ARTRITIS REUMATOID
Oleh:
I Wayan Septian
Fanesia Sondak
Angela Merciani
Sintike Lesi
Desmawati Gogogu
Alicia Adam
Marcelina Binambuni
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.
Adapun makalah ini berisi tentang Pengertian Atritis Reumatoid, Tanda dan gejala,
serta Asuhan keperawatan yang telah kami susun semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada Johanis
kerangan S.kep.Ns;M.Kes selaku dosen mata kuliah sistem Muskuloskeletal yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca
dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian........................................................................................................................
2.2 Etiologi...........................................................................................................................
2.3 Klasifikasi.......................................................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis/Gambaran klinis................................................................................
2.5 pathway...........................................................................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................
2.7 Penatalaksanaan..............................................................................................................
2.8 Pencegahan (primer,sekunder,tersier).............................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Askep Teori.....................................................................................................................
3.2 Studi Kasus.....................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
4.2 Saran................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata artritis berasal dari dua kata yunani. Pertama, arthon, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, artritis berarti radang sendi.
Sedangkan reumatoid artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembekakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahw, raumatoid artritis adalah
penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi
dari membran siovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
menifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh. (Hidayat, 2006)
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak
diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi
terhadap penyakit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Kata artritis berasal dari dua kata yunani. Pertama, arthon, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, artritis berarti radang sendi.
Sedangkan reumatoid artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembekakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahw, raumatoid artritis adalah
penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi
dari membran siovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
menifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh. (Hidayat, 2006)
2.2
Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan
beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Hal
ini
terbukti
dari
terdapatnya
hubungan
antara
produk
kompleks
dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab
AR antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus.
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60
sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap
stress. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP dan sel T pada pasien
AR, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas.
2.3
Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
2.4
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
serring dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protusi (tonjolan) kaput
metatasal yang timbul sekunder dari subluksasi metatasal. Sendi-sendi yang besar
juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemaampuan bergerak
terutama dalam melaakukan gerakan ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
1/3 orang dewasa penderita artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa elekkraanon (sendi siku) atau disepanjang permukaan
ekstensor dari lengan : walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul
pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu
petunjuk suatu penyakit yang aktiv dn lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikula : artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ
lain diluar sendi. Jantung (perikardiktis), paru-paru (pleuritis), mata dan
pembuluh darah dapat rusaak.
2.5 Pathway
Reaksi Autoimun
(Virus)
Fagositosis
Inflamasi
Paanus
Nekrosis
Erosi Tulang
Informasi Tentang
Proses Penyakit
Kurangnya
Pengetahuan
Reaksi Peradangan
Tendon Dan Ligamen
Melemah
Dislokasi Persendian
Kerusakan Sendi
Kekuatan Pada Sendi
Terbatasnya gerakan
sendi
Gg Mobilitas Fisik
2.6
Pemeriksaan Penunjang
Nyeri
a.
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis
reumatoid. Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid memiliki
autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi
ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang beraksi terhadap perubahan imunoglobulin G
(IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid bukan merupakan hal yang spesifik pada
penderita artritis reumatoid. Faktor reumatoid ditemukan sekitar 5% pada serum orang
normal, insiden ini meningkat dengan pertambahan usia, sebanyak 10-20% pada
orang normal usia diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid dalam titer yang
rendah.
Laju endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang tidak
spesifik. Pasien dengan artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau
lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa LED dapat dipakai untuk memantau aktivitas
penyakit.
Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan
artritis rematoid yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini
tidak berespon pada pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang
merasa kelelahan.
Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi, walaupun
tidak ada satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk artritis reumatoid. Cairan
sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan
protein, dan konsentrasi glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal.
Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/L dengan lebih dari 75%
leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik peradangan pada artritis, walaupun
demikian, temuan ini tidak mendiagnosis artritis reumatoid.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah sendi mengalami
kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya
rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas
tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel.
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan
inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang
biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau
pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik
tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada penderita artritis
reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan
diagnosis.
c. CT Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam mendiagnosis
artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam memperlihatkan
patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik dievaluasi
dengan kombinasi dari foto polos dan MRI.
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki kerugian
dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk mengindikasikan letak destruksi
tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif
atau pada tulang belakang.
d. Ultrasonografi (USG)
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi
digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Efusi dari
sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodulnodul reumatoid terlihat sebagai cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran
yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik.
Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat
divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat berguna pada
sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan
baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.
Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid dengan tujuan
meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi konvensional. Ultrasonografi,
terkhusus dengan menambahkan amplitude color doppler (ACD) Imaging, juga
menyediakan informasi klinis yang berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD
2.7
Penatalaksaan
Penatalaksaan atritis reumatoid disarankan pada pengertian patofisiologi dari
penyakit
ini.selain
itu,perhatian
juga
ditunjukan
terhadap
manifestasi
itu,penatalaksanaan
harus
mecakup
perencanaan
diet
dengan
berbagai
variasi
yang
tidak
terbukti
aktifitas
penderita
atrithis
reumatoid
biasanya
penyakit
ini.obat-obatan
dipakai
untik
mengurangi
dan
radikal-radikal
oksigen.obat
standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini adalah aspirin,dan
semua golongan AINS lainnya dianggap sam efektif dengan aspirin pada dosis
tertentu dari masing-masing obat tersebut.
Pemberian obat lain baru menjadi indikasi apabila AINS tidak dapat
mengendalikan atritstih reumatoid.pada kelompok ini tercakup berbagai
macam
obat
yang
bekerja
lambat
seperti
senyawa
emas,anti
kemotaksis
dan
fakositosis
leukosit
dan
2.8
Pencegahan (primer,sekunder,tersier)
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer di upayakan agar masyarakat dapat mengetahui atau menghindari
faktor penyebab dari penyakit AR dengan cara sebagai berikut:
Health Promotion
Pendidikan dan promosi kesehatan tentang tanda dan gejala,faktor resiko, dan
pencegahan dari penyakit AR kepada masyarakat.
General Promotion
- Tidak merokok dan menghindari asap rokok seminimal mungkin.
- Rajin berolahraga secara teratur setiap hari
- Meminimalisir terjadinya infeksi
- Penggunaan APD untuk meminimalisir tubuh terhadap paparan radikal bebas
- Meminimalisir penggunaan alat kontrasepsi oral
b. Pencegahan Sekunder
LED tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang
menyebabkan temuan tidak akurat.
1. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang
sering dijumpai. Sebagai obat awal yang kinerja obat ini mampu meredakan rasa
sakit dan peradangan. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian
dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik.
Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
2. Penggunaan DMARD sejak dini secara konsisten untuk menurunkan angka
mortalitas 60% (dibanding dengan yang tidak menggunakan DMARD).
DMARD merupakan elemen utama dalam pengobatan RA. Obat golongan ini
termasuk : classic synthetic DMARD (cDMARD), biological DMARD, dan
glukokortikoid.
a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1 x
500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x
500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk
dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam
waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti
dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan
dyspepsia
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan
dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4
minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300
mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis,
stomatitis, dan pemfigus.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak
diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat
(AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama
CRP (Protein
C-Reaktif)
seringkali
dilakukan
berulang-ulang
untuk
mengevaluasi dan menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga
digunakan untuk memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska
bedah sebagai sistem deteksi dini kemungkinan infeksi.
Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien
RA. Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain:
-
Mengurangi rasa nyeri dan mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak
sendi
mengistirahatkan sendi yang terlibat dan latihan dengan menggunakan modalitas
terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri
dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan RA telah terbukti dan
saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam
penatalaksanaan RA.
Mengurangi stress,menguatkan sistem pendukung yang biasanya dari keluarga
bebas nyeri. Latihan beban dan lingkup gerak sendi telah dilaporkan memiliki
efek nutrisi yang menguntungkan pada kartilago artikular, meskipun penelitian
yang ada hanya pada ekstremitas bawah. Penggunaan tangan untuk aktivitas
sehari-hari sudah merupakan latihan yang cukup bagi sendi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
3.2
STUDI KASUS
A. PENGKAJIAN
Nama
: Ny. A
Pendidikan
: SMA
Umur
: 61 Tahun
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Alamat
: wonasa
Suku
Tgl.Pengkajian :
1. RIWAYAT PENYAKIT PASIEN :
a. KeluhanUtama:Ny. A mengatakan nyeri pada persendian lutut kiri dan kanannya.
Dan mengatakan lebih sering tiduran atau duduk karena sulit untuk bergerak
karena terasa nyeri. Nyerinya seperti tertimpa benda berat. Nyeri ketika mau
berdiri setelah duduk atau mau bergerak.Skala nyeri 7 yang mengganggu aktifitas
fisik. Lamanya nyeri 10 15menit. Ny. A juga mengatakan tidak tahu tentang
penyakit yang di derita.
b. Riwayat penyakit saat ini :Ny. A mengatakan menderita sakit pada sendinya sejak
2 bulan yang lalu. Ny. A mengatakan tanggal 26 07 2015 nyeri pada persendian
lutut kaki kiri dan kanan, nyeri pada telapak kaki kiri dan kanan. Nyeri terasa pada
saat mau sujud. Pada tanggal 29 07 2015 Ny. A periksa di Puskesmas wonasa.
c. Riwayat penyakit sebelumnya :Ny. A mengatakan sebelumnya juga pernah nyeri
pada persendian tangan kiri dan kanan.
Ny. A mengatakanNy. A mengatakan Nyeri pada persendian pada lutut kaki kiri
dan kanan, nyeri pada telapak kaki kiri dan kanan sejak 2 bulan yang lalu..
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
DS :
Nyeri
artritis rhematoid.
kanannya
Klien
lamanya
mengatakan
nyeri
15menit
Klien
10
mengatakan
Nyerinya
seperti
DS :
Klien mengatakan sulit
untuk bergerak karena
rasa
dan
lebih
Gangguan
tiduran
atau
fisik
nyeri
banyak
duduk
DO :
bergerak
Mobilitas
Kurangnya informasi
Kurang pengetahuan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh arthritis rhematoid
2. Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot dan sulit
bergerak karena nyeri
3. Kurang pengetahuan berhubugan dengan kurangnya informasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Artritis Reumatoid merupakan penyakit autoimun yang dapat menyebabkan inflamasi
pada sendi terutama mengenai membrane synovial pada sendi dan mengarah pada
destruksi kartilago sendi sehingga menyebabkan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan
mobilitas dan keletihan. Dapat terjadi pada semua jenjang umur. Penyakit artritis
rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh
dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering
dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1.
4.2 Saran
Mengingat arthritis rheumatoid merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada lansia
namun tidak menutup kemungkinan untuk menyerang usia muda maka penanganan
penyakit ini diupayakan secara maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan baik melalui tenaga kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA