Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN REUMATIK

Disusun oleh :

Melani Agustina (C.0105.17.024)

STIKes Budi Luhur Cimahi Program Studi Pendidikan Ners

Tahun Ajaran 2020


1. Definisi

artrhitis reematoid adalah gangguan inflamasi kronis yang mempengaruhi banyak


sendi termasuk di tangan dan kaki. Penyakit ini sering di derita oleh wanita
terutama yang berusia antara 40 hingga 60 tahun, dan biasanya terjadi simetris
pada sendi yang sama dikedua sisi tubuh.

Artrhitis rematoid ini adalh penyakit yang menimbulkan rasa sakit akibat otot atau
persendian yang mengalami peradangan atau pembengkakan.

2. Etiologi

Penyebab arthritis rheomatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun


banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Faktor-faktor yang
berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan, dan lingkungan. dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya
penyakit arthritis rheomatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan
infeksi. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab rheumatoid
atritis, yaitu: infeksi streptokokkus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus,
endokrin, metabolic, faktor genetic serta faktor pemicu lingkungan. Etiologi RA
belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi
yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana, 2009).

Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab reumathoidatritis,


yaitu:

a. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus

b. Endokrin
c. Metabolic

d. Factor genetic serta factor pemicu lingkungan (gaya hidup dan mandi malam).

Kelainan yang dapat terjadi pada suatu atritis rheumatoid yaitu:

1) Kelainan pada daerah artikuler

a) Stadium I (stadium sinovitis)

b) Stadium II (Stadium destruksi)

c) Stadium III (stadium deformitas

2) Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler

Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah:

a) Otot : terjadi miopati

b) Pembuluh darah perifer : terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada pembuluh
darah arteriol dan venosa

c) Kelenjar limfe : terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aliran limfe,
sendi, hiperplasi folikuler, peningkatan aktivitas system retikulo endothelial dan
proliferasi yang mengakibatkan splenomegaly

d) Saraf : terjadi nekrosis fokal, reaksi epiteloid serta infiltrasi leukosit

e) Visera

3. Manifestasi klinis
Gejala awal terjadi beberapa sendi sehingga disebut poli athritis rhomatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan,
sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul dan
biasanya bersifat bilateral atau simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada
satu sendi disebut arthritis rheomatoid mono-artikular.
Gejala rheumatoid arthritis tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika
jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang,
penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan
pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun, orang-orang
pada umumnya merasa sakit ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) atau pun gejala
kembali (Reeves, 2001).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kekurangan nafsu makan, demam, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan
kekakuan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi
klinis RA sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya
penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritemia dan gangguan fungsi
merupakan
klinis yang klasik untuk Reumatoid Arthritis (Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada
lanjut usia (Buffer,2010) yaitu: sendi terasa nyeri dan kaku pada pagi hari, bermula
sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki,
juga jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa
hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit atau nyeri, bila sudah tidak tertahan
dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang (Junaidi, 2006)
4. patofisiologi
5. Gambaran klinis

Rheumatoid Arthtritis adalah sebagai berikut :

a. Kekakuan dipagi hari : biasanya kurang lebih berlangsung selama 1jam

b. Pembengkakan 3 sendi atau lebih : pembengkakan sendi objektif

c. Pembengkakan sendi pergelangan tangan, MCP, atau PIP

d. Gambaran radiologi yang khas : gambaran yang paling lazim adalah


osteopenia peri artikular

e. Nodul subkutan : pada permukaan ekstensor siku, tonjolan tulang pada


punggung atau bahkan disepanjang perjalanan tendo archiles. .

6. Komplikasi

a. Kerusakan pada sendi

b. Peradangan pada otot jantung

c. Gagal pernafasan

d. Gagal ginjal
e. Penyakit saluran cerna

f. Osteoporosis

7. Pemeriksaan penunjang

a. Laju endap darah (LED) meningkat (80-100 mm/h) kembali (v) sewaktu
gejala-gejala meningkat.

b. Protein c-reaktif: positif

c. Sel darah putih: positif meningkat pada waktu timbul proses inflamasi
sampai 500-50.000 mm/h dan tampak keruh

d. Reaksi-reaksi aglutinasi: positif lebih pada 50%.

f. Sinar X dari sendi yang sakit: menunjukan pembengkakan pada jaringan


lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan
awal) berkembang menjadi formasi kista

tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoarthritis


yang terjadi secara bersamaan.

g. Scan radio nuklida: identifikasi peradangan sinovium

h. Artroposi langsung, aspirasi cairan synovial

i. Biopsy membrane synovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan


perkembangan panas

8. Penatalaksanaan

a. Pendidikan: meliputi tentang patofisiologi, penyebab, tanda, dan gejala


semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen.
b. Istirahat: pasien membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu
beraktivitas diikuti oleh masa istirahat.

c. Latihan fisik dan termoterapi: latihan dapat bermanfaat dalam


mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif
pada semua sendi sedikitnya 2 kali sehari.

d. Kompres: kompres hangat pada daerah sendi dan sakit, dan

bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri.

e. Diet seimbang: karbohidrat, protein, lemak. Makanan yang tidak boleh


dimakan seperti jeroan, kembang kol, bayam, emping, daun singkong,
makanan yang boleh dimakan seperti tempe, tahu,

daging sapi, daging ayam, sayur kangkung, buah-buahan, nasi dan susu.

f. Terapi pengobatan: bagian yang penting dari seluruh program


penatalaksanaan, obat-obat yang di pakai untuk mengurangi nyeri,
meredakan peradangan dan mengubah perjalanan penyakit.

g. OAINS (obat anti inflamasi non steroid) diberikan sejak dini untuk
mengatasi nyeri akibat inflamasi. OAINS yang dapat diberikan: Aspirin
mulai dosis 3-4 x/hari. Ibuprofen, nafroxen, poriksikam, diklofenak dan
sebagainya.

h. DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) gunanya untuk


melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthritis
rheumatoid, jenis-jenis yang digunakan adalah:

1. Klorokuin fosfat 250 mg/har

2. Sulfasalazin dalam dosis 1x500 mg/hari


3. D-oenisilamin dosisnya 250-300 mg/hari

4. Kortikosteroid: dosis rendah prednisone 5-7,5 mg (dosis tunggal pagi


hari) sangan bermanfaat sebagai bridging terapi dalam mengatasi
rheumatoid arthritis.

5. Rehabilitasi: bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien caranya


dengan mengistirahatkan sendi yang sakit.

B. Konsep Dasar Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri

1. Definisi

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat


sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri.

a. Mc. Coffery mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang


memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang
tersebut pernah mengalaminya.

b. Arthtur C. curton mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme


produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan
nyeri.

2. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.


Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung
saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin
yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian,
dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan
respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat
berupa zat kimiawi

seperti histamine, bradikinim, prostaglandin,dan macam-macam asam yang


dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan
oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal,

listrik, atau mekanis. Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor


tersebut ditranmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang
belakang oleh dua jenis serabut yang bermielin rapat atau serabut A (delta)
dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh
Serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C.
serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta
sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau
lamina yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga terbentuk
substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian,
impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron atau
bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur
spinothalamic tract (STT) atau jalur spinotalamus dan spinoreticular tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses
transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate
dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak
yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak
tengah dan medulla ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang
berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan
neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih mengaktifkan
stimulasi nociceptor yang di transmisikan oleh serabut A. jalur nonopiate
merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respons terhadap
naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya (Long, 1989).

3. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan
tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan. Hal
ini termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri
kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi
kedalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tertusuk dan nyeri

terbakar.

karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis


Pengalaman Suatu kejadian. Sebab Satu situasi.
sumber eksternal atau penyakit
Tidak diketahui atau
dari dalam.
pengobatan yang terlalu lama
Serangan Mendadak Bisa mendadak, berkembang,
dan terselubung
Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan sampai
bertahun-tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit dibedakan
diketahui dengan pasti intensitasnya, sehingga sulit
dievaluasi
Gejala-gejala klinis Pola respon yag khas
Pola respon yang bervariasi
dengan gejala yang
dengan sedikit gejala (adaptasi)
tidak jelas
Pola perjalanan Terbatas, biasanya
Berlangsung terus, dapat
berkurang setelah
bervariasi. Penderita meningkat
beberapa saat.
setelah beberapa saat.

Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya nyeri
somatic, nyeri visceral, nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik, nyeri
fantom dari ekstermitas, nyeri neurologis, dan lain-lain. Nyeri somatic dan nyeri
visceral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan dibawah kulit (superficial)
pada otot dan tulang. Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh
yang lain, umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ visceral. Nyeri
psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul akibat
psikologis. Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu
ekstermitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena
adanya spasme di sepanjang atau dibeberapa jalur syaraf.

4. Stimulasi Nyeri

Seseorang dapat menolernsi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali
jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat
beberapa jenis stimulasi nyeri, diantaranya :
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya
kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.

b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya


penekanan pada reseprtor nyeri.

c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri

d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada atreria koronaria


yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.

e. Spasmeotot, dapat menstimulasi mekanik.

1. Teori nyeri

Menurut Barbara C. Long tahun 1989 terdapat beberapa teori tentang terjadinya
rangsangan nyeri diantaranya:

a. Teori Pemisahan (Specificity Theory) menurut teori ini rangsangan sakit


masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui kornudorsalis yang bersinaps di
daerah posterior, kemudian naik

ke tractuslissur dan menyilang di garis median kesisilainnya, dan berakhir di


korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

b. Teori Pola (Pattern Theory) rangsangan nyeri masuk melalui akar


ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini
mengakibatkan suatu respons yang merangsang kebagian yang lebih tinggi, yaitu
korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi
sehingga menimbulkannyeri. Persepsi dipengaruhi olehm modalitas respon dari
reaksisel T.

c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory) menurut teori ini,


nyeri tergantung dari kerja serat syaraf besar dan kecil yang keduanya berada
dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan
meningkatkan aktivitas substansi agelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya
pintu mekanisme sehingga aktifitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran
rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang
korteks serebri. Hasil presepsi ini akan dikembalikan kedalam medulla spinalis
melalui serat eferen dan reaksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada
serat kecil akan menghambat aktivitas substansi agelatinosa dan membuka pintu
mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkan rangsangan nyeri.

d. Teori Transmisi dan Inhibisi. Adanya stimulus pada nociceptor memulai


transmisi implus-implus saraf, sehingga transmisi implus menjadi efektif oleh
neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif
olehi mplus-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada
serabut- serabut lamban dan endogen opiate system supresif.

2. Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,


diantaranya adalah :

a. Arti nyeri.

Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hamper sebagian
arti nyeri merupakan arti yang negative, seperti membahayakan merusak, dan lain-
lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, sepertiusia, jenis kelamin, latar
belakang social budaya, lingkungan dan pengalaman.

b. Persepsinyeri.

Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada


korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh factor yang
dapat memicu stimulasi nociceptor.

c. Toleransi nyeri.

Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat


memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor yang dapat
memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan
sebagainya. Sedangkan factor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan,
rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan lain-lain.

d. Reaksi terhadap nyeri.

Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk

respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah,cemas,


menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa factor, arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman
masa lalu, nilai budaya, harapan social, kesehatan fisik dan mental, rasa takut,
cemas, usia dan lain-lain.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Definisi
Keluarga sebagai bagian sub sistem didalam masyarakat memiliki
karakteristik yang unik dalam kehidupan keluarga tersebut. Banyak ahli
menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan

social masyarakat. Berikut akan dikemukakan beberapa pengertian keluarga.

a. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok
keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling mengikutsertakan dalam
kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu
rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara
satu dengan yang lainnya (menurut buku keperawatan keluarga karya Tantut
Susanto tahun 2012).

b. Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga
mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi social,
peran dan tugas (Allender dan Spradley, 2001).Dari beberapa pengertian
tentang keluarga maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga
adalah (Depkes, 2000) :

1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.

2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika berpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.

3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing


mempunyai peran social, seperti: suami, istri, anak, kaka, dan adik.

4. Mempunyai tujuan: menciptakan dan mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan social anggota.


2. Tipe Keluarga

Keluarga memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola


kehidupan. Sesuai dengan perkembangan social, maka tipe keluarga juga akan
berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe
keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).

1. Tradisional

a. The nuclear family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan
anak.

b. The dyad family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang
hidup bersama dalam satu rumah.

c. Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan
anak yang sudah memisahkan diri.

d. The childless family

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak
terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan yang
terjadi pada wanita.

e. The extended family Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup
bersama dalam
satu rumah seperti nuclear family disertai paman, tante, orang tua (kakek nenek),
dan keponakan.

f. The single parent family

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini
terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian, atau karena ditinggalkan
(menyalahi hokum pernikahan).

g. Commuter family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah
satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota
bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat

“weekends” atau pada waktu-waktu tertentu.

h. Multigenerational family Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok


umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.

i. Kin-network family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan
saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Contoh: dapur,
kamar mandi, televise, telepon, dan lain-lain.

j. Blended family. Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari hasil perkawinan atau dari perkawinan sebelumnya.

k. The single adult living alone/single-adult family Keluarga yang terdiri dari
orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi)
seperti: perceraian atau ditinggal mati.

2. Non Tradisional
a. The unmarried teenage mother Keluarga yang terdiri dari orangtua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

b. The stepparent family Keluarga dengan orang tua tiri.

c. Commune family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas
yang sama, pengalaman yang sama; sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok/membesarkan anak bersama.

d. The nonmarital heterosexual cohabiting family Keluarga yang hidup bersama


berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

e. Gay and lesbian families

Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama sebagaimana ‘marital


partners’.

f. Cohabitating family

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa
alasan tertentu.

g. Group marriage-family Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat


rumah tangga bersama, yang saling merasa saling menikah satu dengan yang
lainnya, berbagai sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anaknya.

h. Group network family Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai,
hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah
tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster family. Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga aslinya.

j. Homeless family. Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan


yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi
dan atau problem kesehatan mental.

A. Konsep Proses keperawatan keluarga


Asuhan keperawatan keluarga adalah merupakan proses yang kompleks dengan
menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan
individu sebagai anggota keluarga. ( Nurul Cahyatin, 2012).

Dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga menurut Effendi (2004)


dengan melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu
dengan mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan,
serta minat untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan
keluarga, menyatakan kesediaan

untuk membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan


keluarga dan membina komunikasi dua arah dengan keluarga. Friedman (1998)
menjelakan proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari lima langkah dasar
meliputi :

1. Pengkajian

Menurut Suprajitno (2004) pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang


perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga
yang dibinanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan
sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa
ibu (bahasa yang digunakan seharihari), lugas dan sederhana
(Suprajitno,2004).Pengkajian merupakan tahapan terpenting dalam proses
perawatan, mengingat pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk
mengidentifikasi data-data yang ada pada keluarga (Santun setiawati, 2008).

a. Tahap pengkajian
Tahap ini merupakan pengumpulan informasi secara terus menerus terhadap
anggota keluarga yang dibinanya. Data yang dikumpulkan meliputi :

1) Data umum

Data ini mencakup kepala keluarga (KK), umur, alamat dan

telepon, pekerjaan dan pendidikan KK, dan komposisi keluarga.

Selanjutnya komposisi keluarga dibuat genogramnya.

2) Genogram

Aturan yang harus dipenuhi dalam pembuatan genogram :

a) Anggota keluarga yang lebih tua berada disebelah kiri

b) Umur anggota keluarga ditulis pada symbol laki-laki atau perempuan

c) Tahun dan penyebab kematian ditulis disebelah symbol laki-laki atau


perempuan

d) Penggunaan symbol dalam genogram

3) Kebutuhan sehari-hari

a) Kebutuhan nutrisi

Menjelaskan tentang hasil identifikasi makanan sehari-hari pada keluarga,


meliputi pengadaan makanan, komposisi makanan, penyajian makanan,
diit/pantangan dalam keluarga, pengelolaan makanan, pengelolaan air minum,
pemenuhan nutrisi keluarga.
b) Istirahat tidur

Menjelaskan tentang pola istirahat tidur sehari-hari pada keluarga meliputi


lamanya keluarga dalam beristirahat, kebiasaan keluarga dalam pemenuhan
istirahat tidur, dan lingkungan sekitar rumah yang mempengaruhi istirahat
tidur.

c) Aktivitas dan olahraga

Menjelaskan tentang kegiatan olahraga dalam keluarga dan aktifitas keluarga


dalam sehari-hari.

d) Status lingkungan

(1) Karakteristik rumah

Menjelaskan tentang hasil identifikasi rumah yang dihuni keluarga meliputi


luas, tipe, jumlah ruangan, pemanfaatan ruangan, sarana pembuangan air,
limbah dan kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus), saran air bersih dan minum
yang digunakan.

(2) Karakteristik tetangga dengan komunitas

Menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yaitu


keadaan sekitar tempat tinggal keluarga, meliputi kebiasaan, seperti lingkungan
fisik, nilai dan norma serta aturan dan budaya setmpat yang mempengaruhi
kesehatan

(3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta


perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga dapat berinteraksi
dengan masyarakat sekitarnya.
(4) System pendukung keluarga

Yaitu jumlah anggota keluarga yang sehat dan fasilitas kesehatan yang
menunjang kesehatan (bpjs,askes, jamsostek, kartu sehat, asuransi, atau yang
lain). Fasilitas fisik yang dimiliki anggota keluarga (peralatan kesehatan),
dukungan psikologis anggota keluarga atau masyarakat, dan fasilitas social
yang ada disekitar keluarga dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan.

(5) Struktur keluarga

Nilai atau norma keluarga, struktur peran, pola komunikasi keluarga, struktur
kekuatan keluarga.

(6) Tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan

Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan Keluarga mampu mengambil


keputusan untuk merawat anggota keluarga yang sakit Keluarga mampu
merawat anggota keluarga yang sakit Keluarga mampu memodifikasi
lingkungan Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan.

b. Analisa data

Ada 3 norma yang perlu diperhatiakn dalam melihat perkembangan kesehatan


keluarga untuk melakukan analisa data, yaitu :

1) Keadaan kesehatan yang normal bagi setiap anggota keluarga, yang


meliputi:

a) Keadaan kesehatan fisik, mental, dan social angoota keluarga

b) Keadaan pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga

c) Keadaan gizi anggota keluarga


d) Status imunisasi anggota keluarga

e) Kehamilan dan KB

2) Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan, yang meliputi:

a) Rumah yang meliputi ventilasi, penerangan, kebersihan, konstruksi, luas


rumah dan sebagainya

b) Sumber air minum

c) Jamban keluarga

d) Tempat pembuangan air limbah

e) Pemanfaatan pekarangan yang ada dan sebagainya

3) Karakteristik keluarga, yang meliputi:

a) Sifat-sifat keluarga

b) Dinamika dalam keluarga

c) Komunikasi dalam keluarga

d) Interaksi antar anggota keluarga

e) Kesanggupan keluarga dalam membawa perkembangan anggota keluarga.

f) Kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku didalam keluarga.

4) Penilaian (skoring) diagnosis keperawatan

Untuk menentukan prioritas terhadap diagnose keperawatan keluarga yang


ditemukan dihitung dengan menggunakan skala prioritas. Proses skoringnya
dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan:
a) Tentukan skornya sesuai dengan criteria yang dibuat perawat.

b) Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.Skor
yang diperoleh Bobot Skor tertinggi

c) Jumlahkan skor untuk semua criteria (skor maksimum sama dengan jumlah
bobot, yaitu 5)Skoring diagnosis keperawatan menurut bailon dan maglaya (1978).

Tabel 2.2 Skoring diagnosa keperawatan

No Kriteria Skala Bobot


1 Sifat masalah 1
- Tidak / kurang 3
sehat
2
- Ancaman 1
kesehatan
- Keadaan sejahtera
2 Kemungkinan masalah 2
dapat diubah
- Dengan mudah 2

- Hanya sebagian 1
- Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk 1
dicegah
- Tinggi 3

- Cukup 2
- Rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1
- masalah berat 2
harus segera
1
ditangani
0
- ada masalah tetapi
harus segera
ditangani
- masalah tidak
dirasakan

Kemungkinan masalah dapat diubah

hal yang perlu diperhatikan untuk mengubah masalah yang terjadi dalam keluarga
antara lain pengetahuan yang ada sekarang, teknologi, tindakan untuk menangani
masalah, sumber daya fisik,

keuangan, tenaga, sumber daya tenaga kesehatan dan sumber daya kesehatan.

Potensial masalah dapat dicegah

Hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensial masalah dapat dicegah antara
lain kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit, lamanya masalah,
tindakan yang sedang dijalankan, dan adanya kelompok “High Risk” atau
kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah.

Menonjolnya masalah Hal yang perlu diperhatikan dalam melihat menonjolnya


masalah yaitu presepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan
tersebut
2. Diagnosa

Diagnose keperawatan merupakan kumpulan pertanyaan, uraian dari hasil


wawancara, pengamatan langsung, dan pengukuran dengan menunjukan status
kesehatan mulai dari potensial, resiko tinggi, sampai masalah actual. Perumusan
diagnosis keperawatan dapat diarahkan kepada individu atau keluarga. Komponen
diagnosis keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi), dan

tanda (sign). Perumusan diagnose keperawatan keluarga menggunakan


aturan yang telah disepakati, terdiri dari:

a. Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya


kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota (individu)
keluarga.

b. Penyebab (etiologi, E) adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan


masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah,
mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga, memelihara
lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Tanda (sign, S) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif

yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang
mendukung masalah dan penyebab.

Tipe diagnose keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok,


yaitu:

a. Diagnosis actual adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh


keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.
b. Diagnosis resiko/resiko tinggi adalah masalaj keperawatan yang belum
terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat terjadi
dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.

c. Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika


keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai
sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan.

Daftar masalah keperawatan (NANDA) yang dapat digunakan, sebagai


berikut:

a) Gangguan proses keluarga

b) Gangguan pemeliharaan kesehatan

c) Perubahan kebutuhan nutrisi: kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh

d) Gangguan peran menjadi orang tua

e) Gangguan pola eliminasi

f) Kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan

g) Gangguan penampilan peran

3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa kep NOC NIC


1 Nyeri akut b.d 1.Pain level, - Lakukan pengkajian
perubahan 2.Pain control, nyeri secara
fisiologis oleh 3.Comfort level komprehensif
artritis termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
Kriteria hasil:
frekuensi, kualitas
1.Mampu mengontrol
dan faktor prespitasi.
nyeri (tahu penyebab
- Observasi reaksi
nyeri, mampu
nonverbal dari
mennggunakan
ketidaknyamanan
teknik
- Kaji kultur yang
nonfarmakologi
mempengaruhi
untuk mengurangi
respon nyeri
nyeri, mecari
- Kurangi faktor
bantuan)
prespitasi nyeri
2.Melaporkan bahwa
- Evaluasi pengalaman
nyeri berkurang
nyeri masa lampau
dengan menggunakan
- Pilih dan lakukan
manajemen nyeri
penanganan nyeri
3.Mampu mengenali
(farmakologi,
nyeri (skala,
nonfarmakologi dan
intensitas, frekuensi
inter personal)
dan tanda nyeri)
- Ajarkan teknik non
4. Menyatakan rasa
farmakologi
nyaman setelah
- Tingkatlkan istirahat
nyeri berkurang
- Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
2 Gangguan citra 1.Body image - Kaji secara verbal
tubuh 2.Self esteem dan non verbal
b.d perubahan respon klien terhadap
penampilan Kriteria hasil: tubuhnya
tubuh, sendi, 1.Body image positif - Monitor frekuensi
bengkok, 2.Mampu mengkritik dirinya
deformitas mengidentifikasi - Jelaskan tentang
kekuatan personal pengobatan,
3.Mendiskripsikan perawatan, kemajuan,
secara dan prognosis
faktual penyakit
perubahan - Dorong klien
fungsi mengungkapkan
tubuh perasaannya
4.Mempertahankan identifikasi arti
interaksi sosia pengurangan melalui
alat bantu

3 Gangguan - Monitoring vital sign


mobilitas fisik sebelum atau sesudah
b.d kekakuan latihan dan lihat
sendi respon pasien saat
latihan
- Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
- Bantu klien untuk
menggunakan
tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap
cedera
- Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
- Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandirisesuai
kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
klien
- Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
- Ajarkan klien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan

4 1. Selfcare - Pertimbangan usia


Defisit perawatan
hygiene klien ketika
diri b.d gangguan
mempromosikan
muskuloskeletal Kriteria hasil:
aktivitas perawatan
(penurunan 1.Perawatan diri
diri
kekuatan otot) ostomi untuk
eliminasi - Menentukan jumlah
2.Perawatan diri dan jenis bantuan
aktivitas kehidupan yang dibutuhkan
sehari-hari (ADL)
- Menyediakan
mampu
lingkungan yang
untuk melakukan
terapeutik dengan
aktivitas
memastikan hangat,
perawaratan fisik
santai, pengalaman
dan pribadi secara
pribadi, dan personal
mandiri atau denfan
alat bantu - Tempat handuk,

3.Perawatan diri sabun, deodoran, alat

hygiene: pencukur dan


mampu untuk aksesoris lainnya
mempertahankan yang dibutuhkan di
kebersihan dan samping tempat tidur
penampilan atau di kamar mandi
yang rapi secara
- Memantau
mandiri
pembersihan kuku,
dengan atau tanpa
menurut kemampuan
alat bantu
perawatan diri klien
4.Perawatan diri
hygiene - Memantau integritas

oral: mampu kulit klien

mempertahankan - Menjaga kebersihan


mobilitas diri klien
yang diperlukan
- Memberikan bantuan
untuk kekamar mandi
sampai pasien
dan menyediakan
sepenuhnya dapat
perlengkapan mandi
mengasumsikan
5.Membersihkan dan
perawatan diri
mengeringkan tubuh
6.Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihan tubuh
dan hygiene oral

Ansietas b.d 1.Anxuety level - Gunakan pendekatan


kurangnya 2.Sosial anxiety level yang menenangkan
informasi tentang - Nyatakan dengan
penyakit, Kriteria hasil: jelas harapan
penurunan 1.Klien mampu terhadap pelaku
produktifitas mengidentifikasi dan pasien
(status kesehatan mengungkapkan - Jelaskan semua
dan fungsi peran) gejala cemas prosedur dan apa
2.Vital sign dalam yang dirasakan
batas normal selama prosedur
3.Postur tubuh, - Pahami perspektif
ekspresi pasien terhadap
wajah, bahasa tubuh situasi stres
dan - Temani pasien untuk
tingkat aktivitas memberikan
menunjukkan keamanan dan
berkurangnya mengurangi takut
kecemasan - Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, keatkutan,
persepsi
- Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini
muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang yang telah
dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda,
disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan
oleh klien
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas
perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat harus yakin bahwa: tindakan
keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan,
dilakukan dengan cara yang tepat, serta sesuai dengan kondisi klien, selalu
dievaluasi apakah sudah efektif dan selalu didokumentasikan menurut waktu
(Doenges dkk, 2006)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil
yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan
memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan,
perbaikan tindakan
keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan
lain, apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa
terpenuhi (Doenges dkk,2006). Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan
keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa
semua proses keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai