Anda di halaman 1dari 12

TATA LAKSANA CASE 5

1. Premature Rupture of Membranes


Prinsip penatalaksanaan PROM adalah mencegah mortalitas dan morbiditas
perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat akibat infeksi atau kelahiran
preterm <37 minggu. Penatalaksanaan akan diberikan berdasarkan usia gestasi.
Terpadat 2 manajemen penatalaksanaan KPD :
 Manajemen aktif, melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi
persalinan
 Manajemen ekspektatif, penangan dengan pendekatan tanpa intervensi
a. KPD Usia Kehamilan <24 Minggu
Pada usia kehamilan ini didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti
hiperbilirubinermia dan takipnea transien lebih besar dibanding kelompok usia
lahir 26 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan
merupakan pilihan lebih baik.
PPROM untuk usia gestasi <24 minggu masih memiliki angka morbiditas fetal
dan neonatal tinggi. Konseling kepada pasien untuk mengevaluasi pilihatn
terminasi (induksi persalinan) atau manajemen ekspektatif sebaiknya menjelaskan
diskusi mengenai keluaran maternal dan fetal. Pada usia kehamilan 22-24 minggu
disarankan menambahkan diskusi dengan neonatologis
**GBS prophylaxis/corticosteroids/tocolysis/magnesium sulfate are not
recommended before viability
b. KPD Memanjang
Administrasi antibiotic mengurangi morbiditas maternal dan neonatal dengan
menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan
kortikosteroid prenatal. Pemberian eritromisin atau penisilin merupakan pilihan
terbaik. Jika pasien dating dengan KPD memanjang (>24 jam), pasien sebaiknya
tetap dalma perawatan sampai berada dalam fase aktif dan menggunakan
antibiotic IV sesuai table.
c. Manajemen Aktif
Pada kehamilan >37 minggu, lebih dipilih induksi awal. Namun, jika pasien
memilih manajemn ekspektatif harus dihargai. Lamanya wkatu manajemen
ekspektatif oerlu didiskusikan dengan pasien berdasarkan keadaan per individu.
Induksi persalinan dengan PG pervaginam dapat meningkatkan resiko
korioamnionitis dan infeksi neonatal sehingga lebih dipilih penggunaan oksitosin.
Pemberian kortikosteroid antenatal dapat menurunkan resiko respiratory distress
syndrome. Tokolisis pada kejadian KPD preterm tidak direkomendasikan.

**Usia kehamilan 30-34 minggu serta 34-38 minggu lebih baik melakukan persalinan.
Mempertahankan kehamilan akan meningkatkan resiko korioamnionitis

**Tocolytics menjadi kontroversial karena walaupun dapat memperpanjang masa laten dan
menurunkan resiko kelahiran dalam 48 jam namun memiliki resiko tinggi korioamnionitis
pada kehamilan <34 minggu dan tidak terdapat keuntungan maternal atau neonatal setelah
pemakaian tocolytics

**Magnesium sulfat perlu diberikan apabila akan dilakukan persalinan <32 minggu untuk
menurunkan resiko cerebral palsy
2. Preterm Birth
Manajemen persalinan kurang bulan mencangkup beberapa bagian :
a. Bed Rest
Pentingnya istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan kurang bulan
b. Hidrasi dan Sedasi
Pemberian hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi
prematur, walaupun mekanisrne biologisnya belum jelas. Pemberian preparat
morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi
c. Tokolitik
Pemberian tokolitik bermanfaat jika penundaan persalinan dalam waktu
beberapa hari akan memberikan efek menguntungkan bagi janin, seperti
pemberian kortikosteroid untuk maturasi paru atau rujukan kerumah sakit dengan
fasilitas yang lebih memadai.
 Nifedipin, antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg,
dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus
sampai 48 jam, dosis maksimal 160mg/hari. Keuntungan nifedipine yaitu
pemberiannya secara oral, efikasi cukup baik dan sedikit efek samping.
Kontraindikasinya yaitu hipotensi, penyakit jantung ibu, dan alergi golongan
calcium channel blocker
 COX (Cyclo-oxygenasei-Z inhibitor), Indomethacin dosis awal 100 mg,
dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8 kali pemberian. Jika
pemberian lebih dari dua hari, dapat menimbulkan oligohidramnion akibat
penurunan renal blood flow janin. Indometachin direkomendasikan pada
kehamilan ≥32 minggu karena dapat mempercepat penutupan duktus
arteriosus
 Magnesium Sulfat, WHO (2015) direkomendasikan untuk ibu hamil dengan
risiko persalinan preterm sebelum usia kehamilan 32 minggu untuk
mencegah cerebral palsy bayi dan anak-anak. Tiga alternatif dosis pemberian
MGSO4 untuk neuroproteksi janin yaitu MGSO4 4g IV dalam 20 menit,
dilanjutkan 1 g/jam sampai persalinan atau selama 24 jam, MGSO4 4g IV
dalam 30 menit atau IV 4g bolus dosis tunggal, MGSO4 6g IV dalam 20-30
menit dilanjutkan dosis rumatan 2 g/jam IV
 Atosiban, Atosiban adalah suatu analog oksitosin yang bekerja pada reseptor
oksitosin dan vasopressin, dosis awal 6,75 mg bolus dalam satu menit, diikuti
18 mg/jam selama 3 jam per infus, kemudian 6 mg/jam selama 45 jam, dosis
maksimal 330 mg
 Beta 2-sympathomimetics, Saat ini sudah banyak ditinggalkan, preparat yang
biasa dipakai adalah ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, jenoterol
dan hexoprenaline. Contoh: Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml
larutan glukosa 5%. Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes
setiap 10 menit sampai kontraksi uterus hilang. Infus harus dilanjutkan 48
jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis pemeliharaan satu
tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah dan
denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan. Kontra indikasi
pemberiannya adalah penyakit jantung pada ibu, hipertensi atau hipotensi,
hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum. Efek samping yang dapat
terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka (flushing), mual, sakit
kepala, nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikemia dan
hipokalemi. Efek samping pada janin antara lain fetal takhikardia,
hipoglikemia, hipokalerni, ileus dan hipotensif
 Progesteron, Progesteron dapat mencegah persalinan preterm, injeksi alpha-
hydroxyprogesterone caproate menurunkan persalinan preterm berulang,
dosis 50 mg (1 mL) IM tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau
sampai persalinan, pemberian dimulai 16-21 minggu kehamilan
d. Pemberian Steroid, Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS,
kematian neonatal dan perdarahan intraventrikuler (IVH). Dianjurkan pada
kehamilan 24-34 minggu, namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu.
Kontra indikasi: infeksi sistemik yang berat (tuberkulosis dan korioamionitis).
Betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler
dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai
dalam 1-7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Apabila tidak
terdapat betametason, dapat diberikan dexamethason dengan dosis 2x5 mg
intramuskuler perhari selama 2 hari
e. Antibiotik, Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan
karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman
persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian
klindamisin (2x300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol (2x500 mg sehari
selama 7 hari) atau eritromisin (2x500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat
bila diberikan pada usia kehamilan
f. Perencanaan Persalinan, Untuk kehamilan <32 minggu sebaiknya ibu dirujuk ke
tempat yang memiliki fasilitas NICU
g. Pemberian Neuroprotector, WHO saat ini sudah menganjurkan pemberian
MgSO4 antenatal dilakukan untuk mencegah terjadinya palsi serebral pada usia
kehamilan
**Mekanisme kerja MgSO4 ini masih belum jelas sampai saat ini, namun
diperkirakan melalui 4 jalur sebagai berikut:
- Stabilisasi sirkulasi otak dengan menstabilasasi tekanan darah dan
menormalkan aliran darah otak 165 Buku Acuan Persalinan Kurang Bulan
(Prematur)
- Mencegah excitatory injury melalui stabilisasi membran neuron dan memblok
excitatory neurotransmitters seperti glutamate (N-methyl-d-aspartate receptor
blocker)
- Proteksi terhadap oxidative injury melalui efek antioksidan
- Proteksi terhadap inflammatory injury melalui efek anti inflamasi

3. Birth Asphyxia

Tata laksana dini dengan dengan resusitasi-pascaresusitasi di kamar bersalin


dan ruang perawatan serta pencegahan komplikasi lanjut dengan terapi hipotermia
a. Tata Laksana di Kamar Bersalin
 Peralatan Resusitasi :
- Pengontrol suhu bayi, yaitu penghangat bayi, kain atau handuk kering,
kain pembungkus bayi, topi, dan kantung plastic (bayi <32 minggu).
Dapat digunakan juga pada bayi >32 minggu apabila suhu kamar bersalin
tidak dapat diatur sehingga suhu sangat dingin
- Peralatan jalan napas, yaitu penghisap lender (suction), kateter suction,
aspirator meconium
- Peralatan ventilasi, seperti self inflating bang, flow inflating bag, T-piece
resuscitator, sungkup wajah berbagai ukuran, sungkup laring, peralatan
intubasi, pipa endotrakeal
- Peralatan sirkulasi, seperti kateter umbilical, orogastric tube, umbilical
steril, dan three-way stopcocks
- Obat-obatan sirkulasi, seperti epinefrin (1:10.000), nelakson hidroklorida,
dan NaCl 0,9% atau ringer laktat
- Pulse oxymetri, stetoskop, monitor EKG apabila ada, spuit, jarum, dll
 Resusitasi (melihat algoritma)
- Memberikan kehangatan, bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas
(radiant warmer) dalam keadaan telanjang adar panas mudah
mengeksplorasi seluruh tubuh
**bayi kurang bulan  pertimbangkan plastic pembungkus plyethylene
dan incubator transport untuk memindahkan bayi ke ruang perawatan
- Posisikan bayi seidkit menengadah kepalanya, hal ini agar posisi faring,
laring, dan trakea ada dalam 1 garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara
- Membersihkan jalan napas, bila terdapat meconium (feses pertama bayi)
dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar maka lakukan penghisapan
trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi
meconium dengan pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke
dalam trakea kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan
did aerah mulut, faring, dan trakea. Sedangkang apabila terdapat
meconium dalam cairan amnion namun bayi bugas maka pembersihan
jalan napas dilakukan seperti bayi tanpa meconium
- Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan, dan meletakkan bayi pada
posisi benar. Apabila setelah car aini bayi belum bernapas secara adekuat,
maka dapat dilakukan dengan perangsangan taktil seperti menepuk atau
menyentil telapak kaki, menggosok punggung, tubuh, atau ekstremitas
bayi.
- Penilaian
o Pernapasan, pernapasan yang megap2 merupakan pernapasan
tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan
o Frekuensi Jantung, harus >100x/menit. Dihitung menggunakan
stetoskop 6 detik dan dikalikan 10
o Warna kulit, warna yang berubah dari biru ke merah merupakan
tanda adanya pernapasan dan sirkulasi adekuat. Sianosis akral
tanpa sianosis sentral belum tenti menandakan oksigen rendah
sehingga tidak perlu terapi oksigen, hanya sianosis sentral yang
merlukan intervensi
- Pemberian Oksigen, dapat menggunakan alat2 yang telah disebutkan tadi.
Pada bayi cukup bulan dianjurkan menggunakan oksigen 100%.
Pemberian oksigen 100% pada bayi kurang bulan tidak dianjurkan karena
dapat merusak jaringan. Penghentian pemberian oksigen dilakukan
bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap nerah
atau saturasi tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama dengan
konsentrasi oksigen ruangan. Apabila kembali sianosis, maka pemberian
oksigen perlu dilanjutkan hingga sianosis sentral hilang dan secepatnya
memeriksa ABG dan oksimetri
**bayi kurang bulan  gunakan blender oksigen dan oksimeter agar
jumlah oksigen yang diserap dapat diketahui
- Ventilasi Tekanan Positif, pastikan bahwa bayi tidak terdapat hernia
diafragmatika karena apabila bayi memilikinya maka perlu diintubasi
terlebih dahulu untuk mendapatkan VTP. Apabila diperkirakan bayi
mendapat VTP lama maka perlu menggunakan intubasi endotrakeal
seperti selang orogastric untuk mencegah distensi abdomen
**Bayi kurang bulan  gunakan tekanan terendah 20-25 cmH2o, hindari
terjaidnya peningkatan dada yang berlebihan karena patu2 mudah cedera
(imatur dan kurang surfaktan)
- Kompresi Dada, dimulai jika FJ <60x/menit setelah dilakukan ventilasi
selama 30 detik. Diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada
efektif dimana 1 orang menekan dada dan 1 orang melanjutkan ventilasi.
Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi batu lahir
karena menghasilkan puncak sistolik dan perfusi coroner lebih besar.
Posisikan bayi dengan topangan keras pada bagian belakang dan leher
sedikit menengadah. Lokasi ibu jari pada 1/3 bawah tulang dada terletak
antara processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan
kedua putting susu. Tekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior dada.
Aturan dengan 30 ventilasi dan 90 kompresi/menit. 1 siklus berlangsung
2 detik dengan 1 ventilasi dan 3 kompersi.
**setelah 30 detik, untuk menilai FJ hentikan ventilasi selama 6 detik
**>60x/menit maka kompresi dihentikan, namun ventilasi dilanjutkan
dengan kecepatan 40-60x/menit. Apabila <60x/menit maka pasang
kateter umbilical untuk memasukkan epinefrin
**>100x/menit dan bernafas spontan, hentikan kompresi dan ventilasi.
Namun berikan oksigen mengalir bebas dan hentikan secara bertahap
- Pemberian Epinefrin, apabila FJ <60x/menit setelah dilakukan VTP dan
kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidka
boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin
akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen jantung.
**Dosis: 0,1-0,3 ml/kgBB larutan 1:10.000 IV atau selang endotrakeal
**Dosis dapat diulang 3-5 menit IV bila Fj tidak meningkat
- Penghentian resusitasi, apabila tidak ada upaya bernafas dan denyut
jantung setelah 10 menit setelah resusitasi menyeluruh dan adekuat serta
penyebab lain disingkirkan.

4. Preterm Neonatus
Beberapa penatalaksanaan yang dapat diberikan pada bayi premature :
a. Mempertahankan suhu tubuh dnegan ketat karena mudah mengalami hipotermia
akibat pengaturan panas tubuh belum berfungsi dengan baik, metabolisme
rendah, dan permukaan badanyang relative luas. Hal ini menyebabkan bayi perlu
dirawat dalam incubator. Jika tidak ada incubator, bayi dapat dibungkus kain dan
diletakkan botol berisi air panas atau menggunakan metode kangguru
b. Mencegah infeksi ketat. Bayi premature rentan dengan infeksi akibat
immunoglobulin serum masih rendah, aktivitas bakterisidal neutrophil dan efek
sitotoksik limfosir juga masih rendah.
c. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi,
- Pemberian nutrisi parenteral harus dapat mencukupi kebutuhan makro
dan mikro bayi premature. Nutrisi parenteral yang diberikan harus
mengandung cairan, elektrolit, kalori, protein, lemak, vaotamin, dan
mineral dengan jumlah cukup. Beberapa penelitian mengatakan
pemberian asam amino dan lemak melalui parenteral dapat ditoleransi
sejak hari pertama kehidupan. Namun, pemberian parenteral memiliki
beberapa keterbatasan seperti perlunya memasang kateter vena dan dapat
menyebabkan beberpa komplikasi seperti DVT, sepsi, atau kolestasis.
Sehingga, perlu pengawasan ketat dan periodic serta memantau kesiapan
bayi mendapat nutrisi enterak penting karena resiko pemberian nutrisi
parenteral dalam jangka waktu lama.
- Nutrisi enteral dapat dimulai dengan memberikan trophic feeding (nutrisi
enteral minimal) 10 ml/KgBB/24 jam Ketika bayi stabil. Jika toleransi
minum baik, maka jumlah minum dapat ditingkatkan bertahap sambal
menurunkan pemberian nutrisi parenteral. Metode pemberian minum
harus berdasar usia gestasi dan tahap perkembangan bayi. Bayi usia
gestasi >34minggu umumnya dapat langusng menyusu dari ibu karena
reflex hisap dan menelan baik. Bayi usia gestasi 32-34 minggu memiliki
reflex menelan baik namun reflex hisap rendah sehingga ASI dapat
diperah dan dibeirkan menggunakan sendok, cangkir, atau pipet.
Sedangkan bayi usia gestasi <32 minggu memiliki reflex menelan dan
hisap yang rendah sehingga ASI diperah dan diberikan menggunakan
pipa orogastric
**pemberian setiap 2-3 jam sekali tergantung usia koreksi bayi
**Bayi dengan berat lahir <1250g dengan permasalahn medis perlu
pemberian nutrisi parenteral selama 24-48 kam pertama kemudian
diberikan trophic feeding

d. Pemantauan tanda vital u/ memantau tekanan darah, detak jantung, pernapasan,


dan suhu.
e. Hiperbilirubinemia, disebabkan semakin muda usia gestasi maka usia sel darah
merah lebih singkat dan kemampuan hati untuk ambilan konjugasi bilirubin
belum optimal. Terdapat indikasi tata laksana untuk melakukan fototerapi dan
transfuse tukar pada bayi premature.
**Bayi premature memiliki lapisan kulit lebih tipis sehingga penguapan lebih
besar terjadi sehingga perlu diberikan cairan tambahan untuk mencegah dehidrasi.
Sinar fototerapi juga dapat merusak retina sehingga mata bayi perlu dilindungi
dengan penutup mata

Anda mungkin juga menyukai