Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH PASIEN SAFETY

IPSG 3 (KEAMANAN OBAT)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

 Silvia Salsabila Apridaloka (211117003)


 Dinda Mariyanti (21111006)
 Tissa Ambawuri (211117026)
 Nonia Clarisa (211117032)
 Nisa Shyntia Agustin(211117037)

PRODI KEPERAWATAN (D-III) IA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
Jl. Terusan Jend. Sudirman Cimahi  022 – 6631622
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul IPSG III Keamanan Obat. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pasien Safety.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurrnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan


wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Cimahi, November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKesRI, 2006).
Tingkat pencapaian patient safety merupakan indikasi dari
kejadianmedication error, khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang
aman.Kriteria medication error menurut Lisby et al (2005) terjadi pada tahap
order/permintaan, transkripsi, dispensing, administering, dan discharge
summaries.
Dalam penelitian Dwiprahasto (2006), menyatakan bahwa 11
%medication error di rumah sakit berkaitan dengan kesalahan saat menyerahkan
obat ke pasien dalam bentuk dosis atau obat yang keliru. Dalam penelitian Aiken
dan Clarke (2002) menyatakan bahwa kesalahan pengobatan dan efek samping
obat terjadi pada rata-rata 6,7% pasien yang masuk ke rumah sakit. Di antara
kesalahan tersebut, 25 hingga 50% adalah berasal dari kesalahan peresapan
(eliminasi) dan dapat dicegah. Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi
Universitas Gajah Mada antara 2001- 2003 menunjukkan bahwa medication
errorterjadi pada 97 % pasien Intensive Care. Berdasarkan Laporan Peta
Nasional Keselamatan Pasien (Kongres PERSI 2007) kesalahan dalam pemberian
obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan
(Kemenkes, 2008) (Andi, 2013).
Kesalahan pemberian obat adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan
yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesikesehatan,
pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991).
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat - obatan yang
aman.Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat
dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau
dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Secara hukum
perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan
dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontra indikasi bagi status
kesehatan klien. Sekali obat telah diberikan, perawat bertanggung jawab pada
efek obat yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti, Daftar
Obat Indonesia ( DOI ), Physicians‘ Desk Reference (PDR), dan sumber daya
manusia, seperti ahli farmasi, harus dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas
mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan, kontra indikasi, dosis, efek samping
yang mungkin terjadi, atau reaksi yang merugikan dari pengobatan ( Kee and
Hayes, 1996 ).
Dengan demikian pemberian obat merupakan bagian penting
dalamkeselamatan pasien. Upaya pencegahan kesalahan pemberian
obat akan efektif jika dilakukan bersama dengan tenaga kesehatan lain terkait
penggunaan obat, terutama dokter dan apoteker dan berdasarkan standar dan
sasaran menurutInternasional Patient Safety Goals (IPSG).

B. RUMUSAN MASALAH
 Apa pengertian keselamatan pasien ?
 Bagaimana penjelasan keselamatan pasien menurut IPSG?
 Bagaimana peran perawat dalam mewujudkan keselamatan pasien?
 Bagaimana penjelasan tentang pemberian obat dan kesalahan obat?
 Apa saja faktor kesalahan pemberian obat?
 Bagaiman cara mencegah kesalahan pemberian obat?
 Bagaimana cara penatalaksanaan pemberian obat?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
 Mengetahui indikator keselamatan pasien (patient safety) pada kesalahan
pemberian obat
2. Tujuan Khusus
 Mengetahui pengertian keselamatan pasien.
 Menjelaskan tentang keselamatan pasien menurut IPSG.
 Menjelaskan tentang pemberian obat dan kesalahan obat.
 Mengetahui faktor kesalahan pemberian obat.
 Mengetahui cara mencegah kesalahan pemberian obat.
 Mengetahui cara penatalaksanaan pemberian obat.
 Memberikan contoh studi kasus sera analisis kesalahan pemberian obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)

1. PENGERTIAN KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKesRI, 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) mempunyai tujuan
yaitu terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya
akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya
kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit, dan terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan (DepKesRI,2006).
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang
perlu ditangani segera di rumah sakitdi Indonesia maka diperlukan standar
keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di
Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien
rumah sakit yang disusun ini mengacu pada ”Hospital Patient Safety
Standards”yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi rumah sakit di Indonesia. Standar keselamatan pasien
tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien(DepKesRI, 2006).

2. MENURUT INTERNATIONAL PATIENT SAFETY GOALS (IPSG)


ATAU SASARAN INTERNASIONAL KESELAMATAN PASIEN
(SIKP)
International Patient Safety Goal (IPSG) merupakan syarat untuk
implementasi di semua rumah sakit yang terakreditasi oleh
Joint CommissionInternational (JCI) di bawah Standar Internasional IPSG
digunakan untuk Rumah Sakit untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan
tertentu dalam soal keselamatan pasien (Soegiri, 2014).
Tujuan IPSG adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu
dalam soal keselamatan pasien. Sasaran dalam SIKP menyoroti bidang-
bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti
dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Dengan
mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan yang
aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran
biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk
keseluruhan system (Soegiri, 2014).
Penyusunan sasaran sama saja seperti standar-standar lainnya, ada
standar (pernyataan sasaran), maksud dan tujuan, dan elemen penilaian.
Penilaiannya juga sama dengan penilaian terhadap standar lain yaitu
menggunakan kriteria “memenuhi,” “sebagian memenuhi,” atau “tidak
memenuhi”. Dalam Kaidah Keputusan Akreditasi tercakup juga syarat
memenuhi ketentuan SIKP sebagai kaidah keputusan yang terpisah. Daftar
Sasaran, Persyaratan, Tujuan, dan Elemen Penilaian :
 SIKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
 SIKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
 SIKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus
Diwaspadai
 SIKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang
Benar, Pembedahan Pada PasienYang Benar.
 SIKP.5 Mengurangi Resiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
 SIKP.6 Mengurangi Resiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

3. STANDAR SIKP.3
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
A. DEFENISI
Obat yang perlu diwaspadai (Haigt Alert) adalah obat yang persentasinya
tinggi dalam meyebabkan terjadinya kesalahan pemberian obat dan atau
beresiko tinggi sehingga menyebabkan dampak yang tidak diinginkan atau
dapat menyebabkan cedera bermakna pada pasien jika obat digunakan
secara salah.

B. RUANG LINGKUP
Obat-obatan yang termasuk Haigt Alert adalah:
1. Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM )/Look Alike Sound Alike
(LASA). Adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam
kesalahan obat (Medicetion Error) dan ini merupakan salah satu
keprihatinan di seluruh dunia. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protocol untuk pengurangan resiko dan memastikan
terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah.

2. Cairan elektrolit pekat (concentrated)


Semua obat-obatan dan media kontras memiliki profil resiko, cairan
elektrolit pekat yang digunakan khususnya untuk injeksi sangat
berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standarisasi dosis,
ukuran dan pencegahan terjadinyan pencampuran penyimpanan obat
yang bias menyebabkan kesalahan.

C. TATA LAKSANA
1. Teknik pemberian obat di perawatan
a. Petugas harus mengetahui tentang indikasi,dosis dan cara
pemberian obat serta efek samping yang mungkin terjadi dari
setiap obat yang diberikan , untuk menghindari kesalahan , maka
perawat tidak boleh memberikan sampai ia benar-benar
memahami obat yang diberikan.
b. Dalam memberikan suatu obat, maka petugas harus yakin bahwa
obat tersebut benar-benar diresepkan oleh dokter. Hal ini perawat
berpegang pada prinsip 7 (tujuh) benar yang meliputi : benar
order, benar obat, benar pasien, benar pemberian, benar waktu
pemberian, benar dokumentasi, dan benar informasi.
c. Petugas harus mengetahui pengetahuan tentang farmakologi obat
yang diberikan kepada pasien sehingga dapat mengopservasi
keevektifitasan obat dan mendeteksi adanya kemungkinan
toksisitas.
d. Petugas
e. Selain mengopservasi respon klien terhadap pemberian obat
tersebut. Juga memiliki peran yang utama dalam mengedukasi dan
memotivasi pasien untuk proaktif jika membutuhkan pertolongan
terkait dengan pemberian obat tersebut jika terjadi reaksi atau
toksisitas.

2. Meningkatkan Keamanan Dalam Pemberian Obat-Obatan


a. Perhatikan obat-obat LASA atau NORUM, pisahkan
penyimpanan/ kemasan ulang dengan kemasan luar yang berbeda.
b. Terapkan 7 (tujuh) benar dalam pemberian obat yaitu : benar obat,
benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian , benar pasien,
benar dokumentasi, dan benar informasi.
c. Lakukan read back, lakukan pembacaan label obat secara teliti
sebelum pemberian , lakukan komfirmasi ulang/pengecekan
kepada dokter yang meresepkan bila resep kurang terbaca/tidak
jelas,jangan menebak.
d. Lakukan check beck kegunaan obat dan diagnosis penyakit
sebelum pemberian obat.
e. Jangan gunakan singkat.

3. Penggunaan obat hight alert:


Setiap instalasi farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar
obat high alert dan panduan penanganan obat hight alert. Setiap
tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus untuk obat
hight. Obat hight alert harus disimpan di tempat terpisah , akses
terbatas diberi label yang jelas.

4. Perencanaan dan penyeleksian High Alert


instalasi farmasi bertanggungjawab dalam pembuatan rancangan
kebutuhan perbekalan/ logistik farmasi RS. Dr. M. Yasin, khususnya
obat hight alert setelah melakukan penyeleksian berdasarkan daftar
obat hight alert ( elektrolit konsentrat dan NORUM/LASA).

5. Pengadaan obat high alert


Instalasi farmasi bertanggungjawab atas pengadaan perbaikan farmasi
Rs. Dr.M.YASIN dalam hal ini obat high alert berdasarkan
perencanaan yang telah dibuat oleh instalasi farmasi berdasarkan pada
daftar obat hight alert dan formularium Rs. Dr.M.YASIN.

6. Penyimpanan obat high alert


a. Penyimpanan elektrolit konsentrat :
 Pisahkan obat high alert dari obat lain yang sesuai dengan
daftar lobat hight aler.
 Tempelkan stiker merah bertuliskan higt alert peda setiap
obat higt alert.
 Berikan selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan
obat higt alert yang terpisah dari obat lain.
 Simpan obat sitostatika dan obat narkotika secara terpisah
dari obat hight alert lainya.

7. Peresepan obat high alert


Instruksi lisan hanya diperbolehkan dalam keadaan emergensi. Dokter
memeriksa kelengkapan dan ketepatan resep : indikasi, ketepatan
obat, dosis , rute pemberian.

8. Pencatatan ( stock opname perbekalan farmasi high alert )


Stock opname dilakukan setiap tiga bulan sekali yang diosertai
dengan pembuatan berita acara stock opname. Laporan berita acara
diketahui oleh kepala IFRS, kepala unit terkait, penerimaan barang
Rs. Dr. M. Yasin, pemeriksaan barang Rs. Dr. M. Yasin serta direktur
Rs. Dr. M. Yasin .

9. Obat - obat high alert


Obat-obat high alert di distribusikan melalui gudang farmasi ke
apotik instalasi farmasi sesuai yang ada dalam daftar obat high alert,
dan di distribusikan dengan menggunakan system first expire first out
(FEFO), yang diketahui oleh penanggungjawab apotik instalasi dan
kepala instalasi farmasi rumah sakit.

10. Penyiapan obat high alert


a. Apoteker/asisten apoteker melakukan system verifikasi resep obat
high alert sesuai buku panduan penanganan high alert.
b. Garis bawahi setiap obat high alet pada lembar resep dengan tinta
merah.
c. Jika apoteker tidak ada di tempat maka penanganan obat high alert
dapat didelegasikan pada asisten apoteker yang sudah ditentukan.
d. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda
sebelum obat diserahkan kepada perawat
e. Obat diserahkan kepada perawat / pasien disertai dengan
informasi yang memadai.

11. Penyaluran (dispensing) obat high alert


a. Pasien rawat inap, penyerahan obat antar apoteker
penanggungjawab keperawat unit yang bersangkutan yang
bertanggungjawab atas pasien rawat inapdengan memberikan
edukasi atau informasi tentang aturan pakai dan efek samping obat
serta informasi tentang obat apabila obat tersebut termasuk daftar
obat high alert (NORUM/LASA).
b. Pasien rawat jalan , penyerahan obat yang diserahkan langsung
oleh apoteker penanggungjawab kepasien rawat jalan dengan
disertai pemberian informasi tentang aturan pakai dan efek
samping obat yang akan ditimbulakan pada saat mengkomsumsi
obat yang telah diresepkan oleh dokter.

12. Pemberian obat high alert


a. Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka
perwat lain harus melakukan pemeriksaan kembali secara
independen : sesuai antara obat dengan rekam medic/ instruksi
dokter, ketepatan perhitungan dosis obat, dan identitas pasien.
b. Obat high alert infuse harus dipastikan : ketepatan kecepatan
pompa infuse, jika obat lebih dari satu, tempelkan label nama obat
pad syringe pump dan disetiap ujung jalur selang.
c. Setiap kali pasien pindah ruang rawat , perawat pengantar
menjelaskan kepada perawat penerima pasien bahwa pasien
mendapat obat high alert.

13. Pendokumentasi obat high alert


Pencatatan dan pelaporan penggunaan dan penyimpanan obat high
alert (NORUM/LASA) dan penggunaan elektrolit konsentrat yang ada
di Rs. Dr. M. Yasin berdasarkan daftar obat high alert, daftar
NORUM/LASA yang ada disetiap unit pelayanan.
14. Pemantauan (Monitoring) obat high alert
a. Monitor ketepatan terapi obat , interaksi antar obat serta reaksi
efek samping obat yang tidak diinginkan.
b. Monitoring penggunaan obat yang rasional.

15. Perbekalan farmasi emergency


a. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam
troli/kit/lemari/emergensi terkunci, diperiksa, dipastikan selalu
tersedia dengan jenis dan jumlah sesuai daftar yang ditetapkan.
b. Perbekalan farmasi emergensi harus diganti segera jika jenis dan
jumlahya sudah tidak sesuai lagi dengan daftar.
c. Troli/kit/lemari emergensi hanya boleh diisi dengan perbekalan
farmasi emergensi, tidak boleh dicampur dengan perbekalan lain.

16. Pelaporan kesalahan obat


kebijakan setiap kesalahan obat yang ditemukan wajib dilaporkan
oleh petugas yang menemukan/ terlibat langsung dengan kejadian
tersebut kepada atasan langsungya.laporan dibuat secara tertulis
dengan menggunakan format laporan kesalahan obat yang telah
ditetapkan . tipe kesalahan yang harus dilaporkan :
a. Kejadian nyaris cederah /KNC
b. Kejadian tidak cederah /KTC
c. Kejadian tidak diinginkan /KTD
d. Kejadian sentinel kesalahan kategori KTC dan KDT harus
dilaporkan minimal 2×24 jam setelah ditemukan insiden.

D. DOKUMENTASI
1. Daftar obat NORUM/LASA
2. Daftar obat elektrolit pekat
3. Daftar obat yang memiliki efek samping mengantuk
4. Format laporan kesalahan pemberian obat
5. Gambar dokumentasi penyimpanan obat high alert
6. SPO Perencanaan dan penyeleksi obat high alert
7. SPO Pengadaan obat high alert
8. SPO Penyimpanan obat high alert
9. SPO Peresepan obat high alert
10. SPO Pencatatan ( stock opname perbekalan farmasi)
11. SPO Pendistribusian obat high alert
12. SPO Penyiapan (preparing) obat hight alert
13. SPO Penyaluran (dispensing) obat high alert
14. SPO Pemberian obat high alert
15. SPO Pendokumentasian obat high alert
16. SOP Pemantauan (monitoring) obat high alert
17. SPO penggunaan obat high alert

4. MAKSUD dan TUJUAN SIKP.3


Bilamana dalam rencana perawatan pasien terdapat juga pemberian
obat-obatan, maka untuk memastikan keselamatan pasien pengelolaan obat
yang tepat menjadi sangat penting. Obat-obatan yang perlu diwaspadai
adalah: obat-obatan yang termasuk dalam sejumlah besar kesalahan obat-
obatan yang bila terjadi sesuatu yang tak diinginkan risikonya lebih tinggi,
begitu pula obat-obatan yang mirip bentuk/bunyi dan namanya. Daftar obat
berisiko tinggi dapat diperoleh dari organisasi seperti misalnya WHO
atau Institute for Safe Medication Practices. Masalah kekeliruan obat yang
kerap dikutip adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak disengaja
(misalnya, kalium klorida [sama atau lebih besar daripada 2mEq /ml],
kalium fosfat [sama atau lebih besar dari 3mmol /ml], natrium klorida
[lebih besar dari 0,9%], dan magnesium sulfat [sama atau lebih besar dari
50%]). Kesalahan dapat terjadi jika staf belum sungguh-sungguh mengenal
unit perawatan pasien, yang dipekerjakan adalah perawat kontrakan yang
tidak diberi pengenalan secara memadai, atau dalam keadaan darurat. Cara
yang paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini
adalah menyusun proses pengelolaan obat yang patut diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit perawatan pasien ke farmasi.
Rumah sakit bersama-sama menyusun kebijakan dan prosedur untuk
mengidentifikasi obat-obatan yang patut diwaspadai apa saja yang dimiliki
rumah sakit berdasarkan data yang ada. Kebijakan dan prosedur juga
menetapkan bagian mana saja secara klinis memang memerlukan elektrolit
konsentrat sesuai bukti dan praktik profesional yang ada, seperti misalnya
bagian gawat darurat atau kamar operasi, dan menetapkan cara
pelabelannya yang jelas dan cara penyimpanannya sedemikian rupa
sehingga aksesnya terbatas agar terhindar dan pemakaian tak sengaja.

5. ELEMEN PENILAIAN SIKP.3


a. Kebijakan dan/atau prosedur disusun untuk mengatasi masalah
identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat yang patut
diwaspadai.
b. Kebijakan dan/atau prosedur ini diterapkan.
c. Elektrolit konsentrat tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali
jika secara klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian tidak sengaja di wilayah yang diizinkan oleh aturan
kebijakannya.Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit perawatan
pasien diberi label jelas dan disimpan sedemikian rupa hingga tidak
mudah diakses.

6. PERAN PERAWAT DALAM MEWUJUDKAN KESELAMATAN


PASIEN TERUTAMA PADA PEMBERIAN OBAT
Berdasarkan hasil penelitian Selleya tahun 2013 tentanghubungan
pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien
(patient safety) di ruang rawat inap RSUD Liun Kendage Tahuna dapat
disimpulkan sebagai berikut: Ada hubungan pengetahuan perawat dengan
pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) di Ruang Rawat Inap
RSUD Liun Kendage Tahuna, dimana 95% perawat pelaksana mempunyai
pengetahuan baik tentang pelaksanaan keselamatan pasien, dan ada
hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient
safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahuna, dimana 95%
perawatpelaksana mempunyai sikap yang baik dalam melaksanakan
keselamatan pasien.
Mempunyai kemampuan untuk mengelola, mengontrol dan
memberikan obat secara aman (safety).Sebelum memberikan obat ke
pasien, perawat harus mengetahui secara pasti tentang:
1. Nama obat
2. Golongan obat / kelas farmakoterapi
3. Efek yang diinginkan & mekanisme aksi
4. Efek samping
5. Efek yang merugikan
6. Efek toksik
7. Interaksi
8. Kontraindikasi & tindakan pencegahannya
9. Regimen dosis & rute pemberian
10. Data farmakokinetika

 JIKA PERAWAT SALAH MEMBERIKAN OBAT


1. Segera mengakui kesalahan
2. Hubungi dokter / laporkan kepada institusi terkait
3. Evaluasi (pribadi maupun institusi) untuk mencari kesalahan
&tindakan pencegahan guna mencegah terulangnya kesalahanyg sama
/ kesalahan lainnya.
4. Dokumentasikan dengan benar pd MR/form khusus kekeliruan
:penjelasan kesalahan& langkahyg sudah diambil untuk mengatasinya

B. KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


1. DEFINISI OBAT
Obat adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (PerMenKes
917/Menkes/Per/x/1993).
Menurut Kep. MenKes RI No. 193/Kab/B.VII/71, obat adalah suatu
bahan atau paduan bahan - bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah
pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan
atau bagian badan manusia.

2. KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


Kesalahan pemberian obat adalah suatu kesalahan dalam proses
pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung
jawab profesikesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat
dicegah (Cohen, 1991).
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah,
mencakup faktor lain yang sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat
yang benar pada waktu yang salah atau memberi obat yang benar pada rute
yang salah, jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang
bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat
atau perawat senior setelah kesalahan itu diketahuinya.
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang
aman.Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian
obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak
jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan.Secara
hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang
diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan
kontraindikasi bagi status kesehatan klien.Sekali obat telah diberikan,
perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi.
Buku-buku referensi obat seperti , Daftar Obat Indonesia
(DOI), Physicians‘ Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia,
seperti ahli farmasi, harus dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas
mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek
samping yang mungkin terjadi, atau reaksi yang merugikan dari
pengobatan (Kee and Hayes, 1996).

3. FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


a. Kurang menginterpretasikan dengan tepat resep obat yang
dibutuhkan.
Perawat juga sering tidak bertanggung jawab untuk melakukan
interpretasiyang tepat terhadap orde obat yang diberikan. Saat orde obat
yang dituliskan tidak dapat dibaca,maka dapat terjadi kesalahan
interpretasi terhadap order obat yang akan diberikan.
b. Kurang tepat dalam menghitung dosis obat yang akan diberikan.
Dosis merupakan faktor penting, baik kekurangan atau kelebihan obat
dapat menyebabkan dan bisa membehayakan,sehingga perhitungan dosis
yang kurang tepat dapat membayakan klien.
c. Kurang tepat mengetahui dan memahami prinsip enam benar.
Dalam memberikan pengobatan,kita sebagai perawat sering melakukan
kesalahan yang fatal,hal tersebut bisa terjadi apabila kita kurang
mengetahui dan memahami prinsip enam benar yang tepat.
1) Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien
sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat,
mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat,hanya
memberikan obat yang di siapkan diri sendiri.
2) Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek hasil hitungan dosis dengan dengan perawat lain,
mencampur/mengoplos obat.
3) Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek tanggal kadaluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30
menit.
4) Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
pasien pada papan/kardeks ditempat tidur pasien
5) Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
6) Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian
obat (Kozier,2000).

4. CARA MENCEGAH KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


a. Baca label obat dengan teliti. Banyak produk tersedia dalam
kotak,warna dan bentuk yang sama.
b. Pertanyakan pemberian banyak tablet atau vial untuk dosis tunggal.
Kebanyakan dosis terdiri dari satu atau dua tablet atau kapsul atau satu
vial dosis tunggal. Interprestasi yang salah terhadap program obat dapat
mengakibatkan pemberian dosis tinggi yang berlebihan.
c. Waspada obat-obatan bernama sama. Banyak nama obat yang terdengar
sama(misalnya digoxin dan digitoxin).
d. Cermati angka belakang koma. Beberapa obat tersedia dalam jumlah
yang merupakan perkalian satu sama lain(contoh:tablet cumadin dalam
tablet 2,5 dan 25mg).
e. Pertanyakan peningkatan dosis yang tiba-tiba dan berlebihan.
Kebanyakan dosis di programkan secara bertahap supaya dokter dapat
memantau efek teraupetik dan responnya.
f. Ketika suatu obat baru atau obat yang tidak lazim di
programkan,konsultasikan kepada sumbernya. Jika dokter tidak lazim
dengan obat tersebut maka resiko pemberian dosis yang tidak akurat
menjadi lebih besar.
g. Jangan beri obat yang di programkan dengan nama pendek atau
singkatan yang tidak resmi.Banyak dokter menggunakan nama pendek
atau singkatan tidak resmi untuk obat yang sering di
programkan.Apabila perawat atau ahli farmasi tidak mengenal
singkatan tersebut obat yang diberikan atau dikeluarkan bisa salah.
h. Jangan berupaya menguraikan dan mengartikan tulisan yang tidak dapat
di baca.Apabila ragu tanya ke dokter kesempatan terjadinya
interprestasi kecuali,perawat mempertanyakan program obat yang sulit
di baca.
i. Kenali klien yang memiliki nama sama juga minta klien,menyebutkan
nama lengkapnya,cermati nama yang tertera pada tanda pengenalan.
j. Sering kali satu atau dua klien memiliki nama akhir yang sama atau
mirip label khusus pada buku,obat dapat memberi peringatan tentang
peringatan masalah yang potensial.
k. Cermati ekuivalen.Saat tergesa-gesa salah baca ekuivalen mudah
terjadi.Contoh:di baca milligram padahal mililiter.

5. PENATALAKSANAAN OBAT
Dalam membahas tentang penatalaksaan obat dibagi menjadi 2 yaitu
pemberian obatlangsung ke pasien dan pengelolaan atau penyimpanan obat
di ruangan.
1. Pemberian obat ke pasien
a. Prinsip-prinsip peberian obat
Dalam membahas tentang prinsip peberian obat hal ini dibagi menjadi
3 yaitu persiaan peberian dan evaluasi.
1) Persiapan
Pertama perawat harus melihat obat apa yang akan di berikan.
Kemudian mengkaji obat (tujuan pemberian, cara kerja, efek
samping, dosis dan lainnya). Setelah itu melakukan persiapan yang
berkaitan dengan pasien yaitu mengkaji riwayat pengobatan pasien,
pengetahuan pasien dan kondisi sebelum pengobatan.
2) Pemberian
Ada 6 benaryang harus diperhatikan perawat dalam pemberian obat.
3) Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk memonitor respon pasien
terhadap pengobatan. Untuk obat-obatan yang sering digunakan di
rumah sakit jiwa efek samping biasanya terlihat sampai 1 jam
setelah pemberian.

b. Metode pendekatan khusus dalam pemberian obat


Pemberian obat untuk pasien gangguan jiwa memerlukan pendekatan
khusus sesuai dengan kasusnya seperti pada kasus pasien curiga pasien
bunuh diri dan pasien yang ketergantungan obat.
1) Pendekatan khusus kepada pasien curiga
Pada pasien curiga tidak mudah percaya terhadap suatu
tindakan atau pemberian yang diberikan padanya.Perawat harus
meyakinkan bahwa tindakan treatment yang dilakukan ke pasien
tidaklah berbahaya dan bermanfaat bagi pasien. Secara verbal dan
non verbal, perawat harus dapat mengontrol perilakunya agar tidak
menimbulkan keraguan pada diri pasien karena tindakan ragu-ragu
dari perawat akan menimbulkan kecurigaan pasien.
Berikan obat dala bentuk dan kemasan yang sama setiap
emberi obat agar pasien tidak bingung, cemas dan curiga. Jika ada
perubahan dosis diskusikan terlebih dahulu keadaan pasien sebelum
meminta pasien untuk meminumnya. Yakinkan obat benar-benar
diminum dan ditelan dengan cara meminta pasien membuka mulut
dan gunakan spatel untuk melihat apakah obat disebunyikan. Hal ini
terutama pada pasien yang mempunyai riwayat menyembunyikan
obat di bawah lidah dan membuangnya.Untuk pasien yang benar-
benar menolak minum obat walaupun sudah dilakukan pendekatan
pemberian obat dilakukan melalui injeksi sesuai dengan instruktur
dokter dengan memperhatikan aspek legal dan hak pasien untuk
menolak pengobatan dalam keadaan darurat.
2) Pendekatan khusus kepada pasien yang potensial bunuh diri.
Pada pasien bunuh diri masalah yang sering timbul adalah
penolakan pasien untuk minum obat dengan maksud pasien untuk
merusak dirinya.Perawat harus bersikap tegas dalam pengawasan
pasien untuk minum obat karena pasien pada tahap ini berada dalam
fase ambivalen antara keinginan hidup dan mati.Perawat
menggunakan kesempatan treatment pada saat pasien memunyai
keinginan hidup, agar keraguan pasien untuk mengakhiri hidupnya
berkurang karena pasien merasa diperhatikan.
Perhatian Perawat merupakan stimulus penting bagi pasien
untuk meningkatkan motivasi hidup.Dalam hal ini peran perawat
dalam memberikan obat diintegrasikan dengan pendekatan
keperawatan diantaranya untuk meningkatkan harga diri pasien.
3) Pendekatan khusus pada pasien ketergantungan obat
Pada pasien yang mengalami ketergantungan obat biasanya
menganggap bahwa obat adalah segala-galanya dalam
menyelesaikan masalah. Sehingga perawat perlu memberikan
penjelasan kepada pasien tentang manfaat obat dan obat bukanlah
satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Terapi obat harus
disesuaikan dengan terapi modalitas lainnya seperti penjelasan cara-
cara melewati proses kehilangan.

c. Pendidikan Kesehatan
Secara moral perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan
kesehatan pada pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan yang perlu
diberikan mencakup informasi tentang penyakit kemajuan pasien, obat,
cara merawat pasien. Pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan
pemberian obat yaitu informasi tentang obat efek samping cara minum
obat waktu dan dosis.
BAB III
PEMBAHASAN ( JURNAL)

