Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN BENCANA

KEBAKARAN

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Bencana

OLEH:
1. Ni Made Sintya Indriantari (17C10061)
2. Ni Luh Putu Noviyanti (17C10062)
3. Putu Leli Anggreni (17C10063)
4. Desak Yunitha Dewi (17C10064)
5. Made Dwita Pertiwi (17C10065)
6. Komang Ayu Trisna Oktaviani (17C10066)
7. Kadek Ayu Riska Citra Pratiwi (17C10067)
8. Ni Komang Lelyana Intan P. (16C11687)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah
dan karunia-Nya yang berkelimpahan maka penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini tentang “Asuhan Keperawatan Bencana Kebakaran.”
Penulis ucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Dosen selaku
pembimbing akademik, teman-teman sejawat yang telah memberikan saran dan
masukan, kepada anggota kelompok yang telah bekerja keras untuk
menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan
dan pengetahuan bagi yang membaca makalah ini. Selain itu penulis juga
berharap makalah ini digunakan sebagai mana mestinya.
Penulis sadar bahwa memiliki banyak kekurangan dalam menyusun
makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapakan segala saran, kritik dan
masukan yang membangun untuk proses dimasa yang akan datang.

Denpasar, 21 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................................................................3
1.3. Tujuan .............................................................................................................................................3
1.4. Manfaat ...........................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................................................4
2.1. Pengertian Bencana Kebakaran.......................................................................................................4
2.1. Klasifikasi Kebakaran......................................................................................................................4
2.2. Penyebab Kebakaran.......................................................................................................................7
2.3. Dampak Kebakaran.........................................................................................................................7
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................................................9
3.1. Pengkajian.......................................................................................................................................9
3.2. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................................22
3.3. Intervensi.......................................................................................................................................23
3.4. Implementasi.................................................................................................................................28
3.5 Mitigasi...........................................................................................................................................32
3.6 Kesiagaan (preparedness)...............................................................................................................34
3.7 Kejadian Bencana dan Tanggap Darurat.........................................................................................35
3.8 Tahap Pemulihan dan Rekonstruksi................................................................................................36
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................................41
4.1. Kesimpulan....................................................................................................................................41
4.2. Saran .............................................................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja di


seluruh penjuru dunia. Bencana dapat berdampak kepada
individu, keluarga dan komunitas. Bencana adalah gangguan
serius yang mengganggu fungsi komunitas atau penduduk
yangmenyebabkan manusia mengalami kerugian, baik
kerugian materi, ekonomi atau kehilangan penghidupan yang
mana berpengaruh terhadap kemampuan koping manusia itu
sendiri. Bencana kebakaran yaitu bahaya yang diakibatkan
oleh adanya potensial karena terkena pancaran api sejak awal
terjadi kebakaran hingga menjadi api, asap dan gas yang
ditimbulkan oleh proses tersebut (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.26 /PRT/M/2008 pasal 1).
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh
adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api
sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap
dan gas yang ditimbulkan. Kebakaran adalah terjadinya api
yang tidak dikehendaki. Bagi tenaga kerja, kebakaran
gedungdapat merupakan penderitaan dan malapetaka
khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan
dapat berakibat cacat fisik, trauma, bahkan kehilangan
pekerjaan. Sedangkan bagi gedungsendiri akan dapat
menimbulkan banyak kerugian, seperti dokumen penting,
rusaknya properti serta terhentinya proses operasional.
Kebakaran merupakan salah satu kecelakaan yang paling
sering terjadi. Selain menimbulkan korban jiwa dan kerugian
material, kebakaran juga dapat merusak lingkungan serta
gangguan kesehatan yang diakibatkan dari asap kebakaran
tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dan kendala
dalam memadamkan kebakaran dapat karena faktor peralatan
proteksi kebakaran yang kurang memadai, sumber daya
manusia yang tidak dipersiapkan, atau hambatan lainnya.
Adanya proteksi kebakaran yang memadai akan sangat
membantu proses pemadaman kebakaran. Sehingga dapat
meminimalkan kerugian yang didapat jika terjadi kebakaran.
Sumber daya manusia yang ada juga dapat membantu guna
menghindari bahaya kebakaran yang terjadi.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.189/MEN/1999
menyatakan bahwa Penanggulangan Kebakaran merupakan
segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan
berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan
energi,pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana
penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat
untuk memberantas kebakaran, latihan penanggulangan
kebakaran di tempat kerja.
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah
suatu sistem penataan dini dalam rangka mencegah dan
mengendalikan bahaya kebakaran sehingga kerugian berupa
material dan jiwa manusia dapat dicegah atau diminimalkan,
yang diwujudkan baik berupa kebijakan dan prosedur yang
dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi peralatan, pemberian
pendidikan dan pelatihan bagi penghuni atau pekerja,
penyusunan rencanan tindakan darurat kebakaran, maupun
penyediaan sarana pemadam kebakaran (UU 24/2007).
Bencana dapat terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan
semua orang panik. Bencana dapat mengakibatkan kerusakan
dari kecil sampai besar. Gedung-gedung, sistem infrastruktur
dan lainnya akan mengalami kerusakan. Rusaknya fasilitas

2
kesehatan, mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
pelayanan kesehatan disamping itu juga terdapat banyak
korban dengan berbagai jenis cedera yang membutuhkan
pertolongan segera (Al Khalaileh, Bond, & Alasad, 2012).
Xu & Tzeng (2016) mengatakan bahwa korban massal
yang diakibatkan oleh bencana dapat menyebabkan gangguan
pada pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi dampaknya,
maka perlu meningkatkan kepedulian terhadap bencana
melalui tindak penyelamatan dan pertolongan bencana.
Tindakan tersebut bertujuan untuk memberikan tanggap
darurat yang efektif dan difokuskan pada pertolongan serta
bantuan sementara untuk membantu korban segera setelah
bencana terjadi

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari bencana kebakaran?
2. Bagaimana klasifikasi bencana kebakaran?
3. Apa penyebab kebakaran dan dampak kebakaran?
4. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada korban
kebakaran dan siklus penanggulangan bencana kebakaran?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari bencana kebakaran


2. Untuk mengetahui klasifikasi bencana kebakaran
3. Untuk mengetahui penyebab kebakaran dan dampak kebakaran
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada korban
kebakaran dan siklus penanggulangan bencana kebakaran

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/pembaca dapat
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan bencana kebakaran

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Bencana Kebakaran


Kebakaran adalah peristiwa oksidasi yang terdapat di udara dan panas
yang dapat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan
mengakibatkan kematian manusia. Reaksi dari oksigen yang terpapar oleh
energi panas yang berlebihan dapat menyebabkan nyala api dan menyebar
dengan cepat karena adanya benda yang mudah terbakar disekitar api tersebut.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26 /PRT/M/2008 pasal 1 yaitu bahwa
“bahaya kebakaran yaitu bahaya yang diakibatkan oleh adanya potensial
karena terkena pancaran api sejak awal terjadi kebakaran hingga menjadi api,
asap dan gas yang ditimbulkan oleh proses tersebut”. Kebakaran tidak terjadi
secara tiba-tiba, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kebakaran yaitu :
1. Faktor teknis
Faktor teknis adalah faktor yang berhubnbungan dengan instalasi
listrik,mesin,peralatan listrik seperti pembangkit tenaga listrik dan evalator
2. Faktor manusia
Faktor manusia adalah faktor yang berhubungan dengan perilaku penghuni
dengan cara kerja yang tidak aman dan kegiatan yang dilakukan oleh
penghuni atau pengelola gedung

2.2 Klasifikasi Kebakaran


Di Indonesia sendiri, klasifikasi kebakaran ini dibagi menjadi 4 kelas. Dimana
dengan adanya 4 kelas ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam
menganalisis serta mendeteksi resiko kebakaran yang terjadi di sekitarnya.
1. Kelas A
Kelas A ini merupakan kebakaran yang ditimbulkan atau diakibatkan
karena material padat. Material pada yang terbakar pada umumnya akan
mengeluarkan atau meninggal abu. Material padat yang pada umumnya
dapat dengan mudah menyebabkan kebakaran antara lain adalah kertas,

4
kayu, kain dan sampah kering. Sampah kering ini dapat berupa dedaunan
kering dan lain sebagainya. Pada umumnya jenis kebakaran kelas A ini
terjadi di gudang yang digunakan untuk menyimpan furniture, gudang
tempat penyimpanan kertas, showroom kerajinan kayu, pabrik kain dan
masih banyak lagi lainnya.
2. Kelas B
Kelas B ini merupakan kebakaran yang diakibatkan karena zat cair yang
memang mudah terbakar. Zat cair ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Zat Cair Non Polar
Zat cair non polar merupakan cairan yang tidak dapat bercampur
dengan air atau dengan kata lain tidak dapat larut di air. Contoh dari
jenis zat cair ini adalah minyak, bensin, oli, solvent, cat dan wax.
b. Zat Cair Polar
Zat cair polar merupakan zat cair yang mempunyai sifat dapat larut
dalam air, atau dengan kata lain dapat bercampur dengan air. Contoh
dari zat cair ini adalah acetone, alcohol, methanol, propanol dan masih
banyak lagi jenis lainnya.
Potensi kebakaran kelas B ini pada umumnya terjadi pada perusahaan
minyak serta gas, pom bensin, pabrik kimia, pabrik cat, dan lain
sebagainya.
3. Kelas C
Kebakaran kelas C ini lebih mengarah pada kebakaran yang disebabkan
oleh listrik atau alat elektrikal. Sumber dari kebakaran elektrikal ini pada
umumnya berasal dari berbagai macam peralatan yang memang
menggunakan daya listrik ataupun sistem kelistrikan. Yang dapat memicu
kebakaran kelas C ini antara lain adalah terjadinya arus pendek pada
instalasi listrik, gangguan yang terjadi pada kabel instalasi listrik,
konsleting peralatan elektronik serta lain sebagainya.
4. Kelas D
Kebakaran yang terkaji pada kelas D ini diakibatkan kerana material
logam yang memang mudah terbakar. Banyak dijumpai material logam

5
yang mudah terbakar antara lain potassium, lithium, kalsium, magnesium,
titanium, sodium dan masih banyak lagi lainnya. Potensi kebakaran tipe
kelas D ini pada umumnya terjadi pada pabrik baterai, sektor
pertambangan, dan lain sebagainya.

Klasifikasi kebakaran menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor Kep.


186/Men/1999
1. Bahaya Kebakaran Ringan
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah,
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah sehingga
menjalarnya api lambat, contohnya tempat ibadah dan gedung/ruang
(perkantoran, perpustakaan, gedung pendidikan, perumahan , rumah sakit
dan restoran)
2. Bahaya Kebakaran Sedang I
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang,
menimbun bahan dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila
terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, contohnya terjadi Pabrik
Elektronika, Pabrik roti, Pabrik barang gelas, Pabrik minuman , Pabrik
permata , Pabrik Pengalengan dan Pabrik susu
3. Bahaya Kebakaran Sedang II
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakara sedang,
menimbun bahan dengan tinggi lebih dari 4 meter dan apbila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya api sedang,
contohnya terjadi pada Percetakan dan penerbitan, bengkel mesin, gudang
pendinginan, pengolahan logam dan penyulingan
4. Bahaya kebakaran Sedang III
Tempat kerja yang mempuyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, dan
apabia terjadi kebakaran melepaskan anas tinggi, sehingga menjalarnya api
cepat contohnya Pabrik minyak nabat, Pabrik tembakau, Pabrik pesawat
terbang, Studio dan pemancar, Pabrik barang plastic, Pabrik Karung, dan
pabrik pakaian

6
5. Bahaya kebakaran Berat
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi,
menyimpan bahan cair, contonya Pabrik kimia abrik kembang api, pabrik
korek api, pabrik cat, pabrik bahan peledak, penggergajian kayu dan
penyelesaannya menggunakan bahan mudah terbakar, studo film dan
televisi serta pabrik karet buatan.

2.3 Penyebab Kebakaran


1. Terbatasnya keterangan dan pengetahuan tentang kebakaran
2. Kelalaian manusia/human eror (intalasi listrik tidak standar, lupa
mematikan kompor saat pergi, membuang puntung rokok
sembarangan, dll)
3. Kesengajaan (pembakaran hutan untuk membuka lahan, membakar
sampah sembarangan, dll)
4. Alam (kebakaran hutan akibat gesekan antar batang, sambaran petir,
gunung api meletus, dll)
Sumber kebakaran:
1. Korsleting listrik, (70% kebakaran pemukiman)
2. Kebocoran tabung/kompor gas
3. Puntung rokok,
4. Cuaca panas, Dll

2.4 Dampak Kebakaran


Dampak kebakaran bagi lingkungan secara umum sangat besar,
diantaranya adalah adanya kabut asap yang dapat mencemarkan udara dan
kehilangan cadangan karbon. Asap yang ditimbulkan akibat kebakaran dapat
menyebabkan berkurangnya jarak pandang dan menganggu aktivitas lalu
lintas.Dampak dari kebakaran yang terjadi tidak hanya pada lingkungan,
tetapi juga pada kesehatan. Dampak kesehatan yaitu dehidrasi, meningkatnya
denyut jantung, iritasi pada mata, dan luka bakar.
Menurut Rully Syumanda (2013), menyebutkan ada 3 aspek yang

7
terindikasi sebagai dampak dari kebakaran. Ketiga dampak tersebut
mencakup dampak terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dampak
terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, serta dampak terhadap
perhubungan dan pariwisata.
1. Dampak Terhadap Sosial, Budaya, dan Ekonomi. Kebakaran
memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial, budaya,
dan ekonomi yang diantaranya meliputi:
a. Terganggunya aktivitas sehari-hari; Asap yang diakibatkan oleh
kebakaran secara otomatis mengganggu aktivitas manusia sehari-
hari, apalagi bagi yang aktivitasnya dilakukan di luar ruangan.
b. Menurunnya produktivitas; Terganggunya aktivitas manusia akibat
kebakaran dapat mempengaruhi produktivitas dan penghasilan.
c. Terganggunya kesehatan; Kebakaran berakibat pada pencemaran
udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara
lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi
mata, dan lain-lain.
2. Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan. Kebakaran
memberikan dampak langsung terhadap ekologi dan lingkungan yang
diantaranya adalah pemanasan global, kebakaran menghasilkan asap dan
gas CO2 dan gas lainnya. Selain itu, dengan dampak terjadinya
kebakaran akan menurunkan kemampuan alam sebagai penyimpan
karbon. Keduanya berpengaruh besar pada perubahan iklim dan
pemansan global.
3. Dampak Terhadap Perhubungan dan Pariwisata. Kebakaran pun juga
berdampak pada pariwisata baik secara langsung ataupun tidak.
Dampaknya seperti ditutupnya obyek wisata dan berbagai sarana
pendukungnya, terganggunya transportasi, terutama transportasi udara.
Semuanya berakibat pada penurunan tingkat wisatawan secara nasional

8
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian

1. Pengkajian Inti

a. Sejarah
Kecamatan Mariso telah terjadi sebanyak 24 kali kejadian kebakaran
dan terjadi di permukiman penduduk dengan jumlah korban luka-luka
sebanyak 224 Kepala Keluarga. Kecamatan Mariso merupakan salah
satu kecamatan di Kota Makassar yang memiliki peluang terjadinya
kebakaran, di karenakan tingkat kepadatan penduduk yang tergolong
tinggi dan merupakan kecamatan terpadat kedua di Kota Makasar yang
menandakan bahwa Kecamatan Mariso memiliki tingkat aktifitas yang
relatif tinggi
b. Gambaran Demografis
Kecamatan Mariso memiliki luas wilayah sebesar 1.82 Km2 dengan
tingkat pertumbuhan penduduk mencapai 56.578 jiwa serta kepadatan
penduduknya yaitu 31.087 jiwa/Km2
c. Etnis
Masyarakat meyakini bahwa jika kebakaran disebabkan oleh beberapa
faktor. Misalnya adalah konsleting arus listrik, peralatan memasak, dan
faktor alam
d. Keyakinan
Sebagian masyarakat di Kecamatan Mariso Meyakini bahwa bencana
terjadi karena sudah takdir dari Allah SWT dan juga diturunkan sebagai
cobaan untuk manusia. Bencana yang terjadi disebabkan oleh alam,
serta perbuatan manusia yang merusak alam. Sebagian masyarakat
lainnya menganggap kebakaran disebabkan oleh faktor non alam

9
2. Pengkajian sub sistem

a. Lingkungan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2014,
Kecamatan Mariso memiliki luas wilayah sebesar 1.82 Km2 dengan
tingkat pertumbuhan penduduk mencapai 56.578 jiwa serta kepadatan
penduduknya yaitu 31.087 jiwa/Km2. Selain memiliki tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Berdasarkan data Dinas Pemadam
Kebakaran Kota Makassar sepanjang tahun 2010-2014 Kecamatan
Mariso telah terjadi sebanyak 24 kali kejadian kebakaran dan terjadi di
permukiman penduduk dengan jumlah korban luka-luka sebanyak 224
Kepala Keluarga. Kecamatan Mariso merupakan salah satu kecamatan
di Kota Makassar yang memiliki peluang terjadinya kebakaran, di
karenakan tingkat kepadatan penduduk yang tergolong tinggi dan
merupakan kecamatan terpadat kedua di Kota Makasar yang
menandakan bahwa Kecamatan Mariso memiliki tingkat aktifitas yang
relatif tinggi. Kelurahan Mariso adalah salah satu kelurahan di
Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Kelurahan Mariso mimiliki kode wilayah 73.71.01.1006. Memiliki luas
sekitar 1,18 Km² dan terdiri dari 33 RT dan 8 RW.

Tabel 3.1
Batas wilayah Kecamatan Mariso

Batas Desa/ Kelurahan


Sebelah utara Kelurahan Lette

Sebelah Kelurahan Kampung Buyang


Selatan
Sebelah Kelurahan Lette
Timur
Sebelah barat Kelurahan Mattoanging

10
b. Pelayanan Kesehatan
Terdapat Rumah Sakit di Kecamatan Mariso. Tidak tersedianya tenaga
kesehatan khusus yang telah diberikan pelatihan dalam kesiapsiagaan
menghadapi bencana.
c. Pendidikan
Di Kecamatan Mariso terdapat sekolahan PAUD, SD, dan SMA
d. Kondisi Sosial Ekonomi
Menurut pendataan penduduk di Kecamatan Mariso pada tahun 2015
penduduknya berjumlah 31.087 jiwa/Km2
e. Keamanan
Kecamatan Mariso sudah memiliki kampung siaga bencana yang mana
ada sebagian warga yang bertugas menjaga keamanan pada saat
bencana dan tersedia 6 orang sebagai rescuer dari Pemadam Kebakaran
f. Politik dan pemerintahan
Yang bertanggung jawab dalam menangani bencana di Kecamatan Mariso
yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Makassar
g. Komunikasi
Yang memberitahu apabila terjadi atau akan terjadinya bencana yang pertama
kali adalah pihak badan penanggulangan bencana daerah yang kemudian
disampaikan kepada pihak wilayah setempat untuk diberitakan kepada
masyarakat.
h. Rekreasi
Terdapat kanal yang ada di Bontorannu. Kanal ini merupakan salah
satu kanal terbersih di Makassar. Kanal tersebut akan dijadikan
destinasi wisata baru. Tak lepas dari budaya, sekitar kanal tersebut akan
dibangun pula kampung bidaya, karena di tempat tersebut juga sarat
budaya.

11
3. Kerentanan
Kerentanan (vulnerbility) adalah keadaan atau sifat/ perilaku manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman. Kerentanan ini dapat berupa :

a. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: konsleting listrik,
kekeringan, dan faktor alam lainnya yang dapat memicu kebakaran
b. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bencana. Pada
umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu
lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan
finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau
mitidasi bencana. Banyak warga yang pekerjaannya petani, pedagang,
wira usaha, pegawai swasta dan pegawai negri yg mendapat
penghasilan diatas rata-rata yang cukup memadai.
c. Kerentanan Sosial
Kerentanan sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bencana. Dari segi pendidikan, kekurangan
pengetahuan tentang resiko bahaya dan bencana akan mempertinggi
tingkat kerentanan, demikuian pula tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
d. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal didaerah kering dan panas akan rentan
kebakaran
e. Kerentanan Ibu Hamil
Ibu hamil yang mengalami kebakaran disinyalir mengalami stress psikis dan
trauma ringan hingga berat. Stress dan trauma inilah yang akan menyebabkan

12
pelepasan hormon kortikotropin atau hormone stress yang berpotensi memicu
gangguan kehamilan. Gangguan tersebut kemudian dapat meningkatkan
resiko kelahiran prematur dan menimbulkan masalah pada perkembangan
bayi.
f. Kerentanan Lansia
Lansia merupakan salah satu kelompok rentan pada saat bencana terjadi.
Kerentanan kelompok ini diakibatkan oleh keterbatasan fisik maupun mental
yang dialami. Masalah pendengaran, morbilitas fisik, penglihatan maupun
daya ingat mempengaruhi tingkat survival saat bencana atau peristiwa
kedaruratan terjadi keterbatasan tersebut membuat lansia kesulitan untuk
bergerak lebih cepat atau meninggalkan rumah mereka pada saat kejadian
bencana, khususnya pada bencana kebakaran

Kajian Resiko Bencana Di Kelurahan Panambungan Kecamatan Mariso Kota


Makassar
Tabel 3.2
Tingkat Bahaya Risiko Bencana Kebakaran

No Variabel Indikator Keterangan Harkat Bobot Skor


1 Bahaya Listrik Terhindar 1 3
Trafo Meledak 2 6
Arus Pendek Listrik 3 3 9
Kompor Terhindar 1 2
Ledakan Kompor
2 4
Minyak 2
Ledakan Kompor Gas 3 6
2 Kerentan Kepadatan Cukup Padat 1 3
Padat 2 6
an Penduduk 3
Sangat Padat 3 9
Kepadatan Kepadatan Rendah 1 3
Kepadatan Sedang 2 6
Bangunan 3
Kepadatan Tinggi 3 9
Ukuran Bangunan Kecil 1 1
Bangunan Sedang 2 2
Bangunan 1
Bangunan Besar 3 3
Jarak Antar Berjauhan 1 2

13
Bangunan Renggan 2 4
2
Berimpitan 3 6
Konstruksi Permanen 1 3
Semi Permanen 2 6
Bangunan 3
Darurat 3 9
Lebar Jalan > 6 meter 1 3
3 - 6 meter 2 6
< 3 meter 3 3 9
Jarak < 1.500 meter 1 1
1.500 – 3.000 meter 2 2
Kantor
> 3.000 meter
Pemadam 3 1 3
Kebakaran
3 Ketahana Hidran Rusak
1 3 3
n Umum

Tabel 3.3 Kerentanan Penduduk

Kerentanan
potensi penduduk terpapar (Jiwa)

14
Jumlah Penduduk Terpapar
kelompok rentan Kelas
Per Kelas Bahaya total
kelompok
jumlah penduduk pendudu
Rendah Sedang Tinggi umur
Jenis penduduk miskin k
rentan
Bahaya terpapar disabilita
s
Banjir 403 383 524 1309 50 8 1 Sedang
Cuaca
- 4108 - 4108 50 8 1 Sedang
Ekstrim
Kebakaran
- - 4108 4108 50 8 1 Sedang
Hutan
Dan
Lahan
Gempa
Bumi - - - - - - - -
Kekeringan 4108 - - 4108 50 8 1 Sedang
Tanah
- 604 121 725 50 8 1 Sedang
Longso

Tabel 3.4 Kerugian Akibat Bencana

Kerentanan
Potensi Kerugian (Juta Rupiah)
Kerugian Fisik Per
Jenis Bahaya Kelas Bahaya Total Kelas
Sedang Tinggi Kerugian

15
Fisik
Banjir 765.22 1,570.71 2,335.93 Sedang

Cuaca 27,216.0 - 27,216.00 Tinggi


Ekstrim 0
Kebakaran - 50,324.00 50,324.00 Tinggi
Hutan Dan
Lahan

Gempa bumi
- - - -
Kekeringan - - - Rendah

Tanah 1,208.24 2,862.47 4,070.7 Tinggi


Longsor 1

Tabel 3.5 Korban Jiwa Akibat Bencana Kebakaran

Jenis Bahaya Lansia Orang Dewasa Anak-anak

Kebakaran 10 25 4

4. Kesiapsiagaan Masyarakat
Kesiapsiagaan masyarakat di lihat dari beberapa aspek, yaitu :

a. Aspek Pengetahuan

Tabel 3.5
Distribusi Frekuensi Pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

16
Baik 5 50.0
Cukup baik 4 40.0
Buruk 1 10.0
Total 10 100

Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa total wawancara yang


dilakukan kepada masyarakat sebanyak 10 orang dengan pengetahuan
kategori baik sebanyak 5 orang (50%), kategori cukup baik sebanyak 4
orang (40%) dan kategori buruk 1 orang (10) dari faktor pengetahuan,
sebagian besar masyarakat Kelurahan Panambungan menganggap bencana
alam sebagai takdir Tuhan. Bencana yang disebabkan oleh alam, serta
perbuatan manusia yang merusak alam. Sebagian masyarakat lainnya
menganggap kebakaran disebabkan oleh konsleting listrik, kompor, atau
kekeringan. Umumnya pengetahuan dasar mengenai bencana alam dan
tindakan apa yang harus dilakukan diketahui oleh sebagian masyarakat.
Karena untuk hal menghadapi gempa BPBD sudah memberikan edukasi
mengenai kesiapsiagaan menghadapi gempa pada tahun 2018. Namun
meskipun sudah diberikan edukasi masih ada sebagian masyarakat yang
belum paham bagaimana siaga dalam menghadapi kebakaran.

b. Aspek Sikap
Tabel 3.6
Distribusi Frekuensi Sikap

Sikap Frekuensi Persentase (%)


Siap 5 50.0
Kurang siap 3 30.0
Tidak siap 2 20.0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 3.9 dapat dilihat bahwa total wawancara yang

17
dilakukan kepada masyarakat sebanyak 10 orang dengan sikap siap
sebanyak 5 orang (50%), sikap kurang siap (30%) dan sikap tidak siap
(20%). Sebagian masyarakat mengatakan yang seharusnya dilakukan
jika terjadi kebakaran ialah segera menuju lapangan terbuka atau
berlindung di tempat yang aman dan sebagian masyarakat lainnya
mengatakan panik saat kebakaran dan bingung harus bagaimana.
Dilihat dari aspek sikap masih sebagian dari masyarakat yang paham
bagaimana menyikapi jika terjadi kebakaran.

c. Aspek keterampilan/Kebijakan
Tabel 3.7
Distribusi Frekuensi Keterampilan

Keterampilan Frekuensi Persentase (%)


Baik 4 40.0
Buruk 6 60.0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa total wawancara
yang dilakukan kepada masyarakat sebanyak 10 orang dengan
keterampilan baik sebanyak 4 orang (40%) dan keterampilan buruk
sebanyak 6 orang (60%). Dari hasil wawancara pada masyarakat
didapatkan bahwa faktor keterampilan masih dalam kategori sedang,
hal ini diketahui dari pengetahun masyarakat yang hanya sebagian yang
sudah paham bagaimana siaga ketika bencana terjadi khusunya bencana
kebakaran. Masyarakat sudah diberikan edukasi kesiapsiagaan
menghadapi kebakaran oleh pihak Pemadam Kebakaran namun hanya
sebagian masyarakat yang bisa memahami bagaimana harus siaga
dalam menghadapi kebakaran.

5. Data Fokus
a. Dari data jumlah korban jiwa terdapat 39 korban jiwa. Lansia
sebanyak 10 orang, orang dewasa sebanyak 25 orang, anak-anak 4
orang dengan berbagai macam tingkatan luka bakar. Korban jiwa

18
tidak ada yang meninggal. Dengan keluhan nyeri di sekitar luka
bakar, lemas, keterbatasan mobilisasi, dan beberapa mengeluh
sesak napas
b. Dari data aspek pengetahuan mengenai kesiapsiagaan menghadapi
bencana khususnya kebakaran pengetahuan masyarakat masih
kurang. Hal tersebut dapat di nilai dari aspek pengetahuan
masyarakat yang 50% dalam kategori baik, 40% cukup baik dan
10% masih buruk.
c. Dari data aspek sikap sebagian masyarakat belum tau bagaimana
cara menyikapi jika terjadi bencana. Hal tersebut dapat di nilai dari
aspek sikap 50% kategori siap, 30% kurang siap dan 20% tidak
siap.
d. Dari aspek keterampilan/kebijakan masyarakat sudah mengikuti
penyuluhan dari pihak Pemadam Kebakaran tentang kesiapsiagaan
menghadapi kebakaran, namun hanya sebagian masyarakat yang
bisa memahami bagaimana harus siaga dalam menghadapi
kebakaran. Hal tersebut dapat di nilai dari aspek keterampilan
kategori baik 40% dan buruk 60%.
e. Dari data Kesiapsiagaan didapatkan bahwa dari semua jenis bahaya
tingkat kesiapan masyarakat dan pemerintah setempat dalam
menangani bencana masih berada dikelas sedang dengan tingkat
ketahanan daerah yang rendah
f. Dari hasil wawancara dengan pihak wilayah dan Pemadam
Kebakaran Kota Makassar didapatkan data bahwa sudah lama tidak
dilakukannya sosialisasi ataupun edukasi mengenai bencana
khususnya bencana gempa bumi dan tidak adanya program dari
kelurahan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana

3.8 Analisa Data


No. Data Diagnosa
1 1. Dari data jumlah korban jiwa terdapat 39 Nyeri akut b/d agen cedera kimiawi

19
korban jiwa. Lansia sebanyak 10 orang, (luka bakar)
orang dewasa sebanyak 25 orang, anak-
anak 4 orang dengan berbagai macam
tingkatan luka bakar. Korban jiwa tidak
ada yang meninggal. Dengan keluhan
nyeri di sekitar luka bakar, lemas, dan
keterbatasan mobilisasi
2. 1. Dari data aspek pengetahuan mengenai Ketidakefektifan Koping
kesiapsiagaan menghadapi bencana Komunitas b.d pemajanan pada
khususnya kebakaran pengetahuan bencana (alami atau perbuatan
masyarakat masih kurang. Hal tersebut manusia) dan riwayat bencana (mis.
dapat di nilai dari aspek pengetahuan Alam, perbuatan manusia).
masyarakat yang 50% dalam kategori
baik, 40% cukup baik dan 10% masih
buruk
2. Dari data aspek sikap sebagian masyarakat
belum tau bagaimana cara menyikapi jika
terjadi bencana. Hal tersebut dapat di nilai
dari aspek sikap 50% kategori siap, 30%
kurang siap dan 20% tidak siap.
3. Dari aspek keterampilan/kebijakan
masyarakat sudah mengikuti penyuluhan
dari pihak pemadam kebakaran tentang
kesiapsiagaan menghadapi gempa, namun
hanya sebagian masyarakat yang bisa
memahami bagaimana harus siaga dalam
menghadapi gempa. Hal tersebut dapat di
nilai dari aspek keterampilan kategori baik
40% dan buruk 60%.
3 1. Dari data Kesiapsiagaan didapatkan bahwa Defisiensi kesehatan komunitas
dari semua jenis bahaya tingkat kesiapan b.d ketidakcukupan ahli di

20
masyarakat dan pemerintah setempat komunitas, ketidakcukupan biaya
dalam menangani bencana masih berada program dan ketidakcukupan
dikelas sedang dengan tingkat ketahanan sumber daya.
daerah yang rendah
2. Dari hasil wawancara dengan pihak
wilayah dan Pemadam Kebakaran Kota
Makassar didapatkan data bahwa sudah
lama tidak dilakukannya sosialisasi
ataupun edukasi mengenai bencana
khususnya kebakaran dan tidak adanya
program dari kelurahan mengenai
kesiapsiagaan menghadapi bencana.

21
3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b/d agen cedera kimiawi (luka bakar)


b. Ketidakefektifan Koping Komunitas b.d pemajanan pada bencana (alami
atau perbuatan manusia) dan riwayat bencana (mis. Alam, perbuatan
manusia).
c. Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan ahli di komunitas,
ketidakcukupan biaya program dan ketidakcukupan sumber daya

22
23
N Diagnosa NOC NIC
O
1. Nyeri akut b/d agen cedera kimiawi Domain XII : kenyamanan Domain I : fisiologis dasar
(luka bakar) Kelas 1: kenyamanan fisik Kelas E: Promosi
kenyamanan fisik
00132 : pasien bebas dari nyeri selama Kode :1400 Manajemen nyeri
masa perawatan
Intervensi:
Dalam jangka waktu 3x24 jam pasien bebas  Kaji nyeri secara komprehensif
dari nyeri dengan kriteria hasil:  Pertahankan tirah baring selama fase
akut
 (1605):Manajemen nyeri
 Berikan lingkungan yang nyaman bagi
 (160510) menganalisis skala nyeri
pasien
 (160503)mengidentifikasi tanda dan
 Ajarkan teknik relaksasi untuk
gejala nyeri
mengurangi nyeri
 (160505)menggunakan analgesik
 Kolaborasi pemberian analgesik
sesuai anjuran
 Dorong pasien untuk memantau nyeri
sendiri dengan tepat
2. Ketidakefektifan Koping Domain VII : kesehatan Komunitas Domain VII : Komunitas
Komunitas b.d pemajanan pada Kelas 2 : perlindungan kesehatan Kelas 2 : manajemen resiko komunitas

24
bencana (alami atau perbuatan komunitas 8840 : Persiapan bencana di masyarakat :
manusia) dan riwayat bencana  Identifikasi tipe bencana potensial yang
(mis. Alam, perbuatan manusia). Level 3: ada di daerah tersebut (misalnya yang
Intervensi berhubungan dengan cuaca, industri,
2804: Kesiapan komunitas terhadap lingkungan)
bencana  Bekerja bersama dengan instansi-instansi
 280401 identifikasi tipe bencana lain dalam perencanaan terkait dengan
potensial bencana (misalnya pemadaman kebakaran,
 280436 rencana tertulis untuk palang merah tentara, layanan-layanan
evakuasi ambulan, lembaga layanan sosial)
 280437 rencana tertulis untuk triase  Kembangkan rencana persiapan sesuai
 280411 keterlibatan lembaga dengan tipe bencana tertentu (misalnya
penting dalam perencanaan insiden kasual multipel, banjir).
 280427 pendidikan public  Identifikasi semua perangkat medis dan
tentang peringatan bencana dan sumber daya lembaga sosial yang tersedia
respon untuk dapat menanggapi bencana
 Kembangkan prosedur-prosedur triase
 Dorong persiapan masyarakat untuk
menghadapi kejadian bencana

25
 Didik anggota masyarakat mengenai
keselamatan
 Dorong anggota masyarakat untuk
memiliki rencana kesiapsiagaan pribadi
Lakukan latihan simulasi (tiruan) mengenai
kejadian bencana
3 Defisiensi kesehatan komunitas b.d Domain 1 : Promosi Kesehatan Kelas 2: Primer
ketidakcukupan ahli di komunitas, Manajemen Kesehatan Domain III : Perilaku Kelas
ketidakcukupan biaya program dan Level 3: Intervensi S: Pendidikan Pasien
ketidakcukupan sumber daya 2805 : Kesiapan komunitas terhadap 5510: pendidikan kesehatan
bencana  Targetkan sasaran pada kelompok beresiko
 280401 identifikasi tipe bencana tinggi dan rentang usia yang akan mendapat
potensial manfaat besar dari pendidikan kesehatan
 280436 rencana tertulis untuk  Rumuskan tujuan dalam program
evakuasi pendidikan kesehatan
 280437 rencana tertulis untuk triase  Identifikasi sumber daya
 280411 keterlibatan lembaga  Tekankan manfaat kesehatan positif yang
penting dalam perencanaan langsung atau manfaat jangka pendek yang
 280427 pendidikan publik bisa diterima masyarakat

26
 tentang peringatan bencana dan  Kembangkan materi pendidikan tertulis
respon yang tersedia dan sesuai dengan sasaran
 Berikan ceramah untuk menyampaikan
informasi dalam jumlah besar
 Pengaruhi pengemban kebijakan yang
menjamin pendidikan kesehatan sebagai
kepentingan masyarakat

Domain III: Perilaku Kelas


R: Bantuan Koping
5540: Peningkatan sistem dukungan
 Tentukan kecukupan dari jaringan social
yang ada
 Tentukan hambatan terhadap sistem
dukungan yang tidak terpakai dan kurang
dimanfaatkan
 Identifikasi kekuatan dan kelemahan sumber
daya masyarakat dan advokasi terkait
perubahan jika diperlukan

27
 Sediakan layanan dengan sikap peduli dan
mendukung
Identifikasi sumber daya yang tersedia terkait
dengan dukungan pemberi perawatan
3.2 Intervensi Keperawatan

3.4 Implementasi Keperawatan

NO Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Sabtu, 26 Nyeri akut b/d Domain XII : kenyamanan S:
1 Desember 2020 agen cedera Kelas 1: kenyamanan fisik  Masyarakat lansia sebanyak 3 orang masih
kimiawi (luka mengeluh nyeri di bagian luka bakar
bakar)
00132 : pasien bebas dari nyeri selama O:

28
masa perawatan  masih meringis skala nyeri rata-rata 5 (1-10)
A:
 Kaji nyeri secara komprehensif  masalah keperawatan belum teratasi
 Pertahankan tirah baring selama P:
fase akut  intervensi dilanjutkan
 Berikan lingkungan yang
di
nyaman bagi pasien
 Ajarkan teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri
 Kolaborasi pemberian analgesik
 Dorong pasien untuk memantau
nyeri sendiri dengan tepat
2 Sabtu, 26 Ketidakefektifan Domain VII : Komunitas S:
Desember 2020 Koping Kelas 2 : manajemen resiko komunitas S:
Komunitas b.d 8840 : Persiapan bencana di  Sebagian masyarakat mengatakan sudah sedikit
pemajanan pada masyarakat : paham dalam kesiapsiagaan menghadapi
bencana (alami kebakaran. Hal ini dapat dilihat sebelum diberikan
atau perbuatan  Mengidentifikasi tipe bencana edukasi hanya 50% pengetahuan masyarakat yang
manusia) dan potensial yang ada di daerah sudah dalam kategori baik setelah diberikan

29
Riwayat bencana tersebut edukasi kesiapsiagaan mengahadapi kebakaran
(mis.Alam,perbu  Mewawancarai pihak BPBD 70% masyarakat mampu menjelaskan kembali
atan mengenai hal bekerja bersama mengenai materi yang diberikan. Dengan demikian
manusia) dengan instansi- instansi lain dalam dapat dilihat berarti masyarakat sudah paham atau
perencanaan terkait dengan dalam kategori baik.
bencana (misalnya pemadaman O:
kebakaran, palang merah tentara,  Sebagian masyarakat tampak sudah mengerti
layanan-layanan ambulan, lembaga dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana
layanan sosial) kebakaran
 Mengembangkan rencana  Ada beberapa masyarakat yang bertanya tentang
persiapan sesuai dengan tipe penyuluhan yang diberikan
bencana tertentu  Sebelum diberikan edukasi hanya 50%
 Mengidentifikasi semua perangkat pengetahuan masyarakat yang sudah dalam
medis dan sumber daya lembaga kategori baik dan setelah diberikan edukasi
sosial yang tersedia untuk dapat kesiapsiagaan mengahadapi kebakaran 70%
menanggapi bencana masyarakat mampu menjelaskan kembali
 Mengembangkan prosedur- mengenai materi yang diberikan.
prosedur triase  Dengan demikian dapat dilihat berarti masyarakat
 Mendorong persiapan masyarakat sudah paham atau dalam kategori baik.

30
untuk menghadapi kejadian A:
bencana  Masalah keperawatan teratasi sebagian
Mendidik anggota masyarakat P:
mengenai keselamatan  Intervensi Dilanjutkan
Berikan Simulasi terkait bencana yang bersangkutan
3 Sabtu, 26 Defisiensi Primer S:
Desember 2020 kesehatan Domain III : Perilaku Kelas  Sebagian masyarakat mengatakan sudah sedikit
komunitas b.d S: Pendidikan Pasien paham dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana
ketidakcukupan 5510: pendidikan kesehatan kebakaran
ahli di  Menargetkan sasaran pada  Masyarakat mengatakan untuk kejadian bencana,
komunitas, kelompok beresiko tinggi dan kelurahan sudah bekerja sama dengan pihak
ketidakcukupan rentang usia yang akan mendapat Pemadam kebakaran dan puskesmas dan juga
biaya program manfaat besar dari pendidikan terdapat Rumah Sakit terdekat
dan kesehatan O:
ketidakcukupan  Merumuskan tujuan dalam  Sebagian masyarakat tampak sudah mengerti
sumber daya program pendidikan kesehatan dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa
 Menekankan manfaat kesehatan bumi
positif yang langsung atau manfaat  Ada beberapa masyarakat yang bertanya tentang
jangka pendek yang bisa diterima penyuluhan yang diberikan

31
masyarakat A: masalah keperawatan teratasi
 Memberikan penyuluhan tentang P: Intervensi dihentikan
kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi kebakaran untuk
menyampaikan informasi dalam
jumlah besar

32
3.5 Mitigasi Bencana Kebakaran

Kegiatan mitigasi adalah usaha untuk mengurangi dan atau meniadakan


korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan
pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/
peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi. Mitigasi pada prinsipnya
harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam
bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari
perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi juga dapat diartikan sebaga
serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyandaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi kesiapsiagaan kebakaran dibutuhkan untuk mencegah atau
meminimalkan potensi dampak kebakaran. Untuk mengeliminasi risiko
kebakaran pada populasi yang rentan, diperlukan perencanaan program-
program mitigasi dan kesiapsiagaan. Lingkup mitigasi meliputi eliminasi
risiko, reduksi risiko, dan transmisi tanggung jawab. Mitigasi difokuskan
untuk menghilangkan atau membatasi kemungkinan terjadinya bencana dan
menurunkan tingkat kerentanan populasi. Salah satu cara untuk menurunkan
kerentanan populasi adalah meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap
potensi bencana. Kesiapsiagaan mencakup kemampuan untuk merespons
ancaman dan dampak bencana secara efektif dan memulihkan dampak jangka
panjangnya dengan cepat.
Tujuan utama dari kegiatan mitigasi adalah mengurangi risiko/dampak
yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban
jiwa (kematian), kerugian ekonomi dan kerusakan sumber daya alam serta
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi
dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan
aman.
Menurut Pasal 1 ayat (6) PP No. 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana merupakan

33
sebuah rangkaian upaya guna mengurangi risiko bencana, baik lewat
pembangunan fisik atau lewat penyadaran dan peningkatan kemampuan
dalam menghadapi bencana. Sedangkan kebakaran sendiri dapat diartikan
sebagai suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari
suatu bahan bakar yang disertai timbulnya api/penyalaan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh La Asiri mengenai Pelaksanaan
Mitigasi Bencana Kebakaran Pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten
Buton dapat ditarik kesimpulan bahwa bahaya kebakaran bisa terjadi kapan
dan dimana saja. Oleh sebab itu mitigasi bencana kebakaran sangat penting
untuk disampaikan kepada masyarakat melalui sosialisasi dan simulasi
lapangan. Simulasi dengan berbagai alat peraga memudahkan bagi
masyarakat memahami tata cara dan tindakan yang tepat agar terhindar dari
resiko kebakaran. Bencana kebakaran seyogyanya dapat dicegah sedini
mungkin bila anggota masyarakat memahami berbagai potensi yang dapat
memicu terjadinya kebakaran. Oleh sebab itu langkah-langkah mitigasi yang
perlu diketahui sebelum terjadinya bencana kebakaran (tindakan preventif)
adalah sebagai berikut:
1. Perlu menghindari penggunaan peralatan listrik yang melebihi beban
kapasitas meter listrik
2. Sedapat mungkin pemasangan instalasi listrik di rumah tidak memakai
sambungan isolasi yang mudah memuai dan mengelupas bila terkena
suhu panas listrik
3. Pada saat listrik padam, tidak dibenarkan meletakkan lilin atau lampu
minyak dekat dengan bahan yang mudah terbakar
4. Memeriksa secara berkala instalasi listrik di rumah. Apabila ditemukan
ada kabel rapuh, sambungan atau stop kontak yang aus, segera diganti
dengan peralatan yang baru
5. Memeriksa kondisi tungku masak dan segera diganti jika ada yang
sudah mengalami kebocoran
6. Menempatkan benda-benda atau bahan-bahan yang mudah terbakar
pada tempat khusus dan jangan dicampur aduk dengan benda atau

34
bahan yang dapat menimbulkan reaksi kebakaran
7. Menyiapkan alat pemadam kebakaran seperti air, pasir, serta karung
goni yang dibasahi di lingkungan sekitar
8. Memahami cara penggunaan alat pemadam kebakaran dan teknik dalam
memadamkan api.
Bila bencana kebakaran benar-benar terjadi khususnya dilingkungan
permukiman, penting bagi anggota masyarakat untuk memahami langkah-
langkah taktis sebagai berikut:
1. Jangan panik dan segera menyelamatkan diri bersama anggota keluarga
di tempat aman dan jauh dari kobaran api
2. Segera padamkan api dengan alat pemadaman yang ada seperti APAR
(Alat Pemadam Api Ringan) atau dengan karung goni yang dibasahi air
3. Tutup ruangan yang terbakar agar tidak menjalar dan meluas ke
ruangan lain
4. Segera hubungi petugas pemadam kebakaran jika api tidak bisa
dipadamkan atau dikendalikan dengan kemampuan sendiri
5. Tidak mengunci pintu-pintu rumah agar jika ada petugas pemadam
kebakaran mudah untuk melakukan tindakan pemadaman api
6. Menggunakan kain basah dan ditempelkan di hidung agar pernafasan
lancar dan tidak sesak karena banyaknya asap kebakaran
7. Menjauhi arah hembusan angin.

3.6 Kesiagaan Bencana Kebakaran


Kesiagaan / Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses
manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang
berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan elemen penting
dari kegiatan pengurangan resiko bencana yang bersifat pro- aktif, sebelum
terjadinya suatu bencana (BNPB, 2019). Kebakaran merupakan salah satu
jenis bencana yang sering terjadi, faktor penyebabnya dapat disebabkan
karena factor alam dan factor yang disebabkan oleh manusia secara sengaja
atau tidak sengaja (BNPB, 2019).

35
Konsep kesiapsiagaan yang digunakan pada kajian penilaian
kesiapsiagaan masyarakat lebih ditekankan pada menyiapkan kemampuan
untuk dapat melaksanakan kegiatan tanggap darurat secara tepat dan tepat.
Kegiatan tanggap darurat meliputi langkah-langkah tindakan saat sebelum
bencana, seperti: peringatan dini, tindakan saat kejadian bencana, tindakan
evakuasi, dan tindakan yang harus dilakukan segera setelah terjadi bencana
(UNESCO/ISDR, 2006)

Jenis Jenis Kesiagaan Bencana Kebakaran (BNPB, 2019)

1. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)


Pengelolaan pengetahuan SDM sangat penting dalam tahapan kesiagaan
dalam bencana kebakaran. Pengelolaan SDM yang dimagsud yaitu
dengan cara memberikan pelatihan dan simulasi menejemen saat terjadi
kebakaran dan pasca kebakaran.
2. Infrastruktur
Penyediaan infrastruktur yang dimagsud adalah merancang
infrastruktur yang dapat mengantisipasi saat terjadi kebakaran. Seperti
penyediaan sistem pemadam otomatis di setiap gedung, menyediakan
tabung pemadam kebakaran, menyediakan berbagai tempat evakuasi,
dan menyediakan tombol emergency untuk meminta pertolongan.
3. Sistem (alur kebencanaan) Kebakaran
Sistem atau alur yang dimagsud adalah menyediakan standar
operasional prosedur (SOP) dalam menghadapi kebakaran. Seperti alur
bencana, sistem penyelamatan dokumen dan sistem evakuasi.

3.7 Kejadian Bencana dan Tanggap Darurat Kebakaran


Kejadian Bencana Kebakaran :

1. Bahaya kebakaran ringan berada di tempat kerja yang mempunyai jumlah


dan kemudian terbakar rendah, apabila terjadi kebakaran panas yang
dilepaskan rendah sehingga api menjalar dengan lambat.

36
2. Bahaya kebakaran sedang I berada di tempat kerja yang mempunyai
jumlah dan kemudahan terbakar sedang, menimbun bahan dengan tinggi
tidak lebih dari 2,5m dan jika terjadi kebakaran panas dilepaskan sedang.
3. Bahaya kebakaran sedang II berada di tempat kerja yang mempunyai
jumlah dan kemudahan terbakar sedang, menimbun bahan dengan tinggi
tidak lebih dari 4m dan jika terjadi kebakaran panas dilepaskan sedang
sehingga api menjalar sedang.
4. Bahaya kebakaran sedang III berada di tempat kerja yang mempunyai
jumlah dan mudah terbakar tinggi, dan jika terjadi kebakaran panas
dilepaskan sedang sehingga api menjalar cepat
5. Bahaya kebakaran berat berada di tempat kerja yang mempunyai jumlah
dan kemudahan terbakar tinggi karena menyimpan barang cair.

Tanggap Darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana. Sistem tanggap darurat dilaksanakan dengan cara membentuk tim
khusus pengendalian dan penanganan kondisi darurat seperti pada saat
terjadi kebakaran, peledakan maupun kecelakaan kerja.

3.8 Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bencana Kebakaran

1. Rehabilitasi
a. Pengertian Rehabilitasi
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana No. 11 tahun 2008 tentang pedoman rehabilitasi dan
rekontruksi pasca bencana, rehabilitasi adalah perbaikan dan
pemulihan semua aspek pelayanan public atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua

37
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana. Rehabilitasi menurut Renwick & Friefeld adalah suatu
kegiatan multidisipliner yang memfungsikan kembali aspek-aspek
fisik, emosi, kognisi, dan sosial sepanjang kehidupan individu
sehingga mampu melakukan mobilitas, komunikasi, aktivitas
harian, pekerjaan, hubungan sosial, dan kegiatan di waktu luang.
b. Strategi dan sasaran rehabilitasi
Strategi dan sasaran penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi menurut
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 11 Tahun 2008:
Strategi:
a) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam tahap
pelaksanaan rehabilitasi,
b) Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya
masyarakat setempat,
c) Mendasarkan pada kondisi actual di lapangan (tingkat
kerugian/ kerusakan serta kendala medan),
d) Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai Gerakan dalam
masyarakat dengan menghimpun masyarakat sebagai
korban maupun pelaku aktif kegiatan rehabilitasi dalam
kelompok swadaya,
e) Menyalurkan bantuan pada saat, bentuk, dan besaran yang
tepat sehingga dapat memicu/membangkitkan Gerakan
rehabilitasi dan penanganan bencana yang menyeluruh.

