Anda di halaman 1dari 14

TUGAS CASE STUDY 2

Dosen Pembimbing :

Istianah, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Di Susun Oleh

Nama : Ninda Aulia

NIM : 032 STYC20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

MATARAM

2022
CASE STUDY 2

Seorang perempuan berusia 54 tahun datang ke UGD Puskesmas dengan keluhan sejak 1
minggu ini, bagian sendi-nya terasa sakit, baik di kaki maupun ditangan. Terasa nyeri dan kaku
bila digerakkan, sering terjadi pada pagi hari dan lama nyeri dirasakan lebih dari 1 jam, nyeri
terutama terjadi di bagian sendi terutama di bagian lutut, tampak di bagian lutut bengkak dan
berwarna kemerahan.. Ekspresi wajah meringis saat digerakkan. Skala nyeri 6 (1-10). Nyeri
lebih hebat dirasakan saat pagi hari dan dirasakan panas dan seperti tertusuk-tusuk. Pemeriksaan
TTV didapatkan: Tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 84 kali permenit, Respiratory rate 18
x/menit. Pasien mengatakan kesulitan melakukan aktivitas karena rasa nyeri dan kaku pada
sendinya. Klien tinggal bersama anak perempuannya, klien memiliki riwayat hipertensi yang
diketahui sejak 2 tahun ini, tapi jarang minum obat. Pola makan klien agak susah diatur. Senang
makan makanan yang sedikit asin. Berdasarkan kasus diatas: uraikan dan jelaskan:

1. Pemeriksaan penunjang yang tepat untuk menentukan diagnose medis pasien tsb?
2. Jika sudah menentukan diagnose, uraikan diagnose tersebut secara singkat dan lengkap
mulai dari definisi sampai dengan penatalaksanaan
3. Bagaimana patofisiologi dari kasus tersebut
4. Buatlah Pengkajian dan Diagnosa keperawatan pada kasus tersebut minimal 2 diagnosa
5. Intervensi yang tepat dan edukasi yang tepat pada pasien tersebut.
1. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium
a. Penanda inflamasi: Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)
meningkat
b. Rheumatoid Factor (RF): 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif tidak
menyingkirkan diagnosis
c. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP): Biasanya digunakan dalam diagnosis
dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun
hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
 Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang sendi,
demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.
Terdapat beberapa kesulitan dalam mendeteksi dini penyakit RA. Hal ini disebabkan
oleh onset yang tidak bisa diketahui secara pasti dan hasil pemeriksaan fisik juga
dapat berbeda-beda tergantung pada pemeriksa. Meskipun demikian, penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa alat ukur diagnosis RA dengan ARA
(American Rheumatism Association) yang direvisi tahun 1987 memiliki sensitivitas
91%.
Berikut adalah kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang direvisi
tahun 1987 yang masih dapat digunakan dalam mendiagnosis RA:
1. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya, sekurang-kurangnya selama 1 jam sebelum
perbaikan maksimal.
2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah sendi atau
lebih secara bersamaan.
3. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu pembengkakan
persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal), MCP
(metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan.
2. Definisi – Penatalksanaan
a. Definisi

Artritis Rheumatoid adalah gangguan berupa kekakuan,pembengkakan, nyeri, dan


kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya. Artritis Rheumatoid
(RA) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat progresif, yang cenderung
menjadi kronik dan menyerang sendi serta jaringan lunak. Artritis Rheumatoid
adalah suatu penyakit autoimun dimana secara simetris persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan sehingga menyebabkan terjadinya
pembengkakan, nyeri, dan sering kali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi

b. Etiologi

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis


reumatoid, yaitu:
1) Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2) Endokrin
3) Autoimmun
4) Metabolik
5) Faktor genetik serta pemicu lingkungan

c. Patofisiologi
Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi
yang terlihat pada penyakit rheumatik. Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai
darikelainan yang terbatas padasatu sendihinggakelainan multi sistem yang sistemik,
semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu
yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai
sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer
dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan
pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Sebaliknya pada penyakit reumatik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang
sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses
reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lanjut.
Sinovitis dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang
bebas dari karilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor- faktor
imunologi dapat pula terlibat.

d. Manifestasi klinis

Gejala klinis utama rheumatoid arthritis adalah poliarthritis yang


mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang sekitarnya.
Kerusakan ini mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki. Gejala rheumatoid
arthritis tidak bermanifestasi dengan jelas.
Menurut American Rheumatoid Arhritis (ARA) (2012) kriteria rheumatoid
arthritis adalah:Kaku pagi hari, arthritis pada persendian tangan, faktor rheumatoid
serum positif, perubahan gambaran radiologi.

e. Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utamapenggunaan obat anti imflamasi non
steroid (OAINS) atau obat pengubah jalan penyakit DMARD (disease modifying
antirheumatoid drugs) yang menjadi faktor penyebab mortalitas utama pada artritis
rheumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran yang jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. 

f. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritismenjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan.
g. Pemeriksaaan penunjang

Menurut jurnal (Imam Ardiansyah, 2019), pemeriksaan penjungan ini


tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis rheumatoid , pemeriksaan
laboratorium mungkin dapat sedikit membantu untuk melihat prognosis
pasien,seperti :

a. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) akan meningkat.


b. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif . Sisanya dapat dijumpai pada pasien
lepra , TB paru , sirosis hepatis , penyakit kolagen dan sarkoidosis .
c. Leukosit normal atau meningkat sedikit
d. Trombosit meningat
e. Kadar albumin serum trurun dan globulin
f. Jumlah sel darah merah dan komplremen C4 menurun
g. ProteinC-reaktif dan antibodi antiukleus (ANA) biasanya positif
h. Lajuse dimentasi eritrosit meningkat menunjukan inflamasi
i. Tes aglutinasi lateks menunjukan kadar igC atau igM (faktor mayor dari
rheumatoid ) tinggi . Makin tinggi iter , maka makin berat penyakitnya
j. Pemerikasaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakkan diganosa dan
memantau perjalanan penyakit. Foto rontgen menunjukan erosi tulang yang
khas terjadi kemudian dalam perjalanan penyakit tersebut (Rosyidi, 2013).
h. Penatalaksanaan

Menurut jurnal (Imam Ardiansyah, 2019) penatalaksanaan rheumatoid


arthritis dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi, (perjalanan
penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini,
semua komponen program penatalkansanaan termasuk regimen obat yang
kompleks, sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode
efektif tentang penatalksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus di lakukan secaraterus-menerus.
2) Istirahat , Merupakan hal penting karena rematik biasanya disertai rasa
lelah yang hebat.Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari
, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat.
Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu
beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat .
3) Latihan Fisik dan Fisioterapi, Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam
memperthankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan
pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehat. Obat untuk
menghilangkan nyeri diperlukan sebelum memulai latihan. Kompres panas
pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri.
Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang
memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
b. Penatalaksanaan Medis
1) PenggunaanOAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umunya diberikan
pada penderita AR sejak dini penyakit yang dimaksudkan untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering kali dijumpai,
walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat
mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgetik yang
sangat baik . OAINS terutama bekerja menghambat enzim
siklooxygenase sehingga menekan sintesi progtaglandin masih belum
jelas apakah hambatan enzim siklooxygenase juga berperan dalam hal
ini , akan tetapi jelas bahwa OAINS bekerja dengan cara :

a) Memungkinkan stabilitas membran lisosomal.


b) Menghambat pembesaran dan aktivitas mediator imflamasi (histamin,
serotoin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
c) Menghambat migrasi sel ketempat peradangan
d) Menghambat proliferasi seluler
e) Menetralisirkan radikal oksigen
f) Menekan rasa nyeri
2) Pengunaan DMARD
Terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD
tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini, pendekatan ini
didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada
masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan
dua atau lebih DMARD secara stimultan atau secara siklik seperti
penggunaan obat-obatan imunosuprensif pada pengobatan penyakit
keganasan, digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari
proses estruksi akibat artiris rheumatoid. Beberapa jenis DMARD yang
lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah :

a) Klorokuin : Dosis anjurkan klorokuin fosfat 250 mg/hari


hidrosiklorokuin 400mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis
harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis,
makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b) Sulfazalazine: Untuk pengobatan AR sulfazalazine dalam bentuk
euteric coated tabelet digunakan mulai dari dosis 1x500 mg/hari, untuk
kemudian ditingkatkan 500mg setiap minggu sampai mencapai dosis
4x500mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2g/hari, dosis
diturunkan kembali sehingga mencapai 1g/hari untuk digunakan dalam
jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
c) Dpeicillamine : Dalam pengobatan AR. DP (Cuprimin 250mg
Trolovol 300mg) digunakan dalam dosis 1x250mg sampai 300mg/hari
kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250
sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x250 sampai
300mg/hari.
3) Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil
serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat
ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement,
memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.

3. Patofisiologi

Pasien mengeluh sejak 1 minggu ini, bagian sendi-nya terasa sakit, baik di kaki
maupun ditangan. Terasa nyeri dan kaku bila digerakkan, sering terjadi pada pagi hari
dan lama nyeri dirasakan lebih dari 1 jam, nyeri terutama terjadi di bagian sendi
terutama di bagian lutut, tampak di bagian lutut bengkak dan berwarna kemerahan. Hal
ini sejalan dengan alat ukur diagnosis RA dengan ARA (American Rheumatism
Association) dimana Jika skor ≥6, maka pasien pasti menderita RA. Sebaliknya jika skor
<6 pasien mungkin memenuhi kriteria RA secara prospektif (gejala kumulatif) maupun
retrospektif (data dari keempat domain didapatkan dari riwayat penyakit) (Putra
dkk,2013).
Klien memiliki riwayat hipertensi yang diketahui sejak 2 tahun ini, tapi jarang
minum obat. Dimana RA adalah penyakit inflamasi yang mempengaruhi pembuluh
darah serta sendi. Ada beban inflamasi meningkat pada sistem vaskular. Plak yang
terbentuk di dalam pembuluh darah terbentuk pada usia lebih dini dan berkontribusi
terhadap penyakit jantung dan tekanan darah tinggi (Illiades, 2015

4. Pengkajian dan Diagnosa


a. Pengkajian
Nama : Ny. Y
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

Keluhan Utama : Nyeri


Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien datang ke UGD Puskesmas dengan keluhan
bagian sendi-nya terasa sakit, baik di kaki maupun ditangan. Terasa nyeri dan kaku
bila digerakkan, sering terjadi pada pagi hari dan lama nyeri dirasakan lebih dari 1
jam, nyeri terutama terjadi di bagian sendi terutama di bagian lutut, tampak di bagian
lutut bengkak dan berwarna kemerahan. Klien mengatakan nyeri lebih hebat
dirasakan saat pagi hari dan dirasakan panas dan seperti tertusuk-tusuk. Klien
mengatakan kesulitan melakukan aktivitas karena rasa nyeri dan kaku pada sendinya.
Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi

PemeriksaanFisik
a. Tingkat Kesadaran : baik
b. TTV :
- Tekanan Darah : 140/80 mmHg
- Suhu : 36°C
- Nadi : 84 x/mnt
- Respirasi : 18 x/mnt
c. Kepala : bentuk kepala normal, warna rambut hitam panjang, tampak bersih dan
tidak ada nyeri tekan
d. Mata : simetris, tidak ada gangguan penglihatan
Telinga :simetris, tidak ada serumen, tidak ada nyeri tekan
Hidung :simetris, tidakada nyeri tekan
Mulut :simetris, mukosa bibir lembab, tidakada nyeri tekan
e. Leher : tidak ada lesi, tidakada serumen, tidakada nyeri tekan
f. Dada/Thoraks : tampak simetris, tidak ada nyeri tekan
g. Abdomen : tidak ada nyeri tekan, terdengar suara bising usus 12x/menit
h. Genetalia : tidak Terkaji (pasien tidak mau diperiksa)
i. Ekstrmitas: terasa nyeri sendi pada tangan dan kaki
b. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

5. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Dan Intervensi


Keperawatan Keriteria Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen
(D.0077) (L.08066) Nyeri (I.08238)
Nyeri berhubungan Setelah diberikan Observasi:
dengan agen intervensi
1. Identifikasi
pencedera fisik keperawatan
skala nyeri
ditandai dengan selama 3x24 jam,
2. Identifikasi
mengeluh nyeri, diharapkan
faktor yang
tampak meringis tingkat nyeri
memperberatdan
menurun dengan
memperingan
kriteria hasil :
nyeri
a. Keluhan nyeri
Terapeutik:
menurun
1. Berikan teknik
b. Meringis menurun
nonfarmakologis
c. Sikap protektif
untuk
menurun
mengurangirasa
d. Gelisah menun
nyeri
2. Kontrol
Lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
2. Ajarkan
teknik non
farmakologis
untuk
mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik
2. Gangguan MobilitasFisik Dukunga
Mobilitas Fisik (L.05042) n
(D.0054) Setelah dilakukan Mobilitasi
Gangguan tindakan (I.05173)
mobilitas fisik keperawatan Observasi:
berhubungan 3x24 jam 1. Identifikasi
dengan kekakuan diharapkan adanya nyeri atau
sendi mobilitas fisik keluhan fisik
meningkat lainnya
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi
a. Pergerakan toleransi fisik
ekstremitas melakukan
meningkat pergerakan
b. Kekuatan otot 3. Monitor
meningkat frekuensi jantung
c. Nyeri menurun dan tekanan
d. Kaku sendi darah sebelum
menurun memulai
e. Gerakan terbatas mobilisasi
menurun Monitor kondisi
f. Kelemahan fisik umum selama
menurun melakukan
mobilisasi
Terapeutik:
1. Fasilitasi
aktivitas
mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
3. Libatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
4. Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk di
tempat tidur)

Edukasi yang diberikan berupa cara mengontrol tekanan darah, makanan yang perlu
dihindari untuk mengontrol penyakit, dan pentingnya pemeriksaan tekanan darah dan
mengendalikannya dengan obat serta juga disarankan untuk banyak minum air putih,
minimal 2.5 liter/hari.14 Selain itu juga edukasi kepada anak pasien tentang
kemungkinan adanya faktor genetik dan pencegahan terjadinya penyakit hipertensi dan
rhematoid artritis.

Anda mungkin juga menyukai