A. Penerapan keselamatan pasien dalam pemberian obat oleh perawat


pelaksana dan kepala ruang di RSJD Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan hasil penelitian menemukan bahwa semua informan memahami
maksud dan tujuan keselamatan pasien. Informan memberikan pengertian
tentang keselamatan pasien sebagai suatu sistem dimana pelayanan rumah
sakit membuat assesmen pasien lebih aman yaitu meminimalkan resiko dan
mencegah terjadinya cedera.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Panduan
Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).
Pelayananan kesehatan bagi pasien di rumah sakit harus berkualitas dan
aman. Keselamatan pasien dan kualitas merupakan dua hal yang tidak
terpisahkan. IOM menetapkan 6 tujuan yang ingin dicapai pada abad 21,
yaitu: keselamatan pasien, efisiensi, efektivitas, ketepatan waktu, berorientasi
pada pasien dan keadilan.Pemenuhan keselamatan pasien dalam pelayanan
kesehatan adalah wujud responsivitas dari pelayanan yang berkualitas.
Menurut Avedis Donabedian, untuk mengukur pelayanan yang berkualitas
dapat ditinjau melalui struktur, proses dan hasil dari pelayanan yang
diberikan. Komponen struktur diantaranya struktur organisasi, sumber daya
material dan SDM yang ada di institusi pelayanan. Struktur organisasi
termasuk didalamnya adalah staf medis, komite-komite dan tim keselamatan
pasien. Komponen proses meliputi semua aktivitas pelayanan yang dilakukan
oleh staf rumah sakit dan diterima oleh pasien. Sedangkan hasil
menggambarkan efek pelayanan yang diberikan selama pasien dirawat, yang
berupa kesembuhan, kepuasan, peningkatan pengetahuan dan terhindar dari
akibat yang tidak diharapkan (cedera) (Cahyono, 2008).
Pelaksanaan pengembangan program keselamatan pasien berpedoman pada
standar keselamatan pasien dan sasaran keselamatan pasien. Melalui
penerapan 7 langkah menuju keselamatan pasien, akan mampu mendorong
upaya perbaikan yang lebih mengutamakan pasien dalam setiap
pelayanannya. Melalui struktur dan proses yang terstandarisasi, dengan
penyediaan fasilitas dan sumberdaya yang adekuat serta peran serta aktif
SDM akan menghasilkan outcome yang baik. Didukung dengan peran
kepemimpinan dalam menciptakan budaya keselamatan akan sangat
menentukan keberhasilan program ini.
Hasil penelitian menemukan bahwa rencana implementasi keselamatan
pasien dilakukan dengan berbagai cara seperti melakukan setiap tindakan
sesuai dengan SOP, mengikuti pelatihan-pelatihan tentang keselamatan
pasien. Implementasi keselamatan pasien di RSJD Amino Gondohutomo saat
ini sudah bagus, karena disini telah dibuat Tim mutu untuk keselamatan
pasien, dimana semua bekerja sudah sesuai dengan standar-standar yang ada
yaitu SPO.
Berdasarkan keterangan dari Informan 4 menjelaskan bawha terkait dengan
implementasi ini misalnya di dalam pemberian obat harus cek dulu, betul
identitasnya bahwa psaien A mendapat obat sesuai identitas pasien A, dan
identitas pasien saat ini dilengkapi dengan foto, sehingga setiap kali kita
memberikan obat dilakukan pengecekan terlebih dahulu orangnya, cocok
tidak dengan fotonya.
Implementasi keselamatan seperti ini menunjukkan bahwa perawat dan
tenaga kesehatan di RSJD Amino Gondohutomo bekerja sesuai dengan
standard an SPO yang ada. SPO menjadi standar dan panduan utama bagi
perawat dalam menjalankan tugasnya selama memberikan asuhan kepada
pasien. SPO yang dibuat memberikan petunjuk langkah-langkah dalam
penanganan pasien dan melalui kepatuhan menjalankan SPO tersebut menjadi
salah satu langkah untuk menjaga keselematan pasien. Penelitian yang
dilakukan oleh Suparna (2015) yang meneliti tentang evaluasi penerapan
patient safety risiko jatuh unit gawat darurat di Rumah Sakit Panti Rini
Kalasan Sleman, menemukan bahwa pelaksanaan patient safety tidak
dilaksanakan 100% berdasarkan SOP.
Penelitian Firawati (2012) yang meneliti tentang pelaksanaan program
keselamatan pasien di RSUD Solok menemukan bahwa dari tujuh langkah
menuju keselamatan pasien, lima langkah sudah dilaksanakan seperti, bangun
kesadaran akan nilai keselamatan, pimpin dan dukung staf anda, integrasikan
aktivitas pengelolaan risiko, belajar dan berbagi pengalaman tentang
keselamatan pasien dan cegah cedera melalui implementasi keselamatan
pasien, meskipun pelaksanaan baru sebagian. Namun, kembangkan system
pelaporan dan berkomunikasi dengan pasien belum dilaksanakan.
Implementasi keselamatan pasien memerlukan kerjasama yang baik dari
semua lini yang ada di rumah sakit melalui pengorganisasian yang bak.
Pengorganisasian merupakan kegiatan pengaturan pekerjaan, yang
menyangkut pelaksanaan langkah-langkahyang harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga semua kegiatan yang akan dilaksanakan serta tenaga pelaksana
yang dibutuhkan, mendapatkan pengaturan yang sebaik-baiknya, serta setiap
kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut memiliki penanggung jawab
pelaksanaannya.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa bentuk komunikasi dalam
implementasi keselamatan pasien dilakukan dalam kerja Tim dan ada laporan
aktivitas secara tertulis. Terkait dengan komunikasi Tim keselamatan pasien
selalu mengkomunikasikan ke semua lini dan ruangan. Sosialisasi tentang
keselamatan pasien terus dilakukan oleh Wadir Pelayanan pada saat apel,
ketika melakukan pelatihan juga selalu disisipkan untuk materi tersebut,
kemudian selalu ada evaluasi misalnya ada tidak resep yang keliru nama, ada
tidak resep yang tanpa nama dan sebagainya kalau ada kejadian seperti ini
akan ada tindakan dan hal itu selalu dievaluasi dan dikomunikasikan serta
dilakukan evaluasi bertahap setiap tri wulan mengenai permasalahan
keselamatan pasien.
Rumah sakit dengan interaksi profesi yang cukup banyak, membutuhkan
strategi yang tepat dalam proses komunikasi antar profesi terkait. Metode
SBAR (situation, backgraound, assessment, recomencation) dalam proses
komunikasi antar profesi dapat dijadikan sebagai pilihan. Berdasarkan situasi,
latar belakang, penilaian dan rekomendasi yang dikomunikasikan dengan
baik akan memberikan kondisi pengobatan pasien lebih informatif, jelas dan
terstruktur. Hal ini akan mengurangi potensi insiden yang tidak diinginkan
terjadi.
Strategi komunikasi lain adalah pada proses komunikasi antar klinisi.
Keseinambungan perawatan dan komunikasi antara sejawat dokter sangat
mempengaruhi keselamatan pasien. Melalui penerapan ringkasan pulang
khususnya bagi pasien pasca-rawat inap, dapat sebagai upaya membangun
komunikasi di antara dokter. Hal ini akan dapat menurunkan angka perawatan
kembali (hospital readmission). Kerjasama tim dalam pelayanan di RS dapat
mempengaruhi kualitas dan keselamatan pasien. Potensi konflik yang
mungkin terjadi dalam interaksi tim dapat berakibat pada pelaksanaan
kerjasama tim dalam pelayanan. Bekerja secara teamwork merupakan sebuah
nilai yang harus dibangun sebagai budaya keselamatan. Konflik yang muncul
dapat menurunkan persepsi individu atas teamwork, yang dapat menganggu
proses pelayanan dan berujung pada kemungkinan terjadinya insiden. Sebuah
penelitian menunjukkan persepsi individu yang kurang terhadap teamwork
berpotensi 3x lebih besar untuk terjadi insiden keselamatan.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan sistem penerapan
pemberian obat kepada pasien adalah dengan menerapkan cara MPO dan
penerapan teknik 6 B dalam pemberian obat dan sesuai dengan prosedur yang
ada. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pemberian obat di RSJD Amino
Gondohutomo berupaya untuk meminimalisir kejadian kesalahan pemberian
obat melalui identifikasi yang cermat. Identifikasi melalui gelang dianggap
sudah tidak efektif karena kualitas gelang yang kurang baik sehingga mudah
lepas, maka dilakukan inisiatif dengan cara pemberian foto kepada masing-
masing klien yang dilakuka dua kali yaitu saat pertama kali masuk rumah
sakit dan setelah pasien dalam kondisi rapi. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi bahwa pasien pertama kali masuk dalam kondisi yang masih
kurang terawat sehingga untuk mengantisipasi kekeliruan karena saat pasien
sudah di rumah sakit akan lebih rapi maka di foto untuk kedua kalinya.
Pelaksanaan foto pasien ini sesuai dengan SOP nomor lima yang berbunyi
identifikasi pasien rawat inap dengn menggunakan foto. Pengambilan foto
dilakukan dua kali yaitu di IGD oleh petugas di tempat pada dokumen rekam
medis dan hari berikutnya dalam kondisi pasien sudah rapi dilakukan di
bangsal oleh petugas rekam medis. Foto ditempel di lembar instruksi dan
pelaksanaan pemberian obat di rawat inap.
Rumah Sakit telah berupaya untuk memperbaiki pelaksanaan identifikasi
pasien sesuai prosedur. Proses identifikasi pasien dilakukan sejak dari awal
pasien masuk rumah sakit dan akan selalu dikonfirmasi dalam segala proses
di rumah sakit. Semua pasien baru yang masuk telah difoto dan diberikan
nomor regsitrasi, pemberian foto tersebut untuk memudahkan proses
identifikasi pasien.
Menggunakan “dua identitas pasien” harus mendapat perhatian dan harus
selalu disosialisasikan oleh kepala ruang dan tim keselamatan pasien.
Penggunakan dua identitas pasien jika akan melakukan prosedur memerlukan
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama
pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, foto dan lain-lain. Nomor kamar
pasien atau lokasi tidak boleh digunakan untuk identifikasi. Proses
identifikasi pasien dapat dilakukan perawat dengan bertanya kepada pasien
sebelum melakukan tindakan. Salah satu tindakan yang mengancam
keselamatan pasien adalah kesalahan pemberian obat yang dilakukan oleh
perawat. Sebagian besar perawat telah menerapkan keamanan obat dan
Cairan. Penerapan enam benar dalam menunjang keselamatan pasien yaitu:
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar cara atau route
pemberian, benar dokumentasi.
Menurut Kemenkes (2011), obat obatan menjadi bagian dari rencana
pengobatan pasien, manajemen RS harus berperan secara kritis untuk
memastikan keselamatan pasien. Nama Obat, rupa dan ucapan mirip
(NORUM), yang membingungkan staf pelaksana merupakan salah satu
penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error). Oleh
karena itu, kewaspadaan terhadap obat-obat yang tingkat bahayanya tinggi
harus ditunjukkan dengan menyimpannya di tempat khusus dan tidak di
setiap ruangan. Obatobatan lain harus dibawah pengawasan apoteker,
sehingga kalau ada dosis yang berlebihan dapat disarankan ke dokternya
untuk meninjau kembali terapinya. Penelitian Iswati (2011) yang meneliti
tentang penerapan sasaran keselamatan pasien di rumah sakit menemukan
bahwa 95,7% dalam kategori baik terkait dengan keselamatan pemberian obat
dan cairan. Kendala penerapan keselamatan pasien dalam pemberian obat di
RSJD Provinsi Jawa Tengah.
Hasil penelitian menemukan bahwa sumber daya manusia berkaitan dengan
jumlah telah cukup sedangkan untuk kemampuan dilakukan pelatuhan
Manajemen Penatalaksanaan Obat (MPO). Jumlah SDM yang cukup ini
dalam artian sesuai dengan kebutuhan pada tiap ruangan. Berkaitan dengan
kemampuan SDM dalam pelaksanaan keselamatan pasien maka dilakukan
pelatihan-pelatihan. Walaupun dalam pelaksanaannya pelatihan tidak dapat
dilaksanakan sekaligus terhadap semua tenaga keperawatan, namun
pelaksanaannya bertahap dari sebagian terlebih dahulu.
Tenaga perawat yang telah mendapatkan pelatihan keselamatan pasien wajib
untuk mensosialisasikan hasil pelatihannya tersebut kepada rekan kerja yang
ada di ruangan yang sama. Intinya bahwa semua tenaga keperawatan dalam
pelaksanaan keselamatan pasien telah tersosialisasi tentang tindakan
keselamatan pasien.
SDM terlatih dalam bidang keselamatan pasien menjadi kunci dasar
pelaksanaan keselamatan pasien. Kondisi ini mengakibatkan kinerja tim
dalam program keselamatan pasien lebih optimal. Keberadaaan tim menjadi
pelengkap dengan pelaksanaan program secara menyeluruh sebagaimana
ditetapkan dalam kerangka acuan tim. Program keselamatan pasien di rumah
sakit tentunya memerlukan SDM dengan kompetensi yang baik. Insiden
keselamatan pasien yang terjadi tidak terlepas dari faktor manusia yang
melaksanakan pelayanan kesehatan. Human error ini tidak bisa terhindarkan
karena setiap individu tentunya memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan
inilah yang menjadi pemicu terjadinya insiden yang tidak diharapkan. Faktor
sumber daya yang dapat memengaruhi diantaranya adalah jumlah staf, beban
kerja .Penerapan Keselamatan Pasien dalam Pemberian Obat dan
ketersediaan alat medis. Sedangkan keterbatasan SDM ditandai dengan
ketrampilan dan pengetahuan yang kurang. Kelelahan, lupa, kesulitan untuk
konsentrasi dan hanya berpedoman pada asumsi menjadi akibat dari
keterbatasan-keterbatasan tersebut.
Perhitungan kebutuhan tenaga yang tepat untuk setiap profesi di rumah sakit
sangat diperlukan untuk menghindari adanya peningkatan beban kerja bagi
masing-masing individu. Perhitungan rasio jumlah tenaga dengan jumlah
pasien serta waktu pelayanan harus dimiliki rumah sakit. Perhitungan
kebutuhan dengan metode analisis beban kerja adalah salah satu alternatif
yang dapat dilakukan. Hal ini akan sangat berguna dalam perencanaan SDM
rumah sakit terutama untuk pada profesi tertentu dengan jumlah tenaga yang
masih terbatas.
Ketersediaan SDM, fasilitas, dana dan sistem informasi yang berorientasi
pada keselamatan pasien sangat mendukung program. Langkah yang dapat
ditempuh oleh rumah sakit diantaranya dengan membuat kebijakan pemetaan
SDM yang dilengkapi dengan rencana pengembangan SDM baik kuantitas
dan kualitasnya. Rencana pengembangan SDM dengan mempertimbangkan
kebutuhan pelayanan untuk memenuhi kualitas dan keselamatan pasien,
termasuk program pelatihan bagi SDM di rumah sakit. Petugas rumah sakit
sebagai individu pelaksana langsung pelayanan harus memenuhi kecukupan
baik kuantitas atau kualitas. Aspek kualitas individu dilihat dari pendidikan
dan standar kompetensi yang dimiliki. Kompetensi petugas di rumah sakit
dapat di lakukan dengan upaya memenuhi standar kompetensi oleh setiap
petugas sesuai dengan standar yang ditetapkan di setiap profesi. rumah sakit
dapat menempuh upaya seperti pengiriman petugas untuk mengikuti
pelatihan berbasis kompetensi untuk setiap profesi yang ada. Langkah ini
terintegrasi dengan perencanaan SDM rumah sakit khususnya bagian diklat
rumah sakit. Bagi petugas yang belum memenuhi standar kompetensi untuk
profesinya, rumah sakit dapat memberikan fasilitas untuk dapat memenuhi
standar tersebut.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebenarnya sarana prasarana sebagai
penunjang implementasi keselamatan pasien perlu ditambah. Berdasarkan
keterangan dari Informan 4 menyebutkan bahwa terkait dengan fasilitas
terutama untuk pemberian obat, semua persiapannya sudah dilakukan oleh
apotik, yang ini kita namakan one day unidose, hanya saja untuk sarana
pengecekan efek samping obat masih membutuhkan farmakologi klinis yang
masih terbatas sehingga untuk pemantauan obat, kemudian pemberian obat
dan lain-lain ini ada sebagian tugas dari farmasi yang didelegasikan ke
perawat, karena keterbatasan mereka. Alasannya kekurangan tenaga, tetapi
secara tupoksi seharusnya itu tugasnya farmasi dan bukan tugas dari perawat.
Pemenuhan fasilitas tidak terbatas pada peralatan dan teknologi semata.
Desain pembangunan sarana RS di masa yang akan datang perlu
memperhatikan faktor keselamatan sebagai salah satu indikator. Hal ini
penting bagi kelangsungan pelayanan dan keamanan bagi pasien, petugas dan
pengunjung RS. Faktor ergonomis, penempatan material dan pengaturan tata
letak alat sesuai jenis dan fungsinya harus mencerminkan keselamatan pasien.
Keamanan proses peralatan RS harus selalu diukur secara berkala.
Interaksi kompleks antara petugas, pasien dan peralatan yang ada di RS
memerlukan pengelolaan khusus melalui manajemen risiko. Manajemen
risiko keselamatan pasien dapat dilakukan dengan :
1. Menetapkan konteks
2. Identifikasi risiko
3. Analisis dan evaluasi
4. Intervensi risiko
5. Monitoring dan komunikasi
6. Komunikasi dan konsultasi.
Langkah nyata yang dapat ditempuh RS adalah dengan identifikasi risiko
melalui telaah rekam medis, audit medis dan penilaian indikator keselamatan
menggunakan daftar tilik. Risiko dilihat dari penyimpangan dari prosedur
atau clinical pathway yang berlaku di RS. Penggunaan daftar tilik dapat
didasarkan pada sasaran dan standar keselamatan pasien sesuai permenkes
atau JCI. Selanjutnya dilakukan analisis dan grading atas risiko yang ada
berdasarkan matriks grading risiko. Evaluasi dari analisis dan grading risiko
dulakukan untuk mendapatkan prioritas solusi dan intervensi yang akan
dilakukan. Pelaksanaan intervensi hendaknya dilakukan monitoring
berkelanjutan untuk memastikan keberhasilannya, serta mengkomunikasikan
secara internal dan eksternal di RS.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian obat menjadi salah satu tugas seorang perawat yang paling
penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat
kepada pasien. Perawat bertanggung jawab pada obat itu diberikan dan
memastikan bahwa obat tersebut benar.Obat yang diberikan kepada pasien,
menjadi bagian integral dari rencana keperawatan.
Tugas seorang perawat adalah harus mengembalikan ke bagian
farmasi.Setelah obat diberikan, tugas seorang perawat adalah
mendokumentasikan, dosis, cara/rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan.Bila pasien menolak diberikan obat, atau obat itu tidak dapat dapat
diberikan karena alasan tertentu, perawat harus mencatat alasannya dan
dilaporkan kepada dokter untuk tindakan selanjutnya.

B. Saran
Sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas dengan sebaik-
baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri
sendiri maupun orang lain.Perawat harus memahami betul apa saja peran
yang harus dimilikinya dalam pemberian obat kepada pasien, agar tidak
terjadi kesalahan.Meningkatkan motivasi dan kinerja perawat dengan
pengawasan, karena sebenarnya perawat sudah mendapatkan pengetahuan
tentang bagaimana prinsip pemberian obat pada pasien yang benar.
Dan Jika terjadi kesalahan dalam pemberian obat, perawat yang
bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau
perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya, agar segera di
atasi.
DAFTAR PUSTAKA

http://bigbossehat.blogspot.com/2017/07/peningkatan-keamanan-obat-yang-
perlu.html

file:///C:/Users/acer/Downloads/505-1009-1-SM.pdf

Anda mungkin juga menyukai