Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

DI SUSUN OLEH :
ALIFTIANI CAHYANINGSIH
1901004006

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN GERONTIK


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan
rahmat serta anugrah dari-Nya. Saya mampu menyelesaikan Laporan Pendahuluan
yang berjudul Laporan Pendahuluan pada lansia dengan Reumathoid Atritis.
Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk
memenuhi tugas stase keperawatan gerontik. Selain itu laporan pendahuluan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Reumathoid Atritis bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak/ibu dosen yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya menyadarai, laporan pendahuluan yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif dengan
inflamasi kronik yang menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat melibatkan
organ dan sistem tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan pembengkakan,
nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang disertai gangguan pergerakan
diikuti dengan kematian prematur (Mclnnes,2011).
Masyarakat usia dewasa yang berusia diantara 25 hingga 60 tahun masih
merupakan masa-masa produktif di kehidupannya. Tanggung jawab secara fisik,
biologis, ekonomi dan sosial sangat dibutuhkan dan berkaitan erat dengan status
kesehatannya saat ini. Banyak penyakit degeneratif yang onsetnya dimulai sejak
usia pertengahan menyebabkan produktifitas masyarakat menurun dan masa lansia
di kemudian hari menjadi kurang berkualitas. Salah satu penyakit tersebut adalah
RA dimana proses patologi imunologinya terjadi beberapa tahun sebelum muncul
gejala klinis. Walaupun angka kejadian RA banyak terjadi pada lansia namun tidak
menutup kemungkinan proses patologi telah terjadi seiring peningkatan usia dan
adanya berbagai faktor risiko yang saling berkaitan.
Banyak upaya yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya RA dan
memberikan pengobatan secara cepat dan tepat bagi yang telah terdiagnosis salah
satunya dengan melakukan deteksi dini pada masyarakat usia dewasa. Ada banyak
alat ukur dan kriteria yang dapat digunakan dalam mendiagnosis RA. Diantaranya
adalah berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang
direvisi tahun 1987 dan kriteria ACR (American College of Rheumatology) yang
direvisi tahun 2010.
B. Tujuan
Untuk melaksanakan asuhan keperawatan reumathoid atritis pada lansia
C. Manfaat
1. Meningkatkan kualitas hidup lansia
2. Membantu lansia mengatasi sakitnya
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya
belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada
beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit
RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar
kasus perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia,2014).
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi (Febriana,2015).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan
ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada
masa dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan
berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai
pengobatan yang adekuat (Febriana,2015).
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan
peradangan kronis pada sendi. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi
ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri yang keliru
(Aletaha et al., 2010).
B. ETIOLOGI
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui, tetapi terdapat
hipotesis yang dapat dijadikan sebagai petunjuk terjadinya artritis reumatoid,
yaitu:
1. Genetik
Terbukti bahwa seorang individu yang menderita artritis reumatoid,
memiliki riwayat keluarga artritis reumatoid, 2-3 kali lebih banyak dari
populasi normal.
2. Kompleks imun (autoimun)
Antibodi yang tidak biasa dg tipe IgM dan atau IgG terbentuk di
sinosium dan jaringan konektif lainnya sehingga berakibat inflamasi lokal
dan sistemik
3. Pengaruh hormonal
Lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki
4. Perkembangan virus
Setelah terjangkit virus, misalnya virus Epstein Barr yang
menyebabkan terjadi autoimun.

C. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau
bulan. Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan
tersebut dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar
sendi (Putra dkk,2013).
1. Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,
peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan,
lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti
sendi siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan
tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di
pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi
a. Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun
40% pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering
terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan
gejala foot or wrist drop
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa
kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perforans
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali,
limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropeni

D. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamsi non
steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a) Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein
(CRP) meningkat
b) Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF
negatif tidak menyingkirkan diagnosis
c) Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam
diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan
sensitivitas 70% namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya
penyakit tidak konsisten
2. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang
sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi.

F. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Penatalaksanaan medis pada pasien RA diantaranya :
a) Termokerapi
b) Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
c) Pemberian obat-obatan:
1) Anti inflamasi non streoid (NSAID) contoh : aspirin yang diberikan
pada dosis yang telah tentukan
2) Obat-obatan untuk Reumatoid arthritis : acetyl salicylic acid, cholyn
salicylate (analgetik, antipiretik dan anti inflamatory).
3) Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak
berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan
dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak.
Prosedur yang tepat dilakukan adalah antroplasti, perbaikan tendon
dan sinovektomi
2. Keperawatan
a) Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab dan
progenesis penyakit ini.
b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c) Latihan : pada saat pasien tidak merasa atau inflamasi berkurang, ini
bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi.
d) Termotrafi
Lakukan kompres panas pada sendi – sendi yang sakit dan bengkak
mungkin dapat mengurangi nyeri.
e) Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan
pada sendi.
Adapun syarat – syarat diet atritis reumatoid adalah protein cukup, lemak
sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang
dikeluarkan setiap hari. Rata – rata asupan cairan yang dianjurkan adalah
2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75%
dari kebutuhan energi total.

G. PATOFOSIOLOGI
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi.
Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi
dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi
neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi
oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi.
Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon
imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik
(Surjana, 2009).
Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik. Sel T merupakan
bagian dari sistem immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg,
Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik
humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012).
Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan
share epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan
peptida pada antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan
peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahi secara pasti (Suarjana,
2009).
H. PATHWAYS
Reaksi faktor R dengan antibodi, faktor metabolik, infeksi dengan
kecenderungan infeksi

Reaksi peradangan
1.
Nyeri
Sinovial menebal

Panus-> Nodul->Deformitas Sendi->Gg.Bodi Image

Infiltrasi ked lm os. subkondria

Kerusakan kartilago dan


2. Hambatan nutrisi pada kartilago artikularis
tulang

3.Tendon dan ligamen Kartilago nekrosis


4. melemah
5. Erosi kartilago
Hilangnya
6.
kekuatan otot Adhesi pada permukaan sendi
Mudah luksasi
dan subluksasi
Ankilosis Fibrosa->ankilosis tulang

Resiko jatuh
Kekakuan sendi Terbatasnya gerakan sendi

Hambatan
Mobilitas fisik Defisit self care
I. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian Dan Analisa Data
A. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),
amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
3. Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
4. Catat bila ada krepitasi
5. Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
6. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
7. Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
8. Ukur kekuatan otot
9. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
10. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
B. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang
cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-
sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan
merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan
pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan
harga diri klien.
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru,
ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan
bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
C. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
a. Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
c. Riwayat keluarga dengan RA
d. Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
e. Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2. Pola Nutrisi Metabolik
a. Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang
banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
b. Riwayat gangguan metabolic
3. Pola Eliminasi
a. Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
b. Jenis aktivitas yang dilakukan
c. Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
d. Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5. Pola Istirahat dan Tidur
a. Apakah ada gangguan tidur?
b. Kebiasaan tidur sehari
c. Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
d. Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6. Pola Persepsi Kognitif
a. Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
b. Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
a. Bagaimana hubungan dengan keluarga?
b. Apakah ada perubahan peran pada klien?
9. Pola Reproduksi Seksualitas
a. Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
a. Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
a. Agama yang dianut?
b. Adakah gangguan beribadah?
c. Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Agen Cedera Biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot
3. Resiko jatuh dengan factor resiko pengunaan alat bantu (walker)

K. FOKUS INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
dengan Agen tindakan keperawatan (1400)
Cedera Biologis diharapkan tidak ada 1. Lakukan pengkajian
nyeri dengan kriteria nyeri secara
hasil : Tingkat Nyeri komperhensif
(2102) 2. Ajarkan prinsip
1. Tidak ada nyeri yang manajemen nyeri
dilaporkan 3. Kurangi faktor-faktor
2. Tidak ada ekspresi yang mencetuskan
nyeri wajah nyeri
3. Tidak ada panjang 4. Monitor kepuasan
episode nyeri pasien terhadap
manajemen nyeri
2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Terapi latihan mobilitas
fisik berhubungan tindakan keperawatan sendi (0224)
dengan penurunan diharapkan tidak ada 1. Jelaskan pada klien
massa otot hambatan mobilitas fisik manfaat dan tujuan
dengan kriteria hasil : melakuka latihan
Ambulasi (0200) sendi
1. Menopang berat 2. Bantu pasien
badan tidak mendapat posisi
terganggu yang optimal
2. Berjalan dengan 3. Lakukan ROM pasif
langkah yang efektif atau dengan bantuan
3. Berjalan dengan 4. Bantu untuk
pelan melakukan
pergerakan sendi
yang ritmis
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh (6490)
tindakan keperawatan 1. Identifikasi
diharapkan tidak ada kekurangan baik
resiko jatuh dengan kognitif atau fisik
kriteria hasil : dari pasien yang
Cara berjalan (0222) menyebabkan
1. Keseimbangan potensial jatuh
tubuh saat berjalan 2. Monitor gaya
tidak terganggu berjalan
2. Tidak ada kaki kaku 3. Sediakan alat bantu
saat berjalan (tongkat dan walker)
3. Langkah mantap 4. Sarankan
menggunakan alas
kaki yang aman
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classification. Elsevier Global Rights.


United Kingdom
Masyeni, ketut ayu. 2016. Rheumatoid Athritis. Fakultas kedokteran Udayana
Maulana, Nova. 2019. Pengaruh Terapi Yoga “Pranayama” Dan Aroma Therapy
Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di
Panti Werdha Budhi Dharma Yogyakarta 2019. Jurnal Medika Respati.
2685-1156
Moorhead, et al. 2013. Nursing Outcome Outcomes Classification. Elsevier Global
Rights. United Kingdom
NANDA. 2018. NANDA-I DIAGNOSA KEPERAWATAN 2018. JAKARTA. EGC

Anda mungkin juga menyukai