Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FKK 3

Oleh:

NAMA : NI LUH SRI SUPARTHINI


NIM : 2001030072
KELAS :C

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


AKADEMI KESEHATAN BINTANG PERSADA
2022/2023
1. Thyrozol
a. Mekanisme kerja
Mencegah yodium dan peroksidase berinteraksi dengan tiroglobulin untuk membentuk
jenis hormon tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3).
b. Kegunaan Terapi
Perawatan konservatif hipertiroidisme
Dewasa
o Dosis awal:25-40 mg setiap hari. Dosis harian maksimal: 40 mg dalam dosis
tunggal 20 mg.
o Kasus ringan: 10 mg 2 kali sehari.
o Kasus yang parah: 20 mg 2 kali sehari.
Dosis pemeliharaan: Kurangi dosis hingga 5-20 mg setiap hari (biasanya membutuhkan
pemberian hormon tiroid tambahan).
Regimen dosis kedua: Monoterapi Biasanya di berikan dosis 2,5-10 mg setiap hari
Anak-anak
o Dosis awal: 0,3-0,5 mg / kgBB / hari
o Dosis pemeliharaan: 0,2-0,3 mg / kgBB / hari.
o Pengobatan hormon tiroid tambahan mungkin diperlukan

Ibu Hamil

Hipotiroidisme yang disebabkan oleh pengobatan dengan dosis thiamazole yang tidak
memadai dapat menyebabkan keguguran. Thiamazol melintasi penghalang plasenta dan
dalam darah janin dapat mencapai konsentrasi yang sama seperti pada ibu. Dalam hal ini,
selama kehamilan, obat harus diresepkan setelah penilaian penuh manfaat dan risiko
penggunaannya dalam dosis efektif minimum (hingga 10 mg / hari) tanpa asupan
tambahan natrium levotiroksin. Dosis thiamazole secara signifikan lebih tinggi dari yang
direkomendasikan dapat menyebabkan gondok dan hipotiroidisme pada janin, serta berat
badan lahir rendah. Selama menyusui, pengobatan tirotoksikosis dengan Tyrozol, jika
perlu, dapat dilanjutkan. Karena thiamazole menembus ke dalam ASI dan dapat
mencapai konsentrasi di dalamnya yang sesuai dengan levelnya dalam darah ibu, bayi
baru lahir dapat mengalami hipotiroidisme.

c. Kontraindikasi
Hindari penggunaan Thyrozol pada pasien yang hipersensitif, penderita
granulocytopenia, penderita kolestasis yang ada sebelum memulai terapi, penderita
kerusakan sumsum tulang sebelumnya setelah perawatan dengan / carbimazole atau
methimazole.
2. PTU
a. Mekanisme kerja
o Absorpsi
Propiltiourasil diabsorpsi dengan cepat ke saluran gastrointestinal. Kadar puncak
di dalam serum tercapai dalam waktu 1 jam pasca pemberian.
o Distribusi
Obat yang masuk ke pembuluh darah sebagian besar diikat oleh protein (60 –
80%). PTU akan terkonsentrasi di kelenjar tiroid.
o Metabolisme
PTU di hepar melakukan metabolism melalui proses glukuronidasi. Waktu paruh
PTU di plasma adalah sekitar 1 – 2 jam, namun karena obat terkonsentrasi di
kelenjar tiroid, interval antar dosis dapat mencapai 8 jam atau lebih.

b. Kegunaan Terapi
Berikut ini adalah dosis propylthiouracil dalam pengobatan hipertiroidisme, sebelum
terapi radioaktif dengan iodine, atau sebelum operasi tirodektomi, untuk pasien dewasa:
o Dewasa
Dosis inisial PTU adalah 300 mg/hari. Untuk kasus hipertiroid berat, dosis inisial
dapat ditingkatkan menjadi 400 mg/hari. Pada kasus tertentu dosis inisial dapat
mencapai 600–900 mg per hari. Dosis pemeliharaan yang digunakan adalah 100–
150 mg per hari. Dosis maksimal untuk dewasa adalah 900 mg per hari atau 1200
mg per hari untuk kasus-kasus berat. PTU diberikan 3 kali sehari atau setiap 8
jam.
o Ibu hamil
PTU merupakan obat lini pertama yang dapat diberikan pada ibu hamil dengan
hipertiroid. Penggunaan PTU dibatasi hanya pada trimester pertama karena
penggunaannya pada trimester kedua dan ketiga dapat meningkatkan risiko
terjadinya hepatitis akibat reaksi imun dengan PTU. Walaupun data mengenai
hepatotoksisitas pada ibu hamil masih terbatas, sudah ada dua laporan kasus
mengenai hepatotoksisitas pada ibu hamil pasca pemberian PTU. Dari dua
laporan tersebut, satu pasien membutuhkan transplantasi hepar dan satu pasien
dapat membaik setelah PTU diberhentikan. Setelah melewati trimester pertama,
pasien dapat diberikan metimazol (MMI).
PTU dan MMI dapat melewati barier plasenta sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan tiroid pada janin. Salah satu efek samping yang terlihat akibat
penggunaan PTU saat hamil adalah meningkatnya risiko kelahiran bayi dengan
berat badan lahir rendah.
d. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian PTU adalah adanya reaksi hipersensitivitas terhadap PTU
maupun komponen di dalam tabletnya.
3. Propranolol
a. Mekanisme kerja
o Absorpsi
Absorpsi terjadi hampir menyeluruh melalui traktus gastrointestinal. Konsumsi
propranolol bersamaan dengan makanan tidak meningkatkan waktu puncak
namun meningkatkan bioavailabilitas. Bioavailabilitas mencapai 30-70% dengan
waktu puncak 1-4 jam pada sediaan lepas cepat dan 6-14 jam pada sediaan lepas
lambat. Onset kerja pada indikasi hipertensi yaitu 2-3 minggu. Onset kerja pada
indikasi blok reseptor beta yaitu 2-10 menit untuk pemberian intravena atau 1-2
jam untuk pemberian per oral.
o Distribusi
Propranolol didistribusikan secara luas, menembus sawar darah otak dan plasenta,
dan masuk ke air susu ibu. Volume distribusi mencapai 4 L/kg. Ikatan pada
protein plasma mencapai hingga 90%.
o Metabolisme
Propranolol mengalami metabolisme hepatik melalui isoenzim CYP2D6 dan
CYP1A2 menjadi 4-hidroksipropranolol (zat aktif biologis).
o Eliminasi
Propranolol mengalami ekskresi utama melalui urine (96-99%). Waktu paruh
eliminasi mencapai 3-6 jam baik pada anak maupun dewasa.
b. Kegunaan Terapi
Penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter. Dewasa dan anak > 12 tahun
untuk hipertensi : 20 mg, 3-4 kali sehari; aritmia : 10-20 mg, 3-4 kali sehari; angina : 10-
20 mg, 3-4 kali sehari; mencegah migrain : 40 mg,2-3 kali sehari. Anak-anak : aritmia :
0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 kali pemberian; hipertensi : 1-3 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali
pemberian.
c. Kontraindikasi
o Peningkatan risiko terjadinya efek samping berupa hipotensi dan denyut jantung
lambat jika dikonsumsi dengan amiodarone, quinidine, propafenon, atau
antagonis kalsium
o Peningkatan risiko terjadinya hipotensi berat jika dikonsumsi secara berkelanjutan
dengan reserpine, antidepresan trisiklik, atau MAOI
o Penurunan efek antihipertensi jika dikonsumsi dengan OAINS, seperti ibuprofen
atau indomethacin
4. Methimazole
a. Mekanisme Kerja:
Penyerapan
Dihidrolisis dalam saluran pencernaan ke metabolit aktif 4-metil-amino-antipirin (MAA).
Ketersediaan hayati: Sekitar 90% (MAA). Waktu untuk memuncak konsentrasi plasma:
1-2 jam (oral).
Distribusi
Melintasi plasenta dan memasuki ASI. Ikatan protein plasma: 58% (MAA), 48% {4-
amino-antipyrine (AA)}, 14% {4-acetylamino-antipyrine (AAA)} dan 18% {formyl-
amino-antipyrine (FAA)}.
Metabolisme
Dimetabolisme di hati menjadi 4-formyl-amino-antipyrine (FAA) dan metabolit lainnya.
Ekskresi: Terutama melalui urin (sekitar 90% sebagai metabolit); faeces (sekitar 10%).
Waktu paruh eliminasi plasma: Kira-kira 14 menit (IV).
b. Kegunaan Terapi
o Dewasa
Untuk hipertiroidisme ringan dosisnya 15 mg per hari yang dibagi dalam 3 kali
Untuk hipertiroidisme sedang dosisnya 30–40 mg per hari yang dibagi dalam 3
kali pemberian. Untuk kondisi parah dosisnya 60 mg per hari yang dibagi dalam 3
kali pemberian. Dosis pemeliharaan 5–30 mg per hari yang dibagi dalam 3 kali
pemberian.
o Ibu Hamil
Digunakan dengan resep dokter
d. Kontraindikasi
o Pasien yang alergi terhadap thiamazole
o Pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal berat
o Pasien yang mengalami gangguan aliran empedu (kolestasis) yang bukan karena
hipertiroidisme
o Pasien penderita gangguan sumsum tulang dalam membentuk granulosit atau sel
darah putih (granulositopenia atau agranulositosis)
5. Golongan Glukokortikoid
a. Mekanisme Kerja:
Saat glukokortikoid masuk ke dalam sel melalui transporter yang terdapat pada membran
sel, setelah berada di dalam sitosol, glukokortikoid akan terikat pada reseptor
glukokortikoid yaitu NR3C1 (bahasa Inggris: nuclear receptor subfamily 3, group C,
member 1; glucocorticoid receptor, GR, GCR) yang berfungsi sebagai faktor transkripsi
yang akan mengaktivasi gen yang terdapat di dalam inti sel.
b. Kegunaan Terapi
o Ibu Hamil
Berdasarkan data keamanan penggunaan kortikosteroid pada kehamilan dan
menyusui, diperoleh pendapat/kesimpulan sebagai berikut: Kemampuan
kortikosteroid untuk menembus plasenta berbeda-beda, betametason dan
deksametason dengan mudah dapat menembus plasenta, sementara 88%
prednisolon yang menembus plasenta diubah menjadi bentuk inaktif. Jika
pemberian kortikosteroid diperpanjang atau diulang selama kehamilan, pemberian
kortikosteroid secara sistemik dapat meningkatkan risiko penghambatan
pertumbuhan intrauterin. Namun tidak ada bukti terjadinya gangguan
pertumbuhan intra uterin selama pengobatan jangka pendek (contohnya pada
pengobatan profilaksis untuk neonatal respiratory distress syndrome).
Beberapa supresi adrenal pada janin akibat pemberian sebelum kelahiran,
biasanya akan hilang setelah kelahiran bayi dan tidak begitu bermakna klinis.
c. Kontraindikasi
Sebenarnya tidak ada kontraindikasi absolute untuk penggunaan kortikosteroid.
Kortikosteroid digunakan lebih hati-hati pada pasien dengan gangguan jantung, pasien
dengan riwayat ulkus peptikum, pasien diabetes dan dengan riwayat hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai