Anda di halaman 1dari 24

Konsep Askep

Artritis
Reumatoid
Kelompok 4

Jeremia Sefanya Poli 17011104083


Trivena Veronika Usoh 19011104036
Annisaa Dewi Isnaeni 19011104038
Lilis Dwi Ningsih 19011104041
Nathania S.V Kaunang 19011104047
Putri Amelia Hioda 19011104048
Jimri Novrian Kaani 19011104051
Cahyani Rania Irsya 19011104054
Definisi
Artritis Rheumatoid (RA) adalah suatu penyakit sistematik
yang bersifat progresif, yang cenderung menjadi kronik dan
menyerang sendi serta jaringan lunak. Artritis Rheumatoid
adalah suatu penyakit autoimun dimana secara simetris
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan sehingga menyebabkan terjadinya
pembengkakan, nyeri, dan sering kali menyebabkan
kerusakan pada bagian dalam sendi . Karakteristik artritis
rheumatoid adalah cairan sendi (sinovitis inflamatior) yang
persisten, biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan
penyebaran yang sistematis (Junaidi, 2013).
Tanda Dan Gejala
Rasa nyeri pada persendian berupa pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi
merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis. Persendian dapat teraba
hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. (Smeltzer &
Bare, 2002). Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian
kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu,
pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia
menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari dan kekakuan pada daerah lutut,
bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah
beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila
sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam dan terjadi berulang dapat terjadi berulang.
Pemeriksaan
Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat
keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat:

 Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih  Anemia normositik hipokrom akibat adanya
dari 75% pasien artritis reumatoid terutama inflamsi yang kronik
bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai  Trombosit meningkat
pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis  Kadar albumin serum turun dan globulin naik
hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis
bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.  Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat
terkena, tapi yang tersering adalah sendi
 Protein C-reaktif biasanya positif metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi
 LED meningkat sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya
 Leukosit normal atau meningkat sedikit terjadi pembengkakan jaringan lunak dan
demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
penyempitan ruang sendi dan erosi.
Etiologi
Penyebab Artritis Rheumatoid belum diketahui dengan pasti. Namun kejadiannya dikorelasikan dengan
interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana, 2009).

• Genetik
• Hormon sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Plasental kortikotraonim Releasing
Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting
dalam sintesis esterogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan proggesteron pada respon imun
humoral ( TH2) dan menghambat respon imun selular ( TH1). Pada RA respon TH1 lebih
dominan sehingga estrogen dan progresteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini ( Suarjana, 2009).
• Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa seinduk semang (host) dan merubah
reakrifitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit RA (Suarjana, 2009).

• HeatShockProtein (HSP) Merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap


stress. Protein ini mengandung untaian ( sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi
fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitok HSP Pada agen
infeksi dan sel Host. Sehingga bisa mencetuskan terjadinya reaksi silang Limposit dengan
sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis ( Suarjana,2009).
Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologi persendian diartrodial
atau sivovyal merupakan kunci untuk memahami patofisiologi penyakit
reumatik fungsi persendian sinovial memiliki kisaran gerak tertentu
kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama
pada sendi-sendi yang dapat digerakkan pada sendi sinovial yang normal
kartilago artikular membungkus ujung tulang pada sendi dan
menghasilkan perkumaan yang licin serta ulet untuk digerakkan.
Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mengsecresi cairan
kedalam ruang antar tulang. Fungsi dari cairan sinovial ini yaitu peredam kejut (syok
absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk beregrak secara bebas dalam
arah yang tepat sebaliknya, pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses
inflamasi yang sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan
suatu prose reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat penyakit lanjut,
pelepasan ptoteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang
mengalami degenerasi dapat berhubungan dengan sinovitis kendati faktor-faktor
imunologi dapat pula terlibat.
Pathway Artritis
Reumatoid
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program penatalaksanaan adalah perawatan sebagai berikut :

01 02
Untuk menghilangkan nyeri dan Untuk mempertahankan fungsi sendi
peradangan. dan kemampuan maksimal dari
penderita.

0
04
3
Untuk mencegah dan atau Mempertahankan kemandirian
memperbaiki defporitas yang terjadi sehingga tidak bergantung pada
pada sendi. orang lain.
a. Keperawatan
01 Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi,
(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis)
penyakit ini, semua komponen program penatalkansanaan

Istirahat, Merupakan hal penting karena rematik biasanya disertai rasa


lelah yang hebat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi 02
beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.

03 Latihan Fisik dan Fisioterapi, Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam


memperthankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan
pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehat.
b.
Medis OAINS
01Penggunaan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umunya diberikan pada penderita AR sejak dini
penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering kali
dijumpai, walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi
inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgetik yang sangat baik.
OAINS bekerja dengan cara :

a Memungkinkan stabilitas membrane


lisosomal
Menghambat pembesaran dan
aktivitas mediator imflamasi (histamin,
serotoin, enzim lisosomal dan enzim b
lainnya).
Menghambat migrasi sel ke tempat
c peradangan

Menghambat proliferasi seluler d

e Menetralisirkan radikal oksigen

Menekan rasa nyeri f


02 Penggunaan DMARD
Terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada pengobatan penderita AR. Cara
pertama adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini, Cara
pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD secara stimultan atau
secara siklik seperti penggunaan obat-obatan imunosuprensif pada pengobatan penyakit
keganasan, digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses estruksi akibat
artiris rheumatoid.
Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah :

1 Klorokuin

Sulfazalazine 2

3 Dpeicillamine
03Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang
cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
 
Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) atau
obat pengubah jalan penyakit DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) yang
menjadi faktor penyebab mortalitas utama pada artritis rheumatoid. Komplikasi saraf
yang terjadi tidak memberikan gambaran yang jelas, sehingga sukar dibedakan antara
akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati
akibat ketidakstabilan vertebrata servikal dan neuropati siskemik vaskulitis (Mansjoer, 1999)
Asuhan Keperawatan
1.) Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya
( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan
keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

 Aktivitas/ istirahat, Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.Limitasi fungsional
yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.Tanda :
Malaiserentang gerak; atrofi otot, kulit,
kontraktur/ kelaianan pada sendi.

 Kardiovaskuler, Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal)
 Integritasego, Gejala : Faktor-faktor stres
akut/ kronis, mis; finansial, pekerjaan,  Hygiene, Gejala : Berbagai kesulitan untuk
ketidakmampuan,faktor-faktor hubungan. melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Keputusan dan ketidakberdayaan Ketergantungan
(situasiketidakmampuan) Ancaman pada konsep
diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya  Neurosensori, Tanda: Kebas, semutan pada
ketergantungan pada oranglain). tangan dan kaki, hilangnya sensasi
padajaritangan.Gejala : Pembengkakan sendi
 Makanan/ cairan, Gejala ; Ketidakmampuan simetris.
untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia,  Nyeri/ kenyamanan, Gejala : Fase akut dari
Kesulitan untuk mengunyah nyeri (mungkin tidak disertai oleh
(keterlibatanTM)Tanda; Penurunan berat pembengkakan jaringan lunak padasendi)
badanKekeringan pada membran mukosa.
 Keamanan, Gejala : Kulit mengkilat, tegang,
nodul subkutaneus.Lesi kulit, ulkuskaki.
 Interaksi social. Gejala : Kerusakan
Kesulitan dalam ringan dalam menangani
interaksi sosial dengan keluarga/ orang
tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam
lain; perubahan peran; isolasi
ringan menetap Kekeringan pada meta dan
membran mukosa.
2.) Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan artitis reumatoid,
adalah:
 Nyeri akut/kronis berhubungan dengan desrtuksi sendi
3.) Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Nyeri akut berhubungan - Pain level Pain manajemen


dengan peradangan sendi. - Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
- comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Definisi : pengalaman kualitas dan faktor presipitasi.
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang Kriteria Hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau • Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Gunakan teknik komunikasi terapetik untuk
potensial atau gambaran dalam hal kerusakan sedemikian penyebab nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri pasien.
rupa (internasional asosiation for studi of pain ) : menggunakan teknik 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
awitan yang tiba-tiba atau nonfarmakologi untuk 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir mengurangi nyeri, mencari 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
yang dapat di antisipasi atau di prediksi dan berlangsung bantuan). tentang ketidak efektifan kontrol nyeri masa
<6 bulan. • Melaporkan bahwa nyeri lampau.
berkurang dengan menggunakan 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
Batas karakteristik : manajemen nyeri. menemukan dukungan.
• Perubahan selera makan. • Mampu mengenali nyeri (skala 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
• Perubahan tekanan darah. intensitas, frekuensi dan tanda seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
• Perubahan frekuensi jantung. nyeri). 9. Kurang faktor presipitasi nyeri.
• Perubahan frekuensi pernafasan. • Menyatakan rasa nyaman 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
• Laporan isyarat. setelah nyeri berkurang. farmakologi dan interpersonal).
• Diaphoresis. 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukann
• Prilaku distraksi (misal, berjalan, mondar-mandir intervensi.
mencari aktivitas yang berulang). 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
• Mengekspresikan perilaku (misal, gelisah, merengek, 13. Berikan anakgetik untuk mengurangi nyeri
menangis). 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
• Masker wajah (misal, mata kurang bercahaya,tampak 15. Tingkatkan istirahat.
kacau, gerakan mata berpancar atau tetap pada satu 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
fokus meringis). tindakan nyeri tidak berhasil.
Lanjutan Intervensi . . .

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

• Sikap melindungi area nyeri. Analgesic Administration


• Fokus menyempit (misal, gangguan persepsi nyeri 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat
hambatan proses berpikir, penurunan interaksi nyeri sebelum pemberian obat.
dengan orang dan lingkungan). 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
• Indikasi nyeri yang dapat diamati. frekuensi.
• Perubahan posisi untuk menghindari nyeri. 3. Cek riwayat alergi.
• Sikap tubuh melindungi. 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
• Dilatasi pupil. analgesik ketika pemberian lebih dari satu.
• Melaporkan nyeri secara verbal. 5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
• Gangguan tidur. Faktor yang berhubungan: beratnya nyeri.
• Agen cedera (misal, biologis, zat kimia, fisik, 6. Tentukan analgesik pilihan , rute pemberian, dan
psikologis). dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur.
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat.
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala.
Sekian Terima
Kasih!

Anda mungkin juga menyukai