Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL DENGAN TERAPI KOMPLEMENTER

DI Susun Oleh:
KELOMPOK IV
NAMA: NPM:
RAHAYU WULANDARI 165139058
PARAMITA 165139056
MERY PURNAMASARI 165139052
SISKA SAMANTHA 165139063
JULIANTI PURBA 165139045
DIASTINA PRASTIANING E. O 165139035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Perawatan
Muskuloskeletal Komplementer” sebagai salah satu tugas dan persyaratan untuk
Mata Kuliah Sistem musculoskeletal II di Universitas Respati Indonesia Jakarta.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasakan masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen
pembimbing Bapak Ns. Aprisunadi, M.Kep, Sp.Kep.M.B.
Akhir kata, penyusun berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan
yang setimpal pada yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amin.

Jakarta, 10 November 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. latar belakang........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4
A. Peran dan Fungsi Perawat ......................................................... 4
1. Peran Perawat ..................................................................... 4
2. Fungsi Perawat ................................................................... 5
B. Terapi Komplementer ............................................................... 7
1. Pengertian Terapi Komplementer....................................... 7
2. Tujuan Terapi Komplementer ............................................ 7
C. Jenis-Jenis Terapi Komplementer ............................................. 8
D. Obat-Obat Terapi Komplementer ............................................. 8
E. Aspek Legal Terapi Komplementer .......................................... 8
F. Kendala Terapi Komplementer ................................................. 9
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................ 10
A. Peran Perawat dalam Pelaksanaan Terapi Komplementer ...... 10
B. Hasil Penelitian Terkait Terapi Komplementer ....................... 11
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 14
A. Kesimpulan .............................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi komplementer adalah terapi yang menjadi pendamping dari
terapi utama, dan digunakan sebagai tambahan yang direkomendasikan oleh
penyelenggara pelayanan kesehatan. Bisa dibilang bahwa terapi
komplementer merupakan katalisator dalam proses penyembuhan pasien.
Menurut WHO Traditional Medicine Strategy 2002-2005, Pengobatan
komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari
negara yang bersangkutan.
Dasar dari kebijakan ini adalah penghargaan terhadap nilai-nilai
budaya, adat, keyakinan dan sumber daya yang berkembang di seluruh
wilayah dunia yang telah menjadi pedoman turun temurun dalam
memberikan pelayanan kesehatan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya,
bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan
tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang
sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun
pada suatu negara. Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa
dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan yang tertuang dalam keputusan
menteri kesehatan No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan
tradisional, definisi pengobatan komplemneter tradisional alternative adalah
pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotiv, preventive, kuratif, dan
rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan, dan evektivitas yang tinggi berandaskan ilmu pengetahuan
biomedik.
Jadi pada hakikatnya pengobatan komplementer merupakan suatu
pengobatan sebagai pendamping bagi pengobatan primer yang bertujuan