Sasaran kegiatan rehabilitasi:

a) Kelompok manusia dan segenap kehidupan dan


penghidupan yang terganggu oleh bencana,
b) Sumberdaya buatan yang mengalami kerusakan akibat
bencana sehingga berkurang nilai gunanya,

38
c) Ekosistem atau lingkungan alam untuk mengembalikan
fungsi ekologisnya.
d) Program rehabilitasi pasca bencana kebakaran

Adapun program rehabilitasi yaitu:


a) Perbaikan lingkungan daerah bencana, untuk menanggulangi
perbaikan lingkungan yang terjadi pasca bencana kebakaran,
kegiatan fisik perbaikan lingkungan dilakukan dengan cara
pembersihan masal bersama dengan masyarakat, Dinas Lingkungan
Hidup, Dinas Sumber Daya Air, dan lainnya untuk memenuhi
persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem
suatu Kawasan.
b) Pemulihan sosial psikologis, untuk membantu masyarakat yang
terkena dampak bencana, memulihkan kembali kehidupan sosial
dan kondisi psikologis pada keadaan normal seperti kondisi
sebelum bencana. Kegiatan membantu masyarakat tekena dampak
bencana melalui upaya pelayanan sosial psikologis seperti
konseling dan pendampingan.
c) Pelayanan kesehatan, kegiatan pemulihan kondisi kesehatan
masyarakat terkena dampak bencana sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui: membantu perawatan lanjut korban bencana
yang sakit dan mengalami lluka, menyediakan obat-obatan,
menyediakan peralatan kesehatan, menyediakan tenaga medis dan
paramedis, dan memfungsikan kembali system pelayanan
kesehatan termasuk system rujukan.
d) Pemulihan keamanan dan ketertiban, kegiatan pemulihan
keamanan dan ketertiban dilakukan melalui upaya: mengaktifkan
kembali fungsi Lembaga keamanan dan ketertiban di daerah
bencana, meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan
pengamanan dan ketertiban, dan mengkoordinasi

39
instransi/Lembaga yang berwenang di bidang keamanan dan
ketertiban.
e) Pemulihan fungsi pelayanan public, kegiatan pemulihan fungsi
pelayanan public sebagaimana dimaksud dilakukan melalui upaya-
upaya: rehabilitasi dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana
pelayanan public, mengaktifkan kembali fungsi pelayanan public
pada instansi/Lembaga terkait, dan pengaturan kembali fungsi
pelayanan publik
2. Rekonstruksi
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 ayat 1 pasal 10 dan 11
tentang Penanggulangan Bencana, rekonstruksi adalah perumusan
kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik,
konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen
semua prasarana, sarana dan system kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hokum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat
sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca
bencana.
a. Program rekonstruksi pasca bencana kebakaran
Cakupan kegiatan rekonstruksi:
a) Pembangunan kembali sarana dan prasarana, proses ini
diselenggarakan dengan memanfaatkan kesempatan untuk
memperbaiki penataan ruang wilayah pasca bencana yang
muncul setelah suatu bencana yang merusak, yaitu
mencangkup: rencana struktur ruang wilayah, rencana pola
ruang wilayah, penetapan Kawasan, arahan pemanfaatan ruang
wilayah, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.
b) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, proses
pembangunan kembali sarana sosial bersama-sama dengan
masyarakat melalui suatu penyusunan rencana teknis kegiatan

40
pembangunan yang ingin diwujudkan, penyusunan rencana
teknis seperti di atas dilakukan melalui survei investigasi dan
desain dengan memperhatikan kondisi lingkungan, sosial
ekonomi, budaya, adat istiadat dan standar konstruksi
bangunan.
c) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, tujuan
pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dimaksudkan
untuk memperbaiki kondisi rumah masyarakat agar dapat
mendukung kehidupan masyarakat, seperti komponen rumah,
prasarana, dan sarana lingkungan perumahan yang
memungkinkan berlangsungnya kehidupan sosial dan ekonomi
yang memadai sesuai dengan standar pembangunan perumahan
sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
d) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, tujuan
pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dimaksudkan
untuk memperbaiki kondisi rumah masyarakat agar dapat
mendukung kehidupan masyarakat, seperti komponen rumah,
prasarana, dan sarana lingkungan perumahan yang
memungkinkan berlangsungnya kehidupan sosial dan ekonomi
yang memadai sesuai dengan standar pembangunan perumahan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3. Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana kebakaran
a. Sosialisasi dan koordinasi program,
b. Inventarisasi dan identifikasi kerusakan/kerugian,
c. Perencanaan dan penetapan prioritas,
d. Mobilisasi sumberdaya,
e. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi,
f. Pembiayaan,
g. Monitor, evaluasi, dan pelaporan

41
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja di seluruh penjuru dunia.
Bencana dapat berdampak kepada individu, keluarga dan komunitas. Bencana
adalah gangguan serius yang mengganggu fungsi komunitas atau penduduk
yangmenyebabkan manusia mengalami kerugian, baik kerugian materi,
ekonomi atau kehilangan penghidupan yang mana berpengaruh terhadap
kemampuan koping manusia itu sendiri. Bencana kebakaran yaitu bahaya
yang diakibatkan oleh adanya potensial karena terkena pancaran api sejak
awal terjadi kebakaran hingga menjadi api, asap dan gas yang ditimbulkan
oleh proses tersebut (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26
/PRT/M/2008 pasal 1).

Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem


penataan dini dalam rangka mencegah dan mengendalikan bahaya kebakaran
sehingga kerugian berupa material dan jiwa manusia dapat dicegah atau
diminimalkan, yang diwujudkan baik berupa kebijakan dan prosedur yang
dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi peralatan, pemberian pendidikan dan
pelatihan bagi penghuni atau pekerja, penyusunan rencanan tindakan darurat
kebakaran, maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran (UU 24/2007).
Siklus penanggulangan bencana kebakaran terdiri dari : pencegahan dan
mitigasi, kesiagaan, kejadian bencana dan tanggap darurat, pemulihan dan

42
rekonstruksi

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa menjadi lebih giat untuk mempelajari asuhan
keperawatan bencana dan makalah ini dapat menjadi bahan acuan untuk
penyuluhan tentang kesiapsiagaan bencana kebakaran

DAFTAR PUSTAKA

Menteri Tenaga Kerja: Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I


No.Kep.186/Men/1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran
Ditempat Kerja
BPBD kulonprogo: mengenal bencana kebakaran
https://bpbd.kulonprogokab.go.id/detil/139/mengenal-bencana-
kebakaran
Asiri, L. (2020). Pelaksanaan Mitigasi Bencana Kebakaran Pada Dinas
Pemadam Kebakaran Kabupaten Buton. Kybernan: Jurnal Studi
Kepemerintahan, 3(2), 28-40.
BNPB. (2019). Buku panduan kesiagaan bencana kebakaran Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jakarta.
Riska, D. Peran BPBD Dalam Program Rehabilitasi Dan Rekonstruksi
Pasca Bencana Kebakaran Di Krukut Tamansari Jakarata Barat
(Bachelor's thesis, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).

43

Anda mungkin juga menyukai