TINJAUAN PUSTAKA
A. Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat persalinan, tidak ada
yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila
dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah (Sarwono,2011):
- Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi premature
- Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru
janin
- Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah (Sarwono,2011):
- Kalsium antagonis: Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8
jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi
berulang.
- Obat β-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
- Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin): jarang dipakai karena
efek samping pada ibu ataupun janin.
- Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring.
B. Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan
kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah: deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini
tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal konikosteroid adalah (Sarwono,2011):
o Betametason: 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam
o Deksametason: 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam
C. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah:
eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg
selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC (Sarwono,2011).
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan
KPD/PPROM (Preterm premature rupture of the membrane) adalah(Sarwono,2011):
- Semua alat yang digunakan untuk periksa vagina harus steril.
- Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan pemeriksaan
spekulum.
- Pada pemeriksaan USG jika didapat penurunan indeks cairan amnion (ICA) tanpa
adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah pada
kemungkinan KPD
Cara Persalinan
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti:
apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutama pada
berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps untuk
melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksis
yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio
sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu.
Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea. OIeh
karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetric.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesarea dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan terjadi
karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterms (Sarwono,2011).
Perawatan Neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernapasan
yang tidak adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia
pada neonatus (suhu badan di bawah 36,5o C), bila mungkin bayi sebaiknya dirawat cara
‘kanguru’ untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan pengobatan
dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan sonde atau
dipasang infus. Semua bayi baru iahir harus mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan
dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada
fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas yang
adekuat termasuk perawatan perinatal intensif (Sarwono,2011).
Patogenesis
Penyebab persalinan preterm multifaktorial dan dapat saling berinteraksi satu
sama lain. Berikut beberapa alur yang umum terjadi pada persalinan preterm:
Dari beberapa cara yang telah disebutkan di atas, cara yang paling umum ialah
penyebaran secara ascending dari vagina dan serviks. Hal ini dapat ditunjukkan oleh suatu
kondisi yang disebut vaginosis bakterialis, yang merupakan sebuah kondisi ketika flora
normal vagina predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida
digantikan oleh bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies Mobilunkus, atau
Mycoplasma hominis. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah dini,
persalinan preterm, dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih
dari 5,0 (Prawirohardjo, 2008; Cunningham FG, et.all., 2005; Nathan L, 2003).
Perdarahan desidua (Decidual hemorrhage/thrombosis)
Perdarahan desidua dapat menyebabkan persalinan preterm. Lesi vaskular dari plasenta
biasanya dihubungkan dengan persalinan preterm dan ketuban pecah dini. Lesi plasenta
dilaporkan 34% dari wanita dengan persalinan preterm, 35% dari wanita dengan ketuban
pecah dini, dan 12% kelahiran term tanpa komplikasi. Lesi ini dapat dikarakteristikan
sebagai kegagalan dari transformasi fisiologi dari arteri spiralis, atherosis, dan trombosis
arteri ibu atau janin. Diperkirakan mekanisme yang menghubungkan lesi vaskular dengan
persalinan preterm ialah iskemi uteroplasenta. Meskipun patofisiologinya belum jelas,
namum trombin diperkirakan memainkan peran utama (Prawirohardjo, 2008;
Cunningham FG, et.all., 2005; Nathan L, 2003).
Insufisiensi serviks
Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan dengan pregnancy losses pada
trimester kedua, tetapi baru-baru ini bukti menunjukan bahwa gangguan pada serviks
berhubungan dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan variasi yang cukup
luas, termasuk persalinan preterm. Insufisiensi serviks secara tradisi telah diidentifikasi
di antara wanita dengan riwayat pregnancy losses berulang pada trimester kedua, tanpa
adanya kontraksi uterus. Terdapat lima penyebab yang diakui atau dapat diterima, yaitu:
(1) kelainan bawaan; (2) in-utero diethylstilbestrol exposure; (3) hilangnya jaringan dari
serviks akibat prosedur operasi seperti Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP)
atau conization; (4) kerusakan yang bersifat traumatis; dan (5) infeksi.
Selain berhubungan dengan beberapa hal di atas, risiko persalinan preterm juga
meningkat pada perokok. Mekanisme meningkatnya risiko persalinan preterm pada
wanita yang merokok sampai saat ini belum jelas. Terdapat lebih dari 3000 bahan kimia
dalam batang rokok, yang masing-masing efek biologisnya sebagian besar tidak
diketahui. Namun, baik nikotin dan karbon monoksida merupakan vasokonstriktor yang
kuat dan dihubungkan dengan kerusakan plasenta serta menurunnya aliran darah
uteroplasenta. Kedua jalur tersebut mengarah pada terhambatnya pertumbuhan janin dan
persalinan preterm (Prawirohardjo, 2008; Cunningham FG, et.all., 2005; Nathan L,
2003).