Patient Safety
Oleh : KELOMPOK 7
FAKULTAS KEDOKTERAN
MANADO 2020
Kata Pengantar
Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul ”sasaran keselamatan pasien”
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu, Kami mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya
makalah ini. Demikian kami berharap supaya makalah yang telah kami buat ini mampu
memberikan manfaat kepada setiap pembacanya. Terima Kasih.
KATA PENGANTAR…………………..………………………………………………………...i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………1
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..………10
3.2 Saran…………………………………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA……………………….………………………………………………...…10
BAB 1
PENDAHULUAN
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit.
Hal ini sangat erat kaitannya baik dengan citra rumah sakit maupun keamanan pasien. Tujuan
dari pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit adalah untuk melindungi pasien dari
kejadian yang tidak diharapkan. Risiko kejadian ini berasal dari proses pelayanan yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh rumah sakit (Depkes
RI, 2008).
Kasus tentang keselamatan pasien telah menjadi perhatian beberapa negara di dunia
dikarenakan masih tetap ada kejadian yang tidak diharapkan (KTD). Hal ini dapat dilihat dari
KTD yang terjadi di rumah sakit Utah dan Colorado yaitu sebesar 2,9 %, dimana 6,6 %
diantaranya meninggal. Sedangkan di New York, KTD sebesar 3,7 % dengan angka kematian
13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap yang berjumlah 33,6 juta per tahun
di seluruh Amerika berkisar 44.000-98.000 per tahun. World Health Organization (WHO) pada
tahun 2004 mengumpulkan data tentang KTD di rumah sakit dari berbagai negara (Amerika,
Inggris, Denmark, dan Australia) yang memiliki rentang KTD sebesar 3,2-16,6 %. Data tersebut
menjadi pemicu di berbagai negara untuk melakukan penelitian dan pengembangan sistem
keselamatan pasien (Depkes RI, 2008).
Kasus tersebut yang mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih memberikan perhatian
khususnya terhadap masalah keselamatan pasien di rumah sakit. Hal ini dibuktikan dengan
diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 1691 Tahun 2011 tentang
keselamatan pasien di rumah sakit. Peraturan tersebut menekankan adanya enam Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) yang wajib diupayakan oleh setiap rumah sakit yang meliputi:
ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai, kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh.
Manajemen diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seluruh tingkatan
manajer dituntut untuk memiliki kemampuan kepemimpinan dan menjalankan fungsi manajerial.
Pemimpin bertugas membangun visi dan misi, mengkomunikasikan ide perubahan, dan
menyusun strategi sehingga setiap komponen dalam organisasi akan bekerja dengan
memperhatikan keselamatan (Cahyono, 2008).
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan agar kami sebagai mahasiswa lebih paham dan mengerti
tentang keselamatan pasien, dan mengetahui sasaran-sasaran dari keselamatan pasien (K3)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keselamatan Pasien
Di Indonesia, menurut Depkes RI (2006), data tentang KTD dan KNC masih
langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan mal-praktik yang belum tentu
sesuai dengan pembuktian akhir. Insidensi pelanggaran keselamatan pasien 28,3%
dilakukan oleh perawat. Oleh karena itu, perawat sebagai salah satu pelaksana
berpotensi besar dalam melakukan suatu kesalahan jika tidak mempunyai pengetahuan
dan kesadaran yang tinggi bahwa tindakan yang dilakukan akan memberikan efek pada
pasien.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat
dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : Lingkungan kerja, hal-hal yang
berhubungan dengan kondisi pasien, alur komunikasi yang kurang tepat, penggunaan
sarana kurang tepat, kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Semua faktor tersebut
menimbulkan terjadinya insiden keselamatan pasien yang beragam, mulai dari yang
ringan dan sifatnya reversible hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian
(KKP–RS 2008). Berbagai upaya telah diusahakan untuk mengurangi dampak insiden
keselamatan pasien. Salah satu cara dengan menerapkan sistem keselamatan pasien di
rumah sakit dan pelatihan/sosialisasi terkait keselamatan pasien. Di ruang rawat inap,
perawat harus menerapkan enam sasaran keselamatan diantaranya memastikan
identifikasi pasien; mengkomunikasikan secara benar saat serah terima pasien;
memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names); memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar; meningkatkan
kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi; dan menurunkan risiko cidera.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif : Perintah lengkap secara lisan dan yang
melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap, dibacakan kembali
dan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
Maksud dan Tujuan Sasaran II Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat,
lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada
saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau
yang menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana
pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah
obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering
disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara
tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat,
natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit
pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut
adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah
sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang
membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian
label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-
hati.
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus
dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien
terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel
struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai
penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang
dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi
risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai
jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
BAB III
PENUTUP
3,1 Kesimpulan
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama
dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan
aman. Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat
dirumuskan antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi
standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan;
Contohnya dalam pemberian obat, Setiap obat jika salah penggunaannya dapat
membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan
pasien, terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Kemudian Salah-Lokasi, Salah-
Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta prosedur merupakan kejadian
sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat
komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat. Maka dari itu, seorang perawat harus
menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya, peka, proaktif dan
melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta
mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dan keluarga.
3.2 Saran
Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan rumah sakit
agar selalu mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan procedure yang telah di
tentukan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.slideshare.net/mobile/adamraeyoo/sasaran-
keselamatan-pasien-patient-safety&ved=2ahUKEwiFkdfIpI3sAhVCOSsKHSq-
C34QFjANegQIBhAB&usg=AOvVaw1gK52HvxrJLf5HrobSfzMi
Isnaini, N. M., & Rofii, M. (2014). Pengalaman Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Keselamatan
Pasien. Jurnal Manajemen Keperawatan, 2(1), 30-37.
https://tiaraa280599.wordpress.com/2018/10/12/sasaran-keselamatan-pasien-skp-3-4/