1
2

untuk mempercepat proses penyembuhan pasien dan sudah mendapatkan


pengakuan serta legalitas yang jelas. Oleh karena itu aturan tentang
pengobatan komplementer, seperti yang terangkum dalam peraturan Menteri
No. 1109/Menkes/PER/X/2009 tentang penyelenggaraan pengobatan
komplementer alternative difasilitas kesehatan pelayanan kesehatan.
Selanjutnya undang-undang republik Indonesia No.38 tahun 2014
tentang Keperawatan terkait hal ini adalah pasal Pasal 30 ayat (2) Dalam
menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
kesehatan masyarakat, Perawat berwenang: a.melakukan pengkajian
Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan kelompok
masyarakat; b. menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan
masyarakat; c. membantu penemuan kasus penyakit; d. merencanakan
tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat; e. melaksanakan tindakan
Keperawatan kesehatan masyarakat; f. melakukan rujukan kasus; g.
mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat; h.
melakukan pemberdayaan masyarakat; i. melaksanakan advokasi dalam
perawatan kesehatan masyarakat; j. menjalin kemitraan dalam perawatan
kesehatan masyarakat; k. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; l.
mengelola kasus; dan m. melakukan penatalaksanaan Keperawatan
komplementer dan alternatif.
Dalam penjelasannya Huruf m Melakukan penatalaksanaan
Keperawatan komplementer dan alternatif merupakan bagian dari
penyelenggaraan Praktik Keperawatan dengan memasukkan/
mengintegrasikan terapi komplementer dan alternatif ke dalam pelaksanaan
Asuhan Keperawatan.
Terapi komplementer telah mendapat tempat dalam pelayanan
kesehatan dan telah berkembang sangat cepat dari sejak awal
diperkenalkannya ( Peters et all, 2002). Integrasi antara terapi komplementer
dan terapi konvensional merupakan tantangan yang dihadapi oleh semua
sector dalam pelayanan kesehatan akhir-akhir ini, dan terutama untuk perawat
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ( Chu and Wallis, 2007).
Perawat sebagai bagian integral pelayanan kesehatan hendaknya
memahami bahwa terapi komplementer yang diadopsi merupakan salah satu
unsur penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan
keperawatan dengan mengkobinasikan berbagai tindakan konvensional
dengan terapi komplementer sangat penting dilakukan. Hal ini mengingat
bahwa sebagian filsafat dari Holistic Nursing yang dijadikan pola fikir oleh
ahli-ahli keperawatan bergerak dari konsep terapi komplementer (Snyder et
all, 2006).
Borting and Cook (200) menambahkan terapi komplementer
seharusnya bisa diintegrasikan dengan pelayanan keperawatan saat ini,
dikarenakan filosofi akan keseimbangan antara body, mind, and spirit yang
menjadi pondasi keperawatan.
Mengingat posisi terapi komplementer yang telah mendapat tempat di
keperawatan, maka hendaknya perawat sadar akan pentingnya terapi ini. Oleh
karena itu pengembangan terapi komplementer sudah seharusnya dilakukan 3

dengan pengetahuan sebagai pusatnya. Cornman et al (2006) menyinggung


tentang pentingnya perkembangan pengetahuan perawat terhadap terapi
komplementer.
HUBUNGAN PADA KASUS-KASUS SISTEM
MUSKULOSKELETAL
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran dan Fungsi Perawat


1. Peran Perawat
Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat
professional, meliputi:
a) Caregiver, sebagai pemberi asuhan keperawatan
b) Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien
c) Counsellor, sebagai pemberi bimbingan / konseling klien
d) Educator, sebagai pendidik klien
e) Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain
f) Coordinator, sebagai coordinator agar dapat memanfaatkan sumber-
sumber dan potensi klien
g) Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan
perubahan-perubahan
h) Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu
memecahkan masalah klien
Perry dan Potter (2006) menyatakan bahwa peran perawat professional
secara umum meliputi empat peran yaitu pemberi asuhan keperawatan,
pendidik, peneliti dan pengelola, baik dalam pelayanan keperawatan maupun
dalam lingkungan komunitas.
Berdasarkan empat peran tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya
serta memiliki tanggung jawab pada setiaap peran yang dijalankan.
Pengalaman pelaksanaan asuhan keperawatan yang dijalankan pada pasien
dengan gangguan system musculoskeletal, sering ditemukan pasien dalam
keterbatasan mobilisasi, luka yang luas, nyeri. Selain itu juga banyak
ditemukan pasien dengan keterbatasan pemenuhan kebutuhan self care.

4
5

2. Fungsi Perawat
Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan
perannya, fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.
Ruang lingkup dan fungsi keperawatan semakin berkembang dengan fokus
manusia tetap sebagai sentral pelayanan keperawatan. Bentuk asuhan yang
menyeluruh dan utuh, dilandasi tentang keyakinan tentang manusia sebagai
makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang unik dan utuh.
Ilmu keperawatan memfokuskan pada fenomena khusus dengan
menggunakan cara khusus dalam memberi landasan teoretik dan fenomena
keperawatan yang teridentifikasi. Dengan denikian, perawat bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap hal-hal yang dilakukan dalam
praktik keperawatan. Dalam hal ini praktik keperawatan harus berlandaskan
prinsip ilmiah dan kemanusiaan serta berilmu pengetahuan dan terampil
melaksanakan pelayanan keperawatan dan bersedia dievaluasi. Inilah ciri-
ciri yang menunjukkan profesionalisme perawat yang sangat vital bagi
pelaksanaan fungsi keperawatan mandiri, ketergantungan, dan kolaboratif
(Kozier, 1991).
Pengertian fungsi keperawatan mandiri, ketergantungan, dan
kolaboratif kerap dipergunakan untuk menggambarkan, suatu tindakan
keperawatan atau strategi keperawatan yang diperankan oleh perawat.

a) Pelaksanaan Fungsi Keperawatan Mandiri


Tindakan keperawatan mandiri (independen) adalah aktivitas
keperawatan yang dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri dengan
dasar pengetahuan dan keterampilannya, Mundinger (1985)
menyebutnya sebagai “autonomous nursing practice to independent
nursing”. Ia menuliskan bahwa mengenai mengapa, kapan dan
bagaimana posisi seta kondisi klien, dan melakukan suatu tindakan
dengan keterampilan penuh adalah fungsi terapi “autonomous”.
Dalam hal ini perawat menentukan bahwa klien membutuhkan
intervensi keperawatan yang pasti, salah satunya adalah membantu
6

memecahkan masalah yang dihadapi atau mendelegasikan anggota


keperawatan yang lain dan bertanggung jawab atas keputusan dan
tindakannya (akuntabilitas). Contoh dari tindakan keperawatan madiri
adalah seorang perawat merencanakan dan mempersiapkan perawatan
khusus pada mulut klien setelah mengkaji keadaan mulutnya.

b) Pelaksanaan Fungsi Keperawatan Ketergantungan


Tindakan keperawatan ketergantungan (dependen) adalah aktivitas
keperawatan yang dilaksanakan atas instruksi dokter atau di bawah
pengawasan dokter dalam melaksanakan tindakan rutin yang spesifik.
Contoh dari tindakan fungsi ketergantungan adalah dalam memberikan
injeksi antibiotic. Aktivitas ketergantungan dalam praktik keperawatan
dilaksanakan sehubungan dengan penyakit klien dan hal ini sangat penting
untuk mengurangi keluhan yang diderita klien.

c) Pelaksanaan Fungsi Keperawatan Kolaboratif


Tindakan keperawatan kolaboratif (interdependen) adalah aktivitas
yang dilaksanakan atas kerja sama dengan pihak lain atau tim kesehatan
lain. Tindakan kolaboratif terkadang menimbulkan adanya tumpang tindih
pertanggungjawaban di antara personal kesehatan dan hubungan langsung
kolega antar-profesi kesehatan. Sebagai contoh, perawat dan ahli terapi
pernapasan bersama-sama membuat jadwal latihan bernapas pada seorang
klien.
Seorang ahli terapi pada awalnya mengajarkan latihan pada klien, dan
perawat menguatkan pemahaman dan membantu klien pada saat diterapi
tidak ada. American Nurses Association (Kozier, 1991) menggambarkan
bahwa kolaboratif merupakan “kerja sama sejati”, di dalamnya terdapat
kesamaan kekuatan dan nilai-nilai dari kedua belah pihak, dengan
pengakuan dan penerimaan terpisah serta kombinasi dari lingkup aktivitas
dan pertanggungjawaban bersama-sama, saling melindungi kepentingan
7

setiap bagian dan bersama-sama mencapai tujuan yang telah disepakati oleh
setiap bagian.
Untuk melaksanakan praktik keperawatan kolaboratif secara efektif,
perawat harus mempunyai kemampuan klinis, mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang memadai dan rasa pertanggungjawaban yang tinggi
dalam setiap tindakan.

B. Terapi Komplementer
1. Pengertian Terapi Komplementer
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi merupakan
usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan
penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi,
bersifat menyempurnakan.
Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan
komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal
dari negara yang bersangkutan, misalnya jamu yang merupakan produk
Indonesia dikategorikan sebagai pengobatan komplementer di negara
Singapura. Di Indonesia sendiri, jamu dikategorikan sebagai pengobatan
tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang
sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun
pada suatu negara.
Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung atau pendamping kepada pengobatan medis
konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis
yang konvensional.

2. Tujuan Terapi Komplementer


Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem
sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh
dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita
sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri,
8

asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan


asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang tepat.

C. Jenis – Jenis Terapi Komplementer


Jenis pelayanan pengobatan komplementer – alternatif berdasarkan
Permenkes RI Nomor : 1109/Menkes/Per/2007 adalah :
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) :
Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif: akupuntur, akupresur,
naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda
3. Cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu,
osteopati, pijat urut
4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient,
mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik, EEC

D. Obat – Obat Terapi Komplementer


1. Bersifat natural yaitu mengambil bahan dari alam, seperti
jamu – jamuan, rempah yang sudah dikenal (jahe, kunyit, temu lawak
dan sebagainya);
2. Pendekatan lain seperti menggunakan energi tertentu yang mampu
mempercepat proses penyembuhan, hingga menggunakan doa tertentu
yang diyakini secara spiritual memiliki kekuatan penyembuhan.

E. Aspek Legal Terapi Komplementer


1. Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
a. Pasal 1 butir 16, pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun – temurun
9

secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan


sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat;
b. Pasal 48 tentang pelayanan kesehatan tradisional;
c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang pelayanan kesehatan tradisonal.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang
pengobatan tradisional;
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 120/Menkes/SK/II/2008
tentang standar pelayanan hiperbarik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007
tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di
fasilitas pelayanan kesehatan;
5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No.
HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode
pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di
fasilitas pelayanan kesehatan.

F. Kendala Terapi Komplementer


1. Masih lemahnya pembinaan dan pengawasan;
2. Terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan
bimbingan;
3. Terbatasnya anggaran yang tersedia
untuk pelayanankesehatan komplementer;
4. Belum memadainya regulasi yang mendukung pelayanan kesehatan
komplementer;
5. Terapi komplementer belum menjadi program prioritas dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
G. Hubungan dengan terapi komplementer yang masuk pada kasus system
muskuloskeletal Missal osteoatritis, selulitis, traksi, fraktur……?
Penanganan stress pada anak pasca trauma musculoskeletal melalui terapi
komplementer:
1. Terapi bermain
Tujuan:
- Membina tingkahlaku positif
- Membantu eksplorasi perasaan gembira /sedih,bosan
- Menimbulkan rasa kerjasama anak dengan tim kesehatan Lain.
- Sebagai alat komunikasi aanak ,perawat dan keluarga.
- Meningkatkan kreativitas anak.
- Mengalihkan perhatian dari nyeri dan ketidaknyamanan.
Prinsip bermain yang dilakukan:
- Tidak banyak mengeluarkan energi,sederhana
- Mempertimbangkan keamanan.
- Tidak bertentangan dengan pengobatan.
- Kelompok umur/usia sesuai

2. Terapi music.
Dengan music diharapkan akan mengalihkan perhatian anak terhadap
rasa nyeri

BAB III

PEMBAHASAN

A. Peran Perawat dalam Pelaksanaan Terapi Komplementer


1. Caregiver
Peran perawat memberikan pelayanan langsung kepada pasien dalam
terapi komplementer, seperti :
a) Masase
b) Terapi musik
c) Diet
d) Teknik relaksasi
e) Vitamin dan produk herbal
2. Educator
Peran perawat dapat memberitahukan informasi tentang terapi
komplementer.
3. Konselor
Peran perawat sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya
untuk pasien, konsultasi dan diskusi sebelum mengambil keputusan
tentang terapi komplementer yang akan dipilih.
4. Koordinator
Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang
merawat dan unit manajer terkait.
5. Advokat
Peran perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan
komplementer yang akan diberikan dan perawat memberikan rasa aman
dan nyaman kepada pasien.
6. Konsultan 11
Peran perawat membantu dalam memecahkan masalah yang dialami
pasien.
7. Kolaborator
10 dengan dokter atau tenaga medis lainnya
Peran perawat berkolaborasi
dalam memberikan terapi komplementer.

