluruhan. ( Ware et al, 2008 dalam Stuart 2013).

Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai kesembuhan


dan transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa
untuk hidup bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai
potensi yang dimilikinya. Sehingga, di perlukan beberapa terapi seperti
yang sudah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA

Caldwell, Barbara A., dkk. (2010). Psychiatric nursing practice & the recovery
model of care. Journal of Psychosocial Nursing & Mental Health Services,
48(7), 42-48. doi:http://dx.doi.org/10.3928/02793695-20100504-03
Davidson, L., O'Connell, M., Tondora, J., Styron, T., & Kangas, K. (2006). The
top ten concerns about recovery encountered in mental health system
transformation. Psychiatric Services, 57(5), 640-5.
Drake, R. E., Goldman, H. H., Leff, H. S., Lehman, A. F., Dixon, L., Mueser, K.
T., & Torrey, W. C. (2001). Implementing evidence-based practices in routine
mental health service settings. Psychiatric Services, 52, 179-182.
Linquist, R.,Snyder, M.,Tracy, F. Mary. (2014). Complementary & Alternative
Therapies in Nursing. Springer Publishing Company
O'Connell, M., Tondora, J., Croog, G., Evans, A., & Davidson, L. (2005). from
rhetoric to routine: assessing perceptions of recovery-oriented practices in a
state mental health and addiction system. Psychiatric Rehabilitation Journal,
28(4), 378-86.
Stuart, W. Gail. (2013). Principles of Psychiatric Nursing, 10 Edition. ELSEVIER
Varcarolis, M. Elizabeth. (2013). Essentials of Psychiatric Mental Health
Nursing; A Communication Approach to Evidence-Based Care Second Edition.
ELSEVIER

Anda mungkin juga menyukai