Anda di halaman 1dari 12

Rheumat

oid
Arthritis
Winda Pramadita
1911012039
Rheumatoid Arthritis
Merupakan penyakit autoimun yang mengenai jaringan persendian, dan sering juga melibatkan organ tubuh
lainnya yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif sistemik. Insiden puncak antara usia 40-60 tahun, lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria. American College of Rheumatoid (2012) menyatakan bahwa, Rheumatoid Arthrius
adalah penyakit kronis (jangka panjang) yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakkan, serta keterbatasan gerak
dan fungsi banyak sendi.
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik ⟶ terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus (min. 6
minggu)
2. Rheumatoid arthritis defisit ⟶ terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus (min. 6
minggu)
3. Probable rheumatoid arthritis ⟶ terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus (min. 6
minggu)
4. Possible rheumatoid arthritis ⟶ terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus (min. 3
bulan)
Patofisiologi
Kerusakan sendi dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada
sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat
terjadinya pertumbuhan yang irregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian
menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang respon imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin,
proteinase, dan faktor pertumbuhan. Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik selular berupa Th1,
Th2, Th17, Treg, Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik humoral, sel B
berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD. Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara respon sel T dengan share
epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptide para antigen-presenting cell (APC)
pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahui secara pasti
Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, namun kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang
kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.
a. Genetik ⟶ berhubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka kepekaan dan
ekspresi penyakit sebesar 60%
b. Hormon sex ⟶ perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental Corticotraonin
Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat
penting dalam sintesis estrogen plasenta.
c. Faktor injeksi ⟶ beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk inang (host) dan
merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga timbulnya penyakit RA
d. Faktor lingkungan ⟶ dalah satu contohnya adalah merokok dan aktivitas yang berat sehari-
harinya
Faktor penyebab
1. Faktor keturunan dan lingkungan ⟶ terjalinnya hubungan yang erat antara HLA-DW4 dengan RA
seropositif, hubungan ini menunjukkan bahwa penderita memiliki resiko 4× lebih mudah terserang
2. Pengaruh hormon seks ⟶ hormon estrogen sangan penting untuk menjaga kepadatan tulang, jika
kekurangan akan mengakibatkan lebih banyak penghancuran tulang daripada pembentukan tulang.
3. Adanya infeksi ⟶ infeksi dibagian ppersendian akibat bakteri, mikoplasmma atau koloni jamur,
dan virus bisa menimbulkan sakit yang terjadi secara mendadak. Biasanya disertai tanda-tanda
peradangan seperti panas, nyeri, bengkak dan gangguan fungsi
4. Muncul Heat Shock Protein (HSP) ⟶ merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang
muncul sebagai bentuk respon tubuh yang sedang mengalami stres. Namun, keberadaan protein ini
justru akan memicu terjadinya RA
5. Adanya radikal bebas ⟶ seperti superoksida dan lipid peroksidase akan merangsang keluarnya
prostaglandin. Adanya prostaglandin akan menimbulkan rasa nyeri, peradangan, dan
pembengkakkan
6. Pengaruh usia ⟶ umur 35-45 tahun lebih rentan terhadap penyakit rematik jenis ini, meskipun
secara umum RA terjadi pada kelompok umur 20-60 tahun
Manifestasi
Klinis
Gejala utama: poliarthritis yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang
sekitarnya. Kerusakan ini mengenai sendi pada tangan
dan kaki. Gejala RA tidak bermanifestasi dengan jelas.
Menurut American Rheumatoid Arthritis (ARA)
kriteria RA: kaku pagi hari, arthritis pada persendian
tangan, faktor rheumatoid serum positif, perubahan
gambaran radiologis
Gejala
RA pada awalnya menghasilkan gejala yang tidak
khusus, seperti tidak enak badan, kelelahan, adanya
rasa dingin pada kaki dan tangan, demam ringan terus
menerus, tidak nafsu makan, berat badan turun, serta
kekakuan umum dan nyeri pada persendian. Secara
khusus, kondisi RA ditandai dengan peradangan pada
jaringan disekitar sendi yang disebut dengan sovium
sehingga timbul gejala nyeri yang berkepanjangan,
bengkak, sendi berwarna merah, dan terasa panas jika
disentuh
Epidemiologi

0,3%
1,1%
Prancis
Amerika Serikat

0,8%
Inggris dan Finlandia
1,7%
Jepang 0,28
0,75 %
% Cina

India
Diagnosis
Alat ukur diagnosis RA dengan ARA (American Rheumatism Association) yang
direvisi tahun 1987 memiliki sensitivitas 91%. Kriteria ARA:
1. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya (min 1 jam sebelum perbaikan
maksimal)
2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah sendi atau
lebih secara bersamaan
3. Arthritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu pembengkakan
persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal), MCP
(metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan.
4. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi misalnya PIP
(proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau MTP
(metatarsophalangeal).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juksta artikuler.
6. Rheumatoid Factor serum positif
7. Perubahan gambaran radiologis yang khas pada RA pada sendi tangan atau
pergelangan tangan yaitu erosi atau dekalsifikasi tulang pada sendi yang terlibat
Pencegahan
1. Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk
mengurangi risiko peradangan oleh RA
2. Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi
3. Menjaga berat badan
4. Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong,
jeruk, bayam, buncis, sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu vitamin
A,C, D, E juga sebagai antioksidan yang mampu mencegah inflamasi
akibat radikal bebas.
5. Memenuhi kebutuhan air tubuh
6. Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa
merokok merupakan faktor risiko terjadinya RA
THANKS!!

Thanks!!

Anda mungkin juga menyukai