B. Hasil Penelitian terkait terapi Komplementer


Beberapa teknik non farmakologis adalah stimulasi dan masase, terapi es
dan panas, stimulasi syaraf elektris, distraksi, relaksasi, guide imaginary dan
hipnotis (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Terapi musik juga
merupakan salah satu terapi komplementer yang sudah mulai banyak
dikembangkan diberbagai riset (Engwall & Duppils, 2009). Musik bisa
menyentuh individu baik secara fisik, psikososial, emosional, dan spiritual
(Munro dan Mount, 1978 ; Chiang, 2012).
Tubuh manusia memiliki pola getar dasar, kemudian vibrasi musik yang
terkait erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar dapat memiliki
efek penyembuhan yang sangat hebat bagi tubuh, pikiran,dan jiwa manusia.
Getaran ini juga menimbulkan perubahan emosi, organ, hormon, enzim, sel-
sel, dan atom di tubuh (Kozier, Erb, Berman, Snyder & 2010).
Musik bersifat nonverbal sehingga lebih condong bekerja pada hemisfer
kanan. Musik tidak membutuhkan analisis yang membuat hemisfer kiri
bekerja, tetapi dengan musik membantu otak kiri mendominasi untuk
meningkatkan proses belajar (Kozier,et.al., 2010).
Dasar teori keperawatan untuk melakukan kombinasi terapi farmakologi
dan nonfarmakologi adalah teori nyeri yang dikembangkan oleh Marion Good
yang berada pada tingkatan Middle Range Nursing Theory yaitu “Pain : A
Balance Between Analgesia and Side Effects (Tomey & Alligood, 2006).
Middle range nursing theory ini dapat membantu perawat dan mahasiswa
keperawatan dalam memandu untuk menemukan dan mencapai tujuan yang
diharapkan dari aktivitas praktik di berbagai area keperawatan.
12
Dalam bidang riset keperawatan, Middle range nursing theory dapat
membantu untuk membuat hipotesis penelitian yang dapat diuji dan pada
akhirnya dapat mempengaruhi praktik keperawatan.
Pemberian analgesik bukanlah menjadi pemegang kontrol utama untuk
mengatasi keluhan nyeri pasien karena memiliki efek samping yang akan
menambah lama waktu pemulihan. Asuhan keperawatan yang berdasarkan
respon pasien memberi peluang untuk mengembangkan penelitian
keperawatan.
Terapi musik sangat berkembang di dunia sebagai terapi nonfarmakologis
pada post pembedahan karena terbukti efektif menurunkan nyeri, mengurangi
penggunaan analgesia dan efek sampingnya, memperpendek lama hari rawat,
kepuasan pasien meningkat, dan menurunkan biaya.
Aromaterapi merupakan terapi modalitas atau pengobatan alternatif
menggunakan sari tumbuhan aromatik murni dimana sistem penyembuhan
yang melibatkan pemakaian minyak atsiri murni. Minyak yang digunakan
dalam terapi komplementer meliputi minyak atsiri, bunga lavender,
chamomile, jeruk yang dapat menimbulkan aroma sedatif, minyak ylang-ylang
yang memberikan efek menenangkan, serta minyak melati yang memberikan
efek relaksasi (Setyoadi, 2011).
Manfaat aromaterapi lavender untuk mengurangi nyeri diperkuat dengan
adanya penelitian yang dilakukan penelitian oleh Argi Virgona Bangun dan
Susi Nur’aeni (2013) tentang pengaruh aromaterapi lavender terhadap
intensitas nyeri pada pasien pasca operasi di rumah sakit dustira Cimahi, pada
penelitian diperoleh bahwa adanya keefektifan dari aromaterapi lavender
terhadap penurunan skala nyeri karena berpengaruh secara langsung terhadap
otak seperti obat analgesik dan mencium lavender maka akan meningkatkan
gelombang alfa didalam otak dan membantu untuk merasa rileks. 13
Salah satu metode nonfarmakologis yang dapat diberikan adalah teknik
distraksi (Suzanne.c, 2001). Salah satu distraksi yang efektif adalah musik yang
dapat menurunkan nyeri dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri.
Literatur medis dan keperawatan memberikan banyak penelitian yang
menyatakan keyakinan bahwa intervensi musik tambahan merupakan cara
yang tepat untuk menghilangkan gejala yang mengganggu proses
penyembuhan. Penelitian mendukung penggunaan musik sebagai alat
pengurangan nyeri. Terapi musik digunakan untuk mengevaluasi intervensi
keperawatan yang diberikan seperti mengurangi skala nyeri akibat nyeri yang
dirasakan (advanced nursing therapy music, 2002).
American Association (2010) terapi musik merupakan suatu tindakan yang
disebut dengan prioritas penelitian Strategis, dengan salah satu tujuan utama
untuk memajukan praktek bukti berbasis terapi musik. Musik klasik ciptaan
Franz Joseph Haydn dan Wolfgang Amadeus Mozart, dapat memberikan efek
yaitu menciptakan daya konsentrasi, memori, dan persepsi ruang, sehingga bisa
mengalihkan nyeri yang dirasakan (Sumaryati, 2012). Musik menghasilkan
perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu, musik
harus didengarkan minimal 15 menit agar dapat memberikan efek teraupeutik.
Pemberian analgetik merupakan prosedur standar pada post operasi ORIF.
Penggunaan analgesik untuk mengatasi nyeri pasca pembedahan merupakan
protokol yang seharusnya (Good, et.al., 2005; Nilssons, 2008). Efek sementara
dari pemberian penghilang nyeri akan mengakibatkan banyak efek samping
yang harus dipahami oleh pemberi layanan manajemen nyeri, seperti sedasi,
confuse, agitasi, peningkatan produksi asam-asam saluran cerna, yang justru
menghambat proses penyembuhan luka, ambulasi sampai dengan prolonged
length of stay yang sangat berpengaruh terhadap effective cost management
dari pasien (Neal, 2002; Australian Acute Musculosceletal Pain Guidelines
Group, 2003; Peterson & Bredow, 2004; Nilssons, 2008).
Penurunan level nyeri yang cukup signifikan pada pemberian terapi music
untuk nyeri pasca operasi ORIF membuktikan bahwa terapi music efektif untuk
menurunkan nyeri post operasi ORIF. Terapi musik terbukti menurunkan
tingkat nyeri lebih besar dibandingkan yang hanya diberikan terapi standar
pada pasien post operasi ORIF di RSUDAM Propinsi Lampung (Novita, 2012).
Sehingga terapi musik bisa digunakan sebagai terapi komplementer
komplementer pada pasien post operasi ORIF.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung atau pendamping kepada pengobatan medis konvensional
atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang
konvensional.
Peran perawat dalam pelayanan kesehatan diantaranya dalam terapi
komplementer sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembela untuk
melindungi klien, pemberi bimbingan atau konseling klien, pendidik klien,
anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lain, coordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber dan
potensi klien, pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan perubahan-
perubahan, dan sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah
klien. Fungsi perawat yang dijalankan dipelayanan kesehatan adalah bertindak
secara independen, dependen, dan interdependen.
Perkembangan terapi komplementer atau alternatif sudah luas, termasuk
didalamnya orang yang terlibat dalam memberi pengobatan karena banyaknya
profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum yang terlibat dalam
terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi
komplementer agar menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat sebagai salah satu profesional kesehatan, dapat turut serta
berpartisipasi dalam terapi komplementer. Peran yang dijalankan sesuai
dengan peran-peran yang ada. Arah perkembangan kebutuhan masyarakat dan
keilmuan mendukung untuk meningkatkan peran perawat dalam terapi
komplementer karena pada kenyataannya, beberapa terapi keperawatan yang 15
berkembang diawali dari alternatif atau tradisional terapi.

B. Saran
14 profesional diharapkan dapat melakukan
Sebagai seorang perawat yang
Asuhan keperawatan yang berdasarkan respon pasien dan mampu untuk
terus mengembangkan penelitian keperawatan khususnya terkait perawatan
dengan penggunaan terapi komplementer demi tercapainya asuhan
keperawatan yang komprehensif .
DAFTAR PUSTAKA

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. EGC:


Jakarta.

Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in


nursing. 4th ed. New York: Springer.

Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to
advanced skills. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

http://www.scribd.com/doc/76628021/Terapi-Komplementer-FOKUS-GROUP

Dian Sari dan Yuhendri Putra. (2014). Pengaruh terapi musik mozart terhadap
intensitas nyeri Pada pasien fraktur di ruang bedah rsud dr.achmad Mochtar
bukittinggi tahun 2014. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2017. Jurnal
Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5.
Https://scholar.google.co.id. perawatan terapi komplementer musculoskeletal.

Afdaleli, wiwit fetrisia, dkk. (2017). Pengaruh kompres hangat aromaterapi


lavender terhadap Penurunan skala nyeri pasien rematik (osteoartritis) pada
Lansia di panti kasih sayang ibu batusangkar tahun 2016. Diakses pada
tanggal 1 Oktober 2017. Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara
Bukittinggi, Vol.8. Https://scholar.google.co.id. perawatan terapi
komplementer musculoskeletal.

Anda mungkin juga menyukai