Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ARTRITIS REUMATOID

Oleh:
I Wayan Septian
Fanesia Sondak
Angela Merciani
Sintike Lesi
Desmawati Gogogu
Alicia Adam
Marcelina Binambuni

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.
Adapun makalah ini berisi tentang Pengertian Atritis Reumatoid, Tanda dan gejala,
serta Asuhan keperawatan yang telah kami susun semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada Johanis
kerangan S.kep.Ns;M.Kes selaku dosen mata kuliah sistem Muskuloskeletal yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca
dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan kedepannya.

Manado, September 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian........................................................................................................................
2.2 Etiologi...........................................................................................................................
2.3 Klasifikasi.......................................................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis/Gambaran klinis................................................................................
2.5 pathway...........................................................................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................
2.7 Penatalaksanaan..............................................................................................................
2.8 Pencegahan (primer,sekunder,tersier).............................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Askep Teori.....................................................................................................................
3.2 Studi Kasus.....................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
4.2 Saran................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata artritis berasal dari dua kata yunani. Pertama, arthon, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, artritis berarti radang sendi.
Sedangkan reumatoid artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembekakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahw, raumatoid artritis adalah
penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi
dari membran siovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
menifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh. (Hidayat, 2006)
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak
diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi
terhadap penyakit.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang
penyakit artritis

rematoid dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan

penyakit rematoid artritis.


2.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian
Kata artritis berasal dari dua kata yunani. Pertama, arthon, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, artritis berarti radang sendi.
Sedangkan reumatoid artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembekakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahw, raumatoid artritis adalah
penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi
dari membran siovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
menifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh. (Hidayat, 2006)

2.2

Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan
beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Hal

ini

terbukti

dari

terdapatnya

hubungan

antara

produk

kompleks

histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR 4 dengan AR seropositif.


Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi
pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit
ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah
menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil
dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan
faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya onset penyakit ini
terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang
mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu
mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan
bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang

dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab
AR antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus.
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60
sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap
stress. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP dan sel T pada pasien
AR, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas.

2.3

Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala

sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala

sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6

minggu.
Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.4

Manifestasi Klinis/Gambaran klinis


Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan padaa penderita atritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan
oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, aneroksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelaahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliatritis simetris terutama pada sendi perifer, maksud sendi-sendi tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua
sendi diartrodial dapat terangsang.
3. Kekekuan dipagi hari selama lebih dari satu jam : dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyeraang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan
sendi pada osteoartritis, yang biasnya hanya berlangsung selama beberapa menit
dan selalu kurang dari 1 jam.
4. Artritis elosif merupakan ciri khass penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang dan ini dapat
dilihat pada radiogram.
5. Deformitas : kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnat atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,

deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
serring dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protusi (tonjolan) kaput
metatasal yang timbul sekunder dari subluksasi metatasal. Sendi-sendi yang besar
juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemaampuan bergerak
terutama dalam melaakukan gerakan ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
1/3 orang dewasa penderita artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa elekkraanon (sendi siku) atau disepanjang permukaan
ekstensor dari lengan : walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul
pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu
petunjuk suatu penyakit yang aktiv dn lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikula : artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ
lain diluar sendi. Jantung (perikardiktis), paru-paru (pleuritis), mata dan
pembuluh darah dapat rusaak.

2.5 Pathway
Reaksi Autoimun
(Virus)

Fagositosis

Inflamasi

Proliferasi membran sinovial

Paanus

Nekrosis

Erosi Tulang

Informasi Tentang
Proses Penyakit

Kurangnya
Pengetahuan

Reaksi Peradangan
Tendon Dan Ligamen
Melemah
Dislokasi Persendian
Kerusakan Sendi
Kekuatan Pada Sendi
Terbatasnya gerakan
sendi
Gg Mobilitas Fisik

2.6

Pemeriksaan Penunjang

Nyeri

a.

Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis
reumatoid. Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid memiliki
autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi
ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang beraksi terhadap perubahan imunoglobulin G
(IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid bukan merupakan hal yang spesifik pada
penderita artritis reumatoid. Faktor reumatoid ditemukan sekitar 5% pada serum orang
normal, insiden ini meningkat dengan pertambahan usia, sebanyak 10-20% pada
orang normal usia diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid dalam titer yang
rendah.
Laju endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang tidak
spesifik. Pasien dengan artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau
lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa LED dapat dipakai untuk memantau aktivitas
penyakit.
Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan
artritis rematoid yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini
tidak berespon pada pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang
merasa kelelahan.
Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi, walaupun
tidak ada satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk artritis reumatoid. Cairan
sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan
protein, dan konsentrasi glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal.
Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/L dengan lebih dari 75%
leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik peradangan pada artritis, walaupun
demikian, temuan ini tidak mendiagnosis artritis reumatoid.

b. Pemeriksaan Radiologi
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah sendi mengalami
kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya

rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas
tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel.
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan
inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang
biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau
pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik
tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada penderita artritis
reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan
diagnosis.
c. CT Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam mendiagnosis
artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam memperlihatkan
patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik dievaluasi
dengan kombinasi dari foto polos dan MRI.
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki kerugian
dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk mengindikasikan letak destruksi
tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif
atau pada tulang belakang.
d. Ultrasonografi (USG)
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi
digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Efusi dari
sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodulnodul reumatoid terlihat sebagai cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran
yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik.
Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat
divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat berguna pada
sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan
baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.
Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid dengan tujuan
meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi konvensional. Ultrasonografi,
terkhusus dengan menambahkan amplitude color doppler (ACD) Imaging, juga
menyediakan informasi klinis yang berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD

imaging telah diaplikasikan untuk artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi


manifestasi dari hiperemia pada peradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial
merupakan ciri patofisiologi yang fundamental untuk artritis reumatoid.
e. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menyediakan gambaran yang baik dengan
penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi
tulang-tulang yang dihubungkan dengan artritis reumatoid.
Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen utama pada artritis
reumatoid. Dengan adanya laporan mengenai sensitivitas MRI dalam mendeteksi erosi
dan sinovitis, serta spesifitas yang nyata untuk perubahan edema tulang, hal itu
menandakan bahwa MRI merupakan penolong untuk mendiagnosis awal penyakit
artritis reumatoid. MRI juga memberikan gambaran yang berbeda pada abnormalitas
dari artritis reumatoid, sebagai contoh, erosi tulang, edema tulang, sinovitis, dan
tenosinovitis.

2.7

Penatalaksaan
Penatalaksaan atritis reumatoid disarankan pada pengertian patofisiologi dari
penyakit

ini.selain

itu,perhatian

juga

ditunjukan

terhadap

manifestasi

psikososiologis dan kekacauan-kecauan psikososial yang menyertainya yang


disebabkan oleh perjalanan penyakit yang fluktuatif dan kronik.untuk membuat
diagnosis yang akurat dapat memakan waktu sampai bertahun-tahun tetapi
pengobatan dapat dimulai secara lebih dini.
Tujuan utama dari program pengobatan adlah sebagai berikut
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
3. Untuk mencegah dan/atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
Ada sejumlah cara penatalakanaan yang sengaja di rancang untuk mencapai
tujuan-tujuan ini : pendidikan, istirahat, latihan fisik dan kemoterapi, gizi dan obatobatan.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah meberikan pendidikan
yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang
berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian
tentang fatofisiologi, penyebab dan prognosis penyakit ini, semua komponen
program penatalaksaan termaksud rejimen obat yang kompleks, sumber-sumber

bantuan unruk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode efektif tentang


penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus
dilakukan secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh dari kluk penderita,
badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga menderita
artritis reumatoid, serta keluarga mereka.
a. Istirahat penting krena atritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang
hebat.walaupun biasanya rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari,tetapi
ada masa-masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat.kekakuan dan
rasa tdak nyaman akan meningkat apabila beristirahat,ha ini berarti bahwa
pasien dapat mudah terbagun dari tidurnya pada malam hari karena
nyeri.karena itu metode-metode untuk mengurangi nyeri malam hari harus
diajarkan,misalnya dengan pemberian obat anti radang kerja lama dan
analgetik.selain

itu,penatalaksanaan

harus

mecakup

perencanaan

aktifitas.pasien harus membagi waktu seharinya mejadi beberapa kali waktu


beraktifitas yang diikuti oleh masa istirahat.jika ada suatu aktifitas tertentu
yang sangat berat,misalnya pesta,maka sebelumnya harus beristirahat.
b. Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi.latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang
sakit,sedikitnya 2 kali sehari.obat-obatan untuk menghilangkan nyeri mungkin
perlu diberikan sebelum memulai latihan.kompres panas pada sendi-sendi
yang sakit dan bengkak mungkin dapat megurangi nyeri.mandi parafin dengan
suhu yang biasa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat
dilakukan dirumah.latihan dan terapi panas ini paling baik diatur oleh pekerja
kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus,seperti fisioterapis atau
terapis kerja.latihan berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang
memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
c. Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk melakukan aktifitas
kehidupan sehari-hari.yayasan atritis atau salah satu cabangnya didaerah dapat
menyediakan materi yang menjelaskan bagaiman menggunakan alat-alat ini
dan dimana alat tersebut dapat dibeli.
Tidak dibutukan diet khusus untuk pasien atrithis reumatoid.ada sejumlah cara
pemberian

diet

dengan

berbagai

variasi

yang

tidak

terbukti

kebenarannya.prinsip umumnya adalah pentingnya diet seimbang.penyakit ini


dapat juga menyerang sendi temporomandibular,sehingga membuat gerakan

mengunya menjadi sulit.sejumlah obat yang dipakai untuk mengobati penyakit


ini dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi
yang diperlukan.mempertahankan berat badan pada batas-batas yang
sewajarnya adalah penting.biasanya pasien akan mudah menjadi terlalu
gemuk,sebab

aktifitas

penderita

atrithis

reumatoid

biasanya

rendah.bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan pada sendi


panggul,lutut,dan sendi-sendi pada kai.rujukan ke ahli gizi mungkin dapat
membantu mengatasi masalah ini
d. Terapi pengobatan adalah bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan

penyakit

ini.obat-obatan

dipakai

untik

mengurangi

nyeri,meredahkan peradangan,dan untuk mencoba mengubah perjalanan


penyakit.untuk setiap tujuan ini bisa diberikan obat yang berbeda.
Nyeri hampir tidak terpisahkan dari atrithis reumatoid,hal ini berarti
ketergantunggan terhadap obat harus diusahkan seminimal mungkin.cra
pengobatan seperti kompres panas atau latihan fisik dapat dipakai untuk
menghilangkan nyeri
Pemberian obat yang utama pada atritis reumatoid adalah dengan obat-obatan
anti inflamasi non steroid(AINS).kelompok obat ini mengurangi peradangan
dengan menghalagi proses produksi mediator peradangan.tepatnya,obat-obat
ini menghambat sintetase prostaglandin atau siklooksigenase.enzim-enzim ini
mengubah asam lemak istemik endogen,yaitu asam arakidonat menjadi
prostaglandin,prosestasiklin,tromboksan

dan

radikal-radikal

oksigen.obat

standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini adalah aspirin,dan
semua golongan AINS lainnya dianggap sam efektif dengan aspirin pada dosis
tertentu dari masing-masing obat tersebut.
Pemberian obat lain baru menjadi indikasi apabila AINS tidak dapat
mengendalikan atritstih reumatoid.pada kelompok ini tercakup berbagai
macam

obat

yang

bekerja

lambat

seperti

senyawa

emas,anti

malaria,penisilamin,azatioprin,dan metotreksat.beberapa dari obat-obatan ini


tidak disetujuai oleh U.S Food and Drug Administration untuk dipakai sebagai
obat atrithis reumatoid.tujuan pengobatan dengan obat-obat yang bekerja
lambat ini adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis,dan menghentikan
atau memperlambat kemajuan penyakit.awitan respons terhadap obat-obatan
ini seringkali timbul perlahan dan dapat berlangsung selama 3 sampai 6
bulan.respons maksimum biasanya terjadi setelah 1 tahun

Sedikitnya ada 4 indikasi untuk pemakaian kortikosteroid.pemberian oral


kronik dilakukan pada kasus-kasus atrithis reumatoid yang tidak berespons
terhadap AINS dan obat-obaan yang bekerja lambat.indikasi ke dua adalah
untuk mengatasi gejala-gejala penyakit yang terjadi selama menunnggu efek
dari obat-obatan yang bekerja lambat.ke tiga suntikan intra-artikular dilakukan
apabila ada eksaserbasi akut dan sinivitis pada satu sendi,yang gerakannya
menjadi sangat terganggu.indikasi ke empat adalah pemberian dosis tinggi per
oral untuk jangka waktu pendek untuk mengatasi serangan yang
berat.mekanisme kerja obat kelompok ini adalh sebagai anti peradangan dan
imunosupresi.peradangan diredakan dengan menghambat pembentukan
prostaglandin,inihibisi

kemotaksis

dan

fakositosis

leukosit

dan

monosit,stabilisasi enzim-enzim lisosomal,seperti pencegaan perubahan pada


membran kapiler.penekan ini imunitas ditimbulkan dengan mengurangi proses
antigen dari sel-sel retikuloendotelial atau monosit makrofag,serta perubahan
fungsi limfosit.ada berbagai efek samping dari obat-obatan ini,terutama bila
dipakai untuk suatu jangka waktu yang lama.hampir semua sistem organ
diganggu oleh efek sampingnya.

2.8

Pencegahan (primer,sekunder,tersier)
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer di upayakan agar masyarakat dapat mengetahui atau menghindari
faktor penyebab dari penyakit AR dengan cara sebagai berikut:
Health Promotion
Pendidikan dan promosi kesehatan tentang tanda dan gejala,faktor resiko, dan
pencegahan dari penyakit AR kepada masyarakat.
General Promotion
- Tidak merokok dan menghindari asap rokok seminimal mungkin.
- Rajin berolahraga secara teratur setiap hari
- Meminimalisir terjadinya infeksi
- Penggunaan APD untuk meminimalisir tubuh terhadap paparan radikal bebas
- Meminimalisir penggunaan alat kontrasepsi oral
b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekuder di tujukan untuk mengurangi derajat kesakitan penderiat AR dan


mengurangi resiko penyakit lebih lanjut/kronis dengan pengobatan-pengobatan yang
tepat.
Early diagnosis
- Pemeriksaan Laboratorium
Berikut adalah pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa RA antara lain:
-

Pemeriksaan cairan synovial


Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan

peningkatan jumlah sel darah putih.


Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang

didominasi oleh sel neutrophil (65%).


Rheumatoid faktor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding
terbalik dengan cairan sinovium.

Pemeriksaan kadar sero-imunologi


- Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis rheumatoid
terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis
paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit
-

kolagen, dan sarkoidosis.


Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.

Pemeriksaan darah tepi


Leukosit : normal atau meningkat sedikit
Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
Trombosit meningkat.
Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Protein C-reaktif biasanya positif.
LED meningkat

Laju Endap Darah (LED)


Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut laju
sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang
belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik.
LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan
kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Menurut sebagian ahli hematologi,

LED tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang
menyebabkan temuan tidak akurat.
1. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang
sering dijumpai. Sebagai obat awal yang kinerja obat ini mampu meredakan rasa
sakit dan peradangan. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian
dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik.
Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
2. Penggunaan DMARD sejak dini secara konsisten untuk menurunkan angka
mortalitas 60% (dibanding dengan yang tidak menggunakan DMARD).
DMARD merupakan elemen utama dalam pengobatan RA. Obat golongan ini
termasuk : classic synthetic DMARD (cDMARD), biological DMARD, dan
glukokortikoid.
a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1 x
500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x
500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk
dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam
waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti
dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan
dyspepsia
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan
dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4
minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300
mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis,
stomatitis, dan pemfigus.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak
diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat
(AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama

sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg.


Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20
minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2
minggu sampai 3 bulan.
3. Pemberian glukokortikoid jangka pendek (oral, IM atau intraartikular) agar
secara cepat memperbaiki gejala padda pasien yang baru terdiagnosa AR jika
mereka tidak menerima glukokortikoid sebagai bagian dari terapi kombinasi
DMARD.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat, tidak hanya rehabilitasi medik tapi juga rehabilitasi jiwa. Upaya ini di
lakukan pada pasien yang telah atau sedang mengalami tindakan pengobatan atau
terapi peganti. Pencegahannya sebagai berikut:
Disability
Tes

CRP (Protein

C-Reaktif)

seringkali

dilakukan

berulang-ulang

untuk

mengevaluasi dan menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga
digunakan untuk memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska
bedah sebagai sistem deteksi dini kemungkinan infeksi.
Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien
RA. Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain:
-

Mengurangi rasa nyeri dan mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak

sendi
mengistirahatkan sendi yang terlibat dan latihan dengan menggunakan modalitas
terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri
dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan RA telah terbukti dan
saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam

penatalaksanaan RA.
Mengurangi stress,menguatkan sistem pendukung yang biasanya dari keluarga

ataupun teman dekat untuk mengurangi tekanan psikis pada penderita


Mematuhi pola hidup sehat dengan berolahraga teratur dan mengkonsumsi

makanan bergizi seimbang untuk meningkatkan kualitas hidup sehat.


Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.
program rehabilitasi medis untuk penderita AR, dengan tujuan mencegah
terjadinya deformitas dan memaksimalkan lingkup gerak sendi fungsional yang

bebas nyeri. Latihan beban dan lingkup gerak sendi telah dilaporkan memiliki
efek nutrisi yang menguntungkan pada kartilago artikular, meskipun penelitian
yang ada hanya pada ekstremitas bawah. Penggunaan tangan untuk aktivitas
sehari-hari sudah merupakan latihan yang cukup bagi sendi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1

3.2

STUDI KASUS
A. PENGKAJIAN
Nama

: Ny. A

Pendidikan

: SMA

Umur

: 61 Tahun

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Alamat

: wonasa

Suku

Tgl.Pengkajian :
1. RIWAYAT PENYAKIT PASIEN :
a. KeluhanUtama:Ny. A mengatakan nyeri pada persendian lutut kiri dan kanannya.
Dan mengatakan lebih sering tiduran atau duduk karena sulit untuk bergerak
karena terasa nyeri. Nyerinya seperti tertimpa benda berat. Nyeri ketika mau
berdiri setelah duduk atau mau bergerak.Skala nyeri 7 yang mengganggu aktifitas
fisik. Lamanya nyeri 10 15menit. Ny. A juga mengatakan tidak tahu tentang
penyakit yang di derita.
b. Riwayat penyakit saat ini :Ny. A mengatakan menderita sakit pada sendinya sejak
2 bulan yang lalu. Ny. A mengatakan tanggal 26 07 2015 nyeri pada persendian

lutut kaki kiri dan kanan, nyeri pada telapak kaki kiri dan kanan. Nyeri terasa pada
saat mau sujud. Pada tanggal 29 07 2015 Ny. A periksa di Puskesmas wonasa.
c. Riwayat penyakit sebelumnya :Ny. A mengatakan sebelumnya juga pernah nyeri
pada persendian tangan kiri dan kanan.

2. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA INTI :


a. Riwayat kesehatan keluarga saat ini :Ny. A mengatakan menderita sakit pada
sendinya sejak 2 bulan yang lalu sedangkan suami dan anak-anaknya sehat-sehat
saja
b. Riwayat penyakit keturunan :Ny. A mengatakan tidak mempunyai penyakit
keturunan.

c. Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga :

Tn. D mengatakan pernah mengalami stroke ringan sehingga pergerakan pasien


terbatas dan Tn. D juga mengalami pembengkakan pada jantung.

Ny. A mengatakanNy. A mengatakan Nyeri pada persendian pada lutut kaki kiri
dan kanan, nyeri pada telapak kaki kiri dan kanan sejak 2 bulan yang lalu..

Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan :Setiap sakit keluargaNy. A


selalu berobat ke Puskesmas Wonasa dan RS PANCARAN KASIH

d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya :Ny. A mengatakan ibunya dulu pernah


sakit asamurat.
3. KEADAAN GIZI KELUARGA
a. Pemenuhan gizi
Keluarga mengatakan makanan yang dimakan sehari-hari 4 sehat 5 sempurna yaitu
makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur, buah-buahan, dan susu. Ny. A
seringmakan makanan seperti :daging kambing, daging bebek, sayur daun
singkong dikasih santan kelapa dll.
b. Upaya lain
Keluarga berupaya membatasi makanan yang mengandung banyak lemak.
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-tandavital
Tekanan darah : 120/70 mmHg, respirasi : 20 x/mnt, suhu : 36 C, nadi : 86 x/mnt
b. Sistem cardio vascular

Tidak ada pembesaran jantung, BJ I dan BJ II tunggal.


c. Sistem respirasi
Bentuk thorak normal (tidak terdapat pigeon chest, funnel chest, barrel chest,
kyphosis, lordosis), tidak ada tanda-tanda dispnea, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada batuk, respirasi 20 x/mnt, tidak ada suara tambahan (rales,
ronchi).
d. Sistem gastro intestinal
Bentuk peru tbuncit, tidak ada benjolan, tidak ada garisstrie, bising usus 12
x/mnt.Ny. A makan 3x1 hari dan minum 2 liter/hari.
e. Sistem persyarafan
Kesadaran composmentis, GCS : 4 (pasien dapat membuka mata secara
spontan/tanpa disuruh), 5 (pasien mempunyai orientasi baik terhadap orang,
tempat, waktu), 6 (pasien dapat mengikuti perintah dengan baik).
f. Sistem musculoskeletal
Tidak ada edema pada ekstremitas atas dan bawah, kekuataan otot yaitu
ekstremitas atas dan bawah kanan dan kiri adalah 4 seluruh gerakan dapat
dilakukan otot tetapi terbatas seperti jika pasien mau duduk pasien memegangi
kursi/meja/tembok/dipapah suaminya.

B. ANALISA DATA/DIAGNOSE KEPERAWATAN


ANALISA DATA

DATA

ETIOLOGI

MASALAH

DS :

perubahan patologis oleh

Nyeri

Klien mengatakan nyeri

artritis rhematoid.

di bagian lutut kiri dan

kanannya
Klien
lamanya

mengatakan
nyeri

15menit
Klien

10

mengatakan

Nyerinya

seperti

tertimpa benda berat


DO :

Klien tampak lemah


Nyeri dengan sakala 7
Klien tampak meringis
kesakitan

DS :
Klien mengatakan sulit
untuk bergerak karena
rasa

dan

lebih

Hilangnya kekuatan otot

Gangguan

tiduran

atau

dan rasa nyeri ketika

fisik

nyeri

banyak
duduk
DO :

Klien tampak lemah


Klien tampak hanya
tiduran dan duduk
DS :

Klien mengatakan tidak


tahu tentang penyakitnya
DO :

bergerak

Mobilitas

Klien tampak bingung

Kurangnya informasi

Kurang pengetahuan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh arthritis rhematoid
2. Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot dan sulit
bergerak karena nyeri
3. Kurang pengetahuan berhubugan dengan kurangnya informasi

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Artritis Reumatoid merupakan penyakit autoimun yang dapat menyebabkan inflamasi
pada sendi terutama mengenai membrane synovial pada sendi dan mengarah pada
destruksi kartilago sendi sehingga menyebabkan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan
mobilitas dan keletihan. Dapat terjadi pada semua jenjang umur. Penyakit artritis
rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh
dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering
dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1.

4.2 Saran
Mengingat arthritis rheumatoid merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada lansia
namun tidak menutup kemungkinan untuk menyerang usia muda maka penanganan
penyakit ini diupayakan secara maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan baik melalui tenaga kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai