Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang

Sampai saat ini mortalitas dan modilitas neonatus pada bayi preterm/prematur masih
sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak dan
grastrointestinal. Di negara barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah akibat
prematuritas, dan pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan dalam jangka
panjang. Penyebab persalinan preterm/prematur dapat .dikenali dengan jelas. Namun pada
banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui. Beberapa faktor mempunyai faktor andil
dalam terjadinya persalinan perterm seperti faktor ibu, faktor janin, dan plasenta, ataupun
faktor lain seperti sosioekonomik.
Pendekatan obstetrik yang baik terhadap persalinan perterm akan memberikan harapan
terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi preterm. Di beberapa negara maju Angka
Kematian Neonatal pada persalian preterm menunjukan penurunan, yang umumnya
disebabkan oleh meningkatnya peranan neonatal intensive care dan akses yang lebih baek
dari pelayanan ini. Di Amerika Serikat bahkan menunjukan kemajuan yang dramatis
berkaitan dengan meningkatnya umur kehamilan dengan 50% neonatus selamat pada
persalinan usia kehamilan 25 minggu, dan lebih dari 90% pada usia 28-29 minggu. Hal ini
menunjukan bahwa teknologi dapat berperan banyak dalam keberhasilan persalinan bayi
preterm.
Masih ada sisi lain yang perlu diperhatikan dalam menangani neonatus preterm terutama
bayi dengan berat lahir sangat rendah (< 1.500 gram), yaitu biaya yang sangat mahal dan
meminta tenaga yang banyak. Upaya primer mempunyai dampak yang relatif murah bagi
masyarakat mengingat akses ke rumah sakit sangat kecil, sedangkan upaya sekunder di
rumah sakit lebih mahal.
Dari penelitian Lettieri dkk.(1993), didapat 38% persalian preterm disebabkan akibat
infeksi korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi
jalan lahir dengan kelahiran prematur. Bobbitt dan Ledger (1977) membuktikan infeksi
amnion subkliniks sebagai penyebab kelahiran preterm. Dengan amnionsentesis didapati
bakteri patogen pada + 20% ibu yang mengalami persalinan preterm dengan ketuban utuh
dan tanpa gejala klinis infeksi (Cox dkk.,1996; Watts 1992)
Penanganan
Penanganan umum
1.      Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu
2.      Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi
Prinsip penanganan
1.      Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan
2.      Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan faktor penentu dari fetal survival,maka
yang menjadi tujuan utama pengelolaan persalinan adalah sebagai berikut.
1.      Meningkatkan usia hamil
2.      Meningkatkan berat lahir
3.      Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah bergantung pada hal-hal
berikut ini.
1.      Kondisi ketuban masih untuh atau sudah pecah
2.      Usia kehamilan dan perkiraan berat janin
3.      Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intrauterin
4.      Ada atau tidak petanda-petanda yang meramalkan persalinan dalam waktu yang relatif
dekat( kontraksi ,penipisan serviks, dan kadar IL – dalam air ketuban ).

Pengelolaan persalinan preterm dengan ketuban yang masih lunak


Pada dasarnya apabila tidak ada bahaya untuk ibudan janin, maka pengelolaan persalinan
preterm yang membakat adalah konservatif, yaitu sebagai berikut.
1.        Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian obat – obat tokolitik.
2.        Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru janin.
3.        Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko terjadinya infeksi perinatal
4.        Merencanakan cara persalinan preterm yang aman dan dengan trauma yang minimal
5.        Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi prematur.

Usia hamil <34 minggu


1.      Tokolitik untuk menghentikan kontraksi uterus
Bermacam-macam tokolitik yang dikenal dengan titik tangkap dan cara kerja yang berbeda
dapat diberikan baik secara tunggal maupun kombinasi sesuai dengan prosedur pemberian
yang dianjurkan dengan tetap memperhatikan kemungkinan efek samping yang dapat timbul
pada ibu / atau janin.
a.       Beta -2 agonis
Terbutalin
Prosedur pengobatan dengan terabutalin.
1000 mcg (2 amp) terabutalin dalam 500 ml NaCL sehingga diperoleh konsentrasi 2 mcg/ml
atau 0,5 mcg/tetes.
Dosis awal diberikan 1 mcg/menit atau 10tetes/menit. Dosis dinaikan setiap 15 menit dengan
0,5 mcg(5 tetes) sampai his menghilang atau timbul tanda-tanda efek samping yang dirasakan
membahayakan ibu dan atau janin.
Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 5mcg/menit (5 tetes/menit).bila his berhenti,maka
dosis dipertahankan pada kecepatan tersebut selama 1 jam, kemudian diturunkan 0,5mgc atau
5 tetes setiap 15 menit sampai dosis pemeliharaan ( maintenance) sebesar 2 mcg/menit atau
20 tetes/menit dan dipertahankan sampai 8jam kemudian. Bila sebelum 8 jam terjadi
kontraksi lagi, maka dosis dinaikan lagi seperti diatas. Dosis total yang dianjurkan sampai
dengan 2.000 mgc (4amp) salam 1.000 ml NaCL. Bila tidak timbul his lagi, setengah jam
sebelum pemberian parenteral dihentikan (7,5jam dalam dosis pemeliharaan), penderita boleh
mulai diberikan terbutalin oral (2,5 mg/tab) setiap 8 jam sampai 5 hari atau sampai ada tanda-
tanda efek samping yang membahayakan ibu dan atau janin.
Beta -2 agonis yang lain dapat diberikan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan pada
masing – masing obat.
Efek samping samping pemberian obat tersebut adalah sebagai berikut :
         Ibu : efek beta – 1 terhadap jantung ibu berupa palpitasi hebat.
         Janin : gangguan paada sirkulasi feto-plasental yang mengakibatkan hipoksia janin
intrauterin.
b.      Non – steroid anti – inflamatory agents
Cox -2 inhibitor (nimesulid) oral dengen dosis 3x100 mg/hari.
Obat-obat NSAIAs yang lain ( seperti indomethasin dan lain-lain, saat ini tidak dianjurkan
lagi terutama pada kehamilan >32minggu karena efek samping penutupan dini duktus
arteriosus)
c.       Calsium Antagonis
Nifedipine oral dengan dosis 3x10 mg/hari. Pada dasarnya obat ini cukup aman terhadap ibu
dan janin, akan tetapi dalam beberapa penelitian pernah ditemukan efek samping pada ibu
berupa sakit kepala dan hipotensi.
d.      Progesteron
Obat-obat progesteron diberikan parenteral maupun oral sesuai dosis yang di anjurkan.
e.       Oxytocin analog
Atosiban ( Belum beredar di Indonesia )

2.      Kortkosteroid untuk memacu pematangan paru janin intarauterine.


Betamethason 12-16 mg (3-4 amp ) /IM,/hari diberikan selama 2 hari ( liggin dan Howie
1972 ) atau Dexamethason 6 mg/IM, diberikana 4 dosis tiap 6 jam sekali ( Parkland Hospital,
1994). Pemberian ini hanya dianjurkan sekali saja, tidak dianjurkan untuk mengulangi
pemberian setelah ini karena efek samping terhadap ibu ( hipertensi ) dan janin ( gangguan
perkembangan syaraf ) (NIHCDC-2000 ).
3.      Antibiotik untuk mencegah infeksi perinatal ( ibu dan bayi ).
Ampisilin Sulbactam parenteral 2x1,5 g selama 2 hari, kemudian dilanjutkan oral 3x 375
mg/hari selama 5 hari. Obat antibiotik yang lain sebaiknya dipilih obat-obat golongan B
( Klasifikasi FDA untuk obat-obat untuk ibu hamil ) terutama dianjurkan derivat penisilin/
ampisilin mengingat efek teratogenikterhadap janin. Pemberian antibiotik ini masih banyak
kontroversi karena satu pihak berhasil menurunkan kejadian infeksi pada amnion/janin dan
memperpanjang usia kehamilan ( karena bisa meningkatkan efek obat-obat tokolitik ), akan
tetapi pihak lain menolak memberikan karena ternyata pemberian antibiotik ini tidak
memperbaiki hasil akhir (outcome) janin seperti kejadian-kejadian Necrotising Enterocolitis
(NEC), Respiratory Distress Syndrome (RDS), dan Intracranial Haemorhage (Mercer dan
Arheart 1995). Kyle dan turner (1996 ) menolak memberikan antibiotik dalam jangka waktu
lama karena alasan meningkatkan resiko terjadinya infeksi dari bakteri lain dan resistensi
bakteri terhadap antibiotik.
4.      Cara Persalinan.
Upayakan persalinan preterm yang man dan non-traumatis, serta perawatan intensif untuk
bayi prematur. Cara persalinan yang dianjurkan adalah spontan pervaginam atau SC atas
indikasi obstetrik yang ada ( Kelainan letak, gawat janin ).

Usia Hamil 34 Minggu/ Lebih


Oleh karena Survival Rate dan jangka kejadian RDS bayi prematur dengan usia hamil 34
minggu tidak berbeda secara bermakna, maka pada kasus demikian menuunda persalinan
untuk meningkatkan usia hamil tidak terlalu diutamakan. Akan tetapi, pemberian tokolitik
hanya untuk menunda sampai dengan 48 jam yang bertujuan untuk memberi kesempatan
memberikan obat-obat kortikosteroid kecuali bila pada pemeriksaan ditemukan L/S ratio >2
atau tes lain yang menunjukan maturitas paru janin. Selanjutnya, pemberian antibiotik dan
mengupayakan persalinan yang aman dapat menghindari trauma persalinan yang beresiko
untuk terjadinya hipoksia janin selama persalinan.

Anda mungkin juga menyukai